Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai, oleh serangan
panic berulang-ulang, yaitu periode terpisah dari perasaan ketakutan yang intens dan
berhubungan dengan gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, sesak napas,
berkeringat, gemetar, ketidaknyamanan di dada, pusing dan sebagainya. Penderita
gangguan panik sering merasa cemas bahwa gejala ini adalah indikasi adanya penyakit
parah seperti sakit jantung atau kehilangan kontrol, dan dengan demikian ia akan
mencegah terjadinya serangan panik dengan menghindari tempat atau situasi tertentu.
Penghindaran seperti itu bisa meningkatkan perasaan ketakutan dan kecemasan yang
mengakibatkan lingkaran setan kepanikan dan kecemasan.
Beberapa faktor mungkin terlibat sebagai penyebab gangguan panik. Peristiwa
stres dan perubahan besar dalam hidup, seperti pengangguran jangka panjang,
kehilangan orang yang dicintai bisa memicu gangguan panik. Pada awalnya,
ketika orang berada di bawah stres sedang, mekanisme normal otak untuk
bereaksi terhadap ancaman diaktifkan. Hal ini disebut respon “lari-atau-
melawan”. Meskipun demikian, serangan seperti itu tampak “datang secara tiba-
tiba”, serangan itu biasanya diartikan sebagai tanda-tanda penyakit yang
mengancam jiwa atau “menjadi gila”.
Kemudian, ketika disadari tubuh akan memberikan respon ringan terhadap
pemicu eksternal (seperti berolahraga, mengkonsumsi kafein), pada beberapa
orang berkembang ketakutan yang kuat terhadap serangan lainnya dan kecemasan
yang meningkat seperti itu kemudian bisa benar-benar mendatangkan serangan
panik.
1.2. Tujuan
Untuk mengatahui definisi, etiologi, epidemiologi,manifestasi klinis, diagnsosis
dan tatalaksana dari gangguan panic dan agoraphobia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.DEFINISI
Gangguan panik dan agoraphobia adalah dua gangguan psikiatri yang
sering terjadi bersamaan. Gangguan panik dikarakteristikan serangan panik
yang berulang-ulang dengan onset cepat dan durasi sangat singkat. Serangan
panik atau respon “fight or flight”, adalah gejala mendadak yang ditandai
dengan gejala anxietas yang berat seperti: berdebar-debar, nyeri dada, sesak
nafas, tremor, pusing, merasa dingin atau panas, ada depersonalisasi atau
derealisasi, gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit.
Kadang pasien berfikir mereka akan kehilangan kontrol atau menjadi
gila. Lama-lama pasien akan menghindari tempat-tempat atau situasi serangan
paniknya pernah terjadi terutama tempat kegiatan sosial atau tempat yang
susah untuk menyelamatkan diri, hal ini dianggap sebagai penyebab
terjadinya Agorafobia.
Agoraphobia sering disebut orang yang takut terhadap ‘open space’.
Hal ini sebagian benar. Banyak orang dengan gangguan panik menghindari
beberapa situasi karena rasa takutnya. Penghindaran ini dikenali dengan nama
agarofobia dimana merasa cemas berada di tempat atausituasi dimana dia
mengalami kesulitan untuk keluar. Oleh karena ini, orang dengan agoraphobia
menghindari tempat tempat tertentu seperti kereta, keramain dan antrian atau
hanya memasuki situasi tersebut dengan orang yang dipercayainya atau
saudaranya.
2.2.Epidemiologi
Hampir 5% orang di Amerika Serikat akan mengalami gangguan
panik pada suatu saat dalam hidup mereka, dan itu sekitar dua kali lebih
umum pada wanita. Diperkirakan sekitar seperempat hingga sepertiga dari
populasi akan mengalami gejala seperti panik di beberapa titik dalam hidup
mereka, tetapi gejala-gejala subklinis ini tidak pernah berkembang menjadi
keparahan penuh gangguan panik. Meskipun demikian, gejala panik subklinis
sering dikaitkan dengan derajat tinggi kesulitan. Prevalensi agorafobia mirip
dengan panic gangguan, dengan sekitar 5% orang yang mengalaminya di
beberapa titik di seumur hidup mereka.
2.3.Etiologi
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan
gangguan panik, termasuk genetik dan riwayat keluarga mengalami gangguan
panik atau gangguan kecemasan atau gangguan suasana hati lainnya, faktor
biologis, faktor kepribadian dan psikologis, kehidupan yang penuh tekanan,
peristiwa dan pemicu stres dari lingkungan.
Meskipun banyak yang tidak diketahui tentang peran gen dalam
pengembangan gangguan panik, penelitian genetika pada gangguan panic
menunjukkan bahwa banyak gen kemungkinan terlibat. Panik dan gangguan
kecemasan lainnya cenderung menurun di keluarga. Selain gen, faktor risiko
lain harus ada agar seseorang dapat mengembangkan gangguan panik.
Sebagai contoh, banyak ilmuwan percaya bahwa ada kontribusi biologis pada
pengembangan gangguan panik, seperti ketidakseimbangan bahan kimia otak,
khususnya GABA, serotonin, dan norepinefrin.
Yang lain percaya gangguan panik dikaitkan dengan sensitivitas
terhadap perubahan kadar karbon dioksida tubuh. Kondisi medis tertentu
seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), berhubungan
dengan risiko panik yang lebih tinggi. meskipun banyak orang dengan
gangguan panik tidak memiliki masalah medis yang signifikan. kepribadian
dan faktor risiko psikologis juga dapat berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan panik.
Secara khusus, dua faktor risiko kepribadian yang paling menonjol
untuk gangguan panik adalah kecenderungan untuk mengalami emosi negatif
dan tingkat sensitivitas kecemasan yang tinggi. Individu dengan sensitivitas
kecemasan cenderung salah mengartikan gejala kecemasan sebagai berbahaya
(mis., Menyamakan jantung yang berdetak kencang dengan serangan jantung).
Mereka juga cenderung lebih menyadari sensasi tubuh daripada mereka yang
tidak memiliki sensitivitas kecemasan yang tinggi. Hyperawareness ini,
dikombinasikan dengan salah presepsi dari makna gejalanya, membuat
seseorang rentan terhadap mengalami serangan panik di tempat pertama dan
kemudian diikitu berlangsung serangan dan perubahan perilaku terkait.
Kejadian-kejadian kehidupan yang penuh tekanan dan faktor-faktor
lingkungan seringkali juga berkontribusi terhadap perkembangan gangguan
panik. Faktor-faktor ini dapat mencakup kehilangan orang tersayang, trauma,
riwayat penyakit yang luas selama masa kecil, atau peristiwa kehidupan yang
penuh tekanan sebagai orang dewasa. Ini bisa menjadi peristiwa negatif
seperti kematian orang yang dicintai, perceraian, tekanan finansial, atau
kehilangan pekerjaan.
2.4.Manifestasi Klinis
Gangguan panik dan agorafobia tidak bisa didiagnosa dengan test
darah, CT scan atau tes laboratorium lainnya. satu-satunya cara mendiagnosa
adalah dengan interview. Evaluasi medisjuga penting unuk melihat apakah
ada penyebab meds yang mempengaruhi gejala

Panic Disoerder

Untuk mendiangosa apakah pasien ini mengalami gangguan panik,


seseorang harus memliki riwayat seranga panic yang rekuren, setidaknya
beberapa dari kejadian tersebut tidak diduga. Serangan panic adalah kejadiaan
tiba tiba dari kecemasan yang intens, mencapai puncaknya dala beberapa
menit dan dikategorikan setidaknya 4 dari gejala dibawah ini:

1. Palpitasi jantung atau peningkatan nadi


2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Napas pendek-pendek
5. Merasa ingin muntah
6. Sakit dada atau merasa tidak nyaman
7. Nausea atau distre abdomen
8. Merasa pusingm kepala ringanm atau pingsan
9. Kedinginan atau sensasi panas
10. Mati rasa
11. Perasaan tidak nyata atau perasaan terpisah dari tubuh
12. Takut kehilangan kontrol atau menggila
13. Takut mati
Selain itu, seseorang harus memimili pengalaman tersebut setidaknya pada
satu bulan atau lebih :
1. Kekhwatiran mengenai akan timbulnya serangan panic yang lain atau
mengenai konsekuensi dari serangan ( seperti menggila, kehilangan
kontrol, atau mengalami serangan jantung)
2. Perubahan prilaku signifikan, maladaptive berhubungan dengan
seranganm seperti penghindaran situasi atau aktivitas tertentu seperti
menghindari keramain atau menghindari olahraga)

Dokter perlu memeriksa apakah serangan-serangan ini tidak hasil dari


efek suatu zat atau kondisi medis lain, seperti hipertiroidisme atau asma.
Gangguan panik mungkin tidak didiagnosis jika gejalanya disebabkan
oleh medis yang mendasarin kondisnya. Selain itu, serangan panik dapat
terjadi pada ganguan psikiatrik lainnya, dalam hal ini gangguan lain
mungkin didiagnosis bukan gangguan panik. Misalnya, jika seseorang
hanya mengalami serangan panik dalam situasi sosial yang menakutkan,
seperti berbicara di depan umum atau berbicara untuk orang asing, mereka
mungkin didiagnosis dengan kecemasan sosial. Jika seseorang hanya
mengalami serangan panik ketika berhadapan dengan jenis ketakutan yang
sangat spesifik, seperti ketinggian, terbang, laba-laba, atau darah, mereka
mungkin menerima diagnosis fobia spesifik. Serangan panik adalah juga
terlihat pada gangguan kecemasan lain, seperti stres pasca-trauma atau
gangguan dan gangguan kecemasan umum.

AGORAPHOBIA

Untuk membuat sebuah diagnosis dari agoraphobia, seseroang perlu


untuk menunjukkanlevel ketakutan atau kecemasan yang tinggi sekitar
setidaknya dua dari situasi dibawah ini, setidaknya 6 bulan atau lebih :

1. Penggunaan transportasi public.


2. Berada didalam ruangan terbuka, seperti ditaman dan jembatan.
3. Berada ditempat tertutup seperti teater atau toko
4. Berada ditempat ramai atau mengantri
5. Berada diluar rumah sendiri

Seseorang dengan diagnosis ketakutan agoraphobia akan menghindari


situasi-situasi ini karena mereka khawatir tidak akan melarikan diri. Yang lain
khawatir bahwa mereka mungkin tidak menerima bantuan jika mereka
mengalamo gejala seperti panik atau tidak mampu lainnya atau gejala
memalukan (seperti takut inkontinensia atau takut jatuh pada lansia). Situasi
ini hampir selalu menyebabkan ketakutan atau kecemasan pada individu
dengan agorafobia, dan ketakutan tidak ebanding dengan bahaya yang terjadi.
Ketakutan atau penghindaran harus menyebabkan tekanan yang signifikan
untuk menerima diagnosis agorafobia. Jika seseorang menghindari situasi ini
karena kekhawatiran terkait dengan kondisi medis, kecemasan dan
penghindaran harus jelas berlebihan.

2.5.Diagnosis
Diagnosis Gangguan Panik Menurut DSM IV Adalah :
A. Harus ada 1 dan 2 kriteria dibawah ini :
1. Adanya Serangan Panik yang tidak diharapkan secara berulang-ulang.
2. Paling sedikit satu Serangan Panik diikuti dalam jangka waktu 1 bulan
(atau lebih) oleh satu (atau lebih) keadaan-keadaan berikut :
a) Kekhawatiran yang terus menerus tentang kemungkinan akan mendapat
serangan panik.
b) Khawatir tentang implykasi daripada serangan panik atau akibatnya (misal:
hilang kendali diri, mendapat serangan jantung atau menjadi gila).
c) Adanya perubahan yang bermakna dalam perilaku sehubungan dengan
adanya serangan panik.
B. Ada atau tidak adanya agoraphobia
C. Serangan Panik tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari satu
zat (misal: penyalahgunaan zat atau obatobatan) atau kondisi medis umum
(hipertiroid).
D. Serangan Panik tidak bisa dimasukkan pada gangguan mental emosional
lain.
Diagnosis Agorafobia menurut DMS IV Adalah :
A. Cemas berlebihan apabila bera-da ditempat-tempat atau situasi-situasi
yang sangat sulit untuk menyelamatkan diri (atau akan mengalami rasa
malu hebat) atau pertolongan mungkin tidak bisa didapatkan dalam
keadaan yang tidak diharapkan atau situasi yang menjadi predis-posisi
serangan panik atau gejala-gejala menyerupai panik. Ketakutan pada
Agorafobia ciri khasnya adalah takut pada situasi-situasi terbuka
(misal: diluar rumah sendirian, berada dalam keramaian atau berdiri
dalam satu antrian, berada diatas jembatan, dalam perjalanan dengan
bus, kereat api atau mobil).
B. Situasi-situasi tersebut akan dihindari (membatasi perjalanan) atau bila
dikerjakan akan ditandai dengan adanya distress atau kecemasan akan
kemungkinan terjadinya satu serangan panik atau gejala-gejala
menyerupai panik, atau sering minta ditemani ditemani kalau keluar
rumah.
C. Kecemasannya atau penghindaran terhadap situasi yang ditakuti
(fobia) tidak bisa digolongkan kedalam gangguan mental lainnya
2.6. Tatalaksana
 Non Psikofarmakologik
1) Terapi Kognitif Perilaku.
2) Terapi Keluarga.
3) Psikoterapi Berorientasi Insight
4) Psikoterapi Kombinasi.
 Psikofarmakologik Pemberian Psikofarmaka perlu dipertimbangkan bila telah
terjadi Agorafobia, Depresi, ide atau percobaan bunuh diri, dan gejala sudah
cukup berat. Pemakaian Trisiklik Antidepresan (Imipramine, Clomipramine,
Maprotiline, Amitriptiline) harus hati-hati karena efek samping yang kurang
menyenangkan seperti : mulut kering, konstipasi, somnolent, disfungsi
seksual, anxietas, hipotensi orthostatistik). Selective Serotonin ReUptake
Inhibitor (SSRI) seperti: Pemakaian Paroxetine, Sertraline dan Fluoxetine
cukup efektif untuk Gangguan Panik. Pemberian golongan Benzodiazepine
(Alprazolam, Clonazepam, Lorazepam) punya kemampuan spesifik sebagai
anti panik, tapi pemakaian jangka lama harus sangat hati-hati karena akan
mudah menimbulkan toleransi serta penurunan atau penghentian pengobatan
bisa menimbulkan efek “ classical withdrawal” sepeti terjadinya rebound
fenomen dari gejala panik. Meskipun Farmakoterapi cukup efektif mengatasi
gejala-gejala awal Gangguan panik, kombinasi Psikoterapi dan Farmakoterapi
memberikan hasil yang lebih baik pada beberapa kasus
2.7. Prognosis
Prevalensi pasien sembuh sempurna 30% – 40%, 50% yang masih
mempunyai gejala yang ringan tapi tidak mengganggu aktifitas kehidupan
seharihari. Sekitar 10% – 20% masih terus mengalami gejala yang signifikan
BAB III
KESIMPULAN

Serangan Panik ditandai dengan gejala anxietas yang berat seperti:


berdebar-debar, nyeri dada, sesak nafas, tremor, pusing, merasa dingin atau
panas, ada depersonalisasi atau derealisasi, gejala mencapai puncaknya dalam
10 menit. Gangguan Panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang
dengan onset cepat dan durasi sangat singkat. Karena adanya keluhan fisik
berat pada waktu serangan, pasien menjadi ketakutan mereka akan mendapat
serangan jantung, stroke dan lain-lain. Kadang pasien berfikir mereka akan
kehilangan kontrol atau menjadi gila. Lama-lama pasien akan menghindari
tempat-tempat atau situasi serangan paniknya pernah terjadi terutama tempat
kegiatan sosial atau tempat yang susah untuk menyelamatkan diri, hal ini
dianggap sebagai penyebab terjadinya Agorafobia. Gangguan Panik bisa
disebabkan faktor biologik,genetik atau psikososial. Penatalaksanaan
sebaiknya kombinasi Psikofarmaka dan Psikoterapi
DAFTAR PUSTAKA
1. Yaunin, Y. Gangguan Panik dengan Agorafobi. Fakultas
Kedokteran Andalas. 2012.2(36):234-243
2. Sadock, BJ.; Sadock, VA :Panic Disorder and Agoraphobia in
Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
Xth ED, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia- USA, 2007,
p: 587-597.
3. . Taylor, CT; Pollack, MH; LeBeau, RT; and Simon,NM : Anxiety
Disorder : Panic, Social Anxiey, and Generalized Anxiety in
Massachusetts General Hospital Comprehensive Clinical
Psychiatry, Mosby Inc, 2008,p : 429-433.
4. Niv N, Zucker B, Reist C. Panic Disorder and Agoraphoia. Mental
Illness Research Education and Clinical Center.2012
5. Katon,WJ: Panic Disoder in The New England Journal of
Medicine, June 1, 2006, p: 2360-2367.

Anda mungkin juga menyukai