DOSEN PENGAMPU: DR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
“Manifestasi Sindrom Uremia Pada Sistem Kardiovaskuler ”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Kami
berharap semoga makalah tentang “Alkalinitas” ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sebagian besar dari permukaan bumi kita tertutup oleh air, air yang ada di
permukaan bumi kita ini memiliki kegunaan masing-masing. Baik itu untuk
konsumsi maupun untuk budidaya. Baik itu untuk konsumsi maupun untuk budidaya,
air mesti memenuhi syarat-syarat tertentu yang dinamakan tingkat kualitas air.
Kualitas air merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dan dijaga
agar dapat dimanfaatkan dengan baik, oleh kita maupun oleh generasi
kita kedepan. Khusunya untuk usaha budidaya, kualitas air suatu perairan sangatlah
menentukan keberhasilan budidaya itu sendiri. Karena hal ini secara langsung
berhubungan dengan organisme yang dibudidaya. Salah satu parameter kualitas air
yang sangat berperan dalam usaha budidaya itu sendiri yakni alkalinitas. Alkalinitas
merupakan kuantitas anion dalam perairan yang dapat menetralkan kation hidrogen
sehingga tingkat keasaman suatu perairan dapat dinetralisir Alkalinitas selain
berhubungan dengan pH air tentunya sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas
perairan.
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkalinitas
merupakan pertahanan air terhadap pengasaman. Alkalinitas adalah hasil reaksi-
reaksi terpisah dalam larutan hingga merupakan sebuah analisa “makro” yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion
karbonat (CO32- ), bikarbonat (HCO3- ), hidroksida (OH-) dan borat (BO33-), fosfat
(PO43-), dan sebagainya.
Alkalinitas adalah salah satu dari parameter kimia dalam perairan. Parameter
ini dapat mempengaruhi keadaan dan kualitas dari perairan itu sendiri, sehinga setiap
orang yang ingin membudidayakan ikan harus mengetahui masalah alkalinitas. Maka
dari itu praktikum alkalinitas ini dilakukan.
1
3. Bagaimana hubungan alkalinitas dengan parameter yang lain?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Uremia
2.1.2 Etologi
Pada penyakit ginjal kronis terjadi kerusakan regional glomerulus dan penurunan LFG
terhadap pengaturan cairan tubuh, keseimbangan asam basa, keseimbangan elektrolit,
sistem hematopoesis dan hemodinamik, fungsi ekskresi dan fungsi metabolik endokrin.
Sehingga menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis secara bersamaan, yang
disebut sebagai sindrom uremia (Suwitra, 2006). Penyebab dari uremia dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan post renal. Uremia prerenal disebabkan oleh
gagalnya mekanisme sebelum filtrasi glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi
penurunan aliran darah ke ginjal (syok, dehidrasi, dan kehilangan darah) dan
peningkatan katabolisme protein. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal
kronis/chronic renal failure atau juga pada kejadian gagal ginjal akut/acute renal failure
apabila fungsi ginjal menurun dengan cepat) yang dapat menyebabkan gangguan
ekskresi urea sehingga urea akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan
intoksikasi oleh urea dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia. Sedangkan
uremia postrenal terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica urinaria
atau urethra) yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa
batu/kristaluria, tumor, serta peradangan (Ridwan, 2011).
3
2.1.3 Gejala Klinis
Kelelahan
Neuropati perifer
Penurunan ketajaman penglihatan
Kejang
Anoreksia dan mual
Penurunan indera penciuman dan perasa
Haid
Gelisah
Gangguan tidur
Koma
Berkurangnya membran potensial otot
Lainnya
4
2.2 Manifestasi Klinis Sindrom Uremik Pada Ginjal Kronik
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR menurun 5-10% dari
keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrome uremik, yaitu
suatu kompleks gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen
akibat gagal ginjal .
Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrome uremik, yaitu :
1) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi : kelainan volume cairan dan elektrolit,
ktidakseimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen serta metabolit lainnya, serta
anemia defisiensi sekresi ginjal ( eritropoeitin ).
2) Gabugan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainya (
dasar kelainan ini belum banyak diketahui ).
Hiperkalemia
Retensi Na
Hipermagnesia
Hiperurisemia
5
SEX Libido hilang. NEUROMUSKULER Mudah lelah, otot
Amenore, mengecil dan lemah
impotensi dan
sterilitas SSP : penurunan
ketajaman mental,
konsentrasi buruk,
kekacauan mental,
koma.
Otot berkedut,
kejang.
HEMATOLOGIK Anemia,
hemolisis,
kecendrungan
perdarahan,
risiko infeksi
6
LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan
menderita sindrom uremik. Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang terjadi akibat
atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom ini ditandai
dengan peningkatan limbah nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan yang
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang
pada keadaan lanjut akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh
(Brunner & Suddarth, 2001; Ganong 2002; Potter & Perry, 2005; Price & Wilson, 2005).
Secara global kurang lebih 2% dari populasi menderita gagal jantung kongestif , dan
meningkat 5% pada populasi > 65 tahun. Diperkirakan sepertiga sampai se-tengah dari pasien
dengan gagal jantung mengalami insufisiensi ginjal. Demikian pula sebaliknya penyakit
kardiovaskular merupakan masalah yang penting pada gagal ginjal kronis, dimana 43,6% dari
kematian pada pasien-pasien dengan gagal ginjal terminal disebabkan oleh gagal jantung.
Kematian karena kelainan jantung diperkirakan 10-30 kali lebih sering pada pasien-pasien
dengan gagal ginjal kronis dibandingkan dengan populasi pada umum-nya. Manifestasi klinis
dari sindrom kardio-renal dapat berupa: insufisiensi ginjal, resis-tensi terhadap diuretik,
anemia, kecenderungan untuk terjadi hiperkalemia, dan te-kanan darah sistolik yang rendah.
Sindrom kardiorenal berlangsung seperti suatu lingkaran setan dimana gagal jantung dapat
memperberat gagal ginjal kronik, demikian juga sebaliknya. Patofisiologi terjadinya sindrom
kardiorenal sangat rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Pada sin-drom kardiorenal
terdapat ketidakseimbang-an interaksi antara gagal jantung, sistem neurohormonal, dan
respon inflamasi. Rumitnya proses perlangsungan sindrom ini dan kurangnya pemahaman
menyebabkan pengobatan pada sindrom kardiorenal masih merupakan tantangan bagi para
klinisi.
7
PATOFISIOLOGI
Hubungan yang rumit antara penyakit ginjal dan kardiovaskular telah banyak menarik
perhatian. Penelitian-penelitian ter-hadap patofisiologi terjadinya sindrom kardiorenal belum
sepenuhnya diketahui sehingga masih sulit untuk menetapkan kunci utama mekanisme
operatif sindrom ini. Ronco et al mengklasifikasikan sindrom kardiorenal menjadi lima tipe.
Pada gagal jantung, penurunan fungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri meng-akibatkan
sejumlah perubahan hemodina-mik termasuk penurunan cardiac output, stroke volume dan
pengisian arterial. Penurunan darah arterial ini ditangkap oleh baroreseptor arterial dan terjadi
pelepasan neurohormonal sebagai mekanisme kompensasi dengan tujuan mengoreksi dan
memperbaiki perfusi organ. Pengaktifan pada sistem reninangiotensin (SRA), sistem saraf
simpatis, endothelin dan arginin vasopresin mendorong terjadinya retensi cairan. Sistem
vasokonstriksi dengan retensi natrium ini diimbangi oleh vasodilator, sistem hormonal
natriuretik atau sistem sitokin, termasuk natriuretik peptida, pros-taglandin, bradikinin dan
nitric oxide (NO). Pada keadaan fisiologis normal jalur ini akan membantu ketersediaan
status volumdan tonus vaskular dengan mengoptimalkan cardiac output dan perfusi organ.
Keadaan ini bila berlangsung terus menerus dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ginjal
yang mendorong aktivasi yang patologikdari SRA, yang akan mengaktifkan jalur
nikotinamida adenin dinukleotida fosfat-oksidase (NADPH-oksidase), yang menye-babkan
pembentukan yang berlebihan dari reactive oxygen species (ROS). Pembentuk-an ROS
berlebihan menyebabkan ketidak-seimbangan NO-ROS yang menurunkan anti oksidan dan
NO, meningkatkan stres oksidatif pada ginjal dan jantung dan akhirnya mengaktifkan sitokin
proinflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, protein C reaktif, dan tumor necrosis factor-α
(TNF-α) yang mempengaruhi struktur dan fungsi pada jantung dan ginjal. Secara singkat
terdapat hubungan yang kuat antara penyakit ginjal dan kardio-vaskular sebagai interaksi
fisiologik normal antara pengaturan volum cairan ekstraseloleh ginjal dan sirkulasi sistemik
oleh jantung. Beberapa faktor yang sangat ber-peran sebagai penghubung faktor sindrom
8
kardiorenal yaitu: peningkatan aktivitas SRA, peningkatan sistem neurohormonal, perubahan
keseimbangan NO/ROS dan keadaan mikroinflamasi.
Selain hal-hal di atas, penyakit ginjal kronis dengan uremia dapat mempengaruhi struktur
dan fungsi jantung. Pada keadaan ini akan terjadi aterosklerosis yag lebih luas. Hal ini terlihat
dalam berbagai observasi klinis baik secara retrospektif maupun prospektif dimana kalsifikasi
plak ditemukan empat kali lebih sering pada pasien uremia dibandingkan kontrol. Plak
aterosklerotik berkembang lebih cepat pada ke-adaan uremia, dan proses ini berlangsung
sejak awal penyakit ginjal. Diduga terdapat angiogenesis yang berlebihan pada lapisan
adventisia arteri koroner, yang mengakibatkan pembentukan hematom intramural dan ruptur
fibrous cap. Pada keadaan uremia terjadi gangguan sistem mikrovaskular. Perkembangan
kapiler pada keadaan uremia tidak sejalan dengan hipertrofi kardiomiosit.
Ketidakseimbangan antara kardiomiosit dan kapiler menurunkan jangkauan distribusi oksigen
yang berdifusi dari lumen kapiler ke bagian dalam dari kardiomiosit.
Pada uremia terdapat kegagalan vasodilatasi ko-roner sebagai akibat adanya disfungsi
koroner. Penelitian-penelitian mengenai metabo-lisme jantung pada keadaan uremia mem-
perlihatkan penurunan nukleotida-nukleoti-da yang kaya energi terutama ATP, sehing-ga
terjadi suatu pengurangan penyimpanan energi. Pada penyakit ginjal kronis terdapat
peningkatan aktivitas simpatis dan apoptosis. Kemoreseptor dan baroreseptor pada ginjal
yang rusak teraktivasi, terjadi pengiriman sinyal-sinyal ke hipotalamus yang menyebabkan
peningkatan aktivitas simpatis eferen dan meningkatkan tonus simpatis. Tonus simpatis
disamping meningkatkan denyut jantung dan kontraksi jantung, hal ini juga merupakan
predisposisi terjadinya aritmia. Aktivitas simpatis yang berlebihan dapat juga menyebabkan
apoptosis kardio-miosit. Pada keadaan uremia terdapat se-jumlah abnormalitas dari fungsi
kardiomio-sit, diantaranya terdapat siklus kalsium kardiomiosit dan fungsi kontraksi yang
abnormal.
Gagal ginjal maupun gagal jantung dapat menyebabkan terjadinya anemia yang dapat
menyebabkan gagal ginjal dan gagal jantung. Pada gagal ginjal terjadinya anemia disebabkan
oleh penurunan produksi eritropoetin, peningkatan kehilangan darah kronis, penghambatan
eritropoiesis yang disebabkan oleh inflamasi, defisiensi bahan nutrisi, adanya hiperparatiroid
sekunder atau akumulasi dari fraksi-fraksi uremi. Tingginya prevalensi pada gagal ginjal
tidak hanya pada keadaan gagal ginjal dengan dialisis tapi juga pada stadium-stadium yang
lebih awal pada gagal ginjal. Pada gagal jantung terutama yang disebabkan oleh infark
miokard, anemia terjadi disebabkan oleh peningkatan sitokin tumor necrosis factor α (TNF α)
yang mempunyai pe-ngaruh penekanan terhadap progenitor eri-trosit sumsum tulang dan juga
mengurangi produksi eritropoietin di ginjal, serta meng-ganggu pelepasan besi dari sistem
retikuloendotelial yang dipakai oleh sumsum tulang untuk menghasilkan hemoglobin.
Adanya anemia pada sindrom kardiorenal dapat lebih memperburuk struktur dan fungsi ginjal
serta jantung.
9
MANIFESTASI KLINIK
Sindrom kardiorenal selalu melibatkan secara bersama-sama gagal jantung dan gagal ginjal.
Gagal jantung adalah suatu sindrom yang kompleks sebagai akibat dari gangguan fungsi dan
struktur jantung yang menghambat kemampuan jantung dalam berfungsi sebagai pompa
untuk mendukung sirkulasi fisiologis. Sindrom gagal jantung ini dikarakteristik oleh gejala
seperti sesak napas, rasa capek, dan tanda-tanda seperti retensi cairan. Perburukan fungsi
ginjal dapat dilihat berdasarkan klasifikasi laju filtrasi glomerulus (LFG) oleh National
Kidney Foundation. Manifestasi klinis dari sindrom kardiorenal dapat berupa satu atau lebih
dari gambaran spesifiknya yaitu:
1) kegagalan kardiorenal ringan (gagal jantung + LFG 30-59 ml/menit/1,73 m2); sedang
(gagal jantung + LFG 15-29 ml/menit/1,73 m2); dan berat (gagal jantung + LFG < 15
ml/menit/1,73m2)
2) perburukan fungsi ginjal selama pengobatan gagal jantung (perubahan kreatinin > 0,3
mg/dl atau > 25% kreatinin awal)
3) adanya resis-tensi terhadap diuretik (kongesti yang menetap meskipun dengan > 80 mg
furosemid/hari, > 240 mg furosemid/hari, infus furosemid kontinyu, serta kombinasi terapi
diure-tik (diuretic loop + thiazide + antagonis aldosteron).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.unsrat.ac.id
repository.usu.ac.id
12