Edit Kasaran.m
Edit Kasaran.m
1. Ilmu Keperilakuan
Berdasarkan pada Behavioral Science Content of the Accounting Curriculum,
American Accounting Association’s Committees mengembangkan lingkup dan definsi
dari “Ilmu Keperilakuan” sebagai berikut. Ilmu keperilakuan adalah penemuan yang
relatif baru. Konsep tersebut begitu luas sehingga lingkup dan isinya lebih baik
digambarkan dari awal. Ilmu keperilakuan mencakup bidang riset apapun yang
mempelajari, baik melalui metode eksperimentasi maupun observasi, perilaku manusia
dalam lingkungan fisik maupun sosial.
Agar dapat dianggap sebagai bagian dari ilmu keperilakuan, riset tersebut harus
memenuhi dua kriteria dasar, yakni harus berkaitan dengan perilaku manusia dan riset
tersebut harus dilakukan “secara ilmiah”. Tujuan ilmu keperilakuan adalah memahami,
menjelaskan, dan memprediksikan perilaku manusia sampai pada generalisasi yang
ditetapkan mengenai perilaku manusia yang didukung oleh bukti empiris yang
dikumpulkan secara impersonal oleh ilmuwan lainnnya yang tertarik.
Bernard Berelson dan G.A. Stainer juga memberikan penjelasan singkat
mengenai definisi keperilakuan, yaitu suatu riset ilmiah yang berhadapan langsung
dengan perilaku manusia. Definisi ini menangkap permasalahan inti dari ilmu
keperilakuan, yaitu riset ilmiah dan perilaku manusia. Ilmu keperilakuan adalah bagian
dari ilmu sosial manusia. Ilmu keperilakuan meliputi psikologi dan sosiologi, aspek
ekonomi keperilakuan, dan ilmu pengetahuan politik, serta aspek antropologi
keperilakuan.
3. Akuntansi Keperilakuan
Akuntansi Keperilakuan adalah subdisiplin ilmu akuntansi yang melibatkan
aspek-aspek keperilakuan manusia terkait dengan proses pengambilan keputusan
ekonomi.
Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan
Sejak tahun 1950-an, beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan
akuntansi dengan aspek perilaku. Hal ini dimulai oleh Argyris pada tahun 1952.
Binberg dan Shields (1989) mengklasifikasikan riset akuntansi keperilakuan dalam
lima aliran (school), yaitu pengendalian manajemen (management control), pemrosesan
informasi akuntansi (accounting information processing), desain sistem informasi
(information system design), riset audit (audit research), dan sosiologi organisasional
(organizational sociology).
Pada awal perkembangannya, riset akuntansi keperilakuan menekankan pada
aspek akuntansi manajemen, khususnya budgeting. Namun, cakupannya terus
berkembang dan bergeser kearah akuntansi keuangan , sistem informasi akuntansi, dan
audit. Riset akuntansi keperilakuan telah berkembang sedemikian rupa sehingga
tinjauan literatur telah menjadi terspesialisasi dengan lebih memfokuskan diri pada
atribut keperilakuan yang spesifik seperti porses kognitif, atau riset keperilakuan pada
satu topik khusus seperti audit sebagai tinjauan analitis (analytical review). Tingginya
volume riset terhadap akuntansi keperilakuan dan meningkatnya sifat spesialisasi riset,
serta tinjauan studi secara periodik akan memberikan manfaat untuk beberapa tujuan
berikut:
1) Memberikan gambaran terkini (state of the art) terhadap minat khusus
dalam bidang baru yang ingin diperkenalkan.
2) Membantu mengidentifikasikan kesenjangan riset.
3) Meninjau dengan membandingkan dan membedakan kegiatan riset
berdasarkan subbidang akuntansi, sehingga para peneliti dapat
mempelajarinya melalui subbidang lain.
Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara luas
berhubungan dengan perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang
berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Studi terhadap perilaku
akuntan atau perilaku dari non akuntan telah banyak dipengaruhi oleh fungsi akuntan
dan laporan keuangan. Riset akuntansi keperilakuan meliputi masalah yang
berhubungan dengan: Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan
auditor.
Riset awal yang menggunakan teori kontinjensi adalah riset Burns dan
Waterhouse. Riset mereka menemukan bahwa pengendalian melalui anggaran
bergantung pada bermacam-macam aspek seperti tingkat desentralisasi dan
sentralisasi, serta sampai sejauh apa kegiatan-kegiatan yang ada terstruktur. Selain riset
dari Burns dan Waterhouse juga terdapat beberapa riset yang menggunakan
pendekatan kontinjensi seperti riset Merchant yang menemukan bahwa terdapat
hubungan kontinjensi antara aspek-aspek perusahaan seperti ukuran perusahaan, jenis
produk, dan desain organisasi dengan penggunaan informasi akuntansi, kemudian riset
Gordon dan Narayanan yang meneliti pengaruh lingkungan dan struktur organisasi
terhadap sistem akuntansi, serta riset dari Chenhall dan Morris yang meneliti tentang
hubungan antara variabel kontinjensi ketidakpastian lingkungan dan ketergantungan
organisasi terhadap hubungan antara struktur organisasi dan persepsi atas manfaat
sistem akuntansi.
1) Kejelasan
Agar seseorang bisa termotivasi dalam bekerja, maka tujuan yang diberikan
haruslah jelas. Ketika tujuan jelas, mudah untuk memahami dengan tepat apa yang
perlu dicapai, tujuan tidak menjadi ambigu dan multi tafsir sehingga tidak perlu
diperdebatkan.Sebaliknya, ketika suatu tujuan tidak jelas dan tidak tepat, sulit
untuk mengetahui apakah tujuan tersebut telah tercapai
2) Menantang
Tujuan yang memotivasi perlu menantang, tapi harus tetap realistis. Tujuan
yang terlalu mudah untuk dicapai tidak akan menjadi motivasi untuk meningkatkan
kinerja seseorang. Demikian pula, tujuan yang terlalu jauh melampaui kemampuan
seseorang tidak akan memotivasi juga. Bahkan, sebenarnya bisa menurunkan
motivasi.Agar tujuan bisa memotivasi, tujuan tersebut harus mencapai titik yang
tepat antara menantang tetapi tidak terlalu melebihi kapasitas kemampuan.
3) Komitmen
5) Kompleksitas Tugas
DAFTAR PUSTAKA
EPM. 2018. Locke’s Goal Setting Theory. Dilihat pada 9 September 2019.
https://expertprogrammanagement.com/2018/10/lockes-goal-setting-theory/.
Lubis, Arfan Ikhsan, 2010, Akuntansi Keperilakuan (edisi 2), Jakarta, Salemba Empat.