Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia disebabkan oleh lemah nya

sistem perekonomian, yang pada akhirnya berdampak pada kemampuan

pemerintah dalam penyiapan dana yang cukup untuk keperluan pendidikan.

Kondisi tersebut mengakibatkan menurunnya mutu pendidikan dan terganggunya

proses pemerataan pendidikan.Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat

besar terhadap kemajuan bangsa dan merupakan sarana yang efektif untuk

membangun watak bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

berbagai perubahan, salah satunya yang menonjol yaitu lahirnya Undang-Undang

No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Undang-undang tersebut pada

akhirnya akan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan pendidikan yang

dilakukan secara otonom.

Otonomi pengelolaan pendidikan ditujukan agar dapat diwujudkan

pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan yang lebih cepat dan

tepat, efektif dan efisien, bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Seiring

dengan itu otonomi pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan

yang selama ini ditentukan oleh pusat dilimpahkan menjadi wewenang

pemerintah daerah.

Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah pendidikan adalah

otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau

suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan
2

untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan

kelembagaan.

Dalam pengertian otonomi pendidikan terkandung makna demokrasi dan

keadilan sosial, artinya pendidikan dilaksanakan secara demokrasi sehingga

tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi

kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan

bangsa.

Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan

pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik,

karena sekolah merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan

masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus

menjadi tindakan yang sewenang-wenang.

Pada era otonomi sekarang ini, sekolah harus berubah kearah yang sesuai

dengan tuntutan masa, agar tidak ketinggalan zaman. Dadang Suhardan (2006:8)

menyatakan bahwa:

...perubahan yang seharusnya terjadi di sekolah pada era otonomi


pendidikan terletak pada :
(1) Peningkatan kinerja staf,
(2) Pengelolaan sekolah menjadi berbasis lokal,
(3) Efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga,
(4) Akuntabilitas,
(5) Transparansi,
(6) Partisipasi masyarakat,
(7) Profesionalisme pelayanan belajar, dan
(8) Standarisasi.

Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa sekolah kepada

keunggulan mutu lembaga, sebab sekolah memiliki keleluasaan dalam

melaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belum


3

terjadi. Lebih lanjut Dadang Suhardan (2006:9) mengemukakan;”...Sekolah-

sekolah kini belum mampu memberi layanan belajar bermutu karena belum

mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya” Usaha apapun yang telah

dilakukan pemerintah mengawasi jalannya pendidikan untuk mendobrak mutu

bila tidak ditindak lanjuti dengan pembinaan gurunya, maka tidak akan

berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar di kelas. Kegiatan pembinaan

guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiap usaha peningkatan

mutu pembelajaran.

Pengertian pendidikan oleh Plato dan para ahli lainnya kemudian diadopsi

ke dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun

2003. Pada aturan ini, menjelaskan bahwa pengertian pendidikan adalah proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan dapat difungsikan sebagai proses sosialisasi dalam

memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan keterampilan dalam

kehidupan. Pendidikan juga dapat difungsikan sebagai proses perkembangan,

yakni upaya pengembangan potensi manusia secara maksimal untuk mewujudkan

cita-citanya dalam kehidupan yang kongkrit.

Sekaitan dengan hal tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang


4

dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberi arahan tentang perlunya

disusun dan dilaksanakan delapan Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi:

“(1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar

pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar

pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian.” Implikasi dari hal

tersebut bermakna bahwa tingkat pentingnya pendidikan menuntut pada upaya-

upaya untuk menyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata, dan sistematis

serta antisipatif terhadap perubahan yang terjadi. Pendidikan akan selalu berubah

seiring dengan perubahan jaman, sehingga proses yang terjadi di dalamnya dapat

menjadi suatu sumbangan besar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia

atau pengembangan potensi manusia, yang pada akhirnya akan berdampak pada

makin meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat

Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi sosialnya

adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih

efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi

individualnya adalah untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih

memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa

depan (pengalaman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal

seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara

informal lewat berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat

kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi peserta

didik dengan masyarakat sekitar.


5

Lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah perkembanganya lembaga

pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak dan tujuan yang

berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari zaman kerajaan

dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang sebagian

memiliki corak ala barat dan gereja, dan corak ketimuran ala pesantren sebagai

penyeimbang. Hal tersebut berkembang saat ini tentunya tidak terlepas dari

kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.

Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan

peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala hal.

Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama,

melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah

sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang

memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan.

Dalam proses pendidikan sangat diperlukan komponen-komponen

pendidikan. Komponen itu sendiri berarti bagian dari suatu sistem yang memiliki

peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai sebuah

tujuan. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses

pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses

pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses

pendidikan meliputi; tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, metode

pendidikan, isi pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keseluruhan komponen-


6

komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses

pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Salah satu komponen pendidikan tersebut adalah pengawas sekolah.

Pengawas sekolah atau penilik menurut syaiful ( 2010:138 ) adalah jabatan resmi

bidang pendidikan yang ada di Indonesia untuk melakukan pemantauan atas

pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas.

Dengan kata lain, pengawas adalah menjaga agar kegiatan pendidikan, kegiatan

belajar mengajar di sekolah tetap berjalan sesuai tujuan yang telah digariskan.

Pengawas merupakan tenaga kependidikan yang peranannya sangat

penting dalam membina kemampuan profesional tenaga pendidik. Menurut

Sudjana (2006:2) bahwa; Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik

supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor

akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan

profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran.

Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu

kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif.

Peranan pengawas dan kepala sekolah di dalam pembinaan dan

pengembangan kompetensi profesional guru sangat signifikan terhadap

produktivitas dan efektifitas kinerja guru tersebut. Kinerja pengawas satuan

pendidikan yang profesional tampak dari unjuk kerjanya sebagai pengawas dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya menampilkan prestasi kerja atau

performance hasil kerja yang baik, serta berdampak pada peningkatan prestasi dan
7

mutu sekolah binaannya. Dalam MBS misalnya, kinerja pengawas tentunya juga

akan nampak secara tidak langsung dalam mengupayakan bagaimana Kepala

Sekolah; memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan,

dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia, terwujudkannya

visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang

dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Bagaimana kemampuan manajemen

dan kepemimpinan kepala sekolah mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk

meningkatkan mutu sekolah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wahyudi

(2009:48), bahwa:

Kinerja pengawas satuan pendidikan juga tampak dampaknya pada


bagaimana guru menerapkan PAKEM (pembelajaran siswa yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan), bagaimana pemahaman guru tentang
implikasi dari implementasi MBS, penilaian portofolio dalam penilaian.

Selain itu kinerja pengawas satuan pendidikan juga berkaitan dengan

kiprah dan keberadaan komite sekolah dan peran serta orang tua dan masyarakat

dalam pendidikan. Jadi kinerja pengawas diartikan sebagai unjuk kerja atau

prestasi kerja yang dicapai oleh pengawas yang tercermin dari pelaksanaan tugas

pokok dan fungsinya, kreativitas dan aktivitasnya dalam proses kepengawasan,

komitmen dalam melaksanakan tugas, karya tulis ilmiah yang dihasilkan serta

dampak kiprahnya terhadap peningkatan prestasi sekolah yang menjadi

binaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Widodo S (2008:79) bahwa:

Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa produktifitas pendidikan harus
dimulai dari menata SDM tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Hal
kedua adalah bahwa penataan SDM harus dilaksanakan dengan prinsip
efektifitas dan efisien karena efektifitas dan efisien adalah kriteria dan
ukuran yang mutlak bagi produktifitas pendidikan untuk menghasilkan
lulusan baik secara kuantitas maupun kualitas.
8

Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru

adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan

pendidikan menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang

dibutuhkan secara dikotomis tentang pendidikan.

Sebagai profesi, guru memenuhi ciri atau karakteristik yang melekat pada

guru,yaitu:

1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial, dirasakan manfaatnya bagi

masyarakat.

2. Menurut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui proses

pendidikan.

3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu.

4. Memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku

anggota.

5. Sebagai konsekwensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada

masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok

berhak memperoleh imbalan finansial atau material.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar memberdayakan

Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk wadah kegiatan guru. KKG merupakan

mitra kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), dalam meningkatkan

mutu pendidikan. Landasan filosofi pembentukan KKG adalah untuk


9

meningkatkan profesionalisme guru anggota forum KKG. Melalui forum KKG

diharapkan akan terjadi sharing informasi antara guru dari satu sekolah dengan

guru dari sekolah lainnya. Dengan demikian diharapkan kompetensi guru akan

tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya aktivitas KKG di masing-

masing gugus. Meningkatnya profesionalisme guru maka diharapkan akan

meningkat pula mutu pendidikan di sekolah dasar yang di tempati oleh guru-guru

tersebut yang mengikuti KKG.

Tujuan pembentukan KKG adalah sebagai wadah tukar menukar

pengalaman para guru agar terjadi saling penguatan dalam peningkatan mutu

proses pembelajaran di kelas masing-masing. Di samping itu, diharapkan pula

terjadi inovasi-inovasi guru dalam mengembangkan alat peraga dan model-model

pembelajaran pada setiap satuan pendidikan. Keberadan wadah tersebut

diharapkan mampu mendukung peningkatan kreativitas guru dalam pengelolaan

pembelajaran yang bermuara pada terciptanya suasana pembelajaran yang

kondusif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Namun keberadaan kelompok kerja atau forum tersebut keberadaannya

belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi

guru. Berbagai kendala yang dihadapi oleh guru, kepala sekolah, dan pengawas

saat ini dalam usaha menciptakan kelompok kegiatan yang aktif dan efektif. Oleh

karena itu perlu upaya untuk merevitalisasi kelompok kerja tersebut agar

aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh kelompok kerja atau forum tersebut dapat

memberikan manfaat dalam upaya peningkatan kompetensi guru. Hal tersebut di

atas diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan


10

budaya pembelajaran yang berpusat pada sistem instruksional yang prima,

sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran yang berujung pada

peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Kegiatan kerja kelompok dan forum berkontribusi dalam peningkatan

kompetensi peserta kelompok kerja untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di

kelas. Diharapkan dengan terstrukturnya kegiatan di kelompok kerja dan forum

dapat meningkatkan kompetensi guru secara berkelanjutan. Di samping itu

kegiatan-kegiatan kelompok dan forum juga membantu guru dalam perolehan

angka kredit untuk kenaikan pangkat, peningkatan kualifikasi guru, dan persiapan

guru dalam menghadapi proses sertifikasi.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru, pengawas maupun kepala

sekolah, dituntut keprofesionalannya untuk melaksanakaan tugas pokok dan

fungsinya sesuai tuntutan kompetensi guru, pengawas maupun kepala sekolah.

Karena pengawas, kepala sekolah dan guru adalah tiga unsur yang berperan aktif

dalam persekolahan. Guru sebagai pelaku pembelajaran yang secara langsung

berhadapan dengan para siswa di ruang kelas, dan pengawas serta kepala sekolah

adalah pelaku pendidikan di dalam pelaksanaan tugas kepengawasan dan

menejerial pendidikan yang meliputi tiga aspek yaitu supervisi, pengendalian dan

inspeksi kependidikan. Dalam Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas

nomor 12 tahun 2007 tentang Pengawas. “Guru sebagai penjamin mutu

pendidikan di ruang kelas, sementara pengawas dan kepala sekolah adalah

penjamin mutu pendidikan dalam wilayah yang lebih luas lagi.”


11

Profesionalisme guru harus didukung oleh kompetensi yang standar yang

harus dikuasai oleh para guru profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan

kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan

sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk menjadi guru

profesional.

Menurut Surya (2003:78) guru yang profesional harus menguasai keahlian

dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Guru juga harus

memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya baik terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi. Selain itu,

guru juga harus mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama

guru. Disinilah peran Perguruan Tinggi Pendidikan dan organisasi profesi guru

(seperti PGRI) sangat penting. Kerjasama antar keduanya menjadi sangat

diperlukan. Lembaga Pendidikan dalam memproduk guru yang profesional tidak

dapat berjalan sendiri, kecuali selain harus bekerjasama dengan lembaga profesi

guru, dan sebaliknya.

Kualitas dari guru akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar,

yang berujung pada peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu guru dituntut lebih

profesional dalam menjalankan tugasnya. Tugas Keprofesionalan Guru menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang

Guru dan Dosen adalah “Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses

pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.”

Tugas pokok guru tersebut yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar

serta tugas-tugas guru dalam kelembagaan marupakan bentuk kinerja guru.


12

Guru sebagai aktor utama dalam mendidik dan menciptakan siswa cerdas

dan berakhlaq mulia, harus memiliki kompetensi profesional dan mampu

mengimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Akan semakin cepat

bila profesionalitas guru berjalan dengan baik dengan. Sarana prasarana sekolah

yang lengkap menunjang kebutuhan guru. Dengan demikian implementasi

kompetensi profesional guru dan mutu pendidikan sekolah tersebut dapat

menghasilkan seorang siswa dengan prestasi belajar yang dapat dipertanggung

jawabkan. Selain itu, dari beberapa faktor yang dapat menentukan dan

mempengaruhi keberhasilan sekolah adalah tingkat ekonomi masyarakat, sosial

politik, taraf pendidikan masyarakat, kebijakan pemerintah, kepemimpinan

sekolah, strategi pembelajaran di kelas dan profesionalisme tenaga guru. Dua

faktor terakhir yaitu strategi pembelajaran di kelas dan profesionalisme tenaga

guru sangat terkait dan satu sama lain saling menentukan dan mempengaruhi

terhadap peningkatan kualitas siswa, bila kualitas siswa bagus maka mutu

layanan pendidikan sekolah tersebut menjadi bagus pula.

Sebagai data awal disajikan kegiatan uji kompetensi awal terhadap guru-

guru sekolah dasar yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Budaya Pemuda

dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Pangandaran bekerjasama dengan

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat pada tahun 2013

beberapa kecamatan di Kabupaten Pangandaran didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 1.1
Nilai Uji Kompetensi Guru-guru SD
Kabupaten Pangandaran Tahun 2013
13

Rata-rata nilai
Kecamatan Target Jumlah
Minimal Peserta Kompetensi Kompetensi Kompetensi Kompetensi
Profesional Pedagogik Sosial Kepribadian
Parigi 60% 160 42.05 45.13 58.94 54.08
Cijulang 60% 146 39.76 42.75 59.12 52.35
Cimerak 60% 155 42.02 50.55 60.36 60.85
Sidamulih 60% 155 41.76 48.33 55.80 56.12
Jumlah 616 166.04 186.76 234.24 223.40
Rata-rata 41.51 46.69 58.56 55.85
Sumber : Bidang Ketenagaan Disdikbudpora Kab. Pangandaran 2014

Jika diamati, nilai terendah dari uji kompetensi yang diikuti oleh 616

orang sebagian guru SD di Kabupaten Pangandaran tahun 2013 berada pada

kompetensi profesional (41.51). Dapat dilihat bahwa kecamatan Parigi dilihat

dari kompetensi profesional baru mencapai angka 42.05. Dari angka tersebut

pemerintah Kabupaten Pangandaran, dalam hal ini Dinas Pendidikan

menyimpulkan bahwa kompetensi professional guru sekolah dasar di Kabupaten

Pangandaran masih jauh dari yang diharapkan karena belum mencapai target

minimal yang dikehendaki Pemerintah Kabupaten Pangandaran yaitu diatas 60%

atau kategori B.

Profesional berarti berperilaku sebagai orang yang memiliki kemampuan

dalam pekerjaannya, dapat mengendalikan emosi dengan baik, dan bersikap

rasional. Bersikap profesional juga berarti mampu mengendalikan mental

spiritualnya, sehingga mereka akan melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai,

prinsip hidup, ataupun agama, dan kepecayaan yang dianutnya.

Profesionalisme guru adalah guru yang memiliki kompetensi profesional.

Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan

guru dalam pengusaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.


14

Yang dimaksud dengan pengusaan materi secara luas dan mendalam dalam

hal ini termasuk pengusaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai

pendukung profesionalisme guru.Kemampuan akademik tersebut antara

lain,memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan

yang sesuai. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka judul penelitian

adalah “Pengaruh Kinerja Pengawas dan Partisipasi Guru dalam Kelompok

Kerja Guru terhadap Profesionalisme Guru (Studi di SDN Kecamatan Parigi

Kabupaten Pangandaran).”

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka diidentifikasi

masalahnya sebagai berikut:

1. Belum optimalnya kinerja pengawas dalam pembinaan profesionalisme guru.

2. Program kegiatan kelompok kerja guru masih kurang sesuai dengan

kebutuhan pengembangan profesionalistas guru.

3. Belum optimalnya kinerja guru yang didasarkan pada kompetensi guru.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaruh kinerja pengawas terhadap profesionalisme guru?

2. Bagaimana pengaruh partisipasi guru dalam kelompok kerja guru terhadap

profesionalisme guru?
15

3. Bagaimana pengaruh kinerja pengawas dan partisipasi guru dalam kelompok

kerja guru terhadap profesionalisme guru?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh kinerja pengawas terhadap profesionalisme guru.

2. Pengaruh partisipasi guru dalam kelompok kerja guru terhadap

profesionalisme guru.

3. Pengaruh kinerja pengawas dan partisipasi guru dalam kelompok kerja guru

terhadap profesionalisme guru.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini berguna bagi peneliti khususnya dan pembaca pada

umumnya dalam upaya peningkatan wawasan pengetahuan dalam hasanah Ilmu

Administrasi Pendidikan terkait dengan kinerja pengawas, partisipasi guru dalam

kelompok kerja guru, dan profesionalisme guru. Hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para peneliti lanjutan

guna menambah wawasan keilmuannya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran

terhadap pengelola pendidikan. Kegunaan penelitian ini sebagai penyempurnaan

dan perbaikan manajemen mengenai kinerja pengawas, partisipasi guru dalam

kelompok kerja guru, dan profesionalisme guru. Kemudian dapat juga digunakan
16

sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi terkait dalam menentukan

kebijakan guna meningkatkan kinerja pengawas, partisipasi guru dalam kelompok

kerja guru, dan profesionalisme guru.

Anda mungkin juga menyukai