Anda di halaman 1dari 5

HAKIKAT DAN PENGERTIAN FILSAFAT ILMU

Oleh:

Komang Hera Rahayu Gunada

NIM 1713011004

I. TUJUAN :
1.1 Untuk mengetahui hakikat dari filsafat ilmu.
1.2 Untuk mengetahui pengertian dari filsafat ilmu.

II. PEMBAHASAN
2.1 HAKIKAT FILSAFAT ILMU
Banyak ilmuwan menyatakan bahwa filsafat merupakan induk dari
segala ilmu. Filsafat telah mengantarkan kepada suatu fenomena adanya siklus
pengetahuan sehingga membentuk suatu konfigurasi dengan menunjukkan
bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah tumbuh dan berkembang secara subur
sebagai fenomena kemanusiaan dan menjadi banyak cabang ilmu pengetahuan
(Latif, 2014, hlm. 17). Dengan demikian, hakikat filsafat ilmu selain sebagai
patokan, penentu, sekaligus petunjuk arah kemana ilmu pengetahuan akan
berlayar atau berjalan juga filsafat ilmu menentukan kemana ilmu pengetahuan
akan diantarkan atau dikembangkan. Filsafat ilmu merupakan kreativitas
seorang filsuf dengan keilmuannya yang menggunakan logika berpikir dalam
melahirkan ilmu pengetahuan yang beragam pada sebuah pohon ilmu kemudian
mengantarkan dan mengembangkannya menjadi cabang yang banyak secara
mandiri (Latif, 2014, hlm. 17).
Ilmu pengetahuan hakikatnya dapat dilihat sebagai suatu sistem yang
terjalin berkelit kelindan dan taat asas (konsisten) dari ungkapan yang sifatnya
benar tidaknya dapat ditentukan dengan patokan serta tolak ukur yang
mendasari kebenaran (Latif, 2014, hlm. 18). Pythagoras, Plato, Aristoteles,
Archimedes, Descartes, mereka ialah orang pertama yang dianggap meletakkan
dasar ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan alam dan matematika (Latif, 2014,
hlm. 18). Pandangan para filsuf ini, diantaranya Pythagoras mengartikan filsafat
sebagai pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom). Plato mengartikan filsafat
sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang hakiki lewat
dialektika. Aristoteles mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang
kebenaran. Descartes mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu
pengetahuan tentang Tuhan, alam, dan manusia. Al-Farabi mengartikan filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam wujud dan hakikat alam yang
sebenarnya. Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.
Dalam (Latif, 2014, hlm. 18) menurut Anthony Preus (2007), kata
falsafah atau filsafat merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga
diambil dari bahasa Yunani “philosophia”. Menurut bahasa, kata ini merupakan
kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia = persahabatan atau cinta dan
sophia = kebijaksanaan. Sehingga arti lughowinya atau semantik adalah seorang
pencinta kebijaksanaan atau ilmu. Orang yang cinta kepada ilmu pengetahuan
disebut philosopher, yang dalam bahasa Arab dikenal sebagai failasuf. Pecinta
pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan
hidupnya, atau perkataan lain mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Dari beragam pandangan dan hakikat filsafat ini, telah menjadi cikal
bakal bagi filsuf berikutnya mengembangkan filsafat ini menjadi lebih luas
menjadi cabang ilmu pengetahuan, bahkan melahirkan filsafat ilmu menjadi
suatu cabang ilmu tersendiri, yang mana dalam sejarah ilmu pengetahuan sangat
berjasa membantu melahirkan dan mengembangkan cabang keilmuan lainnya.

2.2 PENGERTIAN FILSAFAT ILMU


Filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari sudut ontologis, epistemologis,
maupun aksiologis yang dilakukan melalui proses dialektika secara mendalam
(radic) yang sistematis dan bersifat spekulatif (Latif, 2014, hlm. 20) .
Kebenaran suatu ilmu pengetahuan dapat diuji melalui landasan
epistemologi. Karena penelaahan epistemologi rasional dan logis menurut
kaidah keilmiahan. Titik tolaknya adalah bagaimana ilmu pengetahuan itu
diperoleh melalui tata cara dan prosedur ilmiah sehingga dapat diterima
kebenarannya, meskipun demikian tidak semua orang dapat di samakan
persepsinya terhadap kebenaran suatu ilmu pengetahuan itu. Karena manusia
sebagai subjek, tentu tingkat penelaahannya berbeda satu sama lain. Jika ilmu
pengetahuan itu dianggap rasional menurut daya tangkap indra dan akalnya
maka ia mempunyai nilai positif, tetapi sebaliknya jika tidak dapat diterima
pemikirannya maka ilmu itu dianggap negatif. Dengan demikian, suatu
kebenaran dari ilmu pengetahuan itu bersifat relatif.
Bila pengertian filsafat tersebut dikorelasikan dengan ilmu (science)
tentu terdapat pengertian yang berbeda, sebab ilmu kalau diidentifikasikan
sebagai pengetahuan yang berkehendak secara sadar menuju suatu kebenaran
yang memiliki metode, sistem, dan berlaku secara universal. Selanjutnya
muncullah suatu pertanyaan apakah filsafat merupakan ilmu atau bukan?
Dengan definisi yang telah dikemukakan, apakah kita melihat bahwa filsafat
berasal dari kehendak sadar manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu tentang
sesuatu dan bahkan segala sesuatu yang sama-sama ingin memperoleh
kebenaran. Maka jawaban atas pertanyaan ini, yaitu bila filsafat bisa
memperoleh sifat ilmiah maka ia juga dapat dikatakan ilmu, sebab dengan sadar
dia menuruti kaidah kebenaran, memiliki metode, memiliki sifat dan hasil
sifatnya yang universal.
Tetapi ada hal yang mendasar yang memberikan perbedaan antara
filsafat dan ilmu, yaitu dari sisi sudut pandang pembahasan. Ilmu melihat objek
cukup dalam tetapi tidak sedalam filsafat yang radikal, filsafat membahas objek
sedalam-dalamnya. Contoh, apabila ilmu bertanya tentang bagaimana dan apa
sebabnya? Maka filsafat lebih dari itu, ia bertanya apa itu sesungguhnya
(esensinya)? Dari mana awalnya? Dan kemana akhirnya? Jika ilmu dalam
membahas objek kajian hanya berdasarkan pengalaman, maka filsafat
mempertanyakan pengalaman itu sendiri. Oleh karena itu, dalam filsafat
terdapat epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan yang membicarakan
bagaimana cara memperoleh pengetahuan dari pengalaman itu. Berangkat dari
sudut pandang yang berbeda itulah, muncullah penggabungan kedua istilah
menjadi filsafat ilmu yang bermaksud mempertanyakan ilmu itu sendiri yang
tentunya mempunyai kajian yang mendalam.
Dalam (Latif, 2014, hlm. 22), dijelaskan bahwa filsafat ilmu yaitu bagian
dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu. Di sisi lain
dikatakan, bahwa filsafat ilmu merupakan penelaahan secara filsafat terhadap
beberapa pertanyaan mendasar akan hakikat ilmu itu sendiri, dari pendapat-
pendapat itu tentu saja pada akhirnya memiliki keterkaitan sehingga menjadikan
persoalan semakin mudah untuk memahaminya.
Dari pengertian di atas, maka filsafat ilmu secara umum dapat dipahami
dari 2 sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofi bagi proses
keilmuwan. Sebagai suatu disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari
ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang
memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara itu, filsafat sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuwan merupakan kerangka dasar proses keilmuwan itu sendiri. Secara
sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan
bebas dan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni
berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus seperti analitis, pemahaman
deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spekulatif.
Banyak pengertian yang dapat dipahami tentang filsafat ilmu,
selanjutnya dapat kita pahami secara lebih konkret posisi filsafat ilmu,
sebagaimana yang dikemukakan oleh John Losee (2000) dalam (Latif, 2014,
hlm. 24), dengan pertanyaan seputar filsafat ilmu sebagai berikut: Pertama,
what characteristic distinguish scientific inquiry from other types of
investigation? Kedua, what procedures should scientist follow in investigating
nature? Ketiga, what conditions must be satisfied for a scientific explanation to
be correct? Keempat, what is cognitive status of scientific law and principles?
Selanjutnya dikatakan Losee, bahwa tugas dari pemikir filsafat itu untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan yang menyangkut: Pertama, apa yang
menjadi perbedaan ilmiah karakteristik tipe masing-masing ilmu antara satu
ilmu dan yang lainnya melalui penelitian. Kedua, prosedur apa yang harus
dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas kenyataan yang terjadi
di alam. Ketiga, apa yang mestinya dilakukan dalam mendapatkan penjelasan
ilmiah untuk mendapatkan penelitian dan eksperimen. Keempat, apakah teori itu
dapat diambil sebagai konsep dari prinsip-prinsip ilmiah. Losee juga
memberikan penjelasan dilihat dari sudut pandang disiplin, maka filsafat ilmu
memiliki aspek subjek maternya berada pada posisi analysis of the procedures
and logic of scientific explanation. Adapun ilmu kalau dilihat dari sudut
disiplin, maka subjek maternya berada pada posisi explanation of fact.
Artinya, kedua disiplin baik filsafat ilmu maupun ilmu itu sendiri
semuanya berada pada satu landasan utama, yakni fakta atau realitas menjadi
basis utama bangunan segala disiplin ilmu. Kalau ilmu itu menjelaskan fakta,
sementara filsafat ilmu subjek materinya yaitu menganalisis prosedur logis dari
ilmu (analysis of the procedures and logic of scientific explanation).

SUMBER:

Latif, M. (2014). Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana

Prenamedia.

Anda mungkin juga menyukai