Anda di halaman 1dari 28

1

Case Based Discussion

Ensefaltopati EC Chirrosis Hepatis

Preceptor CBD :
Dr. Agung Budi P, Sp.PD, M.Kes.

Disusun oleh :
Intan Hardianti
1718012151

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT AHMAD YANI METRO
2018
1

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “
ensefalopati ec sirosis hepatis” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan
laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ahmad
Yani Metro. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Agung Budi P, Sp. PD,
M. Kes yang telah meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga
bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Oktober 2018

Penulis
2

BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah adalah penyakit hati yang terjadi akibat dampak tersering

dari perjalanan penyakit klinis yang panjang dari semua penyakit hati kronis yang

ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Dahulu sirosis hepatis dianggap

sebagai proses yang pasif dan tidak dapat pulih kembali. Namun, sekarang

dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan cedera hati

kronik yang dianggap pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukan

reversibilitas dari fibrosis pada keadaan pre-sirosis. Namun, faktor yang

menentukan dari regresi fibrosis belum cukup jelas dan saat dimana sirosis betul-

betul bisa pulih kembali belum ditetapkan secara morfologi maupun fungsional.

Dengan kata lain masih belum diketahui dengan pasti derajat fibrosis yang

reversibel.1

Sirosis hepatis merupakan tahap akhir dari proses difus fibrosis hati yang

progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul

regeneratif.2 Gambaran morfologi dari dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus,

nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular, dan pembentukan hubungan

vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri

hepatika) dan eferen (vena hepatika). Sirosis merupakan penyebab kematian

terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit

kardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan

ketujuh penyebab kematian. Penderita sirosis hepatis lebih banyak laki-laki, jika

dibandingkan dengan wanita rasionya 1,6:1.1-2


3

Insidensi sirosis hepatis di Amerika Serikat diperkirakan 360 per- 100.000

penduduk. Penyebab sirosis hepatis sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik

dan non alkoholik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis secara

keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hepatis

adalah akibat infeksi Hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian sirosis

hepatis akibat Hepatitis B di Indonesia berkisar antara 21,2-46,9 % dan Hepatitis

C berkisar 38,7-73,9 %.

Secara klinis penderita sirosis hepatis dapat datang dalam berbagai macam

kondisi. Sirosis hepatis sendiri dibagi atas sirosis hepatis kompensata dan sirosis

hepatis dekompensata yang disertai tanda-tanda kegagalan hepatoseluler dan

hipertensi porta sehingga penderita sirosis hepatis akan datang ke rumah sakit

dengan keluhan yang beragam.1

BAB II
STATUS PASIEN
4

Tgl. Masuk RSAM :4 Oktober 2018


Pukul :16.48 WIB

 IDENTIFIKASI PASIEN

Nama Pasien : Tn. M


Tempat/Tanggal Lahir : Ketapang/ 15 Januari 1942
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Ikan Mas Selikur Yosodadi Metro Timur
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Suku Lampung, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

 ANAMNESIS

Diambil dari alloanamnesis pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 13.00 WIB

1. Keluhan Utama : penurunan kesadaran saat masuk rumah sakit


2. Keluhan Tambahan : perut berisi cairan
3. Riwayat Penyakit Sekarang : OS datang ke IGD RSAY Metro dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak
terakhir berobat di poliklinik pada 2
hari yang lalu.
OS memiliki riwayat penyakit pada hatinya
dan terdapat cairan pada perutnya,
sehingga OS rutin berobat jalan di
poliklinik penyakit dalam RSAY
sejak 2 tahun yang lalu, namun
setelah terakhir berobat di
poliklinik pada 2 hari yang lalu,
tiba-tiba OS mulai penurunan
kesadaran sehingga dirujuk ke IGD
RSAY.
Menurut keluarga, keadaan OS sekarang
mulai lemas disertai BAB hitam,
BAK kuning pekat, dan penurunan
5

berat badan dari sebelumnya.


OS mempunyai kebiasaan merokok +- 1
bungkus perhari. Namun sudah
berhenti sekitar +- 4 tahun yang
lalu., minum-minuman alkohol (-),
HT (-), DM (-), transfusi darah (-)

4. Riwayat Masa Lampau :


 Riwayat penyakit dahulu
 Trauma terdahulu  Tidak ada

 Operasi  Tidak ada

 Sistem saraf  Ada, kelenjar di pelipis mata kanan

 Sistem kardiovaskuler  Tidak ada

 Sistem gastrointestinal  Ada tahun 90 an

 Sistem urinarius  Tidak ada

 Sistem genitalis  Tidak ada

 Sistem muskuloskeletal  Tidak ada

5. Riwayat Penyakit Keluarga : 2 Anak perempuan OS memiliki


keluhan serupa
6. Riwayat Personal :  Pasien merupakan perokok aktif dan
berhenti sebelum sakit.
 Riwayat menggunakan narkoba
disangkal
 Riwayat minum-minuman beralkohol
disangkal

 Status Present
A. Status Umum
a. Keadaan umum : sakit sedang
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tinggi Badan : 155 cm
d. Berat Badan : 44 kg
6

B. Pemeriksaan Fisik

A Tekanan Darah : 120/80 mmHg


B Frekuensi Nadi : 76 x/menit
C Frekuensi Napas : 16 x/menit
D Suhu Tubuh : 36,6 C
E Kepala : Normocephal
F Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik +/+
G Telinga : normotia,   deformitas   (­),   nyeri   tekan

tragus (­), nyeri tekan mastoid (­), sekret

(­)
H Hidung : pernafasan   cuping   hidung   (­),   sekret   (­),

septum deviasi(­), mukosa hiperemis (­)
I Gigi/Mulut : gigi geligi lengkap, Karies (-)
J Leher :
 Bentuk  simetris
 KGB  tidak teraba pembesaran
 Trakea  lurus ditengah
 Kelenjar tiroid
 tidak teraba pembesaran
 Peningkatan
 5+2 cm H2O (-)
JVP
K Kulit Kuning
L Paru :
 Inspeksi : simetris, tidak
terdapat retraksi dinding dada

 Palpasi : fremitus taktil


belum bisa dinilai

• Perkusi : sonor (+/+)

• Auskultasi :vesikuler (-/-), ronki


kering (+/+), wheezing (-/-)

M Jantung :  Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi
di ICS V midclavicula sinistra
 Perkusi :
7

 Batas jantung kanan : ICS IV linea


parasternal dextra
 Batas jantung kiri : ICS V linea
midclavicula sinistra
 Batas pinggang jantung: ICS II
parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I dan II normal reguler,
murmur (-), gallop (-)
L Abdomen :  Inspeksi : cembung, spider nevi (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (+)
 Perkusi : shifting dullness (+),
timpani (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal

M Ekstremitas : Hangat, edem (-), luka (+)


N Genital : Normal

 Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium Rutin

o Hasil laboratorium pada tanggal 3-1-2018


o GDS = 139 (<140) mg/dL
o SGOT = 106 (<31) U/L
o SGPT= 78 (<31) U/L
o Hemoglobin = 10,4 (N 12-16) g/dL
o Leukosit = 5,83 (N 5000-10.000) /uL
o Eritrosit = 2,98 jt (N 3,08-5,5) juta/uL
o Hematokrit = 26,9 (N 37-48)
o Trombosit = 139.000 (N 150.000-450.000) /uL
o MCV = 96,5 (N 60-92) fL
o MCH = 34,6 (N 27-31) pg
o MCHC = 35,8 (N 32-36) g/dL
o HBsAg = reaktif
8

 RESUME

Tn. M, usia 87 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran, perut berisi

cairan, badan lemas, BAB bewarna hitam dan BAK berwarna kuning pekat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa TD 120/80 mmHg, suhu 36,6°C,

nadi 76x/menit dan RR 16x/menit. Pada hasil pemeriksaan laboratorium

ditemukan Hemoglobin 10,4 g/dL, Leukosit 5830/uL, Eritrosit 2,98 juta/uL,

Hematokrit 26,9, SGOT 106 U/L, SGPT 78 U/L. Konjuntiva anemis,

skelra ikterik (+), kulit kuning, spider nevi (-), ronki kering (+/+), shifting

dullness (+)

 DAFTAR MASALAH

 Hb, Ht, Eritrosit, Creatinin menurun

 SGOT, SGPT meningkat

 BAB Hitam

 Badan Lemas

 Ascites
9

 ANALISIS MASALAH

1. Hb, Ht, Eritrosit, dan Creatinin menurun

Rencana Diagnosis:

a. Pantau hasil lab darah lengkap, dan fungsi ginjal

b. Rencana transfusi apabila terjadi penurunan Hb < 8 g/dL

Rencana Terapi

a. Transfusi PRC apabila Hb turun <8 g/dL

b. Hidrasi pasien untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

dengan pemberian RL: Aminofusin hepar dengan perbandingan

2:1 sebanyak XX gtt/menit


10

2. SGOT, SGPT meningkat

Rencana Diagnosis

a. Pantau fungsi hati melalui hasil lab

Rencana Terapi

a. Penurunan SGOT dan SGPT dapat dimulai dengan

mengombinasikan obat-obatan hepatoprotektor seperti curcuma

untuk pasien dengan gangguan hati.

3. BAB Hitam, Badan Lemas

Rencana Diagnosis:

a. Cari sumber perdarahan dengan melakukan EGD

b. Pantau Hb dengan memantau hasil darah lengkap pasien

Rencana Terapi:.

a. Pantau Hb dengan melakukan transfusi PRC apabila Hb <8

b. Pemberian Antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin untuk

menekan produksi asam lambung

- Pemberian injeksi ranitidin 2x1 ampul per 12

jam
11

c. Pemberian asam tranexamat pada pasien dengan BAB hitam

atau perdarahan saluran cerna. Asam tranexamat memiliki

kerja sebagai antifibrinolitik.

- Pemberian kalnex injeksi 3x1 500 mg selama 3

hari

d. Pemberian vit. K pada pasien-pasien yang mengalami

perdarahan sangat diperlukan. Pada pasien dengan gangguan

fungsi hati, akan mengalami pemanjangan proses koagulasi

akibat menurunnya kemampuan kaskade koagulasi dimana

dalam menghasilkan factor-faktor kaskade membutuhkan vit.

K.

- Vit K injeksi 3 dd 1

e. Pemberian PPI seperti OMZ untuk menekan gastrin yang

menghasilkan HCL

- OMZ injeksi 2 dd 1

4. Ascites

Rencana Diagnosis:

a. Pasang Kateter untuk memantau volume input dan output

b. Lingkar perut
12

Rencana Terapi:

a. Penggunaan diuretik seperti furosemide dan spironolakton.

- Furosemide digunakan dengan dosis mulai 20-40

mg/hari maksimal 160 mg 3x1 (Lasix)

- Spironolakton digunakan dengan dosis dimulai

100-200 mg/hari maksimal 400 mg 3x1

- Furosemid dan spironolakton digunakan

bersama dengan perbandingan 2:5

b. Pantau urin output untuk menilai efikasi kerja obat diuretic

 DIAGNOSIS KERJA

o Ensefalopati ec Sirosis hepatis

 DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

o Hepatitis B kronik

o Fulminant hepatic failure

 PENATALAKSANAAN

 Tirah baring dan istirahat

 Diet hati rendah protein dan cukup kalori

 Infus RL:Aminofusin XX gtt/menit


13

 Diuretik (Furosemid/spironolakton)

o Furosemid 40 mg injeksi 3 dd 1

o Spironolakton 100 mg injeksi 3 dd 1

 Hepatoprotektif (Curcuma)

 Evaluasi TTV

 Evaluasi adanya perdarahan saluran cerna dan tanda anemia

 Prognosis
Tn. M

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad sanasionam : Dubia ad malam

Quo ad functionam : Dubia ad malam


14

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ensefalopati hepatikum

Ensefalopati hepatik adalah spektrum kelainan neuropsiklatri pada pasien dengan

disfungsi hati, setelah menyingkirkan kelainan di otak lainnya. Ensefalopatik

hepatik ditandai dengan perubahan kepribadian, gangguan intelektual, dan

berbagai tingkat penurunan kesadaran.

Ensefalopati hepatik dibagi menjadi 3 Tipe berdasarkan kelainan hati yang

mendasarinya.

• Ensefalopati hepatik tipe A, merupakan ensefalopati yang terkait dengan

kegagalan hati akut.

• Ensefalopati hepatik tipe B untuk menggambarkan gangguan akibat

Bypass portal-sistemik tanpa ada penyakit hepatoselular intrinsik.

• Ensefalopati hepatik Tipe C, yaitu ensefalopati yang terkait dengan sirosis

dan hipertensi portal atau pirai portal-sistemik. Ensefalopati hepatik tipe C

memiliki subkategori episodik, menetap, atau minimal.

Yang harus pertama kali diteliti pada pasien adalah penyebab dari EH-nya.

Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium mendukung bahwa

pasien mengalami sirosis hepatik. Gejala yang dapat dilihat dari pemeriksaan fisik

memenuhi lima dari tujuh kriteria diagnosis sirosis hepatik, yaitu spider nevi,
15

eritema palmaris, kolateral vein, ascites, ikterik. Sementara itu berdasarkan hasil

laboratorium didapatkan hasil SGOT-SGPT yang sangat meningkat, invert

globulin-albumin, serta dipastikan dengan positifnya HbsAg.

Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1).

Stadium EH dibagi menjadi derajat nol hingga empat, dengan derajat nol dan satu

masuk dalam EH minimal serta derajat dua sampai empat masuk dalam EH overt.

Pada pasien ini, tingkat EH nya berada pada derajat tiga, karena keadaan yang

sudah somnolen hingga stupor dan terdapat kekakuan otot pada fungsi

neuromuskularnya.

Chirrosis Hepatis

A. Definisi

Sirosis hepatis adalah suatu kondisi penyakit yang dikenali secara

histopatologi dan bermanifestasi klinik secara beragam. Sirosis hepatis

merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

penibentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya diawali dengan adanya


16

proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat

dan usaha regenerasi dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan

lobulus hati.

B. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati terletak pada kuadran kanan atas abdomen, terletak di rongga peritoneum

di bawah diafragma dan di dalam rongga thorax. Hati dibagi menjadi 2 lobus,

yakni lobus dextra dan sinistra. Lobus dextra terdapat 2 segmen yakni

posterior caudatus dan inferior quadratus. Secara aliran darah hati dibagi

menjadi 4 dan masing-masing terdapat 2 lobulus.

Hati terdiri dari 3 sel penyusun utama, sel kupfer yang berperan sebagai

makrofag, sel liposit yang menghasilkan fibronectin dan kolagen, dan sel

endotelial dan hepatosit itu sendiri. Hati terbagi atas 3 zona fungsional yakni

zona 1, zona 2, dan zona 3. Ketiga zona tersebut dialiri darah yang dibawa

arteri hepatika menuju zona 1, lalu menuju zona 2, dan terakhir menuju zona

3 sebelum kembali masuk menuju vena porta hepatika. Zona 1 hepatosit kaya

akan oksigen, sehingga berperan dalam glukoneogenesis dan metabolisme

energi secara oxidatif dan juga berperan sebagai tempat sintesis urea menjadi

amonia. Zona 3 hepatosit lebih berperan dalam proses glikolisis dan

lipogenesis. Hati membentuk anastomose pembuluh darah yang sewaktu-

waktu apabila terjadi kerusakan pada hati akan bermanifestasi sebagai suatu

varises. Pembuluh vena yang membentuk anastomosis pada sistem porta

adalah vena pada esofagus, pada umbilikal, pada rectum, pada limfa, dll.
17

C. Efek Disfungsi Hepatosit

 Gangguan konversi energi

 Hilangnya kemampuan melarutkan dan fungsi penyimpanan cadangan

energi

 Hilangnya kemampuan clearence dan protektif

o Clearence bakteri dan endotoksin

Terbentuknya jaringan fibrosis akibat akumulasi fibronektin dan

kolagen pada hati menyebabkan penurunan fungsi hati disertai

berkurangnya sel kupfer sebagai makrofag. Mekanisme inflamasi

terjadi ketika kadar rancun dalam darah meningkat dan disertai

adanya bakteri yang tidak dapat ditanggulangi oleh sel kupfer. Pada

keadaan seperti ini akan memicu terjadinya sepsis.

o Peningkatan metabolisme amonia

Absorbsi glutamin pada usus halus menyebabkan deaminasi

glutamin menjadi urea dan produk akhir amonia, pada hepar yang

bermasalah amonia yang dibawa oleh darah menuju sistem porta.

Pada hepar normal, amonia akan dikonversi lagi menjadi glutamin,

namun akibat terjadinya hipertensi portal mengakibatkan terjadi

shunting pada sistem porta akhirnya amonia banyak terakumulasi

pada jaringan hati dan tidak terfiltrasi. Kadar amonia yang tinggi

dalam darah menyebabkan penurunan kesadaran pasien atau dikenal

dengan istilah endefalopati.


18

 Gangguan keseimbangan Na dan air

o Meningkatnya tekanan intravaskular sehingga membuat pelepasan

NO dan vasokontriksi pembuluh darah untuk mengompensasi

kebutuhan akhirnya terjadi penurunan aliran darah ginjal dan

menyebabkan kerusakan ginjal.

D. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi tersering sirosis hepatis adalah infeksi kronik hepatitis B dan

penggunaan obat-obatan hepatotoksik, serta gaya hidup yang tidak sehat yang

dapat merusak hati.

E. Gejala dan Tanda

 Kegagalan parenkim hati berupa, penurunan albumin, gangguan

mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormon.

 Chirrosis hepatis dibagi menjadi gejala kompensata dan dekompensata

 Gejala kompensata diawali dengan mual, muntah, nafsu makan

berkurang, berat badan turun, kencing seperti the.

 Gejala dekompensata adalah berupa melena, munculnya varises esofagus,

asites, hemoroid, caput medusae, dan gejala komplikasi lainnya.

 Gejala gejala pada chirrosis hepatis muncul akibat menurunnya fungsi

hati dan meningkatnya tekanan intrahepatik pada sistem vena porta.

 Hipertensi portal, yakni tekanan sistem portal > 10 mmHg yang terjadi

akibat meningkatnya resistensi intravaskular sehingga mengakibatkan

aliran balik.
19

 Anamnesis:

o Gejala awal atau terkompensasi biasanya pasien mengeluhkan

mudah lelah, selera makan berkurang, perasaan kembung, mual, dan

berat badan turun.

o Gejala lanjut atau dekompensata biasanya bila terjadi kegagalan

fungsi hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar, gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena,

ikterus, perubahan siklus haid pada perempuan, perubahan status

mental. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi dan payudara

membesar.

o Sirosis hepatis juga dapat bermanifestasi menjadi asites, varises

esofagus, hemoroid, dan caput medusae.


20

Gambar 1. Patogenesis terjadinya keluhan (Sumber: Calgary Guide: diakses


pada tanggal 14/3/2018 pukul 21.51 WIB)
21

Gambar 2. Komplikasi Chirrosis Hepatis

F. Penatalaksanaan EH

 Mempertahankan keseimbangan cairan, suhu, elektrolit, dan nutrisi

 Istirahat dan kurangi aktivitas fisik

 Diuretik spironolakton 100-200 mg/hari, furosemid 20 gr/kgbb/hari

 Dapat dilakukan pungsi asites 4-6 liter disertai dengan pemberian

albumin

 Laktulosa untuk mengeluarkan amonia.

 Neomisin untuk mengurangi bakteri penghasil amonia.


22

 Varises esofagus dapat diberikan beta bloker, saat perdarahan akut dapat

diberikan somatostatin atau okreotid diteruskan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

 Peritonitis bakterialis spontan dapat diberikan antibiotik golongan

sefalosporin generasi II atau cefotaxim dengan dosis 2 gram/8 jam selama

5 hari.

 Hipertensi gastropati dapat diberikan beta blocker atau terapi pengganti

berupa ligasi varises. Pada fase bleeding dapat diberikan okreotid atau

vasopresin berupa somatostatin.


23

BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

kasus ini sudah tepat ?

2. Apakah diagnosa kasus ini sudah tepat ?

3. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

pada kasus ini sudah tepat?

 Anamnesis

Anamnesis dilengkapi dengan identitas pasien, riwayat penyakit

pasien terdahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat keseharian..

Anamnesis dapat merujuk diagnosa sementara, yang dibuat

berdasarkan keluhan utama yang disampaikan oleh pasien.

 Keluhan Utama pasien adalah penurunan kesadaran

 Keluhan tambahan berupa BAB hitam BAK kuning pekat,

nafsu makan menurun, perut berisi cairan dan berat badan

semakin menurun serta kuning seluruh tubuh

 Os memiliki riwayat hepatitis b

 Os memiliki kebiasaan merokok aktif, kebiasaan

mengonsumsi alcohol disangkal, dan menggunakan

narkoba disangkal.
24

Dari data-data anamnesis sudah mengarah ke diagnosis diferensial

yang telah dipikirkan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg

pada saat masuk, nadi 80 x/menit, pernapasan 16 x/menit, dan suhu

36,6o C conjungtiva anemis, sklera ikterik, perut cembung, kulit

kuning

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah tepat, yaitu dilakukan

pemeriksaan fisik head-toe

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan

darah lengkap dan enzim hati

Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati dan

fungsi ginjal. Didapatkan Hb 10,4 yang menandakan kondisi

anemia akibat kekurangan darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan

fungsi hati didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT. Hal ini

mengindikasikan penurunan fungsi hati akibat kerusakan sel-sel

hepar. Berdasarkan pemeriksaan fungsi ginjal terjadi sedikitt

penurunan kreatinin dan ureum masih dalam batas yang normal.

Hal ini menyatakan fungsi ginjal masih baik.


25

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

dapat disimpulkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah sangat tepat

namun harus lebih dimaksimalkan lagi.

2. Apakah diagnosa kasus ini sudah tepat?

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka

didiagnosa yaitu ensefalopati ec sirosis hepatis dengan diferensial

diagnosis hepatitis b kronik, fulminant hepatic failure, setelah dipastikan

melalui pemeriksaan berbagai pemeriksaan penunjang.

 Dari anamnesis didapatkan Os mengaku memiliki riwayat sakit liver

menahun sehingga dapat menjadi salah satu etiologi dan faktor risiko

diagnosis yang akan ditegakkan walaupun faktor resiko untuk

terjadinya sirosis hepatis.

 Dari anamnesis juga didapatkan kronologi perjalanan penyakit pasien

dari yang awalnya berupa mual, muntah, penurunan nafsu makan dan

berat badan, sklera ikterik. Lalu gejala tersebut semakin berkembang

seiring berjalannya waktu seperti memiliki riwayat BAB hitam, BAK

kuning pekat lalu perut yang terasa sedikit membesar dan lama-lama

semakin nyata serta muncul penurunan kesadaran. Dari keluhuan ini,

diagnosis mengarah pada kecurigaan gejala ensefalopati hepatikum ec

sirosis hepatis.

 Jadi dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini sudah sangat tepat
26

3. Apakah penatalakansanaan kasus ini sudah tepat?

Pada kasus ini penanganan os dengan memberikan terapi baik terapi

farmakologi dan terapi nonfarmakologi sudah tepat.

 Rehidrasi cairan untuk memenuhi kebutuhan hati dengan pemberian

aminofusin hepar dan infus dextrose

 Pemberian preparat laktulosa untuk menurunkan kadar amonia

dalam darah sehingga dapat mencegah terjadinya perburukan akibat

ensefalopati hepatikum.

 Pemberian diuretik untuk meningkatkan drainage cairan untuk

mengurangi cairan yang terakumulasi. Dalam hal ini diuretik yang

diberikan dapat berupa furosemid dan spironolakton dengan

perbandingan 2:5

 Pemberian vasopresin untuk menghentikan perdarahan dengan cara

vasokontriksi pembulu darah pasien. Dalam hal ini preparat yang

digunakan adalah somatostatin. Dapat pula menggunakan preparat

okreotid.

 Penatalaksanaan pada pasien untuk sirosis hepatis sudah sangat baik.

Namun belum ada rencana tindak lanjut

DAFTAR PUSTAKA
27

1. PAPDI. 2014. Buku ajar ilmu penyait dalam. Jakarta: interna publishing.

Braunwald E. Cirrhosis Hepatis. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of

Internal Medicine. 19th Edition. New York: McGraw Hill; 2017.

2. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Slesinger and Fordtran’s

Gastrointestinal and Liver Disease Pathophysiology/ Diagnosis/

Management. Newyork. Elsevier; 2015.

3. Grenberger NJ. Current Diagnosis and Treatment Gastroentrology,

Hepatology, and Endoscopy. Edisi Ke-3. Newyork. McGraw hill; 2015.

4. Hammer GD, Mcphee SJ. Pathophysiology of disease: An Introduction to

Clinical Medicine. Edisi ke-7. Newyork. McGraw Hill; 2014.

5. Prayudo Prio A, Adityo Wibowo. 2017. Ensefalopati Hepatik pada Pasien

Sirosis Hepatik. J Medula Unila : vol. 7 No. 2 hal 90-94.

Anda mungkin juga menyukai