Anda di halaman 1dari 21

Referensi Artikel

ANGINA LUDWIG PADA PEDIATRI

DISUSUN OLEH:

Ryan Ausrin G991906020


Hillay Fungestu Y G99172086
Joshua Jota Romadhona G991906018
Kamila Nur Rohma G991906019
Laila Putri Nurhafsyah G991906020

PEMBIMBING:

drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Makalah dengan judul:

Angina Ludwig Pada Pediatri

Hari, tanggal: Senin, 18 November 2019

Oleh:

Ryan Ausrin G991906020


Hillay Fungestu Y G99172086
Joshua Jota Romadhona G991906018
Kamila Nur Rohma G991906019
Laila Putri Nurhafsyah G991906020

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi

drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS


NIP. 19780516 200004 2 008

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………...... 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. 3

I. Angina Ludwig: Laporan kasus Pediatrik dan Tinjauan Pustaka ……………………. 4

II. Hubungan Infeksi B Streptococcus Dan Angina Ludwig Pada Anak…………………9

III. Laporan Kasus : Angina Ludwig pada Anak………………………………………….15

3
I. ANGINA LUDWIG: LAPORAN KASUS PEDIATRIK DAN TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK
Ludwig’s Angina/Anginal Ludwig (LA) adalah selulitis yang serius dan progresif cepat
pada dasar mulut yang melibatkan ruang submandibular, submaxila, dan sublingual di wajah;
merupakan keadaan mengancam nyawa jika tidak dikenali lebih awal dan komplikasi seperti
asfiksia dan keracunan darah yang disebabkan oleh edema jaringan lunak leher mungkin
terjadi. Tinjauan pustaka mengidentifikasi 35 kasus pediatrik dari LA dengan angka mortalitas
14%. Hal ini terjadi terutama pada anak-anak imunokompeten dengan sumber infeksi
odontogenik pada sepertiga kasus dan sumber yang tidak diketahui pada sepertiga kasus.
Banyak departemen mungkin memiliki pengalaman penyakit yang terbatas karena jarang
terjadi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali LA pada tahap awal penyakit. Penulis di sini
menyajikan kasus LA besar pada anak laki-laki berusia 6 bulan dengan riwayat yang sangat
singkat.

Kata kunci: selulitis, anak-anak, Angina Ludwig, ruang submandibula

PENDAHULUAN
Ludwig's angina/Angina Ludwig (LA), pertama kali dijelaskan oleh Hippocrates pada abad
ke-4 SM, adalah selulitis yang serius dan progresif cepat pada dasar mulut dan lidah yang
konsistensiya lunak, tumbuh keras, dan menjadi tidak fleksibel sehingga pasien akan tercekik
kecuali dihilangkan segera. Selama 60 tahun terakhir, LA lebih jarang dilaporkan karena
peningkatan kebersihan gigi dan penggunaan antibiotik yang meluas. Penyakit ini lebih umum
pada orang dewasa, tetapi hingga sepertiga dari kasus dilaporkan pada anak-anak. Pemahaman
tentang anatomi ruang submandibula sangat penting untuk memahami tampilan klinis dan
potensi keparahan infeksi ini. Infeksi dimulai di ruang submaxila dan naik melalui tepi
posterior bebas dari mylohyoid ke dalam ruang sublingual. Ini menjelaskan gambaran klinis
dari pembengkakan leher yang nyeri, difus, dan berotot diikuti oleh peningkatan dan
pemindahan posterior lidah dan lantai mulut dengan gangguan saluran napas akut. Sebuah
kasus LA pada seorang laki-laki berusia 6 bulan disajikan dengan tinjauan pustaka dari kasus
anak.

4
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 6 bulan, tanpa penyakit sistemik, dirujuk ke klinik penulis
dengan keluhan demam dan pembengkakan submandibula bilateral signifikan yang dengan
cepat berkembang ke daerah submental [Gambar 1]. Keluhan dimulai 48 jam yang lalu.
Menurut pemeriksaan intraoral, dia mengalami pembengkakan yang lembut pada dasar mulut,
yang menggeser lidahnya ke superior. Dia tidak memiliki keluhan tentang kesulitan untuk
membuka mulut, menelan, makan, dan gangguan pernapasan. Pada pemeriksaan fisik, anak
itu demam (38 ° C), denyut jantung 140 kali per menit, laju pernapasan 30 kali per menit, dan
saturasi oksigen 99% tanpa rasa sakit dan malaise. Jumlah sel darah putih adalah 28.000 sel /
mm3 dan hemoglobin adalah 8,4 g / dl. Berdasarkan riwayat dan gejalanya, diagnosis
tersangka LA. Tidak ada pertumbuhan gigi. Dia sebelumnya diimunisasi dengan baik dan
lengkap. Radiografi panoramik normal. Penulis melakukan insisi dan drainase [Gambar 2]
dan sekitar 1 L pus berhasil dikeluarkan [Gambar 3]. Tidak perlu intubasi. Pada follow-up 1
bulan, keluhannya telah sepenuhnya diperbaiki, lokasi luka sembuh, dan tidak ada rasa sakit
atau infeksi yang ditemukan secara klinis.

DISKUSI
LA dua sampai tiga kali lebih umum pada anak laki-laki jika dibandingkan dengan anak
perempuan. Dalam kasus penulis, terjadi pada anak laki-laki. Secara konvensional, LA lebih
sering terlihat pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk. Sebagian besar kasus
disebabkan oleh molar bawah yang terinfeksi, yang merupakan akibat dari peradangan
jaringan lunak yang mengelilingi mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering molar
kedua atau ketiga. Dalam kasus kami, tidak ada pertumbuhan gigi. Meskipun LA biasanya
berkembang pada orang dengan gangguan kekebalan, LA juga dapat berkembang pada orang
sehat. Pada anak-anak, LA memiliki sumber odontogenik yang diidentifikasi, dengan hanya
50% kasus, berbeda dengan 70% -90% kejadian asal odontogenik yang dilaporkan pada orang
dewasa. Sumber etiologi lainnya pada anak-anak termasuk laserasi mukosa oral, sialadenitis
submandibula, fraktur mandibula, herpes gingivostomatitis, penindikan lidah, dan malformasi
vaskular limfatik, yang dapat menyebabkan penyakit ini. LA juga telah dilaporkan pada anak-
anak dengan penyakit sistemik seperti defisiensi imun dan diabetes mellitus.

5
Gambar 1: Gambaran sebelum operasi dari Angina Ludwig

Gambar 2: Foto setelah operasi setelah insisi dan drainase

Gambar 3: Foto menunjukkan pus

LA, selulitis progresif cepat dari dasar mulut, melibatkan ruang submandibula dan
sublingual wajah. Proses infeksi meluas secara superior dan posterior, mengangkat dasar

6
mulut dan lidah. Tulang hyoid membatasi proses lebih rendah, dan pembengkakan menyebar
ke aspek anterior leher, menyebabkan distorsi dan penampilan "bull neck". Hal ini
menyebabkan perpindahan lidah mulut baik secara superior maupun posterior, menghasilkan
obstruksi jalan napas yang berpotensi mengancam jiwa pada tingkat rongga mulut dan
orofaring.
Pasien dapat mengalami pembengkakan, rasa sakit, dan peningkatan lidah, malaise,
dispnea, demam, pembengkakan leher, kemerahan pada leher, dan disfagia. Daerah
submandibula kadang-kadang teraba krepitus. Tingkat kematian yang dilaporkan adalah 54%
-60% karena obstruksi jalan napas. Drainase jarum dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
penyebaran infeksi. Mikroorganisme yang menyebabkan abses Ludwig bervariasi, tetapi
organisme yang paling umum ditemukan dalam kultur adalah spesies aerob dan anaerob,
termasuk Staphylococcus, Streptococcus, dan Bacteroides.
Diagnosis ditegakkan secara klinis, berdasarkan temuan radiologi foto polos leher dan
dada, sonografi, gambaran radiografi panoramik rahang, computed tomography (CT), dan
pemindaian magnetic resonance imaging. Radiografi foto polos menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak, adanya udara, dan tingkat penyempitan jalan napas. CT scan dapat membantu
mengidentifikasi tingkat peradangan jaringan lunak dan ruang yang terinfeksi, yang umumnya
direkomendasikan pada pasien yang direncanakan untuk manajemen operasi.
Manajemen jalan napas yang optimal adalah kontroversial dan termasuk intubasi trakea,
trakeostomi darurat, dan dekompresi bedah. Pada tahun 1942, Taffel dan Harvey
menganjurkan manajemen agresif LA awal dengan dekompresi bedah luas ruang
submandibular dan sublingual di bawah anestesi lokal, menghasilkan tingkat kematian <2%.
Jalan napas artifisial pada semua pasien dengan LA adalah praktik standar 30 tahun yang lalu,
tetapi telah ada perubahan baru-baru ini terhadap pengamatan di lingkungan yang aman
dengan intervensi jalan nafas dengan intubasi trakea hanya jika terjadi tanda-tanda obstruksi
jalan napas. Pasien anak dengan LA dilaporkan membutuhkan intervensi jalan nafas aktif
lebih jarang daripada pada orang dewasa, dan telah disarankan bahwa kehadiran karies gigi,
yang lebih umum pada orang dewasa, terkait dengan perkembangan yang lebih parah dan
peningkatan kebutuhan untuk intervensi jalan nafas. Penulis juga tidak memerlukan intervensi
jalan nafas dan melakukan insisi dan drainase dengan anestesi lokal. Abses harus dikeluarkan,
gigi yang terinfeksi harus diekstraksi, dan antibiotik spektrum luas harus diberikan. Pemilihan

7
antibiotik bervariasi, meskipun sering digunakan penisilin, klindamisin, atau metronidazol.
Diagnosis dini dan terapi antibiotik yang tepat menyembuhkan penyakit tanpa prosedur bedah.
Dalam kasus penulis, pasien merespon penanganan bedah, komplikasi dicegah dengan
antibiotik yang sesuai, dan tidak memerlukan trakeostomi.

KESIMPULAN
Infeksi submandibula dan sublingual dapat berkembang menjadi LA dalam beberapa jam,
meskipun menggunakan antibiotik. Karena itu, setiap infeksi jaringan lunak wajah harus
segera diobati untuk mencegah LA. Tidak boleh dilupakan bahwa penyakit ini dapat terjadi
pada anak-anak. Menghilangkan faktor etiologi dan pemberian antibiotik mungkin merupakan
pengobatan yang cukup pada tahap awal.

PERNYATAAN PERSETUJUAN PASIEN


Para penulis menyatakan bahwa mereka telah memperoleh semua formulir persetujuan
pasien yang sesuai. Dalam bentuk pasien telah memberikan persetujuannya untuk gambar
mereka dan informasi klinis lainnya untuk dilaporkan dalam jurnal. Para pasien memahami
bahwa nama dan inisial mereka tidak akan dipublikasikan dan upaya yang dilakukan akan
dilakukan untuk menyembunyikan identitas mereka, tetapi anonimitas tidak dapat dijamin.

PENGAKUAN
Para penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Annu Bhandari, Ahli Radiologi,
Profesor Senior, SMS Medical College, Jaipur, untuk memberikan dukungan.

DUKUNGAN KEUANGAN DAN SPONSOR


Tidak ada.

KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada konflik kepentingan

8
II. Hubungan Infeksi B Streptococcus Dan Angina Ludwig Pada Anak

ABSTRAK
Angina ludwig adalah salah satu jenis selulitis yang berat dan progresif pada dasar
mulut yang mencakup bagian wajah submandibular, submaxilaris, dan sublingual. Penyakit
ini jarang terjadi pada anak-anak dan orang dewasa dan deteksi awal adalah hal yang
terpenting. Dengan diagnosis dini, manajemen dan observasi jalan nafas, terapi antibiotik
intravena dan intervensi bedah yang benar, penyakit ini dapat sembuh tanpa menimbulkan
komplikasi. Dari kasus ini dilaporkan seorang remaja imunokompeten yang menderita angina
ludwig karena infeksi grup B streptococcus yang berhasil diobati dengan intervensi
pembedahan dan terapi antibiotik. Ini menjadi kasus yang pertama kali dilaporkan pada anak
dengan infeksi Grup B Streptococcus yang menjadikan angina ludwig pada remaja
imunokompeten. Namun pada penelitian lain pernah dilaporkan anak-anak dengan infeksi
Grup B Streptococcus yang tidak menunjukan kejadian angina ludwig.

Kata kunci: Angina Ludwig; Pediatri; Grup B Streptococcus

PENDAHULUAN

Angina ludwig adalah salah satu jenis selulitis yang tumbuh progresif dan merupakan
ancaman jiwa pada area submandibular. Rata-rata mortalitas penyakit ini terlampaui pada
50% era pre antibiotic. Jumlah ini signifikan berkurang sejak tahun 1940 ketika antibiotik
mulai dikenalkan, perbaikan kesehatan gigi dan mulut, dan pendekatan pembedahan. Karena
angina ludwig adalah penyakit yang jarang terjadi pada dewasa dan anak-anak, sehingga
banyak dokter yang tidak berpengalaman pada penyakit ini.
Seorang dokter berkebangsaan jerman Wilhelm Frederick von Ludwig adalah orang
yang pertama kali mengenalkan infeksi ini tahun 1836 saat ditemukan selulitis gangrene
progresif dan edema pada jaringan lunak leher, dasar mulut. Komplikasi berbahaya pada
penyakit ini meliputi obstruksi saluran jalan nafas dimana menjadi mortalitas utama. Diagnosa
pada kondisi ini didasarkan pada kriteria klinis oleh Grodinsky yang meliputi:
 Infeksi bilateral lebih dari satu kompartemen area submandibular

9
 Infiltrat gangrene serosanguinous dengan atau tidak dengan pus
 Mencakup fascia jaringan ikat dan otot tapi tidak struktur kelenjar
 Menyebar dengan lebih berkelanjutan dibandingkan system limfatik
Kebanyakan kasus yang dilaporkan menginfeksi molar bawah, seringnya molar kedua dan
ketiga. Organisme penyebab adalah polimikrobial tipikal, terdiri dari flora normal oral. Pasien
datang dengan keluhan demam, malaise, bengkak pada mulut yang tiba-tiba, disfagia, sesak,
dan pengeluaran air liur berlebih. Fakta yang lain menunjukkan beberapa pasien yang
mengalami trismus dapat memperlambat diagnose dan terapi. Dokter sebaiknya lebih waspada
ketika terjadi distress pernafasan dan meminimalkan intubasi. Terapi antibiotik empiris
menjadi inisial terapi untuk anaerobic beta-laktamase, organisme anaerobic, dan
staphylococcus aureus pada pasien imunokompeten. Antibiotik anti methicillin resisten
staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan pada populasi yang tinggi. Komplikasi lain
pada saluran nafas lain adalah penyebaran ke area parafaringeal dan lubang thorax yang
menyebabkan mediastinitis, empiem dan bahkan abses paru.
Disini dilaporkan angina ludwig pada pasien anak laki-laki imunokompeten usia 12
tahun selama infeksi Grup B streptococcus.

PRESENTASI KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang sebelumnya sehat, datang ke instalasi
gawat darurat anak dengan keluhan utama bengkak pada area wajah kanan bawah sejak 2 hari
yang lalu. Bengkak meliputi area mandibular kanan dan submandibular. Pasien sebelumnya
mengaku bangun tidur dengan nyeri pada gigi kanan molar bawah, dan kemudian terus
menerus membengkak. Anak itu juga mengeluh sulit membuka mulut ketika makan.
Sementara, pernafasan tidak ada masalah. Beberapa bulan lalu, pasien menjalani pulpektomi
pada molar 46. Pada pemeriksaan tanda vital, suhu tubuh 36.8̊c dengan denyut nadi 90
kali/menit, dan laju nafas 20 kali/menit dan saturasi oksigen 100% dengan udara ruang. Pasien
anak tersebut tampak berbaring dengan mulut terbuka dan keluar air liur. Pada pemeriksaan
fisik, bukaan mulut menjadi terbatas hanya mencapai 4 cm dengan peninggian dasar mulut
hingga peningkatan lidah. Pembengkakan submandibular tampak adanya indurasi, non
fluktuasi, eritema, teraba hangat, dan nyeri saat ditekan. Lidah tak tampak adanya inflamasi
dan tidak lunak (Gambar 1).

10
Hasil laboratorium yang dilakukan menunjukan hasil normal terkecuali adanya
peningkatan CRP (116 mg/L). Pasien dari awal diterima dengan diagnosis abses gigi dengan
perluasan ke jaringan dalam leher, dan telah diberikan antibiotic amoxicillin/asam clavulanic
intravena 25 mg/kg/dosis TID dan parasetamol oral bila diperlukan. Tanda vital diawasi
dengan monitor. Hasil USG leher menunjukan: adanya edema jaringan lunak pada leher,
beberapa limfonodi servikal bilateral dan limfonodi submandibular yang ditandai dengan
pembesaran hingga 9 mm. Setelah konsultasi infeksi, ditemukan diagnose angina ludwig dan
terapi pasien diganti dengan antibiotic klindamisin intravena 10 mg/kg/dosis per 6 jam untuk
memberikan cakupan bakteri anaerobik dan methhicilin resiten staphylococcus aureus
(MRSA) yang lebih baik. Pembedahan maxillofacial dilakukan pada pasien dan diputuskan
pasien harus segera diterapi dengan antibiotik parenteral dan intervensi bedah tidak diperlukan
selama jalur pernafasan tidak terganggu.
Setelah 4 hari diterapi dengan antibiotik klindamisin, kondisi pasien tetap stabil tanpa
adanya perbaikan sehingga MRI pada leher di rekomendasikan sebagai tahap akhir. Hasil MRI
leher dilaporkan adanya infeksi pada jaringan lunak pada area dasar mulut, submandibular,
submental, dan sublingual dengan pembentukan abses pada sisi kanan dasar mulut dimana
kemungkinan berhubungan pada gigi yang bersangkutan (gambar 2).
Karena tidak adanya perbaikan antibiotik parenteral dan tampak adanya abses pada
pemeriksaan MRI, maka tim maxillofasial mengeevaluasi kembali pasien dan memutuskan
untuk melakukan insisi dan drainase dengan pengangkatan gigi, meskipun ada patensi jalan
nafas selama sakit. Pemeriksaan kultur grup B streptococcus peka terhadap klindamisin.
Pasien menunjukan perubahan yang signifikan setelah menjalani operasi dan membaik dengan
klindamisin 10 mg/kg/dosis TID untuk 10 hari. Marker inflamasi yang dilepas perlahan-lahan
menurun. Pasien menunjukan perubahan gejala yang besar ketika berkunjung kembali ke
klinik satu minggu kemudian setelah tindakan.
DISKUSI
Meskipun dengan penggunaan antibiotik, infeksi pada submandibular dan sublingual
dapat berubah menjadi angina ludwig dalam beberapa saat. Oleh karena itu, setiap infeksi
pada gigi dan dasar mulut harus diterapi secepatnya untuk menghindari progresifitas angina
ludwig yang fatal. Pada anak-anak, 50% kasus angina ludwig berasal dari etiologi
odontogenik, dimana 70-90% kasus pada dewasa adalah kasus odontogenik. Kultur bakteri

11
pada pasien dengan angina ludwig dan adanya pembentukan abses ditemukan baik bakteri
aerobic (streptococcus b-hemolitikus, stafilokokus) dan bakteri anaerobic. Bakteri gram
negative, seperti Neisseria catarrhalis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Haemophilus influenza pernah dilaporkan ditemuakn. Pasien ini dengan infeksi
staphylococcus grup B sepengetahuan kami belum pernah dilaporkan sebelumnya dari
beberapa literature.
Pasien dengan angina ludwig biasanya ditandai dengan tanda dan gejala fokal dan
sistemik. Gejala fokal dapat meliputi nyeri gigi dn lidah, nyeri tenggorokan, disfagia, trismus,
disfonia, dan keluar air liur, dan sering diikuti pemeriksaan fisik local seperti pembengkakan
leher submandibular dan submentale yang progresif, indurasi pada dasar mulut, edema pada
lidah posterior dan superior (protrusi atau peninggian). Pasien sering tampak terlihat kesakitan
dengan tanda dan gejala sistemik termasuk demam, lemas, malaise, dan dehidrasi. Penemuan
yang lebih bahaya jika didapatkan sesak, sianosis, stridor, dan pergeseran lidah yang
menandakan krisis jalan nafas. Anak-anak harus lebih waspada sejak adanya tanda dan gejala
obstruksi mulai muncul sehingga anak tersebut mendapat terapi medis yang baik dan konsultsi
untuk emergensi dan pembedahan segera. Pada awal tahun 1900, kompresi jalan nafas
merupakan salah satu penyebab kematian, dimana 67% pasien ludwig angina mendapat
intubasi emergensi. Sejak 1943, terapi antibiotik menurunkan frekuensi intervensi pada jalan
nafas sebesar <50%.
Komplikasi angina ludwig meliputi sepsis, pneumonia, asfiksia, empyema,
pericarditis, mediastinitis, dan pneumothorax. Angka mortalitias angina ludwig terjadi pada
10-17% populasi anak-anak. Diagnosa dan observasi yang benar pada jalan nafas penting
untuk menentukan tatalaksana intervensi jalan nafas.
Terapi antibiotik dini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri aerob dan
anaerob. Penicilin dan derivatnya, klindamisin dan metronidazole adalah obat yang paling
sering digunakan. Beberapa ahli percaya bahwa steroid intravena mengurangi edema dan
selulitis, dimana dengan membantu integritas jalan nafas, menunjang penetrasi antibiotik ke
area terinfeksi, dan menurunkan lama waktu rawat inap. Dekompresi bedah diindikasikan
pada kasus yang berespon buruk pada terapi antibiotic atau pada pasien yang memiliki klinis
pembentukan abses pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk
mengetahui perluasan abses dan mendeteksi kemungkinan penyebab odontogenic. Untuk

12
meminimalisasi paparan radiasi, dapat dilakukan pemeriksaan MRI. Jika terdeteksi adanya
sumber infeksi gigi, atau meliputi area parafaringeal, retrofaringeal dan mediastinal,
diindikasikan konsultasi dengan tindakan pembedahan secepatnya.

SIMPULAN
Angina ludwig adalah penyakit yang jarang tetapi berpotensi menjadi fatal selulitis
submandibular. Pada penelitian ini merupakan kasus pertama yang melaporkan infeksi
streptococcus grup B pada anak yang menunjukan angina ludwig pada pasien remaja. Ada
beberapa literature lain yang mengatakan infeksi streptococcus grup B pada anak tetapi tidak
sampai menyebabkan angina ludwig. Meskipun dengan adanya intervensi medis dan bedah
yang canggih pada angina ludwig, namun ini masih menjadi penyakit yang berpotensi bahaya
pada populasi anak. Penemuan awal pada penyakit ini sangat penting. Seorang dokter dapat
mencurigai angina ludwig ketika seorang pasien anak datang dengan keluhan gejala pada
kavitas oral dan pembengkakan leher. Dengan diagnose awal yang tepat, observasi dan
manajemen jalan nafas, terapi antibiotik intravena yang cepat, dan intervensi bedah yang
benar, penyakit ini dapat diatasi tanpa menimbulkan komplikasi yang berarti.

LAMPIRAN

Gambar 1. Pembengkakan submandibula kanan yang meluas ke tengah hingga ke


submandibular kiri, dimana adalah angina ludwig pada remaja usia 12 tahun.

13
Gambar 2. Infeksi jaringan lunak pada dasar mulut (area submandibular, submental dan
sublingual) dengan bentukan abses pada sisi kanan dasar mulut, yang kemungkinan
berhubungan deng gigi.

14
III. Laporan Kasus : Angina Ludwig pada Anak

ABSTRAK

Angina Ludwig adalah sebuah selulitis atau infeksi bakteri bilateral pada ruang
submandibular yang berpoteni mengancam jiwa dan mudah menyebar. Penyakit ini cukup
jarang terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan identifikasi sejak dini terkait
penyakit ini sangatlah penting. Dengan adanya diagnosis dini, observasi dan tatalaksana jalan
nafas, pemberian antibiotic secara agresif secara intravena, dan intervensi tindakan operatif
yang sesuai, penyakit ini dapat tertangani tanpa menimbulkan komplikasi. Dalam jurnal ini,
kami melaporkan sebuah kasus angina Ludwig paa anak laki-laki usia 14 tahun. Kami juga
membahas terkait anatomi yang berhubungan dengan kasus serta manifestasi klinis dan
tatalaksana dari kasus tersebut

Kata kunci : Abses, angina Ludwig, anak-anak, submandibular, submental

PENGANTAR
Angina Ludwig adalah sebuah selulitis atau infeksi bakteri bilateral pada ruang
submandibular yang berpoteni mengancam jiwa dan mudah menyebar. Pada era sebelum
antibiotic digunakan, tingkat kematian dari kasus ini mencapai 50%. Sejka tahun 1940,
pengenalan dalam penggunaan antibiotik memberikan dampak yang positif terhadap
kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat serta adanya pendekatan yang agresif dari segi
pembedahan berhasil menurunkan angka kematian pada kasus angina Ludwig. Angina
Ludwig kini sudah jarang terjadi baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak, oleh karena
itulah banyak dokter yang tidak memiliki banyak pengalaman terkait kasus ini

Angina Ludwig pertama kali ditemukan oleh seorang dokter di Jerman, dokter
Wilhelm Frederick von Ludwig, pada tahun 1836 sebagai sebuah infeksi ganren dan edema
yang sangat cepat meyebar pada jaringan leher dan bagian dasar mulut. Pada 1939, Grodinsky
memberikan empat kriteria utama guna membedakan angina Ludwig dengan abses pada leher
lainnya, dimana pada infeksi tersebut harus didapatkan (1) terjadi secara bilateral pada lebih
dari satu kompartemen dari ruang submandibular; (2) menghasilkan infiltrat gangre

15
serousanguinosa dengan atau tanpa adanya nanah; (3) melibatkan jaringan ikat dan otot fascia
tetapi tidak melibatkan struktur kelenjar; dan (4) menyebar secara kontinu tidak melalui
saluran limfatik.

Dalam jurnal ini, kami laporkan kasus terkait angina Ludwig pada anak laki-laki usia
14 tahun. Kami juga membahas terkait anatomi yang berhubungan dengan kasus serta
manifestasi klinis dan tatalaksana dari kasus tersebut.

CASE REPORT

Seorang anak Taiwan Minnan laki-laki berusia 14 tahun menggambarkan kepada kami
terkait kasus gawat darurat pada anak dengan pembengkakan leher yang sangat cepat pada
bagian submandibular yang dimulai sejak enak hari yang lalu (gambar 1). Mulanya, terdapat
bintik-bintik kecil pada area submandibular kiri pasien serta pasien mengeluhkan adanya
demam tinggi hingga 39oC. Lesi yang terbentuk keras, tidak dapat digerakkan, dan lunak.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa sakit pada gigi yang muncul pada gigi molar pertama
sebelah kanan sejak 2 hari sbelum nodul-nodul tersebut muncul. Pasien kemudian datang ke
dokter anak 4 hari kemudian.

Pasien datang ke IGD dengan keluhan odynophagia, dysphagia, dan dysphonia. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan adanya trismus (mulut pasien hanya mampu membuka

16
sebanyak 2.5 cm) dan elevasi pada lidah pasien namun tidak ditemukan tanda-tanda kesulitan
bernafas. Di IGD, didapatkan tanda vital pasien dengan suhu 39oC, nadi 85 kali per menit,
laju pernafasan 20 kali per menit, dan tekanan darah 120/90 mmHg. Hasil laboratorium
menunjukkan jumlah sel darah putih 16,000/mL, terdiri dari linfosit 5.7%, monosit 5.2% dan
granulosit 88.7%. Ditemukan pula adanya peningkatan protein C-reakitf sebesar 9.29 mg/dL.
Tidak ditemukan adanya koagulasi yang menyebar pada intravena. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium, didaptkan suspek infeksi leher bagian
dalam. Hasil foto CT memperlihatkan bahwa terdapat penebalan pada fascial planes dari
ruang submandibular yang mengarah pada kecurigaan selulitis, dengan ukuruan abses 2.6 x
1.5 cm pada bagian kiri ruang sublingual (gambar 2-4). Pasien kemudian dirawat dengan
diagnosa awal infeksi leher bagian dalam diserta pembentukkan abses pada area
submandibular. Setelah pasien dirawat inap, pasien diberikan terapi menggunakan
carbapenem dan terapi paliatif. Karies gigi pada gigi molar 1 kanan pasien dan gigi molar dua
kiri pasien diperiksa oleh dokter gigi. Hasil pemeriksaan echosonography menunjukkan
adanya abses yang berisi cairan pada bagian lateral portio. Tidak ditemukan adanya kultur
bakteri pada sampel darah pasien.

17
Selama dirawat, jalan nafas pasien dipantau dengan ketat menggunaka monitor dan
tatalaksana pada pasien berjalan dengan baik tanpa menimbulkan adanya komplikasi. Masa
pada submandibular perlahan menghilang tanpa dilakukan tindakan pembedahan. Pasien
kemudian diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit setelah dirawat selama 10 hari.

DISKUSI

Batas superior dari ruang submandibular dibetuk oleh lapisan mukosa pada permukaan
mulut, dimana batas inferior dibentuk dari lapisan superfisial dari fascia servikal yang paling
dalam. Ruang submandibular sendiri dibagi menjadi dua ruangan yang saling berhubungan
oleh otot mylohyoid; ruang submaksilaris dan ruang sublingual. Meskipun dalam sebuah
laporan kasus, dikatakan bahwa patogen yang paling sering menyebabkan infeksi berasal dari
gigi molar ke dua dan ke tiga dan terdapat di sepanjang batas mylohyoid sampai ke ruang
submaksilaris, sumber patologis dalam mulut pada pasien kali ini bersalah dari gigi molar
pertama mandibular kiri.

Abses periapikal, luka yang terdapatdi dasar mulut, otitis media, dan neoplasma pada
mulut dilaporkan sebagai faktoe-faktor penyabab yang potensial dari angina Ludwig.
Didapatkan pula beberapa etiologi alternatif dari angina Ludwig pada anak seperti adanya
laserasi mukosa oral, sialadenitis pada submandibular, dan fraktur pada mandibular. Beberapa
laporan kasus juga menyebutkan bahwa herpes gingivostomatik, tindik pada lidah, dan

18
superinfeksi pada malformasi saluran limfatik dapat menjadi etiologi alternaitf angina Ludwig
pada anak.

Dalam kasus angina Ludwig yang kami bahas pada jurnal ini, infeksi masuk dari ruang
subligual, kemudian menyebabkan terjadinya perubahan posisi dapa lidah bagian
superoposterior. Apabila kejadian serupa terjadi pada pada kasus yang lebih serius, hal ini
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi pada jalan nafas di bagian kavitas oral, orofaring, dan
retrofaringeal yang dapat mengancam jiwa pasien. Apabila infeksi ini menyebar hingga ke
bagian posterior, infeksi ini dapat meluas hingga ke bagian superior dari mediastinum.

Sebanyak satu dari tiga kasus angina Ludwig terjadi pada anak-anak. Dua kasus
lainnya terjadi pada bayi berusia kurang dari 4 bulan. Pada anak-anak, 50% kasus angina
Ludwig memiliki etiologi odontogenik dimana 70%-90% kasus pada orang dewasa
disebabkan karena odontogenik.

Satu dari tiga kasus angina ludwog pada orang dewasa berkaitan dengan penyakit
sistemik. Namun, sebanyak 25% kasus angina Ludwig pada anak tidak memiliki tidak
memiliki faktor predisposisi atau faktor yang mempercepat. Pada anak, angina Ludwig
tumbuh dan berkembang secara bersamaan dengan penyakit sistemik, seperti imunodefisiensi
dan diabetes mellitus.

Hasil isolasi kultur bakteri dari cairan surgical pada abses yang terdapat dalam angina
Ludwig biasanya ditemukan bakteri aerob (b-hemolytic streptococci, staphylococci) dan
anaerob. Bakteri gram negative seperti Neisseria catarrhalis, Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, dan Haemophilus influenza juga ditemukan dalam isolasi hasil kultur. Sebuah
studi menyebutkan bahwa pasien-pasien ini memerlukan pengawasan ketat terkait gejala sisa
sepsis hemodinamik, karena hasil pemeriksaan darah pada 35% pasien didapatkan positif.
Akan tetapi, pada pasien dalam jurnal ini, studi lainnya menyebutkan bahwa 83% sampel
darah dari pasien dengan angina Ludwig tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri.
Pasien dengan angina Ludwig biasanya memperlihatkan tanda serta gelaja fokal dan
sistemik. Gejala fokal dalam kasus ini adalah rasa sakit pada gigi dan lidah, sakit tenggorokan,
dysphagia, trismus, dysphonia, dan berliur yang kemudian biasanya dilanjutkan dengan
temuan pada pemeriksaan fisik seperti pembengkakan leher secara progresif secara bilateral

19
pada bagian submandibular dan submental, indurasi pada bagian dasar mulut yang berbatas
tegas, dan edema pada bagian posterior dan superior dari kesalahan posisi pada lidah.
Gejala sistemik yang sering muncul adalah demam, menggigil, dehidrasi, dan kesan
umum sakit. Temuan klinis yang lebih serius seperti dyspnea, cyanosis, stridor, dan perubahan
atau kesalahan posisi pada lidah dapat menyebabkan permasalahan kritis pada jalan nafas.
Gejala dan tanda awal terkait obstruksi mungkin belum terlihat jelas.
Deteksi dini pada angina ludwig sangat penting dalam menentukan tatalaksana baik
secara medikamentosa maupun perhitungan tindakan pembedahan apabila pasien dalam
kondisi darurat. Penurunan fungsi jalan nafas merupakan penyebab kematian pada tahun 1990
awal, dimana pada saat itu, sekitar 67% dari pasien dengan angina Ludwig perlu diantisipasi
membutuh intubasi darurat. Sejak 1943, terapi antimikroba berhasil menurunkan angka
tindakan intervensi pada jalan nafas sebanyak kurang dari 50%. Komplikasi dari angina
Ludwig antara lain ialah sepsis, pneumonia, asfiksia, empiema, pericarditis, mediastinitis, dan
pneumothorax. Angka kematian dari angina Ludwig sendiri ialah 10-17% pada populasi anak-
anak.
Hal yang paling utama untuk dinilai pada pasien dengan angina Ludwig adalah
stabilitas jalan nafas. Akhir-akhir ini, obesrvasi terkati jalan nafas merupakan komponen yang
penting dalam penatalaksanaan pasien pediatric agar psien tidak perlu mendapat tindakan
intervensi pada jalan nafasya. Dalam penilaian retrospektif, 10% anak yang terkena angina
membutuhkan control jalan nafas, diaman 52% pasien yang berusia lebih dari 15 tahun harus
menjalani trakeostomi. Anak dengan edema orofaringeal yang signifikan harus diposisikan
duduk dengan tegak dan mendapatkan pengawasan ketat.
Pemberian terapi antibiotic perlu diberikan secara dini dan cepat guna mengeradikasi
bakteri aerob dan anaerob. Penisilin atau derivat dari penisilin sering digunakan, baik dengan
atau tanpa adanya tambahan anaerobic coverage seperti klindamisin atau metronidazole.
Secara empiris, pengobatan dengan menggunakan antibiotic pada pasien dengan
immunocompromised tergolong aman. Pemberian steroid secara intravena dapat menurunkan
edema dan infeksi, yang tentunya dapat membantu menjaga jalan nafas, meningkatkan
kemampuan penetrasi antibiotic pada area yang terinfeksi, dan mengurangi masa rawat inap
pasien di rumah sakit.

20
Tidak ada pembentukan abses alternatif pada kasus angina Ludwig. Tindakan
pembedahan pada infeksi atau selulitis biasnaya dilakukan pada kasus yang tidak memberikan
respon terapi terhadap terapi medikamentosa atau pada pasien yang secara klinis menunjukkan
adanya pembentukan abses yang terlokalisasi pada pemeriksaan fisik. Gamabaran foto CT-
kontras perlu dilakukan guna mengetahui seberapa besar abses yang ada dan untuk melakukan
deteksi dini pada etiologi odontogenik. Apabila ditemukan adanya sumber infeksi pada gigi,
parafaringeal, retrofaringeal, atau ruang mediastinal, segera lakukan konsultasi pada bagian
bedah apabila dibutuhkan.
Terkahir, nutrisi yang adekuat serta hidrasi yang cukup perlu diberikan kepada pasien
dengan angina Ludwig terutama pada pasien anak.

KESIMPULAN
Meskipun dewasa ini perkembangan ilmu dan teknologi serta tindakan pembedahan
dalam dunia kedokteran telah berkembang dengan pesat dan mampu memberikan hasil yang
signifikan terhadap perkembangan. Deteksi dini sangat penting dalam menentukan tatalaksana
pada angina Ludwig. Dokter umum dan dokter anak harus segera mencurigai adanya angina
ludwig apabila ditemukan seorang pasien dengan manifestasi klinis pembengkakan rongga
mulut dan leher dalam waktu dekat, meskipun pada pasien tersebut belum ditemukan adanya
tanda-tanda patologis lain. Dengan adanya diagnosis dini, observasi dan tatalaksana jalan
nafas, pemberian antibiotic secara agresif secara intravena, dan intervensi tindakan operatif
yang sesuai, penyakit ini dapat tertangani tanpa menimbulkan komplikasi.

21

Anda mungkin juga menyukai