Diajukan kepada :
Disusun oleh :
Alvi Anandia
20184010054
2020
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
I. PENGERTIAN TUBERKULOSIS ................................................................................ 4
II. ETIOLOGI ..................................................................................................................... 4
III. PATOFISIOLOGI .......................................................................................................... 5
IV. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS ................................................................................ 8
V. MANIFESTASI KLINIS SECARA UMUM .............................................................. 10
VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS ....................................................................................... 10
VII. PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 18
VIII. PENCEGAHAN PADA BAYI .................................................................................... 25
IX. TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI ................................................ 25
X. PROGNOSIS ............................................................................................................... 26
BAB III .................................................................................................................................... 27
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya. Karena prevalensi TB paru di Indonesia
masih tinggi, dapat diambil asumsi bahwa frekuensinya pada wanita adalah tinggi.
Diperkirakan 1% wanita hamil menderita TB paru. Menurut Prawiroharjo &
Sumoharto frekuensi wanita hamil yang menderita TB paru di Indonesia yaitu 1,6%.
Di negara kurang makmur dan negara berkembang frekuensinya lebih tinggi. Angka
kekerapan yang pasti belum ada, tetapi sebagai gambaran bahwa dari 4300 persalinan
di RSUP NCM Jakarta tahun 1998-1999 terdapat 150 orang yang didiagnosis sebagai
Tuberkulosis (3,48%). Sebelumnya Benyamin Margono (1996) telah memeriksa foto
dada 17.414 wanita hamil dan ternyata ditemukan beberapa orang diantaranya pasien
TB paru (0,37%).
2
laporan bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) TB paru
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, angka kejadian TB paru di Bandar Lampung
pada bulan Januari-Juli 2014 sebesar 459 kasus. Dari data tersebut, diketahui bahwa
angka kejadian tertinggi terdapat pada kecamatan Panjang, yaitu sebesar 44 kasus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENGERTIAN TUBERKULOSIS
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi yang mengandung droplet nuclei,
sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan pada
organ lain. Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.
(Depkes, 2008)
II. ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Sebagaimana telah
diketahui, TBC pada manusia disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis). Mycobacterium tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang
mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu
speciesnya adalah Mycobacterium tuberculosis.· Mycobacterium tuberculosis yang
paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus
saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini
dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman
ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).· Karena sebetulnya Mycobacterium
tuberculosis pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum tentu identik dengan
basil TB. Tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium lain (y.i. M. atipik) jarang sekali ditemukan, dalam praktek BTA
dianggap identik dengan basil TB. Di negara dengan prevalensi AIDS/infeksi HIV yang
tinggi, penyakit paru yang disebabkan M. atipic(=Mycobacteriosis) makin sering
ditemukan, sehingga dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai bahwa BTA
belum tentu harus identik dengan basil TB. Malahan mungkin saja BTA belum tentu
harus identik dengan basil TB, mungkin saja BTA yang ditemukan adalah M. atipic yang
menjadi penyebab Mycobacteriosis.· Jika untuk bakteri-bakteri lain hanya diperlukan
beberapa menit sampai 20 menituntuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12 sampai
4
24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2 – 3 hari sekali).·
Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet.
Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 60°C dalam 15-20 menit. Fraksi protein
basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan
sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid
dan tuberkel. (FKUI, 2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobacterium tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus. Basil tipe human bias berada di bercak ludah (droplet) di udara yang
berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalu udara. Bakteri juga dapat
masuk ke system pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri, sehingga dapat menimbulkan peningkatan asam lambung
dan menyebabkan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).
III. PATOFISIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis dapat ditularkan melalui udara yang terjadi > 90%
kasus yang pernah di laporkan. Droplet nuclei yang mengandung kuman akan terbentuk
ketika individu dengan TB aktif batuk, bersin, berbicara atau menyanyi. Setelah terhisap
basil TB akan turun ke cabang cabang bronchial dan menetap di bronkiolus atau alveolus
setelah sebelumnya berhasil melewati sistem mukosilier.
5
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari
kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain.
Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lainyang terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-
paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkang
ejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk
darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan
oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Setelah
6
1-2 bulan, tubuh penderita akan membentuk cell mediated immunity dan
hipersensitivitas terhadap basil TB yang di tandai dengan test tuberculin positif. Pada
alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan
gejala pneumonia akut. Walaupun terjadi penyembuhan, sebagian basil TB akan tetap
hidup dalam beberapa tahun. Jika tubuh penderita mengalami penurunah sistem imun
(misal infeksi HIV) basil ini dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan terjadinya
reaktivasi.
7
IV. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru)
8
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan
pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan
atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
g. Kasus bekas TB • Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung • Pada kasus
dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
9
V. MANIFESTASI KLINIS SECARA UMUM
Sebagian besar pasien tuberkulosis paru dengan kehamilan, tidak
menunjukkan kelainan yang mencurigakan sehingga pasien tidak menyadari penyakit
tersebut. Menurut Wong (2008) tanda dan gejala klinis tuberkulosis adalah:
Demam
Malaise
Anoreksia
Penurunan berat badan
Batuk-batuk/batuk darah berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
Peningkatan frekuensi pernapasan
Ekspansi buruk di tempat yang sakit
Bunyi napas hilang atau ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
10
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
- Gejala respiratorik • batuk ≥ 3 minggu • batuk darah • sesak napas •
nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
- Gejala sistemik antara lain demam, malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun
b. Pemeriksaan fisik, ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki basah,
kasar dan nyaring dari auskultasi. Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang
akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior,serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”
c. Pemeriksaan laboratorium
- Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
11
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi).
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9%
3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot
(jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim
ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai
dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
d. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
12
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
13
Diagnosis TB ditegakkan dari hasil pemeriksaan sputum dan atau kultur
bakteri yang positif. WHO merekomendasikan pemeriksaan cepat untuk
mendiagnosis TB paru menggunakan alat Xpert MTB/RIF, sebuah tes molekuler
untuk Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan resisten rifampisin (RIF) dengan
menggunakan sampel dari dahak dalam waktu dua jam. Alur diagnosis TB paru pada
orang dewasa dapat dilihat pada gambar 2.
14
Gambar 3. Bagan Alur Diagnosis TB Paru
Metode skrining TB paru berbasis gejala untuk ibu hamil adalah sub optimal
dan perlu pemeriksaan lebih lanjut, hal ini disebabkan karena beberapa gejala yang
muncul dikaburkan oleh perubahan fisiologis selama kehamilan. Fakta membuktikan
bahwa kasus TB di negara-negara Afrika Sub-Sahara pada ibu hamil yang terdiagnosis
sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kinerja buruk dari algoritma skrining
gejala WHO yang direkomendasikan untuk mengidentifikasi TB pada ibu hamil, dan
kesadaran yang rendah dari petugas kesehatan tentang gejala TB selama kehamilan.
Diagnosis klinis tuberkulosis pada ibu hamil lebih sulit untuk terdiagnosis karena gejala
yang muncul seperti kelelahan, sesak nafas, berkeringat, lemas, batuk, dan demam ringan
mirip dengan gejala fisiologis kehamilan. Untuk wanita hamil di sebagian besar negara
dengan beban tuberkulosis yang tinggi, praktek perawatan standar saat ini untuk skrining
TB dan diagnosisnya sama dengan yang digunakan untuk mendeteksi penyakit populasi
umum. Tes diagnostik yang disarankan mencakup mikroskopis, kultur, deteksi molekul
DNA seperti Xpert MTB/RIF, dan radiografi thoraks yang menimbulkan risiko minimal
untuk janin, juga direkomendasikan pada wanita yang terdapat kontak dengan TB. Pada
daerah dengan tingkat HIV yang tinggi, WHO sangat merekomendasikan skrining gejala
dan pemeriksaan Xpert MTB / RIF.
15
Pada wanita hamil dengan gejala sugestif dan tanda-tanda TB, tes tuberkulin
juga aman dilakukan walaupun masih menjadi perdebatan mengenai sensitivitas uji
tuberkulin selama masa kehamilan. Laporan sebelumnya menyarankan bahwa uji
tuberkulin (mantoux test dan tine test) akan berkurang sensitivitasnya pada kehamilan,
sementara studi terbaru menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam keadaan
hamil dan tidak hamil.
16
tidak hamil. Suatu penelitian yang dilakukan pada 27 wanita hamil dengan kultur TB
positif mempunyai gambaran rontgen thorak yang abnormal pada semua pasien.
Pengobatan anti tuberkulosis yang diberikan dengan segera pada wanita hamil dengan
TB akan memberikan efek terapi yang sama dengan penderita TB pada umumnya,
tetapi jika diagnosis dan penatalaksanaan terlambat maka akan berdampak pada
meningkatnya morbiditas dan kelahiran prematur.
Tuberklosis Kongenital
Selama kehamilan TB dapat menginfeksi plasenta atau alat alat genital wanita.
Infeksi TB pada neonatus dapaf terjadi secara kongenital (pranatal), selama proses
kelahitan (natal) maupun transmisi pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif. Oleh
karena itu transmisi pada neonatus ini disebut sebagai TB perinata1. Pada TB
kongenital transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis
atau aspirasi cairan amnion yang telah terkontaminasi basil TB. Pada TB natal
transmisi dapat terjadi melalui proses persalinan sedangkan TB pasca natal
terjadiakibat penularan secara droplet.
Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah betul si bayi
tertular saat masih di perut atau setelah lahir. Selain itu, jarang terjadi dan tingkat
kematiannya tinggi (50 persen). M. tuberculosis tidak dapat melalui sawar plasenta
sehingga bakteri akan menempel pada plasenta dan membentuk tuberke1. Apabila
tuberkel pecah maka akan terjadi penyebaran hematogen menyebabkan infeksi pada
cairan amnion melalui vena umbilikalis. Pada saat penyebaran hematogen M.
Tuberculosis menyebabkan fokus primer di hati dan melibatkan kelenjar getah bening
periportal yang pada perkembangan selanjutnya akan menyebar ke paru. Selain cara
diatas penularan ke paru juga dapat terjadi melalui inhalasi atau tertelannya cairan
amnion yang mengandung M. Tuberculosis.
17
Inhalasi atau tertelannya cairan amnion yang terkontaminasi terjadi jika lesi
kaseosa pada plasenta mengalami ruptur dan masuk kedalam cairan amnion, pada
kasus seperti ini fokus multipel dapat terbentuk pada paru paru, usus, dan telinga
tengah. Sedangkan penularan pasca natal dapat terjadi melalui beberapa cara antara
lain melalui inhalasi droplet yang telah terinfeksi, tertelannya droplet, melalui ASI
yang telah terkontaminasi, atau melalui kontaminasi pada kulit yang luka atau
membran mukosa.
Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir tetapi paling
sering minggu ke 2-3 kehidupan. Gejala TB kongenital sulit dibedakan dengan sepsis
neonatal dan infeksi konginital lain seperti sifilis, toxoplasmosis dan cytomegalovirus
sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis. Gejala yang sering timbul
adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi dan kejang.
Bisa didapatkan abortus dan IUFD, sekret dari telinga dan lesi pada kulit.
VII. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis dikonfirmasikan, rekomendasi WHO untuk pengobatan
tuberkulosis pada wanita hamil adalah sama seperti untuk wanita yang tidak hamil,
bahkan untuk HIV positif menggunakan terapi antiretroviral (ART). Wanita hamil
dengan TB aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan trisemester
kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil seperti
isoniazid, rifampisin, etambutol juga digunakan secara luas pada wanita hamil. Obat-
obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan efek
teratogenik pada janin. Streptomisin adalah satu-satunya obat yang telah terbukti
memiliki efek ototoksik, yang menyebabkan tuli sensorineural pada bayi, sehingga
tidak boleh diberikan pada ibu hamil dengan tuberkulosis. Terdapat satu laporan
ethionamide ditemukan menyebabkan efek teratogenik, sedangkan ethambutol dan
rifampisin juga telah dihubungkan dengan peningkatan insiden keterlambatan
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan malformasi. Efek yang merugikan dari
isoniazid yaitu terdapat sedikit peningkatan resiko pada sistem saraf pusat, tetapi tidak
meningkatkan resiko kelainan kongenital atau abortus. Pada pemberian isoniazid
sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya dilakukan saat pemberian isonizid dan
rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trismester ketiga kehamilan dan
18
bayi yang baru lahir. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek
teratogenik dari isoniazid pada wanita post partum, tetapi beberapa rekomendasi
menunda pengobatan ini sampai persalinan bahkan 3-6 bulan post partum. Pada kasus
multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid, akan tetapi pirazinamid tidak
digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek teratogenik. Para amino
salisilat (PAS) telah digunakan secara aman pada wanita hamil akan tetapi obat
tersebut ditoleransi tubuh secara buruk. Pengobatan secara obstetri juga perlu
diperhatikan seperti pemeriksaan antenatal yang teratur, istirahat cukup, makanan
bergizi, pengobatan anemia, dan dukungan keluarga yang optimal. Berikan isolasi
yang memadai selama persalinan dan pasca persalinan. Bayi harus diperiksa untuk
mengetahui adanya tuberkulosis. Walaupun infeksi transplasental jarang, bayi
memiliki resiko terinfeksi melalui kontak dengan ibu dengan tuberkulosis aktif. Seksio
sesaria tidak dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali apabila ada indikasi
obstetrik. Tuberkulosis paru yang tidak diobati atau yang terlambat diobati dapat
menyebabkan konsekuensi berat pada ibu dan anak. Wanita hamil dengan TB paru
yang dirawat dengan tepat dapat mencegah terjadinya peningkatan komplikasi
maternal atau neonatal. Sementara yang tidak diberikan pengobatan, TB dapat
meningkatkan morbiditas neonatal, seperti berat lahir rendah, prematuritas, dan juga
dapat meningkatkan empat kali lipat morbiditas ibu, seperti aborsi, perdarahan post
partum, kesulitan persalinan, dan preeklampsia. Perawatan pranatal dapat menjadi
peluang yang sangat baik untuk skrining, mendiagnosis TB dan menindaklanjuti
perawatan TB, terutama untuk wanita yang memiliki akses terbatas ke layanan
kesehatan, seperti perempuan dengan status sosial dan ekonomi yang terbatas.
A. Isoniazid (INH)
B. Rifampisin
Kelainan kongenital yang terjadi pada bayi dengan ibu yang mendapat
terapi dengan rifampisin adalah sebesar 3.35%, meliputi kemunduran fungsi
19
organ, lesi pada SSP dan kelainan darah yang terjadi sebagai akibat dari proses
hambatan atau inhibisi enzim DNA dependent RNA polymerase. Walaupun
rifampisin mempunyai efek yang kurang menguntungkan terhadap janin,
tetapi insidensinya yang cukup rendah serta batas keamanan yang luas
menyebabkan rifampisin masih dianggap cukup aman untuk therapi TB pada
wanita hamil, tetapi penggunaannya harus dihindari pada trimester pertama.
C. Ethambutol
D. Pirazinamid
E. Streptomisin
20
dikombinasikan dengan INH sejak tahun 1950 dan 1960an dan telah terbukti
tidak menyebabkan malformasi pada janin tetapi dapat menyebabkan efek
samping gastrointestinal yang terkadang sulit ditoleransi oleh wanita hamil.
Obat obat lini kedua lainnya seperti cycloserin, ethionamide atau
flourokuinolon batas keamanannya pada wanita hamil juga belum banyak
diketahuisecara luas. Belurn adanya standar therapy bagi wanita hamil dengan
MDR TB mengindikasikan dilakukannya abortus elektif sebagai cara terapi
bagi kasus kasustersebut, ERH rnerupakan pengobatan yang cukup arnan.
Pyrazinamid sebaiknya dihindari dan streptomisin juga harus dihentikan jika
pasien hamil
22
Gambar 3. Efek Samping Ringan OAT
Pemberian INH sebagai terapi profilaksis diketahui cukup efektif dan tidak
berakibat efek teratogen selama diberikan sesuai dengan dosis standar (dosis
maksimal 300 mg/hari) selam 6-12 bulan. Tetapi yang harus menjadi perhatian adalah
efek hepatotoksisitas yang ditimbulkan oleh INH yang biasanya lebih sering terjadi
pada periode postpartum, oleh karena itu pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan
sebelum pemberian profilaksis INH yang harus di ulang setiap bulan atau pada saat
gejala hepatitis terjadi. Biasanya 10-20% pasien akan mengalami peningkatan enzim
enzim hati, tetapi pengobatan baru akan dihentikaan jika peningkatan lebih dan lima
kali normal. Pemberian piridoksin juga harus dilakukan untuk menghindari efek
samping neuropati perifer yang sering disebabkan oleh INH.
23
Masa Persalinan
Pasien yang sudah cukup mendapat pengobatan selama kehamilan biasanya masuk
kedalam persalinan dengan proses tuberkulosis yang sudah tenang. Persalinan pada
wanita yang tidak mendapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti
biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita ditempatkan dikamar
bersalin tertentu ( tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan
kala II dipercepat misalnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep, dan sedapat
mungkin penderita tidak mengedan, diberi masker untuk menutupi mulut dan
hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya. Sedapat mungkin
persalinan berlangsung pervaginam. Sedangkan sectio caesarea hanya dilakukan atas
indikasi obstetrik dan tidak atas indikasi tuberkulosis paru.
Masa Nifas
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap tuberkulosis
paru justru menonjol pada masa nifas. Hal tersebut mungkin karena faktor hormonal,
trauma waktu melahirkan, kesibukan ibu dengan bayinya dll. Tetapi masa nifas saat
ini tidak selalu berpengaruh asal persalinan berjalan lancar, tanpa perdarahan banyak
dan infeksi. Cegah terjadinya perdarahan pospartum seperti pada pasien-pasien lain
pada umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang observasi
selama 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat
uterotonika, dan obat TB paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang
harus mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di
ruang isolasi.
Laktasi
Kontak segera antara ibu dan anak diperbolehkan jika ibu telah mendapatkan
pengobatan dan tidak terdapat reaktivasi penyakit. Ibu dengan tuberkulosis aktif baru
dapat berhubungan dengan bayinya minimal 3 minggu pengobatan, dan bayinya juga
mendapat isoniazid. Tidak ada kontraindikasi untuk menyusui pada ibu yang
menderita tuberkulosis, walaupun obat antituberkulosis ditemukan pada air susu ibu
tetapi jumlahnya sangat rendah dan resiko keracunan pada bayi sangat minimal. Anda
perlu menginstruksikan pasien di rumah sakit agar menutupi mulut di saat batuk dan
saat sedang menyusui. Batuk harus ke dalam tisu yang sekali pakai. Yang penting
adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tentang keadaan penyakit TB paru
yang sedang diidap serta bahaya penularan penyakit TBC ini pada anaknya, sehingga
24
penderita dan keluarganya menyadari sepenuhnya bagaimana cara melakukan
perawatan bayinya dengan baik.
25
interaksi obat yang menyebabkan efektivititas obat kontrasepsi hormonal
berkurang
X. PROGNOSIS
Sangatlah penting untuk dapat mendiagnosis adanya infeksi TBC secara dini
pada wanita hamil. TBC pada wanita hamil dan tidak hamil menimbulkan prognosis
yang tidak jauh berbeda bahkan sama. Hasil yang lebih baik didapatkan jika wanita
itu diketahui menderita TBC sebelum masa kehamilannya. Dan jika diobati secara
baik. Hasil terburuk didapatkan pada pasien-pasien yang baru diketahui pertama kali
menderita infeksi TBC pada masa puerperium, dikarenakan TBCnya tidak diobati
selama kehamilan sehingga telah menyebar luas. Akan tetapi jika TBC didiagnosis
dan diobati secara baik dan benar maka prognosis untuk ibu dan bayi sangat baik
Kehamilan yang dipersulit dengan kontaminasi oleh organisme yang resisten atau
dengan adanya AIDS, memerlukan perhatian khusus, pada kasus ini penggunaan
kombinasi 4 sampai 5 obat mungkin diperlukan, termasuk obat-obatan seperti
streptomicin, yang normalnya tidak direkomendasikan selama kehamilan. Harus
dipertimbangan untuk dirawat dulu dirumah sakit pada penanganan awal dilanjutkan
dengan pengawasan ketat secara DOTS. Kehamilan tidak memperburuk perjalanan
penyakit dari TBC, dan TBC tidak mengganggu secara keseluruhan dari jalannya
kehamilan dan persalinan walaupun dilaporkan di India adanya peningkatan insidensi
persalinan prematur, BBLR, dan pembatasan perkembangan bayi dan juga
peningkatan angka kematian bayi pada ibu dengan aktif TB paru pada 79 wanita
hamil (Jana and coleagues 1994) Jana dkk (1999) melaporkan pada 33 wanita hamil
dengan komplikasi TB paru melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah. Selain
itu kasus kasus meningitis TBC dalam kehamilan menyebabkan kematian pada ibu
pada sepertiga dari seluruh kasus.
26
BAB III
KESIMPULAN
Tuberculosis secara umum tidak memberikan efek yang merugikan baik pada saat
kehamilan, nifas, ataupun pada janin jika di therapi dengan baik dengan antituberculosis.
Prognosis pada wanita hamil tidaklah jauh berbeda dengan pada wanita yang tidak hamil.
Therapeutik abortion bukanlah pilihan utama pada setiap kasus TB pada kehamilan. Wanita
hamil dengan TB aktif bukan hanya dapat menularkan pada orang disekitarnya tetapi juga
dapat menularkan pada janin yang dikandungnya. Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratoriumyang tepat TB dalam kehamilan dapat didiagnosis dengan cepat
sehingga keberhasilan terapi akan semakin besar.
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Tuberculosis Dalam Kehamilan, Jilid II, edisi ketiga, 2001:
830-3
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. (2013).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional TB. Jakarta: Depkes RI; 2014.
Dinas Kesehatan. Profil dinas kesehatan kota Bandar Lampung 2014. Bandar Lampung:
Pemerintah Kota Bandar Lampung; 2015.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI; 2014.
Warouw, Najoan Nan. Aloysius Suryawan. 2007. Manajemen TB dalam Kehamilan. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha / RS
Immanuel, Bandung.
Yusuf, Amri & Merry Indah Sari. 2018. Penatalaksanaan Kehamilan dengan Tuberkulosis
Paru. 2Bagian Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
28