Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

INFEKSI MATERNAL PADA KEHAMILAN

OLEH:

KELOMPOK 3
ANDRE IRWANDA
BISMAR PERDAMEAN
DIMA SUHADA
EDWAR SEVENTRI
MUHAMMAD AFIF
RENA YONANDA
SITI SYARAH
WIDYA AYU PRATIWI

DOSEN : Ns. Yessi Aprihatiin A.M.Kep.S.K.M.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PIALA SAKTI PRIAMAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Infeksi Maternal” ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan
tentang infeksi maternal pada kehamilan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pariaman,23 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................................................................. 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
A. Penyakit Herpes pada Kehamilan................................................................................... 3
B. Penyakit CMV Dalam Kehamilan ................................................................................. 5
C. Penyakit Varicella pada Kehamilan ............................................................................... 8
D. Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan .................................................................... 12
E. Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan ............................................................. 13
F. Penyakit Hepatitis pada Kehamilan ............................................................................. 16
G. Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan ................................................... 19

BAB III.................................................................................................................................... 23

PENUTUP ............................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan................................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami penurunan.
Akibatnya, rentan terserang berbagai penyakit. Bahkan infeksi ringan , terkadang sulit untuk
dihindari. Padahal, selama kehamilan seorang calon ibu dituntut untuk menjaga stamina agar
tetap prima.
Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh terhadap
janin, namun ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes dan virus varisella Penyakit ini
termasuk TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks) dan varisella
zoster . Kelima penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakaan janin.Seorang ibu hamil
hendaknya mewaspadai terhadap serangan virus herpes dan virus varisella zoster, sebab
infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual ini, bila mengenai janin akan
mengakibatkan kematian.
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah, seorang
Dokter akan memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus herpes, melahirkan
secara caesar. Persalinan caesar memungkinkan bayi tidak perlu melewati saluran persalinan
yang menjadi persemaian berbagai virus.
Penyakit herpes muncul dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan
kulit, disertai rasa sakit. Berdasarkan bagian tubuh yang diserang, dapat dibedakan sebagai
herpes genitalis, herpes gestationis, herpes simpleks dan herpes zoster.
Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit
chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil
dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi,
seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada
janin kuartal pertama kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu.
Namun memang prevalensi ibu hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini
masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan
penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi
pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan
kongenital, sebesar 0,4% – 2%.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan?
2. Apa pengertian dari setiap penyakit tersebut?
1
3. Apa penyebab dari setiap penyakit tersebut?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut?
5. Bagaimana pencegahan dari setiap penyakit tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2. Untuk mengetahui penyebab dari setiap penyakit tersebut
3. Untuk memahami tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut
4. Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya dari setiap penyakit tersebut

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk memberikan gambaran tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2) Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang jenis-
jenis penyakit yang menyertai kehamilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Penyakit Yang Menyertai Kehamilan Dan Persalinan

A. Penyakit Herpes pada Kehamilan


Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Penyakit herpes disebabkan
oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki karakteristik bergerak dari satu saraf
kecil ke saraf kecil dengan cara merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus
tersebut sampai di kumpulan saraf.
Herpes masuk dalam kelompok penyakit TORCH. TORCH merupakan sebutan atau
akronim dari kelompok penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan
janin, terdiri dari:
1. Toxoplasmosis
2. Other (seperti syphilis, varicella, mumps, parvovirus dan HIV)
3. Rubella
4. Cytomegalovirus
5. Herpes simpleks
1. Tipe Herpes Simplex dan Penularannya
Pada pengkajian lebih lanjut, sebagaimana dilansir NYTimes.com, penyakit herpes
dibagi menjadi dua tipe yakni Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simplex Tipe 2
(HSV-2).
HSV-1 menyerang mulut dan bibir, berupa cold sore yakni semacam lepuhan-lepuhan
kecil yang kadang nampak seperti jerawat dengan warna kemerahan. Herpes tipe ini bisa
ditularkan dari organ genital ke mulut melalui hubungan seks oral (lewat mulut).
HSV-2 menyerang organ genital. Penularannya juga terjadi terjadi lewat kontak kulit
antar organ genital maupun dari organ genital ke mulut melalui seks oral. Penularan ini
karena dalam seks oral maupun intercourse (memasukkan Mr. P ke Mrs. V) terjadi
pertukaran cairan.
Jika seseorang terinfeksi virus herpes, akan dengan mudah menularkan penyakit ini ke
siapapun yang menjalin kontak dengannya.

2. Penyakit herpes genitalis


Gejala herpes berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya. Pasalnya, penyakit
ini tidak selalu terekspresi, dalam artian adakalanya virus aktif adakalanya tidak. Seseorang

3
yang pernah terinfeksi umumnya tubuh akan selamanya menyimpan virus ini dan sewaktu-
waktu bisa saja kambuh.
Gejala herpes genitalis sebagaimana dilansir mayoclinic.com:
1). Gejala herpes genital pada pria akan muncul gelembung kecil sepertu bisul yang
kemudian pecah lalu menjadi koreng. Luka tersebut muncul di organ genital dan
sekitarnya seperti penis, skortum, paha, anus, pantat, kandung kemih, hingga saluran
kencing.
2) Gejala herpes genital pada wanita akan muncul bentuk luka sama seperti pada pria. Pada
wanita juga menyerang organ genital dan sekitarnya seperti vagina, pantat, paha, anus,
hingga leher rahim.

3. Pengaruh virus herpes pada kehamilan dan cara aman melahirkan


Ibu hamil yang terinfeksi virus herpes pada minggu-minggu awal bisa mengalami
keguguran. Pun misalkan tidak sampai terjadi keguguran dan bayi bisa diselamatkan,
umumnya tetap berbahaya bagi janin karena infeksi virus herpes dapat menyebabkan cacat
sistem syaraf dan penglihatan.
Jika ibu terinfeksi HSV-2 di bulan-bulan akhir kehamilan, meski janin diketahui
sehat, baiknya hindari melahirkan secara normal. Â Sebagaimana dijelaskan bahwa HSV-2
menyerang organ genital. Saat bayi lahir secara normal, kulit bayi bersinggungan dengan
kulit vagina ibu sehingga beresiko tertular herpes.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melahirkan dengan operasi sesar sehingga
bayi tidak perlu bersentuhan dengan organ genital ibu yang sudah terinfeksi.
Cara ini sudah umum dilakukan di negara-negara maju. Jadi jika terlanjur terinfeksi
herpes, operasi sesar bisa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk melahirkan.

4. Tips Mencegah Penularan Herpes


Perawatan: Meskipun tidak ada obat untuk genital herpes, obat-obatan yang tersedia
untuk meminimalkan / mengurangi kemungkinan mengurangi penularan dan keluhan.
Terdapat tiga obat antivirus untuk perawatan genital herpes : acyclovir (Zovirax ®),
valacyclovir (Valtrex ®), dan famciclovir (Famvir ®). Obat antivirus umumnya diresepkan
untuk pasien yang mengalami episode pertama dari herpes genital, tetapi mereka dapat
digunakan untuk episode berulang juga.
Bersifat terapi digunakan dalam individu dengan berulang genital herpes yang ingin
mencegah terserang kembali.

4
Pasien yang mempunyai enam atau lebih serangan per tahun dapat menggunakan obat
antivirus secara berkala, sebelum gejala muncul. Penelitian telah melaporkan bahwa terapi
bersifat dapat mengurangi jumlah serangan sekurang-kurangnya 75% dari pengguna.
Sepenuhnya bersifat terapi mencegah serangan di beberapa pasien.
Efek samping dari obat antivirus termasuk perut terasa tidak enak, kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan / atau kelemahan.
B. Penyakit CMV Dalam Kehamilan
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah,
transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau
kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada
wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala
infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung
berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus
renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan
dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
1. Penyebaran
Tidak ada vektor yang menjadi perantara. Penularan transmisi atau penularan.
Transmisi dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui berbagai cara. Transmisi
intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu menular ke janin.
Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang
mengalami reinfeksi atau rekuren. 6 Viremia pada ibu hamil dapat menyebar melalui aliran
darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer
eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,2,10 yang mungkin akan
menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi
primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi
transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi.
Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi
sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih berat.
Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu.
Kira-kira 2% – 28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke sekret
serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian
infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9% – 88% wanita

5
seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50%
– 60% bayi yang menyusui terinfeksi asimtomatik, bila selama kehidupan fetus telah cukup
memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui plasenta.8 Kondisi yang jelek mungkin
dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah.
Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena
terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak
langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ.
Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui
desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping itu,
apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi
(viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu
organ ke organ lainnya.
Pada infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi,
reinfeksi, IgG muncul lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan mengikat
yang lebih baik (avidity), sehingga serokonversi dan IgG aviditydipakai untuk membedakan
infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan laboratorium yang digunakan ialah ELISA
(enzyme linked immunosorbent assay) atau ELFA (enzyme linked immunofuorescent assay).
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah,
transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau
kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
2. Diagnosis
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh
lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6
bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat
dan bertahan seumur hidup.
Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :
1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang
tepat
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
3. Dampak Terhadap Kehamilan

6
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 %
bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin
dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka
sebesar 40 – 50%.
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
1. Hidrop non imune
2. PJT simetrik
3. Korioretinitis
4. Mikrosepali
5. Kalsifikasi serebral
6. Hepatosplenomegali
7. Hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat
menunjukkan gejala :
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.

4. Pencegahan :
Belum didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu
dan janin yang dikandungnya.
Dapat diusahakan :
1. Memberikan penerangan cara hidup yang higienis, menjauhi kontak dengan cairan yang
dikeluarkan oleh penderita CMV : urine, saliva, semen dlsb.
2. Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk berhati-hati dalam memberikan
ASI. Bayi prematur imunitasnya masih rendah. ASI yang mengandung virus CMV,
didinginkan sampai –20oC selama beberapa hari dapat menghilangkan virus. Cara lain
pasteurisasi cepat.
3. Hati-hati pada transfusi, darah harus dari donor sero-negatif.
4. Vaksinasi mempunyai harapan dimasa datang

7
C. Penyakit Varicella pada Kehamilan
Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus
menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar
maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal.
Merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan
dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil
kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus.
1. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV)
Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan
timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari
varisela) menyebabkan herves zoster.
Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak
dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel
yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam penderita,
virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur
dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak
langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus.
2. Patofisiologi
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak
tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui
sistem respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial,
kemudian akan terjadi virema disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi
di permukaan virus.
Jalur transmisi varicella melalui inhalasi/droplet infection, yang dianggap mulai
infeksius sejak 2hari sebelum lesi kulit muncul. Kemungkinan lain penularan terjadi melalui
lesi di kulit. Lesi di kulit dianggap tidak infeksius setelah semua menjadi krusta, dengan
kemungkinan penularan terjadi sampai 10-21 hari (rata-rata 15 hari, sejak awal muncul lesi
kulit).
Tanda awal varicella mungkin mirip gejala flu, dengan malaise dan demam, diikuti
munculnya lesi kulit yang khas. Pada suatu periode waktu didapatkan lesi berupa makula,
papula, vesikel/pustula, dan krusta, dengan lokasi tersebar/tidak berkelompok.
Penyebarannya :

8
a. Biasanya mulai dari badan (dada), menyebar ke wajah dan ekstremitas.
b. Bentuk makula, papula vesikuladan krusta dapat terjadi pada waktu yang sama.
c. Bila terjadi infeksi skunder, cairan vesikula yang jernih akan berubah menjadi nanah
lymfodenopati.

3. Tanda Gejala
a) Pada penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah.
Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.
b) Pada kasus yang lebih berat, bisa di dapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Berapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang
pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut. Gejalanya mulai timbul dalam waktu
10-21 hari setelah terinfeksi.
c) Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis.
Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk secara tidak
sengaja. Jika lenting ini tidak dibiarkan maka akan segera membentuk keropeng (krusta)
yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap
(hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu
kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Proses ini memakan waktu selama 6-
8jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru.
d) Pada bayi, misalnya bayi yang usianya belum genap satu tahun akan lebih menderita
pada saat terserang virus ini karena demamnya bisa sangat tinggi. Kulitnya pun akan bisa
terinfeksi bakteri. Mereka belum bisa mengeluarkan apa yang dirisaukannya kecuali
menangis.
4. Efek Samping
1. Pada Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi
varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :
1) Persalinan preterm.
2) Ensepalitis
3) Pneumonia
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada
kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari
13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan

9
maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam
jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini
umumnya ringan dan “self limiting”
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan
mortalitas 30%.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan
virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak
dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu
pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh karena vaksin
terdiri dari virus yang dilemahkan
2. Pada Persalinan
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca
persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan
mortalitas 30%.
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka
waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang
sangat infeksius.
Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat
ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.

5. Komplikasi
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan
virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak
dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu
pasca paparan.
Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri
dari virus yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan
kelainan kongenital sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela
congenital.
Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila
terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat
dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin
sehingga hal ini harus dicegah.

10
Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan, sebaiknya :
1. kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
2. kuku dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi
3. pakaian tetap kering dan bersih
4. diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
5. Isolasi untuk mencegah penularan
6. diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
7. bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
8. upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air
mandi.
9. upayakan agar vesikel tidak pecah
6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat
ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah
munculnya ruam
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan
ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM.
Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan
FAMA – Fluorescent Antibody Membrane Antigen.
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah
mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan system kekebalan), bisa diberikan
immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varicella biasanya
diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
Pencegahan varicella, selain dengan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat ditempuh
dengan pemberian vaksinasi atau imunisasi immunoglobulin (IG) anti varicella. Vaksinasi
diberikan untuk mereka yang belum pernah terkena varicella. Immunoglobulin diberikan
setelah tejadi paparan (postexposure), terutama pada pasien dengan status imun rendah, bayi
baru lahir (BBL), dan ibu hamil. Bila sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan
pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah acyclovir, yang akan bekerja
efektif bila diberikan 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian
terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan
trimester ke-3. Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas,
atau untuk keperluan isolasi.

11
D. Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira
hanya 10-20% kasus infeksi.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi
organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis
bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan
mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
1. Gejala Toxo
Sekitar 80% - 90% dari orang yang terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala.
Mereka yang mengalami gejala biasanya mengalami pembengkakan kelenjar getah bening
serviks dan gejala mirip flu yang hilang dalam beberapa minggu atau bulan tanpa
pengobatan. Organisme ini sebenarnya masih berada di tubuh dalam kondisi laten dan dapat
aktif kembali jika orang tersebut menjadi immunodepressed. Sebagai contoh, pasien dengan
AIDS dapat terkena lesi di otak akibat reaktivasi Toxoplasma. Pasien kemoterapi dapat
terserang pada organ mata, jantung (miokarditis), paru-paru atau otak ketika parasit menjadi
aktif kembali.
Infeksi bawaan Toxoplasma bisa menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan
kerusakan otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin asimtomatik sampai
beberapa tahun pertama kehidupan atau bahkan sampai dekade kedua atau ketiga ketika mata
(penurunan penglihatan atau kebutaan), telinga (pendengaran), atau gejala kerusakan otak
(kejang, perubahan status mental) terkena. Toxoplasmosis merupakan penyebab utama
retinochoroiditis (peradangan retina dan koroid mata) di Amerika Serikat.
2. Pengobatan Toxoplasma
Toxoplasmosis dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya digunakan
dalam kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang paling sering
digunakan ke pasien, termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin (Daraprim),
sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic. Namun, pasien hamil diobati dengan spiramisin
(Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping obat yang tercantum di atas. Pasien
dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menjaga parasit tetap
ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan adalah klindamisin (Cleocin), azitromisin

12
(Zithromax), atau atovakuon (Mepron). Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi
terhadap pirimetamin atau sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan
perawatan medis individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.
Sayangnya, pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat
menyebabkan efek samping yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek samping
utama adalah penekanan sumsum tulang (pengobatan leucovorin dapat mengurangi
penekanan ini) dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk sulfadiazin, efek samping bisa
mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini digunakan pada wanita
hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih parah daripada efek samping
obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika efek samping terjadi.
3. Pencegahan Toxoplasma
Pencegahan Toxoplasmosis utamanya adalah untuk menghindari masuknya parasit.
Berikut ini disarankan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terinfeksi
Toxoplasmosis:
a. Benar-benar memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga
mengurangi kemungkinan Toxoplasma).
b. Mencuci tangan dengan benar setelah menyentuh daging mentah.
c. Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi
d. Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.
e. Beri makan kucing dengan makanan yang dimasak dengan matang.
f. Jangan mengadopsi atau memegang kucing liar.
g. Jangan memelihara kucing baru saat hamil.
h. Wanita hamil harus memakai sarung tangan saat berkebun, benar-benar mencuci tangan
mereka setelah itu, dan menghindari kontak dengan kotoran kucing, dan sebaiknya
meminta orang lain untuk membersihkan kotak kotoran kucing (bersihkan kotak kotoran
kucing setiap hari).
i. Taruh kotak pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.
E. Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan
1. Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran.

13
2. Etiologi
Salmonella typhi Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga
macam antigen yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida), antigen H
(flagella), antigen V1 dan protein membrane hialin.
3. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan
minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos
(hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin
sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian
kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati
dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif
akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain,
terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi
nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan
termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh
akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola
pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi,
peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada
3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat.
Kadang pasien disertai epitaksis.
a. Gangguan pada saluran pencernaan :
a) Halitosis
b) Bibir kering
c) Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d) Perut agak kembung.
e) Mual
f) Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
g) Pada permulaan umumnya terjadi diare

14
h) Kemudian menjadi obstipasi
b. Gangguan kesadaran:
a) Kesadaran menurun ringan sampai berat.
b) Umumnya apatis
c) Bradikardi relative
d) Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
e) Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh
tubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari
5. Infeksi Typus Abdominalis pada Kehamilan
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang
lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup
manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-
kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita
tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena
kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis
tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
6. Penanganan dan Pengobatan
a. Pengobatan
1) Kloramfenikol
2) Kotrimoksasol
3) Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi denganAmpisilin
100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.2.

b. Perawatan
1) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus
tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
2) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus
3) Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.

15
4) Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah
dan anoreksia dll.
5) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak,
berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh
berdiri dan berjalan.
6) Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak
menimbulkan gas.
7) Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
8) Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10
hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat
diberikan golongan obat lain misalnya penisilin atau kortimoksazol.
9) Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur.
Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman
tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak
menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena
kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak
merupakan indikasi bagi abortus buatan.
F. Penyakit Hepatitis pada Kehamilan
1. Pengertian
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang
dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. ( Panduan Lengkap
Kebidanan & Keperawatan )
Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A, B, C, D, E, F,
dan G. di Indonesia penderita penyakit hepatitis umumnya cenderung lebih banyak
mengalami banyak golongan hepatitis B dan hepatitis C. Hepatitis yang berlangsung kurang
dari 6 bulan disebut “hepatitis akut” ,hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut
“hepatitis kronik “.
2. Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas
infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain :
a. Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
Hepatitis E, Hepatitis F, hepatitis G.

16
b. Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat kimia,
Penyakit autoimun.
Sedangkan penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai nama virusnya. Di
antara ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan jenis hepatitis
terbanyak yang sering dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para
ahli masih memperdebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis tersendiri atau
tidak.
3. Gejala
Gejala dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut :
a. Selera makan hilang
b. Rasa tidak enak di perut
c. Mual sampai muntah
d. Demam tidak tinggi Kadang-kadang disertai nyeri sendi
e. Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)
f. Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning
g. Kulit seluruh tubuh tampak kuning
h. Air seni berwarna coklat
4. Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan dan janin
a. Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala nya
akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala yang
timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala yang timbul pada trimester III, namun
penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang
lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah
acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi,
dibandingkan dengan penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo
tropic disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah
jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada
kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi
protein, ditambah pula meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan
janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh
lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus, telah diselidiki oleh

17
ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada
kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa pada wanita hamil,
secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan
kenaikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian
ini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus pada
kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant,
barulah DIC mempunyai arti.
b. Pengaruh hepatitis pada janin
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun
segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara,
yaitu :
a. Melewati placenta
b. Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
c. Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
d. Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus
in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus
yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti,
bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam
tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada
janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy
menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar
sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya
mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
5. Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak
hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin
dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi
tinggi protein dan karbohidrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.
Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan
cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya
kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus anti gen secara

18
periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak mengalami
penyulit-penyulit lain.
G. Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan
1. Definisi
Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri yang
jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih, segar dan di ambil dari
aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang
jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini
mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan
gejala-gejala yang disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2005).
Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medik utama pada wanita hamil. Sekitar
15% wanita, mengalami satu kali serangan akut infeksi saluran kencing selama hidupnya.
Infeksi saluran kencing dapat mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampak yang
ditimbulkan antara lain anemia, hipertensi, kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah
(BBLR).
2. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay
jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari
kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen kebanyakan
terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit
kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi
S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang,
kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan
menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh

19
adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal
untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari
perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar
infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan
mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,
mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
3. Klasifikasi Infeksi Traktus Urinarius
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)
4. Tanda dan Gejala
· Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Mukosa memerah dan oedema
2. Terdapat cairan eksudat yang purulent
3. Ada ulserasi pada urethra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal miksi
7. Nyeri pada saat miksi
8. Kesulitan untuk memulai miksi
9. Nyeri pada abdomen bagian bawah.
10. Kebutuhan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya
11. sakit punggung, menggigil
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Disuria (nyeri waktu berkemih)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin berkemih
4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :

20
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut,
tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Komplikasi Infeksi Traktus Urinarius
SK dapat menyebabkan infeksi ginjal, dan pembentukan abses ginjal atau perirenal.
Infeksi ginjal dapat menyebabkan awal persalinan dan berat badan lahir rendah.
6. Efek Samping pada Kehamilan, persalinan
Beberapa pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi insiden kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat dan peningkatan
insiden bayi berat lahir rendah ( BBLR )
2. Terdapat peningkatan insiden anemia dan hipertensi kehamilan
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
a. aLeukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih.
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Biakan bakteri
c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
d. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
8. Pengobatan
Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian terapi
antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik.
Nama Obat Dosis Angka
keberhasilan
Amoxilain+asam 3x500 mg/hari 92%

21
klavulanat
Amoxilin 4x250 mg/ hari 80%
Nitropurantoin 4x50-100mg/hari 72 %
Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuruia asimptomatik biasanya diberikan
untuk jangka 5-7 hari secara oral. Sebagai kontrol hasil pengobatan dapat dilakukan
pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik air kemih.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus herper ini tidak dapat
disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah
Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak
dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama
masa kehamilan dan kelahiran.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga
memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah,
transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisella sozter, biasanya
sering terjadi pada anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.
Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-
kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus, atau kematian janin.
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Jika
wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam
60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan,
lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan
penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling
sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria asimtomatik merupakan hal biasa,
infeksi simtomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang
kaliks, pelvis, dan parenkin ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan telah sangat menghawatirkan
dan perlu penanganan yang serius. Penyakit infeksi dalam kehamilan sangat berpengaruh
pada tingkat kesehatan seseorang dan kondisi kesehatan reproduksi. Penanggulangan
Penyakit infeksi dalam kehamilan dapat lebih efektif dengan dilakukannya upaya pencegahan
dengan pemeriksaan khusus sedini mungkin sebelum terlambat.

23
B. Saran
1. Bagi ibu yang sedang hamil
a) Sebaiknya selama masa kehamilan selalu menjaga daya tahan tubuh atau stamina
sehingga tidak rentan terserang berbagai penyakit.
b) Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital (alat
kelamin), karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada bagian genital
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis dan varicella.
c) Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan berkurang, demam, terdapat
ruam pada bagian tubuh, dan terasa gatal ibu harus segera datang ketenaga kesehatan
untuk mendapatkan pengobataan.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak. Serta dapat
memberikan penyuluhan dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien dengan
professional

24
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehata Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sari, Ratna Dewi Puspita. 2019. Kehamilan dengan Infeksi TORCH. JK Unila, Vol. 3, No. 1,
hlm. 176-181.
Triana, Ani. 2015. Faktor Determinan Toksoplasmosis Pada Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Vol. 1, No. 11, hlm. 25-31.
Mustika, Syifa dan Dian Hasanah. 2018. Prevalensi Infeksi Hepatitis B pada Ibu Hamil di
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 30, No.1, hlm. 76-80.

25

Anda mungkin juga menyukai