Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUBUNGAN GLOSITIS DENGAN PENYAKIT LAIN

Disusun oleh:
Dewi Amani Husna G991902012
Dheajeng Intan Mutiarasari A G991902013

Periode: 17 Februari 2020 – 1 Maret 2020

Pembimbing:
drg. Christianie, Sp.Perio

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik/


Program Studi Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Gigi Dan Mulut Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta dengan judul:

Hubungan Glositis dengan Penyakit Lain

Hari, tanggal: Rab u, Februari 2020

Oleh:

Dewi Amani Husna G991902012


Dheajeng Intan Mutiarasari A G991902013

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

drg. Christianie, Sp.Perio

2
BAB I
PENDAHULUAN

Lidah merupakan organ dalam rongga mulut yang memiliki peran penting
dalam proses pengunyahan, persepsi rasa, bicara, respirasi, mengisap, menelan,
dan perkembangan rahang. Lidah sebagai indera pengecap mempunyai taste buds
yang meliputi seluruh permukaannya yang mengandung pori-pori atau dikenal
sebagai taste pore yang mengandung mikrovili pembawa sel gustatori yang akan
distimuli oleh berbagai cairan kimiawi pada saliva. Lidah dapat digunakan untuk
melihat kondisi kesehatan seseorang, sebagai indikator untuk mengetahui
kesehatan oral dan kesehatan umum pasien. Berbagai gangguan sistemik telah
dikaitkan dengan perubahan rongga mulut, baik yang spesifik maupun tidak
spesifik, dalam banyak keadaan rongga mulut menjadi area diagnostik yang
penting.
Glossitis merupakan salah satu kelainan pada lidah berupa perubahan
penampilan pada permukaan lidah akibat suatu peradangan akut ataupun kronis
yang mengakibatkan lidah membengkak, berubah warna dan tekstur permukaan.
Kondisi ini dapat menyebabkan papilla di permukaan lidah menghilang. Papilla
akan berwarna lebih putih dari daerah yang dikelilinginya. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi diperkirakan stress emosional, defisiensi nutrisi dan herediter.
Keadaan ini biasanya terbatas pada dorsal dan tepi lateral dua pertiga anterior lidah
dan hanya mengenai papilla filiformis sedangkan papilla fungiformis tetap baik.
Papilla berisi ribuan sensor kecil yang disebut taste buds. Radang parah yang
mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri, dapat mengubah cara
penderita makan ataupun berbicara (Langlais, 2015).
Glossitis atau yang biasa disebut lidah geografik adalah umum dan
mengenai kira – kira 1-2% penduduk. Paling sering mengenai laki-laki dan orang-
orang dewasa usia muda sampai pertengahan. Keadaan tersebut dapat timbul tiba-
tiba dan menetap selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Dapat terlihat hilang
spontan dan kambuh kembali. Pada kasus yang berat, glossitis dapat menyebabkan

3
tersumbatnya jalan nafas ketika lidah yang membengkak cukup parah sehingga
membutuhkan penanganan segera (Langlais, 2015).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. LIDAH
A. Anatomi
Lidah merupakan massa jaringan ikat yang tersusun oleh otot lurik yang
diliputi oleh membran mukosa. Membran mukosa melekat erat pada otot karena
jaringan penyambung lamina propia menembus ke dalam ruang-ruang antar
berkas-berkas otot. Lidah merupakan bagian tubuh penting untuk indra
pengecap yang terdapat kemoreseptor untuk merasakan respon rasa asin, asam,
pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut
akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda.
Lidah terletak di dasar mulut dan melekat pada tulang hyoid. Dorsal lidah
mempunyai permukaan konveks dengan suatu sulkus median. Pada bagian
posterior sulkus tersebut terdapat foramen sekum, yang menandai daerah asal
kelenjar tiroid. Di belakang foramen sekum ditemukan kelenjar-kelenjar
penghasil mukus dan sekelompok jaringan limfe yang disebut tonsil lingual.
Lidah mempunyai tekstur kasar yang disebabkan oleh adanya papilla. Papilla
yang terbesar adalah papilla sirkumvalata. Terdapat kira-kira sepuluh papilla
yang berbentuk bundar ini, yang terletak tepat didepan foramen sekum dan
membagi lidah menjadi dua pertiga anterior dan sepertiga posterior. Papilla
filiformis merupakan papilla yang paling banyak, dan ditemukan pada
permukaan bagian anterior lidah. Papilla fungiformis terletak pada bagian ujung
dan sisi lidah. Papilla ini dapat dikenali berdasarkan warnanya yang merah dan
permukaannya yang lebar.
Lidah sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot yaitu otot intrinsik
dan ektrinsik. Otot intrinsik lidah melakukan semua gerakan halus, sementara
otot ektrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta
melaksanakan gerakan-gerakan kasar yang sangat penting pada saat mengunyah

4
dan menelan. Lidah mengaduk makanan, menekannya pada langit-langit dan
gigi dan akhirnya mendorongnya masuk faring. Lidah terletak pada dasar mulut,
sementara pembuluh darah dan urat saraf masuk dan keluar pada akarnya. Ujung
serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah, sementara
dorsum merupakan permukaan melengkung pada bagian atas lidah.

Gambar 1. Anatomi Lidah


B. Fungsi Lidah
1. Menunjukkan kondisi tubuh
2. Membasahi makanan di dalam mulut
3. Mengecap atau merasakan makanan
a. Rasa Asin = Lidah Bagian Depan
b. Rasa Manis = Lidah Bagian Tepi
c. Rasa Asam = Lidah Bagian Samping
d. Rasa Pahit = Lidah Bagian Belakang
4. Membolak-balik makanan
5. Menelan makanan
6. Mengontrol suara dan dalam mengucapkan kata-kata

C. Kelainan dan Lesi Lidah

5
Ada banyak kondisi yang dijumpai pada lidah yang termasuk
kedalam istilah anomali lidah. Beberapa diantaranya tidak menunjukkan
gambaran klinis yang signifikan meskipun cukup sering terjadi. Akibatnya
sering dianggap sebagai suatu variasi yang normal. Beberapa kelainan yang
lain menunjukkan kondisi klinis yang jelas pada lidah, dan pada beberapa
kasus dapat membantu untuk menentukan sejumlah kelainan akibat faktor
genetik.
Anomali lidah yang dijumpai juga bisa membuktikan bahwa
kelainan lidah dapat disebabkan oleh kelainan perkembangan. Lidah bukan
hanya tempat bagi lesi lokal, tetapi juga merupakan cerminan dari
keberadaan beberapa penyakit sistemik. Lesi lokal dapat dikelompokkan
sebagai congenital atau developmental (fissured tongue, lingual thyroid,
lymphangioma, hemangioma), traumatik (traumatic ulser, neuroma),
infeksi (herpes simplex infections, apthous ulcers, candidiasis), neoplastik
(papilloma, lipoma, squamous cell carcinoma) atau idiopatik (hairy tongue,
geographic tongue). Sedangkan lesi mulut yang berasal dari kondisi
sistemik dapat dikelompokkan menjadi lesi yang berkaitan dengan infeksi
sistemik (siphilis, tuberculosis), blood dyscrasias (anemia,leukemia),
penyakit metabolik (diabetes mellitus, defisiensi vitamin B), dan lain-lain.

II. GLOSITIS
A. Definisi
Glositis merupakan suatu kondisi peradangan pada lidah yang
ditandai dengan terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga
menghasilkan daerah kemerahan yang halus dan mengkilat. Glositis bisa
terjadi akut atau kronis. Penyakit ini dapat mencerminkan kondisi dari lidah
itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang gejalanya
muncul pada lidah. Keadaan ini dapat menyerang pada semua tingkatan usia.
Kelainan ini sering menyerang pada laki- laki dibandingkan pada wanita
(Goswami et al., 2012).

6
Gambar 2. Glositis
B. Etiologi
Penyebab glositis dapat bermacam-macam, baik lokal maupun sistemik.
1. Lokal
a. Infeksi (streptococcal, candidiasis, TB, HSV, EBV)
b. Trauma (luka bakar)
c. Iritan primer (alkohol, tembakau, makanan pedas, permen
berlebihan)
2. Sistemik
a. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam
folat)
b. Anemia (kekurangan Fe)
c. HIV (candidiasis, HSV, kehilangan papillae)
d. Obat lanzoprazole, amoxicillin, metronidazole.
e. Reaksi alergi
f. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi
apthous)

Faktor keturunan seringkali menjadi penyebab dari glositis. Suatu


pemeriksaan yang mendalam perlu dilakukan guna mendapatkan penyebab
dari glossitis ini secara pasti. Kadangkala bila penyebabnya tidak jelas dan
tidak ada kemajuan setelah dilakukan perawatan, maka perlu dilakukan

7
biopsi. Pada beberapa kasus, glositis akan menyembuh pada pasien dengan
rawat jalan. Rawat inap diperlukan bila pembengkakan pada lidah ini
membesar dan menghalangi jalannya udara yang kita hisap. (Goswami et
al.., 2012)

C. Faktor Risiko
1. Seorang pecandu alcohol
2. Seorang perokok
3. Memiliki riwayat keluarga menderita glossitis
4. Mengunyah tembakau
5. Sebelumnya ada riwayat trauma gigi

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari glossitis ini bervariasi oleh karena penyebab
yang bervariasi juga.Tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah menjadi
berubah warnanya dan terasa nyeri.Warna yang dihasilkan bervariasi dari
gelap merah sampai dengan merah terang.Kondisi ini menyebabkan
sulitnya untuk mengunyah, menelan atau untuk berbicara. Lidah yang
mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat halus. Terdapat
beberapa ulserasi yang terlihat pada lidah.
Kondisi ini biasanya memperlihatkan gejala rasa perih, sakit,
terbakar, atau panas pada permukaan lidah. Glossitis dapat disebabkan oleh
berbagai hal dan terapi yang diberikan sangat tergantung dari penyebab
utamanya atau penyakit yang mendasari (Brian et al 2010).

E. Klasifikasi
1. Idiopathic Glossitis
Inflamasi pada membran mukosa dan otot lidah secara keseluruhan.
2. Atrophic Glossitis (Hunter’s Glossitis)
Ditandai dengan kondisi lidah yang kehilangan rasa karena degenerasi
ujung papil (bagian menonjol pada selaput yang berlendir di bagian

8
atas lidah).Perasaan lidah terbakar yang menyebar ke bagian mulut
lain yang biasanya dipicu oleh adanya ulserasi. Lidah terlihat licin dan
mengkilat baik seluruh bagian lidah maupun hanya sebagian kecil.
Penyebab yang paling sering biasanya adalah kekurangan zat besi.Jadi
banyak didapatkan pada penderita anemia.

Gambar 3. Atropic glossitis

3. Herpetic Geometric Glossitis


Terdapat retkan pada dorsum lidah yang bercabang- cabang.

Gambar 4. Herpetic Geometric Glossitis

4. Benign Migratory Glossitis


Ditandai dengan eritema yang dikelilingi garis putih serpiginosa dan
hiperkeratotik.

9
Gambar 5. Benign Migratory Glossitis

5. Median Rhomboid Glossitis


Ditandai dengan kemerahan dan hilangnya papillae di bagian dorsum
lidah di garis tengah di depan papillae sirkumvalata.

Gambar 6. Median Rhomboid Glossitis

F. Diagnosis
Penegakkan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis,
dapat ditemukan keluhan nyeri lidah, sulit untuk mengunyah, menelan
atau untuk berbicara. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya
akan terlihat halus (pada anemia pernisiosa), dapat ditemukan beberapa
ulserasi yang terlihat pada lidah ini, lidah terlihat bengkak serta adanya
perubahan warna lidah, lidah berwarna pucat pada penderita anemia
pernisiosa dan berwarna merah gelap bila penyebab glossitis adalah
kekurangan vitamin B yang lain. Penyebab glossitis secara pasti dicari
melalui pemeriksaan yang mendalam, seperti biopsy, tes untuk defisiensi

10
B12, profil kimia darah, kikisan KOH, kultur lesi dan smear bila terdapat
indikasi (Darwazeh et al., 2011).

G. Diagnosis Banding
1. Oral candidosis
Penyebabnya adalah jamur yang disebut Candida albicans. Gejalanya
lidah akan tampak tertutup lapisan putih yang dapat dikerok.

Gambar 7. Oral Candidosis

2. Geographic tongue
Lidah seperti peta, berpulau-pulau, baik banyak maupun
sedikit.Bagian pulau berwarna merah dan lebih licin. Bila parah akan
dikelilingi pita putih tebal.

Gambar 8. Geographic Tongue

3. Fissured tongue
Lidah akan terlihat pecah-pecah. Kadang garis hanya satu ditengah,
kadang juga bercabang-cabang.

11
Gambar 9. Fissured tongue

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan.
Pengobatan glositis tergantung pada penyebabnya. Antibiotik digunakan
untuk pengobatan infeksi bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi besi,
maka diperlukan supplement yang memadai yaitu harus diberikan zat besi
yang merupakan ciri defisiensi utama dari glossitis ini. Penatalaksanaan
pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut dilakukan dengan
pemberian obat-obatan secara oral. Obat kumur yaitu campuran setengah
teh baking soda dan dicampur dengan air hangat akan membantu keadaan
ini. Bila pembengkakan dirasakan parah, bisa diberikan kortikosteroid.
Topikal kortikosteroid juga mungkin berguna untuk penggunaan sesekali,
misalnya triamcinolone dalam pasta gigi yang diterapkan beberapa kali
sehari ketika diperlukan. Kebersihan mulut yang baik sangat penting.
Hindari iritasi seperti tembakau, panas, pedas makanan dan alkohol
(Picciani et al., 2012).

I. Komplikasi
1. Ketidaknyamanan karena pasien kesulitan dalam menelan,
mengunyah dan berbicara yang disebabkan karena lidah mengalami
pembengkakan.
2. Airway Obstruksi disebabkan udara yang masuk melalui mulut
tersumbat karena lidah mengalami pembengkakan.

12
3. Disfagia kesulitan menelan makanan. Kondisi ini biasanya menjadi
tanda adanya masalah pada tenggorokan atau kerongkongan.
Sebagian pasien dengan disfagia mengalami kesulitan menelan
beberapa jenis makanan tertentu dan cairan. Pada kasus lain, pasien
mengalami gangguan mekanisme menelan parah. Kondisi ini terjadi
karena adanya masalah pada otot dan saraf tenggorokan atau
kerongkongan dan karena terjadinya penyumbatan pada tenggorokan
atau kerongkongan.
4. Disfonia adalah gangguan produksi suara. Disfonia adalah istilah
medis untuk gangguan produksi suara. Orang yang menderita
disfonia dapat mengeluarkan suara serak atau tidak ada suara sama
sekali. Ada banyak penyebab disfonia, baik karena keganasan atau
non-keganasan (Pindborg, 2009).

J. Prognosis
Dalam beberapa kasus, glossitis bisa menyebabkan lidah bengkak yang
dapat menghambat jalan nafas. Namun dengan penanganan yang tepat dan
adekuat, gangguan pada lidah ini dapat diatasi dan dicegah
kekambuhannya (Langlais, 2001).

K. Pencegahan
1. Menjaga kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus
dilakukan
2. Menyikat gigi dan menggunakan dental floss atau benang gigi
3. Membersihkan lidah setelah makan
4. Mengunjungi dokter gigi secara teratur
5. Jangan gunakan bahan bahan obat atau makanan yang merangsang
lidah untuk terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan bahan ini
termasuk makanan yang panas dan beralkohol
6. Hentikan merokok dan hindari penggunaan tembakau dalam jenis
apapun

13
7. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila gangguannya bertambah
parah (Pindborg, 2009).

III. HUBUNGAN GLOSITIS DENGAN PENYAKIT LAIN


A. Glositis dan Inflammatory Bowel Disease
1. Definisi Inflammatory Bowel Disease
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi
yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat
ini belum diketahui. IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif
(KU, Ulcerative Colitis), Penyakit Crohn (PC, Crohn’s Disease), dan
bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam
kategori Interminate Colitis. Pembagian ini secara praktis diperlukan
untuk membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang
telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi
(Dharmika Djojoningrat, 2006).
Crohn disease (CD) atau penyakit Crohn menyebabkan
peradangan pada dinding usus dan melibatkan saluran pencernaan dari
mulut ke anus. Namun, penyakit Crohn ini paling sering memengaruhi
ileum. Ulcerative collitis (UC) atau kolitis ulseratif hanya
menyebabkan peradangan pada lapisan dalam usus besar dan rektum.
Namun, UC juga dapat meluas sampai ke sigmoid (proktosigmoiditis),
di luar sigmoid (kolitis ulseraif distal), atau seluruh bagian kolon
(pankolitis) (Chandan et al, 2017).

2. Patogenesis Inflammatory Bowel Disease


IBD terjadi ketika respons imun menurun dan berkurangnya
toleransi pada flora normal usus yang berakibat terjadinya inflamasi
kronik pada usus. Kondisi ini didukung dengan adanya temuan antibodi
terhadap antigen mikrobial dan diidentifikasinya gen CARD15 sebagai
gen penyebab kerentanan terjadinya IBD. Secara umum, diperkirakan
bahwa proses patogenesis IBD diawali adanya infeksi, toksin, produk

14
bakteri atau diet intralumen kolon pada individu rentan dan
dipengaruhi oleh faktor genetis, defek imun, lingkungan sehingga
terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus (Feuerstein et al,
2017).
Banyak mediator inflamasi telah dikenali dalam patogenesis IBD.
Sitokin yang dilepaskan oleh makrofag sebagai respons terhadap
berbagai stimulus antigenik akan berikatan dengan beragam reseptor
dan menghasilkan efek autokrin, parakrin, dan endokrin. Sitokin
mengubah limfosit menjadi sel T dimana sel T helper-1 (Th-1)
berperan dalam patogenesis CD dan sel T-helper 2 (Th-2) berperan
dalam UC. Respons imun ini akhirnya akan merusak mukosa saluran
cerna dan memicu terjadinya kaskade proses inflamasi kronik
(Feuerstein et al, 2017).

3. Manifestasi Oral Inflammatory Bowel Disease


Pada CD dan UC proses inflamasi bukanlah dari infeksi
melainkan disfungsi dari sistem imun. Proses inflamasi ini melibatkan
dinding usus yang dapat mengganggu proses penyerapan dan nantinya
akan terjadi malnutrisi. Malnutrisi yang terjadi pada pasien dengan IBD
ini dapat menyebabkan berbagai macam manifestasi oral, salah satunya
yaitu glossitis. Berdasarkan studi kasus oleh Lankarani dan
Sivandzadeh (2013) individu yang mengalami defisiensi vitamin B12
menunjukkan suatu proses inflamasi yang ditandai oleh plak merah
cerah yang kemudian menjadi atrofi papila yang ditunjukkan pada
gambar 1.
Pada pasien IBD ditemukan pula manifestasi klinis berupa
anemia yang penyebab utamanya adalah defisiensi besi, namun juga
dapat disebabkan oleh inflamasi kronis atau karena defisiensi vitamin
B12. Pasien dengan penyakit Crohn sering mengalami anemia karena
defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Manifestasi oral lainnya yang
dapat ditemukan pada pasien IBD yaitu terdapat ulserasi oral,

15
pembengkakan pada bagian labial, bukal, inflamasi mukosa, gingivitis,
dan fissured tongue (Zervou et al, 2014).

Gambar 3.14 Fissured tongue dan glositis atrofi pada pasien laki-laki dengan CD
(Zervou et al, 2014)

Gambar 3.15 Glositis atrofi dan plak eritem karena difisiensi vitamin B12 pada
pasien IBD (Stooper dan Kuperstein, 2013).

4. Tatalaksana IBD dan Glossitis pada IBD


Secara umum, prinsip terapi IBD adalah (1) mengobati
peradangan aktif IBD dengan cepat hingga tercapai remisi; (2)
mencegah peradangan berulang dengan mempertahankan remisi
selama mungkin; dan (3) mengobati serta mencegah komplikasi.
Pemberian antibiotik misalnya metronidazole dosis terbagi 1500 –
3000 mg per hari dikatakan cukup bermanfaat menurunkan derajat

16
aktivitas penyakit, terutama CD. Sedangkan untuk UC, jarang diberi
terapi antibiotik (Reyt et al,2014).
Rekomendasi diet pada pasien IBD, harus mencakup suplai
kalori yang memadai serta terdapat kandungan zat besi, kalsium,
vitamin D, B12, dan A, serta asam folat dan seng. Pola manajemen
nutrisi yang berperan memperpanjang fase remisi antara lain diet
dengan menggunakan monosakarida, diet rendah laktosa, serta diet
yang mengandung nutrien anti inflamasi. Konsultasi dengan dokter
gigi juga diperlukan apabila terdapat manifestasi oral, sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan oral dan terapi komprehensif (Reyt et al, 2014).

17
DAFTAR PUSTAKA

Brian V, Derby R, Christopher W. 2010. Common Tongue Condition in Primary


Care. Am Fam Physician. 2010;81(5):627-634.
Byrd, Julie A. Glossitis and other tongue disorders. Dermatologic Clinics vol21
(2003) 123–134
Chandan J S, Thomas T. (2017). Inflammatory bowel disease and oral health, BDJ
Team. British Dental Association, 4(5), p. 17083.
Erriu M, Pili FMG, Cadoni S, Garau V (2016). Diagnosis of lingual atrophic
conditions: associations with local and systemic factors : a descriptive
review. The Open Dentistry Journal 10: 619-635.
Feuerstein J D, Cheifetz A S .(2017). Crohn Disease: Epidemiology, Diagnosis,
and Management., Mayo Clinic proceedings. Mayo Foundation for Medical
Education and Research, 92(7), pp. 1088–1103.
Goswami M, Verma A, Verma M. Benign migratory glossitis with fissured
tongue. J Indian Soc Pedod Prev Dent. 2012 Apr- Jun; 30(2): 173-75.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22918106.
Isselbacher, Braunwald, dkk.2015. Harrison: Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Langlais RP, Miller C, Nnield-Gehrig JS. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang
Sering Ditemukan, edisi 4. Jakarta: EGC, hal : 4,104,109
Lankarani K B, Sivandzadeh G R, Hassanpour S. (2013). Oral manifestation in
inflammatory bowel disease: A review, World Journal of Gastroenterology,
19(46), pp. 8571–8579.
Mangold Aaron R., Torgerson Rochelle R., Rogers III Roy S., Diseases of the
Tongue, Clinics in Dermatology (2016)
McQuaid KR. Alimentary tract. In: Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA, eds.
Current Medical Diagnosis and Treatment. Danbury, Conn.: Appleton &
Lange; 2000:538–637.
Milolu O1, Göregen M, Akgül HM, Acemolu H. The prevalence and risk factors
associated with benign migratory glossitis lesions in 7619 Turkish dental

18
outpatients. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
2009;107(2):e29-33.
Mirza D, Raza G, Abbasi AZ (2016). Median rhomboid glossitis: a peculiar
tongue pathology, report of a case and review of literature. International
Journal of Pharmacy and Biological Sciences, 6(4): 51-53.
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Philadelphia: Saunders.2011
Patil S, Kaswan S, Rahman F, Doni B. Prevalence of tongue lesions in the Indian
population. J Clin Exp Dent. 2013;5(3):e128-32.
Reamy BV, Derby R., Col LT and Bunt CW (2010). Common tongue conditions
in primary care, 81(5), 627–634
Reyt, V. (2018). Crohn’s disease, Actualites Pharmaceutiques, 57(580), pp. 13–
15.
Sudoyo Aru.W, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jilid III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Varoni E dan Decani S. 2016. Geographic Tounge. N Engl J Med. 2016. 374:670
Zervou F. (2004). Oral manifestations of patients with inflammatory bowel
disease, Annals of Gastroenterology, 17(4), pp. 395–401.

19

Anda mungkin juga menyukai