Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH OBSGYN

KEHAMILAN DENGAN TUBERKULOSIS PARU

Disusun Untuk Memenuhi Syarat

Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter

di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang

Diajukan kepada :

dr. Adi Pramono, Sp.OG (K) FER

Disusun oleh :

Alvi Anandia

20184010054

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
I. PENGERTIAN TUBERKULOSIS ................................................................................ 4
II. ETIOLOGI ..................................................................................................................... 4
III. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 5
IV. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS ................................................................................ 8
V. MANIFESTASI KLINIS SECARA UMUM .............................................................. 10
VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS ....................................................................................... 10
VII. PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 18
VIII. PENCEGAHAN PADA BAYI .................................................................................... 25
IX. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI ................................................ 25
X. PROGNOSIS ............................................................................................................... 26
BAB III .................................................................................................................................... 27
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

i
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di


dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai « Global Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang
terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 %
dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat
182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia
tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk Diperkirakan terdapat 2 juta kematian
akibat tuberkulosis pada tahun 2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di
Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000
penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan
cepat kasus TB yang muncul. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan
merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992
disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara
SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama
pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke
subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443 penderita BTA
positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun. Pada tahun 2004 WHO
memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru
menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih
menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.

Tuberkulosis paru pada kehamilan seperti tuberkulosis paru umumnya masih


merupakan problem kesehatan masyarakat Indonesia maupun negara-negara yang
sedang berkembang lainnya. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena
penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat sehingga masalah pada wanita itu

1
sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya. Karena prevalensi TB paru di Indonesia
masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita adalah tinggi.
Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawiroharjo &
Sumoharto frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%.
Di negara kurang makmur dan negara berkembang frekuensinya lebih tinggi. Angka
kekerapan yang pasti belum ada, tetapi sebagai gambaran bahwa dari 4300 persalinan
di RSUP NCM Jakarta tahun 1998-1999 terdapat 150 orang yang didiagnosis sebagai
Tuberkulosis (3,48%). Sebelumnya Benyamin Margono (1996) telah memeriksa foto
dada 17.414 wanita hamil dan ternyata ditemukan beberapa orang diantaranya pasien
TB paru (0,37%).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobakterium tuberkulosis dan sampai saat ini masih
menjadi masalah kesehatan utama dunia terutama di negara berkembang seperti
Indonesia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Dalam setiap detik, ada satu
orang yang terinfeksi tuberkulosis. Setiap tahunnya, diperkirakan dapat ditemukan 6
hingga 9 juta kasus tuberkulosis baru yaitu 95%.2 Kecepatan penyebaran tuberkulosis
bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran Human
Immunodeficiency Virus (HIV)/Acuired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan
munculnya kasus TB-MDR (multy drug resistant) yang kebal terhadap bermacam
obat.3 TB adalah penyebab kematian urutan kesembilan dunia di atas HIV / AIDS.
Pada tahun 2016, angka kematian TB HIV-negatif diperkirakan 1,3 juta orang
(menurun dari 1,7 juta orang di 2000) dan TB HIV-positif mencapai 374.000 orang.
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat lima besar dunia bersama India,
China, Filipina dan Pakistan. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8% dari
total jumlah pasien TB dunia. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2016
adalah 391 per 100.000 penduduk, dimana hampir separuhnya adalah wanita, dan
menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Sekitar 1-3% dari semua
wanita hamil menderita tuberkulosis dan terdapat 16 wanita hamil dengan
tuberkulosis aktif, dan 7 dari 11 yang diperiksa menderita positif HIV. Di Lampung,
hingga akhir Desember tahun 2015, angka penemuan kasus penderita TB Paru
sebanyak 8.492 kasus. Angka keberhasilan pengobatan di Propinsi Lampung tahun
2015 sudah mencapai target yaitu 92,6%. Berdasarkan data yang diperoleh dari

2
laporan bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) TB paru
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, angka kejadian TB paru di Bandar Lampung
pada bulan Januari-Juli 2014 sebesar 459 kasus. Dari data tersebut, diketahui bahwa
angka kejadian tertinggi terdapat pada kecamatan Panjang, yaitu sebesar 44 kasus.

Kehamilan bukanlah suatu faktor predisposisi terhadap timbulnya tuberkulosis


pada seseorang ataupun faktor yang mempengaruhi perjalanan dan manifestasi klinis
penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri
karena selain mengenai ibu, juga dapat menular pada janin yang dikandung dan
berpengaruh buruk terhadap janin melalui berbagai macam cara terutama pada masa
perinatal. Walaupun infeksi transplasental jarang, bayi memiliki resiko terinfeksi
melalui kontak ibu dengan tuberkulosis aktif. Komplikasi perinatal seperti ukuran
janin kecil untuk masa kehamilan, berat bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan
antepartum, kematian janin, dan tuberkulosis kongenital merupakan beberapa penyulit
yang dapat timbul pada seorang ibu hamil yang menderita tuberkulosis.
Keterlambatan diagnosis tuberkulosis pada neonatus sering terjadi karena
keterlambatan diagnosis tuberkulosis pada ibu. Oleh karena itu riwayat perjalanan
penyakit ibu hamil sangat penting diketahui untuk mencegah keterlambatan diagnosis.
Gejala klinis tuberkulosis pada kehamilan berupa batuk (74%), penurunan berat badan
(41%), demam (30%), nafsu makan menurun (30%) dan hemoptisis (19%). Sebagian
besar tuberkulosis pada kehamilan sering kali tanpa gejala yang khas, maka sekitar
30% ibu terdiagnosis tuberkulosis setelah bayi yang dilahirkan diketahui menderita
tuberkulosis kongenital.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENGERTIAN TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi yang mengandung droplet nuclei,
sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan pada
organ lain. Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.
(Depkes, 2008)

II. ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Sebagaimana telah
diketahui, TBC pada manusia disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis). Mycobacterium tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang
mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu
speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis.· Mycobacterium tuberculosis yang
paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus
saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).

Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman
ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).· Karena sebetulnya Mycobacterium
tuberculosis pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan
basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA
dianggap identik dengan basil TB. Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang
tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. atipic(=Mycobacteriosis) makin sering
ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA
belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA belum tentu
harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan adalah M. atipic yang
menjadi penyebab Mycobacteriosis.· Jika untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan
beberapa menit sampai 20 menituntuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai

4
24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari sekali).·
Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet.

Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 60°C dalam 15-20 menit. Fraksi protein
basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan
sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid
dan tuberkel. (FKUI, 2005).

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobacterium tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) di udara yang
berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalu udara. Bakteri juga dapat
masuk ke system pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri, sehingga dapat menimbulkan peningkatan asam lambung
dan menyebabkan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).

III. PATOFISIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis dapat ditularkan melalui udara yang terjadi > 90%
kasus yang pernah di laporkan. Droplet nuclei yang mengandung kuman akan terbentuk
ketika individu dengan TB aktif batuk, bersin, berbicara atau menyanyi. Setelah terhisap
basil TB akan turun ke cabang cabang bronchial dan menetap di bronkiolus atau alveolus
setelah sebelumnya berhasil melewati sistem mukosilier.

Basil TB selanjutnya akan mengadakan multiplikasi dan pada pasien akan


mengalami demam, batuk dan nyeri dada pleuritik. Selanjutnya basil TB akan difagosit
oleh makrofag. Di dalam makrofag basil TB kembali melakukan multiplikasi. Kemudian
basil TB akan meninggalkan fokus primer di paru paru dan menuju ke limfonoduli
regional. Dari sini selanjutnya kuman akan menyebar keseluruh tubuh melalui
penyebaran limfohematogen. Organ organ yang sering terkena pada tahap ini adalah paru
paru, lien, hati, meningens, tulang, dan sendi. Plasenta dan organ organ genital juga
dapat terinfeksi. Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang

5
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari
kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain.

Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi


sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka
hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia
akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,
proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari.

Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lainyang terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-
paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkang
ejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif.

Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk
darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan
oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Setelah

6
1-2 bulan, tubuh penderita akan membentuk cell mediated immunity dan
hipersensitivitas terhadap basil TB yang di tandai dengan test tuberculin positif. Pada
alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan
gejala pneumonia akut. Walaupun terjadi penyembuhan, sebagian basil TB akan tetap
hidup dalam beberapa tahun. Jika tubuh penderita mengalami penurunah sistem imun
(misal infeksi HIV) basil ini dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan terjadinya
reaktivasi.

Beberapa penyakit seperti diabetes dan penggunaan obat obatan sepertikortikoster


oid dan obat-obat lain yang dapat meoyebabkan penurunan sistem imundapat
mempercepat terjadinya proses reaktivasi tersebut. Pada pasien dengan HIVdimana
terjadi penurunan sistem imun yang parah gejala TB dapat menjadi lebih hebat.
Pada pasien tersebut sering berkembang manifestasi TB ektrapulmonal yang berat.

Gambar 1. Patofisiologi Tuberculosis

7
IV. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru)

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :


a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)


 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

8
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan
pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif
e. Kasus Gagal
 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
 Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
g. Kasus bekas TB • Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung • Pada kasus
dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

9
V. MANIFESTASI KLINIS SECARA UMUM
Sebagian besar pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan, tidak
menunjukkan kelainan yang mencurigakan sehingga pasien tidak menyadari penyakit
tersebut. Menurut Wong (2008) tanda dan gejala klinis tuberkulosis adalah:
 Demam
 Malaise
 Anoreksia
 Penurunan berat badan
 Batuk-batuk/batuk darah berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Ekspansi buruk di tempat yang sakit
 Bunyi napas hilang atau ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi

Tabel 1. Gejala tuberkulosis aktif pada wanita

VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS


Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis TB paru adalah
menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru
secara biakan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis, didapatkan riwayat mengenai gejala respiratorik seperti batuk


lebih dari dua minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada, sedangkan
pada gejala sistemik ditemukan adanya demam dan keringat malam,
penurunan berat badan, malaise, dan anoreksia.

10
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
- Gejala respiratorik • batuk ≥ 3 minggu • batuk darah • sesak napas •
nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
- Gejala sistemik antara lain demam, malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun
b. Pemeriksaan fisik, ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki basah,
kasar dan nyaring dari auskultasi. Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang
akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior,serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”
c. Pemeriksaan laboratorium
- Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
11
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi).

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung


dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup
berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen
tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim
ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9%
3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot
(jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim
ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai
dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier

12
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :


 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke
 fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
e. Uji tuberculin
Uji tuberculin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikan intrakutan
0.1 ml PPO RT-23 TU atau PPD S5TU dibagian volar lengan bawah.
Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam setelah penyuntikan. Yang diukur
adalah indurasi yang terbentuk bukanlah hiperemi. Indurasi diperiksa
dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan
bolpoint kemudian diukur dengan alat ukur diameter transversal indurasi
yang terjadi dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul
indurasi sarna sekali maka hasil pemeriksaan dilaporkan dalam 0 mm atau
ujituberculin negatif. Jika uji tuberculin positif maka hasilnya
diinterpretasikan sesuai dengan faktor resiko; yaitu:
 Pada pasien dengan resiko sangat tinggi; yaitu individu dengan HIV
positif, gambaran radiologi abnormal, atau individu dengan riwayat
kontak dengan penderita TB aktif, maka diameter 5 mm sudah dianggap
positif
 Individu dengan resiko tinggi (orang asing, pemakai obat obat terlarang
intravena, masyarakat dengan tinggkat ekonomi lemah, serta individu
dengan penyakit kronis); diameter 10 mm dianggap positif.
 Pada individu tanpa faktor resiko seperti diatas, diameter 15 mm baru
dianggap positif
Masih terjadi perbedaan pendapat mengenai sensitivitas test tuberculin yang
dilakukan terhadap wanita selama kehamilan, tetapi laporan terakhir
mengatakan bahwa sensitivitas tuberculin akan menurun selama kehamilan.
Beberapa penelitian telah membuktikan perbedaan yang tidak signifikan
menyangkut sensitifitas tuberculin baik pada saat kehamilan maupun pada
individu pada umumnya.

13
Diagnosis TB ditegakkan dari hasil pemeriksaan sputum dan atau kultur
bakteri yang positif. WHO merekomendasikan pemeriksaan cepat untuk
mendiagnosis TB paru menggunakan alat Xpert MTB/RIF, sebuah tes molekuler
untuk Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan resisten rifampisin (RIF) dengan
menggunakan sampel dari dahak dalam waktu dua jam. Alur diagnosis TB paru pada
orang dewasa dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Bagan Alur Diagnosis TB Paru

14
Gambar 3. Bagan Alur Diagnosis TB Paru

Metode skrining TB paru berbasis gejala untuk ibu hamil adalah sub optimal
dan perlu pemeriksaan lebih lanjut, hal ini disebabkan karena beberapa gejala yang
muncul dikaburkan oleh perubahan fisiologis selama kehamilan. Fakta membuktikan
bahwa kasus TB di negara-negara Afrika Sub-Sahara pada ibu hamil yang terdiagnosis
sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kinerja buruk dari algoritma skrining
gejala WHO yang direkomendasikan untuk mengidentifikasi TB pada ibu hamil, dan
kesadaran yang rendah dari petugas kesehatan tentang gejala TB selama kehamilan.
Diagnosis klinis tuberkulosis pada ibu hamil lebih sulit untuk terdiagnosis karena gejala
yang muncul seperti kelelahan, sesak nafas, berkeringat, lemas, batuk, dan demam ringan
mirip dengan gejala fisiologis kehamilan. Untuk wanita hamil di sebagian besar negara
dengan beban tuberkulosis yang tinggi, praktek perawatan standar saat ini untuk skrining
TB dan diagnosisnya sama dengan yang digunakan untuk mendeteksi penyakit populasi
umum. Tes diagnostik yang disarankan mencakup mikroskopis, kultur, deteksi molekul
DNA seperti Xpert MTB/RIF, dan radiografi thoraks yang menimbulkan risiko minimal
untuk janin, juga direkomendasikan pada wanita yang terdapat kontak dengan TB. Pada
daerah dengan tingkat HIV yang tinggi, WHO sangat merekomendasikan skrining gejala
dan pemeriksaan Xpert MTB / RIF.

15
Pada wanita hamil dengan gejala sugestif dan tanda-tanda TB, tes tuberkulin
juga aman dilakukan walaupun masih menjadi perdebatan mengenai sensitivitas uji
tuberkulin selama masa kehamilan. Laporan sebelumnya menyarankan bahwa uji
tuberkulin (mantoux test dan tine test) akan berkurang sensitivitasnya pada kehamilan,
sementara studi terbaru menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam keadaan
hamil dan tidak hamil.

Efek Kehamilan Terhadap Progresifitas TB

Keyakinan bahwa peningkatan diafragma yang terjadi selama kehamilan dapat


membantu mempercepat pengeluaran kavitas masih dianut sampai dengan abad 19.
Selanjutnya abad ke dua puluh kemudian muncul suatu pendapat yang mengusulkan
untuk dilakukannya induced abortion pada wanita hamil dengan infeksi tuberkulosis.
Saat ini, tuberkulosis dipercaya dapat memburuk dengan adanya kehamilan, hal ini
mungkin berhubungan dengan gangguan status nutrisi, defisiensi imun, atau beberapa
penyakit penyerta. Hilangnya beberapa jenis anti body selama menyusui juga
dianggap sebagai faktor resiko terjadinya infeksi TB pada masa post
partum.Walaupun begitu beberapa hal di atas hanya merupakan hipotesis yang masih
banyak membutuhkan penelitian lanjut untuk membuktikan kebenarannya.

Efek TB Terhadap Kehamilan

Efek infeksi TB terhadap kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara


lain jenis, lokasi serta berat ringannya penyakit, umur kehamilan ketika therapi
diberikan, status nutrisi ibu, adanya penyakit penyerta, status imun dan infeksi,
fasilitas diagnosis dan terapi yang tersedia dan sebagainya. Sebelum ditemukannya
therapi yang poten untuk TB, kehamilan diduga berefek buruk bagi perjalanan
TB.Tetapi beberapa tahun terakhir setelah berhasil ditemukannya anti TB efek buruk
tersebut telah jarang dilaporkan.

Beberapa penelitian menemukan adanya peningkatan insidensi persalinan


prematur, BBLR, IUGR, serta peningkatan enam kali lipat angka kematian perinatal
pada ibu dengan infeksi TB. Efek buruk yang terjadi kemungkinan besar adalah
sebagai akibat keterlambatan dalam melakukan diagnosis, terapi yang tidak adekuat,
dan adanya lesi yang luas pada paru paru. Komplikasi TB baik yang pulmoner
ataupun yang nonpulmoner pada wanita hamil tidak berbeda dengan wanita yang

16
tidak hamil. Suatu penelitian yang dilakukan pada 27 wanita hamil dengan kultur TB
positif mempunyai gambaran rontgen thorak yang abnormal pada semua pasien.
Pengobatan anti tuberkulosis yang diberikan dengan segera pada wanita hamil dengan
TB akan memberikan efek terapi yang sama dengan penderita TB pada umumnya,
tetapi jika diagnosis dan penatalaksanaan terlambat maka akan berdampak pada
meningkatnya morbiditas dan kelahiran prematur.

Keadaan kurang gizi, hypo-proteinemia, anemia dan kondisi-kondisi medis


lain yang berhubungan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas janin. Infeksi
HIV telah diketahui dapat mempercepat progresifitas TB dan akan menyebabkan
immunosupresi sehingga akan semakin memperbesar kemungkinan terjadinya efek
yang kurang menguntungkan terhadap ibu maupun janin

Tuberklosis Kongenital

Selama kehamilan TB dapat menginfeksi plasenta atau alat alat genital wanita.
Infeksi TB pada neonatus dapaf terjadi secara kongenital (pranatal), selama proses
kelahitan (natal) maupun transmisi pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif. Oleh
karena itu transmisi pada neonatus ini disebut sebagai TB perinata1. Pada TB
kongenital transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis
atau aspirasi cairan amnion yang telah terkontaminasi basil TB. Pada TB natal
transmisi dapat terjadi melalui proses persalinan sedangkan TB pasca natal
terjadiakibat penularan secara droplet.

Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah betul si bayi
tertular saat masih di perut atau setelah lahir. Selain itu, jarang terjadi dan tingkat
kematiannya tinggi (50 persen). M. tuberculosis tidak dapat melalui sawar plasenta
sehingga bakteri akan menempel pada plasenta dan membentuk tuberke1. Apabila
tuberkel pecah maka akan terjadi penyebaran hematogen menyebabkan infeksi pada
cairan amnion melalui vena umbilikalis. Pada saat penyebaran hematogen M.
Tuberculosis menyebabkan fokus primer di hati dan melibatkan kelenjar getah bening
periportal yang pada perkembangan selanjutnya akan menyebar ke paru. Selain cara
diatas penularan ke paru juga dapat terjadi melalui inhalasi atau tertelannya cairan
amnion yang mengandung M. Tuberculosis.

17
Inhalasi atau tertelannya cairan amnion yang terkontaminasi terjadi jika lesi
kaseosa pada plasenta mengalami ruptur dan masuk kedalam cairan amnion, pada
kasus seperti ini fokus multipel dapat terbentuk pada paru paru, usus, dan telinga
tengah. Sedangkan penularan pasca natal dapat terjadi melalui beberapa cara antara
lain melalui inhalasi droplet yang telah terinfeksi, tertelannya droplet, melalui ASI
yang telah terkontaminasi, atau melalui kontaminasi pada kulit yang luka atau
membran mukosa.

Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir tetapi paling
sering minggu ke 2-3 kehidupan. Gejala TB kongenital sulit dibedakan dengan sepsis
neonatal dan infeksi konginital lain seperti sifilis, toxoplasmosis dan cytomegalovirus
sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis. Gejala yang sering timbul
adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi dan kejang.
Bisa didapatkan abortus dan IUFD, sekret dari telinga dan lesi pada kulit.

VII. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis dikonfirmasikan, rekomendasi WHO untuk pengobatan
tuberkulosis pada wanita hamil adalah sama seperti untuk wanita yang tidak hamil,
bahkan untuk HIV positif menggunakan terapi antiretroviral (ART). Wanita hamil
dengan TB aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan trisemester
kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil seperti
isoniazid, rifampisin, etambutol juga digunakan secara luas pada wanita hamil. Obat-
obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan efek
teratogenik pada janin. Streptomisin adalah satu-satunya obat yang telah terbukti
memiliki efek ototoksik, yang menyebabkan tuli sensorineural pada bayi, sehingga
tidak boleh diberikan pada ibu hamil dengan tuberkulosis. Terdapat satu laporan
ethionamide ditemukan menyebabkan efek teratogenik, sedangkan ethambutol dan
rifampisin juga telah dihubungkan dengan peningkatan insiden keterlambatan
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan malformasi. Efek yang merugikan dari
isoniazid yaitu terdapat sedikit peningkatan resiko pada sistem saraf pusat, tetapi tidak
meningkatkan resiko kelainan kongenital atau abortus. Pada pemberian isoniazid
sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya dilakukan saat pemberian isonizid dan
rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trismester ketiga kehamilan dan

18
bayi yang baru lahir. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek
teratogenik dari isoniazid pada wanita post partum, tetapi beberapa rekomendasi
menunda pengobatan ini sampai persalinan bahkan 3-6 bulan post partum. Pada kasus
multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid, akan tetapi pirazinamid tidak
digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek teratogenik. Para amino
salisilat (PAS) telah digunakan secara aman pada wanita hamil akan tetapi obat
tersebut ditoleransi tubuh secara buruk. Pengobatan secara obstetri juga perlu
diperhatikan seperti pemeriksaan antenatal yang teratur, istirahat cukup, makanan
bergizi, pengobatan anemia, dan dukungan keluarga yang optimal. Berikan isolasi
yang memadai selama persalinan dan pasca persalinan. Bayi harus diperiksa untuk
mengetahui adanya tuberkulosis. Walaupun infeksi transplasental jarang, bayi
memiliki resiko terinfeksi melalui kontak dengan ibu dengan tuberkulosis aktif. Seksio
sesaria tidak dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali apabila ada indikasi
obstetrik. Tuberkulosis paru yang tidak diobati atau yang terlambat diobati dapat
menyebabkan konsekuensi berat pada ibu dan anak. Wanita hamil dengan TB paru
yang dirawat dengan tepat dapat mencegah terjadinya peningkatan komplikasi
maternal atau neonatal. Sementara yang tidak diberikan pengobatan, TB dapat
meningkatkan morbiditas neonatal, seperti berat lahir rendah, prematuritas, dan juga
dapat meningkatkan empat kali lipat morbiditas ibu, seperti aborsi, perdarahan post
partum, kesulitan persalinan, dan preeklampsia. Perawatan pranatal dapat menjadi
peluang yang sangat baik untuk skrining, mendiagnosis TB dan menindaklanjuti
perawatan TB, terutama untuk wanita yang memiliki akses terbatas ke layanan
kesehatan, seperti perempuan dengan status sosial dan ekonomi yang terbatas.

A. Isoniazid (INH)

Beberapa literature telah menuliskan bahwasanya INH aman


digunakan salama kehamilan. Walaupun INH mampu melalui barrier plasenta,
tetapi INH tidak akan memberikan efek teratogen selama diberikan pada
trimester pertama. Data terakhir menyatakan insiden abnormalitas bayi yang
lahir dari ibu hamil dengan terapi INH hanya sekitar 1 %.

B. Rifampisin

Kelainan kongenital yang terjadi pada bayi dengan ibu yang mendapat
terapi dengan rifampisin adalah sebesar 3.35%, meliputi kemunduran fungsi

19
organ, lesi pada SSP dan kelainan darah yang terjadi sebagai akibat dari proses
hambatan atau inhibisi enzim DNA dependent RNA polymerase. Walaupun
rifampisin mempunyai efek yang kurang menguntungkan terhadap janin,
tetapi insidensinya yang cukup rendah serta batas keamanan yang luas
menyebabkan rifampisin masih dianggap cukup aman untuk therapi TB pada
wanita hamil, tetapi penggunaannya harus dihindari pada trimester pertama.

C. Ethambutol

Merupakan obat yang sering digunakan pada TB dengan kehamilan.


Efek samping berupa kelainan kongenital terjadi kira kira 2%. Selain itu
etambutol juga dapat menyebabkan kelainan opthalmologis tetapi efek ini
tidak akanterjadi jika etambutol diberikan pada dosis 15-25 mg/Kg BB/hari.

D. Pirazinamid

Merupakan obat yang bersifat bakterisid yang digunakan sebagai first


line drug TB (pengobatan lini pertama). Belum banyak penelitian yang
melaporkan keamanan obat ini dalam penggunaannya untuk wanita hamil,
tetapi beberapa organisasi internasional telah merekomendasikan
penggunaannya, hal ini mungkin di dasarkan pada sedikitnya laporan yang
melaporkan efek teratogenik yang terjadi.

E. Streptomisin

Telah diketahui secara luas menyangkut efek samping teratogeniknya


yang berupa malformasi congenital dan paralysis nervus VIII yang berakibat
gangguan pendengaran dari gangguan pendengaran ringan sampai tuli bilateral
karena dapat menembus sawar plasenta.

Beberapa aminoglikosida lain seperti halnya kanamisin, amikasin, dan


capreomisin juga telah diketahui dapat menyebabkan efek teratogenik,
sehingga dikontraindikasikan pada kehamilan. Pada kasus kasus seperti pada
multidrug resisten TB (MDR-TB), dan HIVyang terjadi bersama TB, wanita
hamil sewaktu waktu membutuhkan terapi dengan pengobatan lini kedua (
second line drugs). Batas keamanan dan obat obat jenis ini belum banyak
diketahui. Para aminosalicylic acid (PAS) telah sering digunakan yang

20
dikombinasikan dengan INH sejak tahun 1950 dan 1960an dan telah terbukti
tidak menyebabkan malformasi pada janin tetapi dapat menyebabkan efek
samping gastrointestinal yang terkadang sulit ditoleransi oleh wanita hamil.
Obat obat lini kedua lainnya seperti cycloserin, ethionamide atau
flourokuinolon batas keamanannya pada wanita hamil juga belum banyak
diketahuisecara luas. Belurn adanya standar therapy bagi wanita hamil dengan
MDR TB mengindikasikan dilakukannya abortus elektif sebagai cara terapi
bagi kasus kasustersebut, ERH rnerupakan pengobatan yang cukup arnan.
Pyrazinamid sebaiknya dihindari dan streptomisin juga harus dihentikan jika
pasien hamil

Penatalaksanaan Pasien Hamil dengan Tes PPD Positif dibagi berdasarkan


trimester antara lain:

 Masa kehamilan trimester I


a. Kurangi aktivitas fisik (bedrest); Terpenuhinya kebutuhan nutrisi (tinggi kalori
tinggi protein); Pemberian vitamin dan Fe; Dukungan keluarga & kontrol
teratur.
b. Dianjurkan penderita datang sebagai pasien permulaan atau terakhir dan segera
diperiksa agar tidak terjadi penularan pada orang-orang disekitarnya. Dahulu
pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan harus dirawat dirumah sakit, tetapi
sekarang dapat berobat jalan dengan pertimbangan istirahat yang cukup,
makanan bergizi, mencegah penularan pada keluarga dll.
c. Pasien sejak sebelum kehamilan telah menderita TB paru Æ Obat diteruskan
tetapi penggunaan rifampisin di stop.
d. Bila pada pemeriksaan antenatal ditemukan gejala klinis tuberkulosis paru
(batuk-batuk/batuk berdarah, demam, keringat malam, nafsu makan menurun,
nyeri dada,dll) maka sebaiknya diperiksakan PPD (Purified Protein Derivate),
bila hasilnya positif maka dilakukan pemeriksaan foto dada dengan pelindung
pada perut, bila tersangka tuberkulosis maka dilakukan pemeriksaan sputum
BTA 3 kali dan biakan BTA. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala klinis
dan kelainan bakteriologis, tetapi diagnosis dapat juga dengan gejala klinis
ditambah kelainan radiologis paru.
Lakukan pemeriksaan PPD, bila PPD (+)  lakukan pemeriksaan radiologis
dengan pelindung pada perut :
21
- Bila radiologi (-)  Berikan INH profilaksis 400 mg selama 1 tahun 2.
- Bila radiologi suspek TB  periksa sputum  sputum BTA (+)
INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2 kali seminggu
5-8 bulan
Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan
Rifampisin sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan trimester
pertama

Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang diperlukan


perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan pendidikan. Perlu
diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan pengobatan yang cukup lama
dan ketekunan serta ada kemauan untuk berobat secara teratur. Penyakit akan sembuh
dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita. Penderita dididik
untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Pengobatan
terutama dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperlukan tindakan operasi. TBC
paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.

 Masa kehamilan trimester II dan III


Pada penderita TB paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu dapat
pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan
wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal dan ketika mendekati persalinan
sebaiknya dirawat di rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah
penularan, untuk menjamin istirahat dan makanan yang cukup serta pengobatan yang
intensif dan teratur. Dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk
mencegah timbulnya resistensi kuman. Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu
bekerja sama dengan ahli paru-paru. Penatalaksanaan sama dengan masa kehamilan
trimester pertama tetapi pada trimester kedua diperbolehkan menggunakan rifampisin
sebagai terapi. Medikamentosa: (Dilakukan atas konsultasi dengan Internest)
- PPD (+) tanpa kelainan radiologis maupun gejala klinis: - INH 400 mg selama 1
tahun
- TBC aktif (BTA +) : - Rifampisin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan
600 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan - INH 400 mg/hr selama 1 bulan,
dilanjutkan 700 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan  Etambutol 1000 mg/hr
selama 1 bulan.

22
Gambar 3. Efek Samping Ringan OAT

Gambar 4. Efek Samping Berat OAT

 Tatalaksana Profilaksis INH pada Wanita Hamil

Pemberian INH sebagai terapi profilaksis diketahui cukup efektif dan tidak
berakibat efek teratogen selama diberikan sesuai dengan dosis standar (dosis
maksimal 300 mg/hari) selam 6-12 bulan. Tetapi yang harus menjadi perhatian adalah
efek hepatotoksisitas yang ditimbulkan oleh INH yang biasanya lebih sering terjadi
pada periode postpartum, oleh karena itu pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan
sebelum pemberian profilaksis INH yang harus di ulang setiap bulan atau pada saat
gejala hepatitis terjadi. Biasanya 10-20% pasien akan mengalami peningkatan enzim
enzim hati, tetapi pengobatan baru akan dihentikaan jika peningkatan lebih dan lima
kali normal. Pemberian piridoksin juga harus dilakukan untuk menghindari efek
samping neuropati perifer yang sering disebabkan oleh INH.

23
 Masa Persalinan
Pasien yang sudah cukup mendapat pengobatan selama kehamilan biasanya masuk
kedalam persalinan dengan proses tuberkulosis yang sudah tenang. Persalinan pada
wanita yang tidak mendapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti
biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita ditempatkan dikamar
bersalin tertentu ( tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan
kala II dipercepat misalnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep, dan sedapat
mungkin penderita tidak mengedan, diberi masker untuk menutupi mulut dan
hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya. Sedapat mungkin
persalinan berlangsung pervaginam. Sedangkan sectio caesarea hanya dilakukan atas
indikasi obstetrik dan tidak atas indikasi tuberkulosis paru.
 Masa Nifas
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap tuberkulosis
paru justru menonjol pada masa nifas. Hal tersebut mungkin karena faktor hormonal,
trauma waktu melahirkan, kesibukan ibu dengan bayinya dll. Tetapi masa nifas saat
ini tidak selalu berpengaruh asal persalinan berjalan lancar, tanpa perdarahan banyak
dan infeksi. Cegah terjadinya perdarahan pospartum seperti pada pasien-pasien lain
pada umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang observasi
selama 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat
uterotonika, dan obat TB paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang
harus mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di
ruang isolasi.
 Laktasi
Kontak segera antara ibu dan anak diperbolehkan jika ibu telah mendapatkan
pengobatan dan tidak terdapat reaktivasi penyakit. Ibu dengan tuberkulosis aktif baru
dapat berhubungan dengan bayinya minimal 3 minggu pengobatan, dan bayinya juga
mendapat isoniazid. Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui pada ibu yang
menderita tuberkulosis, walaupun obat antituberkulosis ditemukan pada air susu ibu
tetapi jumlahnya sangat rendah dan resiko keracunan pada bayi sangat minimal. Anda
perlu menginstruksikan pasien di rumah sakit agar menutupi mulut di saat batuk dan
saat sedang menyusui. Batuk harus ke dalam tisu yang sekali pakai. Yang penting
adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tentang keadaan penyakit TB paru
yang sedang diidap serta bahaya penularan penyakit TBC ini pada anaknya, sehingga

24
penderita dan keluarganya menyadari sepenuhnya bagaimana cara melakukan
perawatan bayinya dengan baik.

VIII. PENCEGAHAN PADA BAYI


1. Jangan pisahkan anak anak dari ibunya, kecuali ibu sakit sangat parah
2. Apabila ibu dahak negatif, segera bayi diberikan BCG
3. Apabila dahak sediaan langsung ibu positif selama kehamilan, atau tetap demikian
saat melahirkan,
a. Bila bayi tampak sakit saat dilahirkan dan anda mencurigai adanya tuberkulosis
kongenital berilah pengobatan anti TB yang lengkap.
b. Bila anak tampak sehat, berikanlah isoniazid 5 mg/kgbb dalam dosis tunggal
setiap hari selama 2 bulan. Kemudian lakukan tes tuberkulin. Jika negatif,
hentikan isoniazid dan berikan BCG. Jika positif, lanjutkan isoniazid selama 4
bulan lagi. Jangan berikan BCG pada saat diberikan isoniazid atau jangan lakukan
tes tuberkulin dan berikan isoniazid selama 6 bulan.
4. Di banyak negara adalah paling aman bagi ibu untuk menyusui bayinya. Air Susu Ibu
(ASI) merupakan gizi yang paling tinggi mutunya bagi bayi.

IX. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI


 Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan
 OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin
pada gangguan pendengaran janin (Eropa)
 Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid untuk
wanita hamil
 Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya
kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
 Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat
pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat
dosis berlebihan
 Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin
dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi

25
interaksi obat yang menyebabkan efektivititas obat kontrasepsi hormonal
berkurang

X. PROGNOSIS
Sangatlah penting untuk dapat mendiagnosis adanya infeksi TBC secara dini
pada wanita hamil. TBC pada wanita hamil dan tidak hamil menimbulkan prognosis
yang tidak jauh berbeda bahkan sama. Hasil yang lebih baik didapatkan jika wanita
itu diketahui menderita TBC sebelum masa kehamilannya. Dan jika diobati secara
baik. Hasil terburuk didapatkan pada pasien-pasien yang baru diketahui pertama kali
menderita infeksi TBC pada masa puerperium, dikarenakan TBCnya tidak diobati
selama kehamilan sehingga telah menyebar luas. Akan tetapi jika TBC didiagnosis
dan diobati secara baik dan benar maka prognosis untuk ibu dan bayi sangat baik
Kehamilan yang dipersulit dengan kontaminasi oleh organisme yang resisten atau
dengan adanya AIDS, memerlukan perhatian khusus, pada kasus ini penggunaan
kombinasi 4 sampai 5 obat mungkin diperlukan, termasuk obat-obatan seperti
streptomicin, yang normalnya tidak direkomendasikan selama kehamilan. Harus
dipertimbangan untuk dirawat dulu dirumah sakit pada penanganan awal dilanjutkan
dengan pengawasan ketat secara DOTS. Kehamilan tidak memperburuk perjalanan
penyakit dari TBC, dan TBC tidak mengganggu secara keseluruhan dari jalannya
kehamilan dan persalinan walaupun dilaporkan di India adanya peningkatan insidensi
persalinan prematur, BBLR, dan pembatasan perkembangan bayi dan juga
peningkatan angka kematian bayi pada ibu dengan aktif TB paru pada 79 wanita
hamil (Jana and coleagues 1994) Jana dkk (1999) melaporkan pada 33 wanita hamil
dengan komplikasi TB paru melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah. Selain
itu kasus kasus meningitis TBC dalam kehamilan menyebabkan kematian pada ibu
pada sepertiga dari seluruh kasus.

Wanita hamil yang menderita tuberkulosis bila diobati dengan pengobatan


antituberkulosis yang adekuat tidak akan menyebabkan efek samping yang berarti
pada saat hamil, masa nifas ataupun bagi janin. Wanita hamil mempunyai prognosis
yang sama dengan wanita tidak hamil. Tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan
pengguguran kehamilan pada penderita TB paru

26
BAB III

KESIMPULAN

Tuberculosis secara umum tidak memberikan efek yang merugikan baik pada saat
kehamilan, nifas, ataupun pada janin jika di therapi dengan baik dengan antituberculosis.
Prognosis pada wanita hamil tidaklah jauh berbeda dengan pada wanita yang tidak hamil.
Therapeutik abortion bukanlah pilihan utama pada setiap kasus TB pada kehamilan. Wanita
hamil dengan TB aktif bukan hanya dapat menularkan pada orang disekitarnya tetapi juga
dapat menularkan pada janin yang dikandungnya. Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratoriumyang tepat TB dalam kehamilan dapat didiagnosis dengan cepat
sehingga keberhasilan terapi akan semakin besar.

27
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Tuberculosis Dalam Kehamilan, Jilid II, edisi ketiga, 2001:
830-3

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. (2013).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional TB. Jakarta: Depkes RI; 2014.

Dinas Kesehatan. Profil dinas kesehatan kota Bandar Lampung 2014. Bandar Lampung:
Pemerintah Kota Bandar Lampung; 2015.

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, cetakan ke 8, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, 2002 ;9.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di


Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2008

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI; 2014.

Warouw, Najoan Nan. Aloysius Suryawan. 2007. Manajemen TB dalam Kehamilan. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha / RS
Immanuel, Bandung.

Yusuf, Amri & Merry Indah Sari. 2018. Penatalaksanaan Kehamilan dengan Tuberkulosis
Paru. 2Bagian Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

28

Anda mungkin juga menyukai