Oleh:
Eldha Savitri, S.Ked
1830912320035
Pembimbing:
dr. Arief Budiarto, Sp.A
0
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI 1
1. Stunting…………………………………………………. 5
C. Dampak Stunting……………………………………. 9
D. Pencegahan Stunting………………………………... 10
A. Definisi……………………………………………... 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi
yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting) dan kurus
(wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu
hamil. Masalah kekurangan gizi pada ibu hamil ini dapat menyebabkan berat badan
bayi lahir rendah (BBLR) dan kekurangan gizi pada balita, termasuk stunting.1
kekurangan asupan zat gizi kronis dan atau infeksi kronis maupun berulang.2 Kondisi
stunting pada masa balita dapat menyebabkan gangguan perkembangan fungsi kognitif
dan psikomotor serta penurunan produktivitas ketika dewasa.3 Selain itu, stunting pada
masa ini berkaitan erat dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta
dapat meningkatkan risiko obesitas dan memiliki konsekuensi ekonomi pada tingkat
Situasi gizi balita di Indonesia, belum bisa terlepas dari masalah gangguan
tahun 2013 adalah 37,2% (terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek), yang
berarti terjadi peningkatan dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).6,7 Tiga dari 10
balita di Indonesia mengalami stunting atau memiliki tinggi badan lebih rendah dari
2
standar usianya. Tidak hanya bertubuh pendek, efek domino pada balita yang
mengalami stunting lebih kompleks. Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif,
balita stunting juga berpotensi menghadapi persoalan lain di luar itu. Stunting bukan
berarti gizi buruk yang ditandai dengan kondisi tubuh anak yang begitu kurus. Yang
sering kali terjadi, anak yang mengalami stunting tidak terlalu kentara secara fisik.
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi stunting pada anak
adalah faktor asupan, antara lain Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Air
Susu Ibu (MPASI). MPASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi
dan diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI.8 Pemberian MPASI berarti memberikan makanan lain sebagai
pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak mulai usia 6-24 bulan. Pemberian
ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama dan MPASI yang tepat merupakan
hidup anak, sedangkan ASI eksklusif yang diberikan terlalu lama akan menunda
pemberian MPASI.9 Akibatnya anak akan menerima asupan zat gizi yang tidak adekuat
MPASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan optimal.
MPASI diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak, mulai dari MPASI bentuk
lumat, lembik sampai anak menjadi terbiasa dengan makanan keluarga. Di samping
3
MPASI, pemberian ASI terus dilanjutkan sebagai zat gizi dan faktor pelindung
penyakit hingga anak mencapai usia dua tahun.10 MPASI yang baik adalah memenuhi
persyaratan tepat waktu, bergizi lengkap, cukup dan seimbang, aman, dan diberikan
Stunting juga dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat
1000 hari pertama. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu
terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat
kekurangan gizi pada 1000 hari bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki. Karena
stunting dalam jangka panjang berdampak buruk tidak hanya terhadap tumbuh
kembang anak tetapi juga terhadap perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian
ekonomi. Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Stunting
Stunting adalah bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan yang diakibatkan karena
adanya malnutrisi kronik. Stunting mencerminkan pertumbuhan linear yang buruk dan
terakumulasi selama periode pra dan pasca melahirkan, dikarenakan asupan gizi yang
kurang serta adanya infeksi kronis maupun berulang. Status gizi stunting ditunjukkan
dengan nilai Z-Score panjang atau tinggi badan menurut usia kurang dari -2 standar
akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai
usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak teimbanginya kejar tumbuh (catch
up growth) yang memadai. Periode 0-24 bulan merupakan periode yang menentukan
kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan
periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan
bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu
masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau
sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah
5
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu
32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia
(55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita
stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi
paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data prevalensi balita stunting yang
36,4%. Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari
tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi balita pendek di
Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010,
terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek dari hasil
Riskesdas tahun 2018 mengalami penurunan dari tahun 2013 yaitu menjadi 30,8%.13
Anak stunting penyebab utamanya ialah asupan gizi. Tidak ada penelitian yang
mengatakan keturunan memegang faktor yang lebih penting daripada gizi dalam hal
6
pertumbuhan fisik anak. Masyarakat, umumnya menganggap pertumbuhan fisik
kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Stunting
disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor yang berkembang dalam jangka panjang,
di antaranya yaitu kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang, retardasi pertumbuhan
intrauterin, kebutuhan protein tidak tercukupi sesuai proporsi total kalori, adanya
perubahan hormon akibat stress, dan sering mengalami infeksi pada awal kehidupan
anak.1
Pada tahun 2017, secara nasional persentase bayi baru lahir yang mendapat
IMD sebesar 73,06%, artinya mayoritas bayi baru lahir di Indonesia sudah mendapat
inisiasi menyusu dini. Provinsi dengan persentase tertinggi bayi baru lahir mendapat
IMD adalah Aceh (97,31%) dan provinsi dengan persentase terendah adalah Papua
(15%). Asupan zat gizi pada balita sangat penting dalam mendukung pertumbuhan
sesuai dengan grafik pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth
faltering) yang dapat menyebabkan stunting. Pada tahun 2017, 43,2% balita di
Indonesia mengalami defisit energi dan 28,5% mengalami defisit ringan. Untuk
kecukupan protein, 31,9% balita mengalami defisit protein dan 14,5% mengalami
defisit ringan. Untuk memenuhi kecukupan gizi pada balita, telah ditetapkan program
pemberian makanan tambahan (PMT) khususnya untuk balita kurus berupa PMT lokal
maupun PMT pabrikan yaitu biskuit MT balita. Jika berat badan telah sesuai dengan
7
perhitungan berat badan menurut tinggi badan, maka MT balita kurus dapat dihentikan
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu
dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa faktor
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2
dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI
juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong
oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat
8
akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil
belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya
akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar
(BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air
minum bersih.
C. Dampak Stunting
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya);
9
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah;
D. Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang
dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target
yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.13
sebagai berikut:13
mikronutrien (TKPM);
f. Pemberantasan kecacingan;
10
i. Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
A. Definisi
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) adalah makanan atau minuman
yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MPASI merupakan makanan peralihan dari ASI
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan bayi. Pemberian
MPASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini, tetapi sangat
diperlukan higienitas dalam pemberian MP-ASI tersebut. Selama kurun waktu 4-6
bulan pertama ASI masih mampu memberikan kebutuhan gizi bayi, setelah 6 bulan
produksi ASI menurun sehingga kebutuhan gizi tidak lagi dipenuhi dari ASI saja.
Peranan makanan tambahan menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi
bayi tersebut. Makanan pendamping ASI dapat disiapkan secara khusus untuk bayi atau
11
makanannya sama dengan makanan keluarga, namun tekturnya disesuaikan dengan
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang terbaik
bagi bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan tambahan
selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI. Pemberian makanan pendamping
ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan bayi atau
balita guna pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotorik yang optimal,
selain itu untuk mendidik bayi supaya memiliki kebiasaan makan yang baik. Tujuan
tersebut dapat tercapai dengan baik jika dalam pemberian MPASI sesuai pertambahan
umur, kualitas dan kuantitas makanan baik serta jenis makanan yang beraneka ragam.
MPASI diberikan sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar
WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young Children pada tahun 2003
Sejak usia 6 bulan ASI saja sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan energi,
Pendamping ASI yang dapat melengkapi kekurangan zat gizi makro dan mikro
tersebut. Meskipun sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan zat gizi secara lengkap,
12
pemberian ASI tetap dianjurkan karena dibandingkan dengan susu formula bayi, ASI
2. Adekuat
sampai usia 6 bulan, setelah itu seorang bayi harus mendapat MPASI untuk mencukupi
kebutuhannya. Dalam upaya pemenuhan zat gizi terdapat tahapan yang harus dilakukan
secara berurutan.17
Tahap pertama adalah memberikan bahan makanan yang tinggi zat gizi yang
dibutuhkan. Makanan Pendamping ASI pertama yang umum diberikan pada bayi di
Indonesia adalah pisang dan tepung beras yang dicampur ASI. Kedua bahan makanan
dengan berat 80 gram dapat menyumbang 90 kkal dan 28 g tepung beras menyumbang
102 kkal, Jika mengacu pada kebutuhan energi bayi lelaki 6 bulan dengan berat badan
7 kg dan panjang badan 66 cm, maka kebutuhan energi dari ASI dan MPASI per hari
sekitar 770 kkal, dengan perbandingan sekitar 200 kkal dipenuhi oleh MPASI dan
sisanya oleh ASI. Artinya, konsumsi 770-800 ml ASI ditambah 1 porsi tepung beras
@28 gram ditambah 1 buah pisang memenuhi kebutuhan energi bayi tersebut, tetapi
tidak untuk zat besi, protein, dan seng (Zn). Hal ini ditunjukkan oleh analisis berikut.
13
Tahap kedua adalah makanan yang difortifikasi dalam upaya pemenuhan
kebutuhan zat gizi, diberikan bila konsumsi makanan sumber zat gizi tidak cukup atau
zat gizi dalam bentuk obat. Suplemen sebaiknya hanya diberikan bila terdapat gejala
14
pemeriksaan laboratorium karena pemberian suplementasi pada populasi yang tidak
membutuhkan dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan, hal ini terbukti pada
3. Aman
anak laksanakan beberapa hal sebagai berikut: biasakan mencuci tangan sebelum
makan, pergunakan alat-alat makan yang bersih dan steril, masaklah makanan dengan
benar, hindari mencampur makanan mentah dengan makanan yang sudah matang,
cucilah sayur dan buah sebelum dimakan, pergunakanlah sumber air bersih, dan
Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai keamanan pangan adalah nitrat pada
makanan bayi. Nitrat adalah konstituen alamiah beberapa tanaman tertentu, misalnya
wortel, bayam, dan bit. Makanan yang mengandung nitrat harus dihindari pada bayi
walaupun demikian memang pemberian MPASI tidak disarankan lebih dini dari usia 4
bulan.21
Pada akhirnya akan terjadi proses penyapihan ASI menjadi makanan keluarga
yang mulus tanpa masalah. Sikap ibu/ pengasuh yang tanggap terhadap tanda ini
1. Pemberian makan langsung kepada bayi oleh pengasuh dan pendampingan untuk
15
2. Peka terhadap tanda lapar dan kenyang yang ditunjukkan bayi / batita
5. Mencoba berbagai kombinasi makanan, rasa, tekstur serta cara agar anak mau bila
6. Sesedikit mungkin distraktor selama makan bila anak mudah kehillangan perhatian
sewaktu makan
A. Definisi
MPASI dini yaitu pemberian makanan pendamping ASI sejak umur 4 bulan.
secara eksklusif untuk beberapa bulan kehidupan dan harus berlanjut sampai tahun
mengonsumsi makanan selain ASI atau susu formula setelah usia 4 bulan. Makanan
awal harus termasuk sumber zat besi, baik fortifikasi sereal bayi atau daging, tetapi
makanan yang tinggi lemak atau gula (misalnya minuman yang dimaniskan dengan
gula) tidak boleh diberikan kepada anak, dan juga makanan padat tidak boleh diberikan
sebelum usia 4 bulan. Beberapa faktor dari MPASI yang memengaruhi status gizi bayi,
16
seperti kualitas, kuantitas, higiene, dan jadwal/waktu pemberian MPASI. Apabila
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh terhadap
menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses
penyapihan dini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Sedangkan dari
sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah
World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 melaporkan bahwa 54%
kematian balita di seluruh dunia disebabkan secara langsung maupun tidak langsung
oleh gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini belum banyak berubah pada data WHO
tahun 2011, yang melaporkan bahwa 45% kematian balita di seluruh dunia terkait
berat badan mulai terjadi pada usia 4-6 bulan yang dikenal sebagai periode penyapihan.
Hal ini juga diperkuat dengan temuan bahwa dua per tiga balita yang meninggal
tersebut mempunyai pola makan bayi yang salah antara lain tidak mendapatkan air susu
ibu (ASI) eksklusif serta mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) yang terlalu
dini atau terlambat disertai komposisi zat gizi yang tidak lengkap, tidak seimbang dan
tidak higienis.17
17
B. Waktu Memulai MPASI Dini
Makanan Pendamping ASI mulai diberikan pada usia 6 bulan, namun bila ASI
tidak mencukupi maka MPASI dapat diberikan paling dini pada usia 4 bulan (17
minggu) dengan menilai kesiapan oromotor seorang bayi untuk menerima makanan
padat. Makanan Pendamping ASI tidak boleh diberikan lebih lambat dari usia 6 bulan
(27 minggu) karena setelah usia 6 bulan ASI eksklusif sudah tidak dapat mencukupi
kebutuhan nutrisi bayi. Makanan Pendamping ASI secara kualitas dan kuantitas harus
penyajian, dan pemberian MPASI harus dilakukan dengan cara higienis.17 Tujuan
pemberian MPASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan
bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, dengan
nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI.16
dengan kepala tegak, bisa mengkoordinasikan mata, tangan dan mulut untuk menerima
makanan, dan mampu menelan makanan padat. Secara alamiah, kemampuan ini
dicapai pada usia 4-6 bulan.18 European Society for Pediatric Gastrohepatology and
18
Usia 6-9 bulan adalah masa kritis untuk mengenalkan makanan padat secara
bertahap sebagai stimulasi keterampilan oromotor. Jika pada usia di atas 9 bulan belum
makan di usia batita meningkat.20 Oleh karena itu konsistensi makanan yang diberikan
padat berupa bubur halus pada usia 6 bulan. Makanan keluarga dengan tekstur yang
lebih lunak (modified family food) dapat diperkenalkan sebelum usia 12 bulan. Pada
usia 12 bulan anak dapat diberikan makanan yang sama dengan makanan yang dimakan
Bayi akan menunjukkan tanda lapar dan kenyang dengan bahasa tubuhnya
(feeding cue). Jika ibu memperhatikan feeding cue dari bayinya dan memberikan ASI
sesuai dengan tanda-tanda tersebut maka akan tercipta suatu jadwal makan yang paling
sesuai untuk bayi tersebut yang berbeda dengan bayi lain.17 Hal ini memudahkan jika
beberapa jadwal ASI sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih. Mengingat kapasitas
lambung bayi masih relatif kecil maka frekuensi pemberian MPASI ditingkatkan
secara bertahap. Peningkatan ini sekaligus untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat
gizi lainnya yang semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya usia anak. Pada
usia 6-8 bulan diberikan 2-3 kali per hari, ditingkatkan menjadi 3-4 kali per hari pada
usia 9-24 bulan. Di antara waktu makan apabila diperlukan bisa diberikan tambahan
19
Tabel. 2.1 Jumlah pemberian MPASI pada bayi dan balita17
Jadwal Usia
6-8 bulan 9-11 bulan 12-23 bulan
06.00 ASI ASI ASI
08.00 Makan Pagi Makan Pagi Makan Pagi
10.00 ASI/Makanan ASI/Makanan Makanan Selingan
Selingan Selingan
12.00 Makan Siang Makan Siang Makan Siang
14.00 ASI ASI
16.00 Makanan Selingan Makanan Selingan Makanan Selingan
18.00 Makan Malam Makan Malam Makan Malam
20.00 ASI ASI ASI
24.00 ASI* ASI* ASI*
03.00 ASI* ASI* ASI*
* Bila bayi/anak masih menghendaki
Keterangan :
dimodifikasi
Makanan selingan dapat berupa buah atau lainnya. Anak yang tidak mendapat ASI atau
ASI donor diberikan susu formula bayi (0-12 bulan) atau susu formula pertumbuhan
(1-3 tahun).
20
Pengenalan makanan padat, semi padat atau makanan lunak efektif dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak. Pengenalan makanan yang
tidak tepat berhubungan dengan anak yang tidak sehat dan berefek pada kehidupannya,
salah satunya ialah stunting. Kejadian stunting berhubungan dengan banyak faktor
pengenalan pemberian MPASI, jenis kelamin perempuan, bayi berat lahir rendah,
kurangnya kunjungan antenatal pada saat kehamilan, status sosial ekonomi yang
rendah, rendahnya pendidikan ibu, kurangnya air minum dan higienitas yang buruk.
Makanan merupakan salah satu hal yang diperlukan manusia untuk bertahan
hidup. Ketahanan makanan mengacu pada kemampuan individu atau kelompok dalam
pemenuhan akses makanan yang cukup baik dari segi ekonomi maupun fisik, aman,
dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan agar dapat hidup dengan sehat dan baik.
makanan lebih cenderung memiliki balita dengan keadaan stunting.25 Penyakit pada
anak tetap menjadi masalah yang berpengaruh terhadap status gizi di Indonesia.
Asupan energi dan zat gizi yang tidak memadai, serta penyakit infeksi merupakan
faktor yang sangat berperan terhadap masalah stunting. Stunting merupakan masalah
kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup
lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua
21
tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak,
menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat
22
BAB III
KESIMPULAN
Anak sebaiknya diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan karena usia
tersebut tidak ada makanan lain sebaik ASI namun jika kondisi tertentu, seperti
produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan nutrisi pada anak atau alasan medis yang
lain, maka pada usia 4 bulan sudah bisa diberikan MPASI (Makanan Pendamping ASI).
Menginjak 6 bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah tidak mencukupi lagi
kebutuhan gizi yang terus berkembang, sehingga anak perlu diberikan MPASI. Anak
sistem alat pencernaan, mulai dari makanan bertekstur cair, kental, semi padat hingga
23
DAFTAR PUSTAKA
4. Direktorat Gizi Masyarakat. Buku Saku Pemantauan Status Gizi dan Indikator
Kinerja Gizi Tahun 2015. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat,
Kementerian Kesehatan RI. 2015.
5. Olofin I, McDonald CM, Ezzati M, Flaxman S, Black RE, Fawzi WW, et al.
Associations of Suboptimal Growth with All-Cause and Cause-Specific
Mortality in Children under Five Years: A Pooled Analysis of Ten Prospective
Studies. PLoS One. 2013;8(5).
8. World Health Organization. Global strategy for infant and young child feeding.
Report. 2003.
9. Frongillo EA, Nguyen PH, Saha KK, Sanghvi T, Afsana K, Haque R, et al.
Large-Scale Behavior-Change Initiative for Infant and Young Child Feeding
Advanced Language and Motor Development in a Cluster-Randomized
Program Evaluation in Bangladesh. J Nutr. 2017;147(2):256–63.
24
11. Galetti V, Mitchikpe CES, Kujinga P, Tossou F, Hounhouigan DJ,
Zimmermann MB, et al. Rural Beninese Children Are at Risk of Zinc
Deficiency According to Stunting Prevalence and Plasma Zinc Concentration
but Not Dietary Zinc Intakes. J Nutr [Internet]. 2016;146(1):114–23.
12. Mitra. Permasalahan anak pendek (stunting) dan intervensi untuk mencegah
terjadinya stunting. Jurnal Kesehatan Komunitas. 2015; 2(6): 254-261.
14. Sutarto, Diana M, dan Reni I. Stunting, faktor resiko dan pencegahannya. J
Agromedicine. 2018; 5(1): 540-545.
15. Utami, Karina Dewi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-
ASI dini pada bayi kurang dari 6 Bulan di desa Sutopati. Ciputat: FKIK UIN;
2011.
16. World Health Organization. Indicators for assessing infant and young child
feeding practices Part 1 Definitions. In: Dept. of Child and Adolescent Health
and Development. Washington DC: World Health Organization; 2007.
20. Northstone K, Emmett P, Nethersole F, and the ALSPAC Study Team. The
effect of age of introduction to lumpy solids on foods eaten and reported feeding
difficulties at 6 and 15 months. J Hum Nutr Diet. 2008; 14:43-54.
25
21. Greer FR, Shannon M. Infant Methemoglobinemia: The role of dietary nitrate
in food and water. Pediatrics 2005;116;784.
22. Laurence M, Grummer S, Kelley SS, Sara BF. Instant feeding and feeding
transitions during the first year of life. Pediatrics. 2019; 122:36-42.
23. Mansi VD, Felix AO, Uchechukwu LO, Zino U, and Kingsley EA. Stunting
and severe stunting among infants in India: the role of delayed introduction of
complementary food and community and household factors. Global Health
Action. 2019; 12: 1-10.
24. Safitri CA, Nindya TS. Hubungan ketahanan pangan dan penyakit diare dengan
stunting pada balita 13-48 bulan di Kelurahan Manyar Sabrangan, Surabaya.J
Amerta Nutr. 2017; 1(2): 52– 61.
25. Sari EM, Juffrie M, Nurani N, Sitaresmi MN. Asupan protein, kalsium dan
fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan.J Gizi Klin
Indones. 2016; 12(4): 152–159.
26