Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISTRES SPIRITUAL
3.1 Distres Spiritual
3.1.1 Pengertian Distres Spiritual
Spiritualitas merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (tuhan), yang menimbulkan
suatu kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya tuhan dan permohonan maaf
atas segala kesalahan yang pernah diperbuat (alimul,2006)
Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam, dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya. (NANDA
2005)
Definisi lain mengatakan bahwa distress spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Varcarolis,2000)
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa distress spiritual adalah
kegagalan individu dalam menemukan arti kehidupannya.
3.1.2 Patofisiologis Distres Spiritual
Patofisiologi distress spiritual tidak dapat dilepaskan dari stress dan
struktur serta fungsi otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak
dapat menghindari stress, namus setiap orang diharapkan mampu melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stress. Ketika seseorang mengalami
stress otak akan merespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Cannon, W.B, Davis M dan kawan-kawan (1988) yang
menguraikan yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai
suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang menyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stress.
Stress akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh
sistem limbikdimanasalahsatu bagian pentingnya adalah amigdala yang
bertanggung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.
Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplanetall, 1996), depresi, nyeri
dan lama gangguan (Bleschetall, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stressor
akan menyebabkan seseorang berperilaku nonadaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat
ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara
fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spiritual atau distres spiritual dapat dihubungkan
dengan timbulnya depresi.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhn spiritualnya sehingga terjadi distres
spiritual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam
memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spiritual.
3.1.3 Etiologi
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut :
 Pengkajian Fisik  Abuse
 Pengkajian Psikologis  Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
 Pengkajian Sosial Budaya  dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).

A. Faktor Predisposisi :

 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi


kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi
dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman
yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

B. Faktor Presipitasi :

 Kejadian Stresful

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi


karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang
yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan
baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha
tinggi.

 Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap


terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan
ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan
menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun
komunitas.

3.1.4 Penilaian Terhadap Stressor :

 Respon Kognitif
 Respon Afektif
 Respon Fisiologis
 Respon Sosial
 Respon Perilaku

3.1.5 Sumber Koping :


Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi
distres spiritual :
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat,
petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku
berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk
meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.

3.1.6 Karakteristik Distres Spiritual

Menurut NANDA (2005) meliputi 4 hubungan dasar yaitu :

A. Hubungan dengan diri


1. Ungkapan kekurangan
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
2. Marah
3. Kesalahan
4. Koping yang buruk
B. Hubungan dengan orang lain
1. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
2. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
3. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung.
4. Mengungkapkan pengasingan diri.
C. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam.
1. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas.
2. Tidak tertarik dengan alam.
3. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan.
D. Hubungan dengan kekuatan yang lebuih besar dari dirinya.
1. Ketidakmampuan untuk berdoa.
2. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
keagamaan.
3. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan
Tuhan.
4. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama.
5. Tiba-tiba berubah praktik agama.
6. Ketidakmampuan untuk introspeksi
7. Mengungkap hidup tanpa harapan, menderita.

3.1.7 Bimbingan Rohani Kepada Pasien

A. Peran agama terhadap kondisi pasien


1. Peran agama terhadap kondisi psikologi
Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan
akan timbul rasa tenang dan aman. Yang merupakan ciri sehat
mental yaitu:
a. Mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup
sehat.
b. Memperbaiki persepsi ke arah positif.
c. Memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik.
d. Mengembangkan emosi positif.
e. Mendorong kepada kondisi yang lebih sehat.
2. Peran agama terhadap kondisi sosio
Umumnya para penganut agama akan melakukan
kegiatan ibadah atau kegiatan sosial lainnya secara bersama-
sama. Dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara
berulanng-ulang, sehingga dapat menimbulkan rasa
kebersamaan dan meningkatkan solidaritas antar jamaah.
Seseorang dengan skor religiusitas tinggi, pada umumnya
dapat membina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya
dapat membina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya
dapat membina hubungan yang baik di antara keluarga.
3. Peran agama terhadap kondisi psikologik
Peran yang cukup mendasar tentanng peran
keagamaan terhadap perubahan fisik-biologik, sebagaimana
dituntut oleh para pakar yang berorientasi fisikalistik. Yang
mendapatkan bukti bahwa dengan perkataan yang baik dan
halus sebagaimana perkataan orang yang sedang berdoa
dapat mengubah partikel air menjadi kristal yanng indah, dan
selanjutnya bermanfaat dalam upaya kesehatan secara
umum.
4. Manfaat bimbingan spiritual bagi rumah sakit
Tidak ada orang yang ingin menderita sakit dan
semua orang yang menderita sakit menginginkan
kesembuhan. Salah satu cara meningkatkan kesembuhan
adalah dengan memberikan bimbingan rohani dan spiritual.
Hal ini sesuai dengan hasil pertemuanpsikiater dan konselor
sedunia di Wina Australia, juni 2003 tentang urgensi
bimbingan spiritual sebagai sarana peninngkatanreligiusitas
pasien. Bimbingan spirirual ternyata berdampak kepada
peningkatan kesembuhan dan motivasi pasien. Dalam
konteks ini, bimbingan spiritual merupakan pelengkap
penngobatan dan pelayanan medis di rumah sakit. Adapun
bagi rumah sakitkegiatan bimbingan spiritual jelas
dapatmemberikan nilai tambah dalam hal pelayanan bagi
pasiennya. Manfaat yang akan diperoleh:
a. Perawat mengetahui pentingnya memberikan bimbingan
spiritual kepada orang yang sedang sakit.
b. Perawat mengetahui tata cara bimbingan spiritual untuk
pasien sesuai dengan tuntunan agamanya.
c. Perawat mampu mereplikasikan dan menjalankan
kegiatan bimbingan spiritual bagi pasien di tempat
kerjanya.
d. Rumah sakit mendapat citra yang baik di mata
masyarakat.
e. Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus
melandasi kepada pikiran dan perasaan cinta, afeksi, dan
komitmen mendalam kepada pasien, dapat dilakukan
dengan cara:
1) Perawat juga bisamembimbing ritual keagamaan
sesuai dengan keyakinann pasien. Bila perlu perawat
dapat mendatangkan guru agama pasien untuk dapat
memberikan bimbingan rohani hingga merasa tenang
dan damai. Dalam kondisi sekarat, perawat
berkewajibanmengantarkan pasien agar meninggal
dengan damai dan bermartabat.
2) Tugas seorang perawat, menekankan pasien agar
tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasien
tidak memiliki harapan hidup lagi.
3) Perawat juga memandu pasiennya untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan. Isep Zainal Arifin
menekankan perawat bisa memberikan bimbingan
langsung seperti tukar pikiran, berdoa bersama, dan
bimbingan ibadah. Dengan bimbingan itu diharapkan
dapat membantu kesembuhan pasien

3.1.8 PSIKOFARMAKA :
 Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas
apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima

Pengkajian Spiritual
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA
Spritiual History Tool (Pulschalski, 1999) :
 F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara
memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa
yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna
hidup?

 I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan


saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan
perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara
mempengaruhi perilaku selama sakit?
 C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual
atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan
bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-
benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
 A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang
perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
 Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres
spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :

 Perasaan ketika seseorang gagal


 Perasaan tidak stabil
 Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
 Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam
kehidupan
 Perasaan hampa
Diagnosa :

 Distters Spritual

Intervensi :

 Sp. 1-P : Bina hubungan saling percaya dengan pasien, kaji faktor penyebab
distress spiritual pada pasien, bantu pasien mengungkapkan perasaan dan
pikiran terhadap agama yang diyakininya, bantu klien mengembangkan
kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual dalam kehidupan.
 Sp. 2-P : Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien,
fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain,
bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
 Sp. 3

RENCANA KEPERAWATAN DISTRES SPIRITUAL


Nama Klien :
Ruang :

NO DIAGNOSA INTERVENSI INTERVENSI


KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA
HASIL
1. Distress Spiritual TUM : 1.Ekspresi wajah Bina hubungan
Klien mampu bersahabat, saling percaya
menyatakan menunjukkan dengan
mencapai rasa senang ada menggunakan
kenyamanan kontak mata, prinsip dan teknik
dari pelaksanaan mau berjabat
praktik spiritual tangan, mau komunikasi
sebelumnnya menyebutkan terapeutik :
dan merasa nama, mau
a. Sapa klien dengan
kehidupannya menjawab
ramah baik verbal
berarti/bermana salam, mau
maupun non
TUK I : duduk
verbal
Setelah dua kali berdampingan
b. Perkenalkan diri
pertemuan Klien dengan perawat,
dengan sopan
dapat membina mau
c. Tanyakan nama
hubungan saling mengutarakan
lengkap klien dan
percaya. masalah yang
nama panggilan
dihadapi.
yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan
menepati janji
f. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian
kepada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien

TUK 2 : 2.1 Klien


2.1.1Gunakan
Setelah satu kali mampu komunikasi
pertemuan klien terapeutik untuk
a. Mengungkapkan
dapat membina
harapan masa
mengatakan hubungan saling
kepada perawat percaya dan
atau pemimpin depan yang menunjukkan
spiritual tentang positif. empati.
kondlik spiritual
b. Mengungkapkan
2.1.2 Menggunakan alat
dan arti hidup untukmemonitor
kegelisahannya.c. Mengungkapkan dan mengevaluasi
optimis spiritual well-
d. Mengungkapkan being sebagai
keyakinan dalam pendekatan
diri 2.1.3 Mendorong
e. Mengungkapkan individu untuk
keyakinan melihat kembali
kepada orang masa lalu dan
lain memfokuskan
f. Menentukan pada kejadian dan
tujuan hidup hubungan yang
memberikan
kekuatan dan
dukungan
spiritual
2.1.4 Rawat klien
dengan
bermartabat dan
hormat dengan
cara menghargai
pendapat dan
keyakinan klien.
2.1.5 Dorong partisipasi
dalam hubungan
dengan anggota
keluarga, teman
dan orang lain.
2.1.6 Jaga privacy dan
ketenangan untuk
kegiatan spiritual
2.1.7 Dorong partisipasi
dalam kelompok
spiritual sesuai
dengan keyakinan
yang dianut.
TUK 3 : 1. Klien mampu Berbagai
Setelah atau kali keyakinan tentang
a. Mencintai diri
pertemuan kali arti dan tujuan
sendiri dan
dapat dengan perawat
orang lain
mendiskusikan Diskusi manfaat
dengan
dengan perawat spiritual
mengungkapkan
hal penting yang Beri kesempatan
penerimaan
memberikan untuk
terhadap dirinya
makna dalam mendiskusisakn
sendiri maupun
kehidupannya berbagai
orang lain
dimasa yang hambatan yang
b. Berdoa menurut
lalu. dirasakan dalam
keyakinannya
menjalankan
masing-masing
keyakinan
c. Melakukan
Bersikap terbuka
ibadah
dan menjadi
d. Berpartisipasi
pendengar yang
dalam upcara
baik terhadap apa
keagamaan
yan dikatakan
e. Berpartisipasi
individu
dalam
Dorong klien
pengobatan
berdoa secara
individu
f. Berinteraksi
dengan tokoh
agama
g. Berhubungan
dengan diri
sendiri orang
lain yang
h. Berhubungan
dengan orang
lain
i. Berinteraksi
dengan orang
lain untuk
berbagi perasaan
dan keyakinan

TUK 4 : 1. Klien mampu Mendorong klien


Setelag tiga kali Melakukan ADL untuk menulis
pertemuan klien Melaksanakan dalam daftar
dapat keyakinannya kegiatan
mempertahanka sesuai dengan hariannya setiap
n pemikiran dan perannya hari untuk
perasaannya 2. Mengungkapkan mengekspresikan
tentang spiritual perasaannya pemikiran dan
terkait dengan saran refleksi
keyakinannya Menyediakan
musik, literatur,
a. Mengontrol
radio atau
aktifitas
program TV
spiritualnya
spiritual secara
b. Memilih
individu
pelayanan
spiritual yang Terbuka terhadap
diperlukan pernyataan
individu terhadap
kesepian dan
kekuatannya
Dorong
menggunakan
sumber-sumber
spiritual seperti
tokoh-tokoh
agama, literatur-
literaturatau buku
yang sesuai
dengan
keyakinan,
tersediannya
tempat-tempat
beribadah dan
alat-alat dalam
menjalankan
ritual keyakinan
Gunakan teknik
klarifikasi untuk
membantu
individu
mengklarifikasi
keyakinan dan
nilai
Mendengarkan
perasaan individu
Menunjukkan
empati
Fasilitas individu
untuk menditasi,
berdoa, tradisi
religius lainnya
dan ritual
Dengarkan
dengan hati-hati
komunikasi
individu dan
mengembangkan
waktu untuk
berdoa atau ritual
keagamaan
Bantu individu
untuk
mengungkapkan
dan mengurangi
kemarahan

Anda mungkin juga menyukai