Anda di halaman 1dari 11

Mentari Setiawati, dkk / Journal of Biology Education 6 (1) (2017) : 45-55

Unnes.J.Biol.Educ. 6 (1) (2017)

Journal of Biology Education


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujbe

EFEKTIFITAS PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED INQUIRY


DIINTEGRASIKAN DENGAN VIDEO TRANSFER MEMBRAN TERHADAP
KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DAN PEMAHAMAN KONSEP
SISWA

Mentari Setiawati, Amin Retnoningsih, Andin Irsadi

Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Semarang, Indonesia


Gedung D6 Lt.1 Jl Raya Sekaran Gunungpati Semarang Indonesia 50229

Info Artikel Abstrak


______________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Pembelajaran praktikum berbasis guided inquiry diintegrasikan dengan video memberikan
Diterima: Februari kebebasan kepada siswa dalam menemukan konsepnya sendiri dan memberikan pengalaman langsung
2017 pada siswa sehingga proses pembelajaran lebih bermakna. Penelitian ini bertujuan menganalisis
Disetujui: Maret efektivitas praktikum berbasis guided inquiry yang diintegrasikan dengan video transpor membran
2017 terhadap keterampilan proses sains (KPS) dan pemahaman konsep siswa. Penelitian menggunakan Pre
Dipublikasikan: April Eksperimental design dengan pola One Shot Case Study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
2017 purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X IPA 1 dan X IPA 2 yang berjumlah 63
______________ siswa. Data KPS siswa diperoleh dari hasil observasi, pemahaman konsep siswa diperoleh dari skor
posttest, tanggapan siswa melalui angket, dan tanggapan guru melalui wawancara. Hasil penelitian
Keywords: menunjukkan bahwa KPS 95% siswa termasuk dalam kriteria baik dan sangat baik sedangkan
KPS; pemahaman pemahaman konsep siswa belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan yaitu ≥ 75%.
konsep; praktikum Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan penerapan pembelajaran praktikum berbasis guided
guided inquiry; video inquiry yang diintegrasikan dengan video transpor membran efektif terhadap KPS siswa namun kurang
transpor membran efektif terhadap pemahaman konsep siswa pada materi transpor membran karena pelaksanaan
__________________ penelitian kurang sesuai dengan perencanaan.

Abstract
Practical learning based on guided inquiry integrated with video provide freedom to the students to discover their
own concepts and direct experience so that learning process more meaningful. This research aimed to analyze the
effectiveness implementation learning of practical based on guided inquiry integrated with membrane transport
video toward science process skills and concepts understanding of students. This research used Pre Eksperimental
design with One Shot Case Study pattern. Sampling was determined by purposive sampling technique. The samples
in this research was X Science 1 and X Science 2 which consist of 63 students. The data of science process skills was
obtained from observation, the data of concepts understanding was obtained from posttest scores, the data of students
responses was obtained from questionnaire, and the data of the teacher responses was obtained from interview. The
result shows that the science process skills of 95% students included in good and very good criteria but the concepts
understanding of students has not reach minimal set the standard ≥ 75%. Based on the results of this research, it
can be concluded that the implementation of practical based on guided inquiry integrated with membrane transport
learning video is effective in students science process skills but not effective enough to the concepts understanding of
students because the research implementation is not appropriate with the plan

© 2017 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: p-ISSN 2252-6579
E-mail: setiawati8mentari@gmail.com
e-ISSN 2540-833X

45
Mentari Setiawati, dkk / Journal of Biology Education 6 (1) (2017) : 45-55

PENDAHULUAN meningkatkan berfikir kreatif dan pemahaman


konsep siswa SMP.
Laporan hasil Ujian Nasional tahun 2014 Pembelajaran inquiry merupakan
menunjukkan bahwa persentase daya serap pembelajaran yang berusaha mengembangkan
kognitif terkait materi sel dan jaringan cara berfikir ilmiah. Model pembelajaran ini
mengalami penurunan selama tiga tahun lebih memberikan ruang bagi siswa untuk lebih
berturut-turut, yaitu 79,13 % pada tahun 2012; banyak belajar sendiri, mengeksplorasi sekreatif
63,09 % pada tahun 2013; dan 62,19 % pada mungkin dalam memecahkan masalah (Bilgin
tahun 2014. Hal tersebut mengindikasikan 2009). Guided inquiry merupakan salah satu jenis
bahwa masih rendahnya tingkat pemahaman inkuiri dimana siswa menyelidiki pertanyaan
konsep materi sel dan jaringan (Balitbang atau rumusan masalah yang disajikan guru
Kemendikbud 2014). dengan menggunakan prosedur yang dirancang
Berdasarkan hasil observasi dan siswa sendiri. Siswa berusaha menggali
wawancara dengan Guru Biologi dan siswa pengetahuan dan konsepnya sendiri dengan
SMA N 1 Salatiga, materi sel termasuk bimbingan guru (Bilgin 2009).
didalamnya materi transpor membran masih Kemampuan inquiry selalu dikaitkan
dianggap sulit oleh siswa. Hal tersebut karena dengan kegiatan penyelidikan atau eksperimen,
materi transpor membran mengkaji biologi pada maka perlu adanya kegiatan praktikum untuk
tingkat seluler yang tidak dapat dilihat secara memfasilitasi siswa dalam mencari tahu dan
langsung tanpa menggunakan alat bantu. Sel menemukan yang dibutuhkan. Rahman et al.
yang bersifat mikroskopis menyebabkan siswa (2014) menyatakan bahwa pembelajaran
kesulitan dalam memahami mekanisme berbasis praktikum dapat meningkatkan hasil
transpor membran pada sel. Hal tersebut belajar dan kemampuan kerja ilmiah siswa.
membuat motivasi belajar siswa rendah, Mardapi et al. (2011) menambahkan bahwa
akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai
pembentukan pengetahuan dapat terjadi melalui
optimal dan pemahaman konsep siswa rendah.
interaksi anak dengan objek fisik secara
Pemahaman konsep siswa yang rendah
langsung dan anak melakukannya sendiri. Siswa
karena konsep yang dipahami bukan hasil
lebih mengingat apa yang dikerjakannya melalui
proses penemuan yang dibangun oleh siswa
praktikum dibandingkan dengan hanya
sendiri. Pemahaman konsep adalah aspek kunci
menghafalkan, karena praktikum
dari pembelajaran. Salah satu tujuan pengajaran
memaksimalkan seluruh indera untuk bekerja.
yang penting adalah membantu siswa
Kegiatan praktikum memberikan kesempatan
memahami konsep utama dalam suatu subjek,
siswa untuk mencari tahu dan membuktikan
bukan sekedar mengingat fakta yang terpisah-
sebuah teori dengan pendekatan ilmiah.
pisah (Darmayanti et al. 2013).
Nashrullah, et al. (2015) menyatakan bahwa
Pembelajaran sebaiknya lebih
metode praktikum berbasis inquiry efektif
mengedepankan proses, siswa diberi
digunakan untuk meningkatkan pemahaman
kesempatan membangun konsep
konsep pada pembelajaran Kimia.
pemahamannya sendiri sehingga konsep yang
Penerapan pembelajaran praktikum
didapat bersifat kukuh. Pembelajaran yang
berbasis inquiry juga sesuai dengan tuntutan
kontekstual dan lebih mengedepankan proses
silabus KD 3.2 dan KD 4.2 yang menghendaki
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman
pembelajaran sel dengan membuat model proses
konsep siswa. Salah satu pembelajaran yang
dengan menggunakan berbagai macam media
dapat meningkatkan pemahaman konsep adalah
melalui analisis hasil studi literatur, pengamatan
pembelajaran berbasis inquiry. Hal tersebut
mikroskopis, percobaan, dan simulasi tentang
didukung oleh Panjaitan et al. (2015) yang
bioproses yang berlangsung di dalam sel yang
menyatakan bahwa model pembelajaran sains
meliputi: mekanisme transpor pada membran,
berbasis kreatif-inquiry efektif dalam
difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, dan

46
eksositosis sebagai dasar pemahaman bioproses membran terhadap KPS dan pemahaman
dalam sistem hidup. konsep siswa.
Biologi sebagai salah satu cabang sains
belum cukup hanya disampaikan dengan METODE PENELITIAN
membuat modifikasi model pembelajaran,
namun perlu adanya variasi media yang dapat Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1
membuat siswa lebih mudah dalam memahami Salatiga pada bulan Mei semester genap tahun
konsep Biologi. Media sangat berperan penting ajaran 2015/2016. Populasi yang digunakan
dalam proses pembelajaran. Media merupakan dalam penelitian ini adalah 6 kelas X IPA SMA
suatu wahana penyalur pesan materi pelajaran N 1 Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan
yang disampaikan oleh seorang guru agar siswa dengan teknik purposive sampling. Sampel yang
dapat dengan mudah menerima pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas X
sudah disampaikan (Wulandari et al. 2013). IPA 1 dan kelas X IPA 2 yang berjumlah 63
Penggunaan media pembelajaran secara siswa.
tepat merupakan hal penting dalam proses Penelitian menggunakan Pre Experimental
pembelajaran, karena media memiliki berbagai Design dengan pola one shot case study. Jenis data
kelebihan antara lain membuat konsep yang yang dikumpulkan terdiri atas KPS dan
abstrak dan kompleks menjadi sesuatu yang pemahaman konsep siswa. Instrumen
nyata, sederhana, sistematis, dan jelas. pengambilan data terdiri atas lembar observasi
Pemanfaatan media pembelajaran dengan baik KPS siswa, soal posttest, angket tanggapan siswa,
dan maksimal akan memberikan hasil yang dan pedoman wawancara tanggapan guru. Soal
maksimal terhadap hasil belajar siswa (Wena posttest terdiri atas 20 soal pilihan ganda dan
2008). Salah satu media yang dapat digunakan telah diujicobakan sebelumnya. Siswa dikatakan
untuk membantu mengatasi masalah yang memiliki KPS yang baik apabila secara klasikal
dihadapi dalam materi transpor membran ≥ 75% siswa memiliki KPS minimal berada
adalah media video. Video merupakan media dalam kriteria baik. Siswa dikatakan memiliki
audio-visual yang menampilkan gerak. Media pemahaman konsep yang baik apabila
video dapat membantu siswa mengintegrasikan memperoleh nilai posttest sesuai KKM yang
pengalaman dengan pengalaman yang ditetapkan ≥ 75.
sebelumnya sudah ada karena menyajikan
pengalaman yang lebih nyata (Kusumawati et al. HASIL DAN PEMBAHASAN
2014)
Hakikat biologi menurut Saptono (2009)
Pengembangan keterampilan proses
mencakup beberapa hal, yaitu biologi sebagai
berperan sebagai wahana untuk mengaitkan
kumpulan pengetahuan, proses investigasi,
antara pengembangan konsep dan
kumpulan nilai, dan sebagai bagian dari
pengembangan sikap (Semiawan et al. 1992).
kehidupan sehari-hari. Biologi bukan hanya
Perlu adanya KPS dasar siswa yang baik untuk
kumpulan pengetahuan yang dapat diperoleh
meningkatkan hasil belajar. Siswa harus dapat
melalui proses pembelajaran tetapi juga
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya
merupakan sarana untuk mengembangkan
melalui KPS sehingga memunculkan
keterampilan proses melalui investigasi. Selain
pemahaman konsep yang mendalam.
itu, biologi dapat memberi pengalaman berupa
Darmayanti et al. (2013) menyatakan bahwa
kegiatan nyata yang dapat dimengerti siswa dan
penerapan KPS dalam pembelajaran membuat
memungkinkan terjadi interaksi sosial.
hasil belajar optimal.
Penerapan pembelajaran praktikum berbasis GI
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
diintegrasikan dengan video memenuhi hakikat
efektivitas praktikum berbasis guided inquiry
biologi yang disebutkan. Kegiatan praktikum
yang diintegrasikan dengan video transpor
berbasis GI, mengembangkan KPS siswa,

47
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012)

memberikan pengalaman baru dan nyata bagi siswa sehingga membantu siswa dalam
memahami konsep serta melatih interaksi social mengembangkan minat dalam belajar,
antar siswa baik dalam satu kelompok maupun menghindarkan miskonsepsi, dan
dengan kelompok lainnya. Pembelajaran mengembangkan sikap analisis dan kritis pada
praktikum berbasis GI dalam penelitian ini lebih siswa.
mengedepankan proses-proses. Penerapan pembelajaran praktikum
Proses pembelajaran yang dilakukan berbasis GI diintegrasikan dengan video pada
meliputi merumuskan masalah, merumuskan materi transpor membran, dianalisis
hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji pengaruhnya terhadap KPS siswa. Selain
hipotesis dan menarik kesimpulan. Siswa melakukan observasi menggunakan lembar
menyelidiki pertanyaan atau rumusan masalah observasi, KPS siswa dinilai pula melalui
yang disajikan guru dengan menggunakan laporan hasil praktikum yang dibuat siswa, serta
prosedur yang dirancang siswa sendiri. Siswa dinilai melalui wawancara lisan terhadap siswa.
berusaha menggali pengetahuan dan konsepnya Rata-rata penguasaan KPS siswa kelas X IPA 1
sendiri dengan bimbingan guru. Siswa dan kelas X IPA 2 disajikan pada Tabel 1.
membangun konsep pemahamannya sendiri Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
sehingga konsep yang didapat bersifat ingatan KPS per aspek dan rata-rata total KPS kedua
jangka panjang. Hal tersebut sesuai dengan kelas penelitian sudah memenuhi kriteria yang
pendapat A‟yun et al. (2015) yang menyatakan ditetapkan yaitu minimal dalam kriteria baik.
bahwa pembelajaran dengan GI lebih Persentase nilai KPS siswa X IPA 2 lebih besar
menekankan pada siswa untuk berpartisipasi dibandingkan dengan X IPA 1. Meskipun
aktif dalam proses belajar, pengetahuan yang demikian, jumlah siswa kelas X IPA 1 yang
diperoleh merupakan hasil penemuan dan memiliki nilai KPS minimal dalam ketegori baik
pemikiran siswa sendiri sehingga lebih mudah mencapai 100%, sedangkan jumlah siswa kelas
diingat, bersifat jangka panjang, dan optimal. X IPA 2 yang memiliki nilai KPS minimal
Pembelajaran yang diterapkan dalam dalam ketegori baik hanya 93,55%. Hal tersebut
penelitian ini dirancang untuk mengembangkan karena tiga dari seluruh siswa kelas X IPA 2
cara berfikir siswa secara ilmiah dan melatih memiliki nilai KPS masih dalam kriteria cukup.
siswa untuk menggunakan metode ilmiah. Hasil analisis KPS siswa per aspek,
Kegiatan praktikum memberikan kesempatan menunjukkan bahwa kelas X IPA 1 dan kelas X
siswa untuk mencari tahu dan membuktikan IPA 2 memiliki aspek KPS dari yang tertinggi
sebuah teori dengan metode ilmiah. Melalui hingga terendah berbeda. Aspek KPS kelas X
pembelajaran praktikum berbasis GI ini, siswa IPA 1 dari yang tertinggi hingga terendah secara
belajar sains sekaligus juga belajar metode sains. berturut-turut adalah merancang percobaan,
Proses inkuiri memberikan kesempatan kepada mengamati, meramalkan, mengkomunikasikan,
siswa memiliki pengalaman belajar yang nyata dan mengklasifikasikan. Aspek KPS kelas X
dan aktif, siswa dilatih untuk memecahkan IPA 2 dari yang tertinggi hingga terendah secara
masalah sekaligus membuat keputusan. Siswa berturut-turut adalah merancang percobaan,
dituntut bertanggung jawab penuh terhadap mengamati, mengkomunikasikan, mengklasifi-
belajarnya. Lebih dari 75% siswa yang kasikan, dan meramalkan. Nilai rata-rata
menyatakan bahwa pembelajaran yang penguasaan KPS tertinggi pada kedua kelas
diterapkan menarik, membantu siswa dalam tersebut adalah keterampilan merancang
memahami materi, dan memotivasi siswa untuk sedangkan penguasaan KPS terendah kedua
belajar lebih. Hal tersebut sesuai dengan kelas tersebut berbeda. Aspek KPS terendah
pendapat Maknun, et al. (2012) yang pada kelas X IPA 1 adalah keterampilan
menyatakan bahwa kegiatan praktikum mengklasifikasikan sedangkan pada kelas X IPA
berfungsi untuk menghubungkan teori yang 2 adalah keterampilan meramalkan.
diperoleh siswa dengan praktik,

48
Kemampuan merencanakan penelitian dasar dalam melakukan praktikum, sehingga
merupakan unsur penting dalam kegiatan siswa dapat melakukannya dengan baik.
ilmiah. Keterampilan merancang percobaan Meskipun pada awalnya siswa merasa kesulitan
dalam penelitian ini, siswa dituntut mampu dalam merancang percobaan, namun siswa mau
membuat langkah kerja secara sistematis, mencoba dan berusaha bertanya sehingga siswa
membuat tabel pengamatan, menyiapkan alat dapat merancang percobaan dengan sangat baik.
dan bahan percobaan. Jika pada praktikum yang Keterampilan meramalkan merupakan
dilakukan pada pembelajaran sebelumnya siswa salah satu keterampilan penting dalam sains.
hanya melakukan percobaan yang sudah Keterampilan meramalkan dalam penelitian ini,
dirancang oleh guru, dalam penelitian ini siswa siswa dituntut untuk mampu merumuskan
merancang percobaannya sendiri. Siswa diberi masalah penelitian dan mengungkapkan
kebebasan untuk menentukan praktikum yang kemungkinan yang terjadi pada keadaan yang
akan dilakukannya, membuat langkah kerja belum diamati. Sebelum melakukan praktikum
yang diperlukan, menyiapkan alat dan bahan siswa diminta membuat hipotesis untuk
yang diperlukan secara mandiri. Guru berperan menduga kemungkinan yang akan terjadi
sebagai konsultan, pembimbing, dan pengarah setelah telur diberi perlakuan. Siswa
bagi siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat membuktikan hipotesis yang dibuatnya melalui
Hanafiah dan Cucu (2009) yang menyatakan praktikum. Beberapa siswa pada kelas X IPA 2
bahwa dalam pembelajaran GI dimulai dari mengalami kesulitan dalam menduga atau
pertanyaan inti, guru mengajukan berbagai membuat hipotesis karena belum pernah
pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk melakukan praktikum yang serupa sebelumnya.
mengarahkan siswa ke titik kesimpulan yang Meskipun demikian, keterampilan meramalkan
diharapkan. Selanjutnya, siswa melakukan kedua kelas penelitian termasuk dalam kategori
percobaan untuk membuktikan pendapat yang baik.
dikemukakannya. Keterampilan mengamati menurut Susiwi
Pembelajaran berbasis inkuiri, siswa et al. (2009) merupakan suatu kemampuan
ditekankan bukan hanya mampu untuk menggunakan semua indera, dalam kegiatan
menjawab „apa‟, tetapi juga mengerti ilmiah mengamati berarti memilih fakta-fakta
„mengapa‟, dan „bagaimana‟ (Anam 2015). Oleh yang relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal
karena itu, siswa diminta untuk membuat yang diamati. Keterampilan mengamati yang
laporan sementara sebelum praktikum dilakukan siswa dalam penelitian ini yaitu
dilakukan. Guru memberikan kesempatan mengamati proses transpor pasif yang terjadi
kepada siswa untuk bertanya seputar rancangan pada telur tanpa cangkang yang direndam
percobaan yang dibuatnya, guru juga dalam larutan isotonis, hipotonis, dan hipertonis
mengarahkan agar siswa tetap pada tujuan yang sehingga siswa mampu menjelaskan proses
ditentukan. Siswa terlihat antusias dalam transpor membran yang terjadi berdasarkan
merancang percobaan ini, hal tersebut terlihat hasil pengamatan. Selain menggunakan indera
dari banyaknya siswa yang berkonsultasi dengan penglihatan, dalam pengamatan siswa juga
guru terkait rancangan percobaannya di luar menggunakan indera peraba untuk merasakan
jam pelajaran biologi. Siswa peduli akan tekstur telur hasil percobaan.
praktikum yang akan dilakukannya, karena Siswa antusias dalam melakukan
siswa sadar akan tanggung jawabnya. Proses pengamatan, karena percobaan yang dilakukan
merancang percobaan ini membuat siswa merupakan hal baru bagi siswa. Siswa mendapat
dituntut untuk berfikir kritis dan belajar lebih, pengalaman baru yaitu mempelajari transpor
sehingga ketika praktikum dilakukan siswa membran dengan melakukan praktikum
mengetahui apa yang akan dilakukan dan menggunakan telur dan melihat secara langsung
bagaimana cara melakukan-nya dengan jelas. proses demi prosesnya. Antusias siswa yang
Kemampuan merencanakan merupakan hal tinggi terlihat dari rutinnya siswa mengecek
49
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012)

telur yang direndam disela-sela waktu istirahat. dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik
Keterampilan mengamati kelas X IPA 1 siswa. Pemahaman konsep dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori baik, sedangkan kelas mengacu pada Anderson et al. (2002), yang
X IPA 2 termasuk dalam kategori sangat baik. menyatakan bahwa siswa memiliki pemahaman
Keterampilan mengklasifikasikan dalam konsep yang baik jika memenuhi beberapa
penelitian ini, siswa dituntut untuk mampu indikator sebagai acuan dalam proses
membedakan dan menggolongkan jenis transpor pemahaman konsep yaitu: (1) menginterpretasi,
membran yang terjadi berdasarkan hasil (2) memberi contoh, (3) mengklasifikasikan, (4)
pengamatan. Kriteria utama dalam merangkum, (5) menduga, (6) membandingkan,
menggolongkan jenis transpor membran yang dan (7) menjelaskan. Pemahaman konsep dalam
terjadi adalah berdasarkan perubahan massa penelitian ini diukur menggunakan soal posttest.
telur setelah direndam larutan. Beberapa siswa Siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep
pada kelas X IPA 1 mengalami kesulitan dalam yang baik dalam penelitian ini, apabila siswa
membedakan dan menggolongkan jenis transpor mampu mengklasifikasikan, menduga,
membran yang terjadi selama pengamatan membandingkan, menjelaskan, dan
karena kurang mengacu pada teori sehingga memberikan contoh. Indikator pemahaman
kurang tepat dalam mengklasifikasikan jenis konsep tersebut digunakan sebagai indikator
transpor membran. Hal tersebut sesuai dengan soal posttest.
penelitian yang dilakukan oleh Hayat et al. Penggunaan media video dalam
(2011) yang menyatakan bahwa siswa kurang pembelajaran bertujuan untuk memudahkan
dapat menghubungkan antara hasil pengamatan siswa dalam memahami materi. Video
dengan teori menjadi salah satu kendala dalam mengkombinasikan materi auditif untuk
pembelajaran berbasis praktikum. merangsang indera pendengaran dan materi
Keterampilan mengkomunikasikan visual untuk merangsang indera penglihatan.
adalah keterampilan menyampaikan pendapat Kombinasi tersebut menciptakan pembelajaran
hasil keterampilan proses lainnya baik secara yang lebih berkualitas, karena komunikasi
lisan maupun tulisan dalam bentuk rangkuman, berlangsung lebih efektif. Siswa cenderung lebih
tabel, gambar, poster, dan sebagainya (Devi dapat mengingat dan memahami pelajaran jika
2010). Keterampilan mengkomunikasikan tidak hanya menggunakan satu jenis indera saja
dalam penelitian ini, siswa dituntut untuk (Prastowo 2012).
menyajikan data hasil pengamatan dalam Media video cocok untuk materi transpor
bentuk tabel, membuat laporan akhir, dan membran, karena materi yang bersifat
mempresentasikan hasil praktikum di depan mikroskopis tidak cukup hanya diajarkan
kelas. Keterbatasan waktu membuat presentasi dengan penjelasan verbal. Oleh karena itu,
di depan kelas tidak dilakukan oleh semua media video diperlukan yang memiliki berbagai
kelompok. Guru memberi kesempatan kepada kelebihan antara lain membuat konsep yang
kelompok yang bersedia untuk maju abstrak dan kompleks menjadi sesuatu yang
mempresentasikan hasil percobaannya. Guru nyata, sederhana, sistematis, dan jelas. Hal
melakukan generalisasi hasil percobaan untuk tersebut sesuai dengan pendapat Azhar (2003),
menyamakan pemahaman. yang menyatakan bahwa kelebihan video
Penerapan pembelajaran praktikum diantaranya dapat melengkapi pengalaman-
berbasis GI diintegrasikan dengan video pada pengalaman dasar dari peserta didik ketika
materi transpor membran, selain dianalisis mereka membaca, berdiskusi, praktikum, dan
pengaruhnya terhadap KPS siswa, juga lain-lain. Video dapat menunjukkan objek yang
dianalisis pengaruhnya terhadap pemahaman secara normal tidak dapat dilihat. Video yang
konsep siswa. Murti et al. (2014) menyatakan digunakan dalam pembelajaran ini meliputi
bahwa selain kemampuan kognitif, video transpor pasif dan video transpor aktif.
pembelajaran berbasis praktikum juga efektif Video transpor pasif memuat mekanisme difusi
50
terfasilitasi, contoh difusi dan osmosis, dan Tabel 2 Hasil Perbandingan Nilai Posttest
kondisi sel hewan dan tumbuhan dalam
berbagai larutan. Video transpor aktif memuat Komponen IPA 1 IPA 2
mekanisme pompa ion, endositosis, dan ∑ Siswa 31,00 32,00
eksositosis. Nilai 15,00 35,00
Terendah
Kusumawati et al. (2014) menyatakan
Nilai Tertinggi 90,00 95,00
bahwa media video dapat membantu siswa Nilai Rata-rata 73,06 71,72
mengintegrasikan pengalaman dengan ∑ Siswa tuntas 20,00 20,00
pengalaman yang sebelumnya sudah ada karena belajar (≥75)
menyajikan pengalaman yang lebih nyata.
∑ Siswa tidak 11,00 12,00
Siswa mengatakan bahwa dengan penggunaan tuntas belajar
video, memudahkan siswa untuk belajar % tuntas 64,52 62,50
dimanapun dan kapanpun karena video dapat belajar klasikal
disimpan di hand phone. Namun sayangnya, % tidak tuntas 35,48 37,50
distribusi video tidak merata. Beberapa siswa belajar klasikal
belum sempat mengkopi video sehingga
beberapa siswa mengeluhkan belum belajar
secara maksimal. Dewi et al. (2015) menyatakan Nilai posttest dianalisis berdasarkan indikator
bahwa pelaksanaan model pembelajaran soal. Kelas X IPA 1 maupun kelas X IPA 2,
kontekstual dengan teknologi multimedia kemampuan menjelaskan terukur paling tinggi,
berpengaruh terhadap penguasaan konsep sedangkan kemampuan yang terukur paling
siswa. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat rendah adalah meramalkan dan menyimpulkan.
Wahyuni et al. (2015) yang menyatakan bahwa Hal tersebut juga terlihat selama proses
media audiovisual animasi yang dibuat pembelajaran berlangsung yaitu ketika siswa
menggunakan macromedia flash 8 efektif diminta untuk menjelaskan konsep yang
terhadap minat dan hasil belajar siswa. ditunjuk secara acak, siswa mampu menjelaskan
Posttest dilakukan untuk mengukur dengan baik. Namun, siswa merasa kesulitan
pemahaman konsep siswa terhadap materi dalam meramalkan kemungkinan yang akan
transpor membran yang telah diajarkan. Rata- terjadi dalam suatu perlakuan dan
rata hasil posttest maupun ketuntasan belajar menyimpulkan hasil akhirnya, karena siswa
klasikal pada kedua kelas tersebut belum belum memahami konsep dengan baik dan
melampaui kriteria minimal yang ditetapkan belum pernah melakukannya. Hal tersebut
yaitu 75. Rata-rata yang rendah karena nilai dapat dilihat dari soal posttest nomor 9, 11, dan
yang diperoleh siswa tidak merata. Rentang 20, dari ketiga soal tersebut hanya nomor 11
nilai tertinggi dan terendah tergolong besar. yang pernah dilakukan siswa melalui praktikum
Meskipun nilai tertinggi yang dicapai sedangkan soal nomor 9 hanya disajikan melalui
siswa pada kela X IPA 1 sebesar 90 namun nilai video saat pembelajaran di kelas dan soal nomor
terendahnya adalah 15. Siswa yang mendapat 20 tidak disampaikan dalam pembelajaran.
nilai posttest sama dengan atau dibawah 50 Hasilnya adalah persentase siswa menjawab
sebanyak 3 siswa. Hal tersebut membuat nilai salah paling sedikit adalah pada soal nomor 11.
rata-rata posttest menjadi rendah. Begitupun Hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa
dengan kelas X IPA 2, meskipun nilai tertinggi dapat menjawab soal nomor 11 mungkin karena
yang dicapai siswa sebesar 95 namun nilai siswa sudah melakukannya dalam praktikum
terendahnya adalah 35. Siswa yang mendapat dan masih mengingat hasil dari praktikum yang
nilai posttest dibawah 50 sebanyak 5 siswa. Hal dilakukannya. Namun, hal tersebut dapat pula
tersebut membuat nilai rata-rata posttest menjadi diartikan bahwa kemampuan analogi siswa
lebih rendah dibandingkan dengan kelas X IPA masih rendah, karena siswa tidak dapat
1 (Tabel 2).
51
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012)

menyimpulkan kasus yang berbeda pada konsep maksimal. Pelaksanaan pembelajaran tidak
yang sama (Tabel 3). sepenuhnya sesuai dengan rencana yang telah
Ketuntasan individu yang rendah disusun. Penguatan selama pembelajaran
mempengaruhi rendahnya ketuntasan klasikal menjadi kurang, pemutaran video pun
siswa pada kedua kelas penelitian. Nilai dikurangi, sehingga menyebabkan pemahaman
ketuntasan klasikal dan rata-rata nilai posttest konsep siswa menjadi kurang maksimal.
kelas X IPA 1 lebih tinggi dibandingkan dengan Pemutaran video praktikum diakhir pertemuan
X IPA 2. Meskipun demikian, perbedaan bertujuan untuk mengintegrasikan pemahaman
ketuntasan klasikal maupun nilai rata-rata tidak siswa yang diperoleh dari praktikum dengan
berbeda jauh. Hal tersebut mengindikasikan teori sehingga menguatkan pemahaman siswa,

Tabel 3 Rekapitulasi analisis soal berdasar indikator


Indikator No Jumlah siswa menjawab Jumlah rata-rata siswa menjawab
Soal benar (%) benar (%)
X IPA 1 X IPA 2 X IPA 1 X IPA 2
(∑ 31) (∑ 32)
Menjelaskan 2 93,55 78,12 87,10 81,25
7 96,77 96,87
12 70,97 68,75
Mengklasifikasikan 1 96,77 84,37 82,58 77,50
3 90 ,32 87,50
10 74,19 84,37
14 67,74 43,75
15 83,87 87,50
Membandingkan 4 80,64 87,50 79,57 75,00
5 96,77 81,25
16 61,29 56,25
Menyebut dan 6 67,74 81,25 66,66 79,17
menjelaskan contoh 8 41,93 68,75
13 90 ,32 87,50

Meramalkan dan 9 38,71 68,75 49,46 56,25


menyimpulkan 11 58,06 78,12
20 51,61 21,87
Menjelaskan 17 70,97 71,87 70,97 66,66
penerapan konsep 18 74,19 75,00
19 67,74 53,12

bahwa kedua kelas tersebut memiliki namun tidak terlaksana karena keterbatasan
kemampuan yang relatif sama dan pembelajaran waktu. Selain itu, ketuntasan belajar siswa yang
praktikum berbasis GI diintegrasikan dengan rendah juga dipengaruhi oleh soal evaluasi yang
video pada materi transpor membran digunakan. Terdapat beberapa soal yang
memberikan pengaruh yang relatif sama digunakan tidak disinggung dalam pembelajaran
terhadap pemahaman konsep pada kedua kelas sehingga sulit bagi siswa untuk menjawabnya
tersebut. dengan benar.
Ketuntasan belajar klasikal siswa yang Pembelajaran juga dilaksanakan
rendah salah satunya karena pengurangan bertepatan dengan adanya kunjungan alumni
waktu jam pelajaran menjadi 30 menit jam dan untuk menyambutnya sekolah mengadakan
pelajaran pada saat penelitian dilakukan. Maka, kegiatan bersih-bersih sekolah. Pembelajaran
pembelajaran yang direncanakan berlangsung pun dilakukan setelah kegiatan bersih-bersih
selama 90 menit hanya berlangsung selama 60 kelas, sehingga selama pembelajaran siswa
menit, sehingga pembelajaran menjadi kurang dalam keadaan lelah dan mengantuk. Hal

52
tersebut berdampak pada motivasi belajar, bahwa pembelajaran tidak hanya cocok
proses, dan hasil belajar siswa. Siswa diterapkan untuk materi transpor membran
menyatakan dalam angket bahwa dirinya namun juga cocok diterapkan untuk materi
kurang termotivasi belajar karena merasa lelah lainnya.
dan mengantuk sehingga malas untuk belajar. Semiawan et al. (1992) menyatakan
Selain itu rendahnya motivasi belajar siswa juga bahwa pengembangan keterampilan proses
karena siswa kurang tertarik dengan materi berperan sebagai wahana untuk mengaitkan
transpor membran sehingga merasa kesulitan antara pengembangan konsep dan
dalam belajar. Anak yang kurang menyukai pengembangan sikap. Oleh karena itu, nilai KPS
pelajaran tertentu akan jarang mempelajari dianalisis terhadap nilai posttest yang diperoleh.
pelajaran tersebut sehingga siswa kurang Berdasarkan hasil analisis, siswa yang memiliki
menguasai pelajaran dan hasil ulangan pun jelek nilai KPS kategori rendah pada kelas X IPA 2,
(Djamarah & Zain 2006). Ada pula siswa yang nilai posttest ketiganya belum mencapai
lebih suka dan terbiasa dengan pembelajaran ketuntasan individu, bahkan dua diantaranya
konvensional yaitu dengan ceramah dan guru memiliki nilai dibawah 50. Ketiga siswa tersebut
mencatat di papan tulis. adalah siswa dengan nomor 10, 13, dan 26.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh Siswa no 10 memperoleh nilai posttest 35 dan
faktor internal dan faktor eksternal siswa. Faktor memiliki nilai KPS terendah pada aspek
internal yang dimaksud dalam penelitian ini mengklasifikasikan. Siswa tersebut juga
meliputi, tingkat intelegensia siswa, motivasi menyatakan dalam angket tanggapan siswa
belajar instrinsik siswa, dan minat siswa yang bahwa dirinya kurang termotivasi untuk belajar
berbeda, sedangkan faktor eksternal yang lebih karena merasa lelah dan mengantuk.
mempengaruhi adalah kondisi lingkungan Kondisi tersebut yang mungkin menyebabkan
sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat rendahnya nilai pemahaman konsep dan KPS
A‟yun et al. (2015) yang menyatakan bahwa yang diperolehnya.
faktor internal intelegensi (tingkat kecerdasan) Siswa no 13 memiliki nilai posttest 55
berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar dan memiliki nilai KPS terendah pada aspek
siswa. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah mengkomunikasikan. Hal tersebut karena siswa
faktor eksternal, khususnya aspek (pengaruh) tersebut kurang dapat menyajikan data dan
lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun kurang berperan dalam pembuatan laporan.
lingkungan sekolah. Siswa yang beranggapan Selain itu nilai KPS siswa tersebut pada aspek
bahwa pembelajaran yang diterapkan hanya lainnya termasuk dalam ketegori cukup. Sama
sekedar untuk penelitian juga termasuk faktor halnya dengan siswa no 10, siswa tersebut juga
yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar menyatakan dalam angket tanggapan siswa
siswa. Anggapan yang diyakini siswa tersebut, bahwa dirinya kurang termotivasi untuk belajar
membuat siswa tidak bersungguh-sungguh karena merasa lelah dan mengantuk. Siswa no
dalam mengikuti pelajaran maupun dalam 26 memiliki nilai posttest 35 dan memiliki nilai
mengerjakan tugas yang diberikan. KPS dalam kriteria cukup dalam semua aspek.
Meskipun pembelajaran yang Hal tersebut terlihat ketika pelaksanaan
diterapkan belum dapat dikatakan efektif praktikum, siswa tersebut kurang aktif dalam
terhadap pemahaman konsep siswa, namun melakukan kegiatan proses percobaan.
sebagian besar siswa memberikan tanggapan Berdasarkan ketiga nilai siswa tersebut diketahui
positif terhadap pembelajaran ini. Sebagian bahwa siswa yang memiliki nilai KPS yang
besar siswa menyatakan bahwa pembelajaran rendah juga memiliki nilai posttest yang rendah,
ini cocok diterapkan pada materi transpor dengan kata lain pemahaman konsep siswa pun
membran, memudahkan siswa dalam rendah.
memahami konsep serta memotivasi siswa Nilai KPS semua siswa kelas X IPA 1
untuk belajar lebih. Beberapa siswa menyatakan termasuk dalam kriteria baik, namun terdapat 3
53
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012)

siswa yang memiliki nilai posttest dibawah 50 kebebasan untuk membuat produk apapun,
yaitu siswa nomor 3, 9, dan 13. Siswa no 3 namun harus berkaitan dengan materi transpor
memiliki nilai posttest 50 namun memiliki nilai membran. Produk yang dibuat siswa beragam,
KPS dalam kategori sangat baik. Begitupun berupa peta konsep, video, pop up book, dan
dengan siswa no 9 dan 13, meskipun memiliki pohon ilmu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
nilai posttest 15 dan 45 namun nilai nilai KPS pembelajaran berbasis inquiry ini mendorong
dalam kategori baik. Kendala yang dihadapi kreativitas siwa.
siswa no 3 adalah masih adanya kebingungan Kendala dalam dalam pelaksanaan
ketika memahami materi, sedangkan siswa no 9 praktikum adalah mengenai waktu.
tidak suka dengan materi transpor membran dan Pembelajaran yang diterapkan menyita banyak
siswa no 13 mengatakan bahwa kendala yang waktu karena dalam praktikum ini siswa
dialami adalah kurangnya catatan ketika melakukan tahap demi tahap secara mandiri
pembelajaran. Siswa tersebut terbiasa belajar namun tetap dalam pengawasan guru.
dengan menggunakan catatan, jadi ketika Banyaknya waktu yang diperlukan, membuat
dirinya kurang mencatat maka pemahaman praktikum sebagian dilakukan diluar jam
yang diperolehnya kurang maksimal. pelajaran.
Berdasarkan ketiga nilai siswa tersebut
diketahui bahwa siswa yang memiliki nilai KPS SIMPULAN
dalam kriteria baik belum tentu memiliki
pemahaman konsep yang baik pula. Siswa Berdasarkan hasil penelitian dan
dengan KPS baik belum tentu mencerminkan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
bahwa siswa tersebut memahami materi dengan penerapan praktikum berbasis guided inquiry
baik. Siswa menjadi banyak bertanya, menulis, diintegrasikan dengan video transpor membran
dan berinteraksi dengan siswa lainnya karena efektif terhadap keterampilan proses sains siswa
siswa tersebut belum atau tidak memahami. Hal namun kurang efektif terhadap pemahaman
ini menyebabkan siswa tidak tuntas belajar konsep siswa. Nilai KPS 95% siswa termasuk
walaupun memiliki tingkat KPS yang baik dan dalam kriteria baik dan sangat baik, namun
begitupun sebaliknya. Hal tersebut juga dapat jumlah siswa yang mencapai ketuntasan klasikal
terjadi karena ketertarikan siswa siswa yang posttest hanya sebanyak 64%. Hal tersebut
berbeda, ada siswa yang suka dalam melakukan karena pelaksanaan pembelajaran yang kurang
kegiatan praktikum namun lemah dalam sesuai dengan perencanaan.
pemahaman sehingga tidak dapat menjawab
soal posttest dengan maksimal. DAFTAR PUSTAKA
Pembelajaran berbasis inkuiri
Anam K. 2015. Pembelajaran Berbasis Inquiry Metode
mendorong siswa semakin berani dan kreatif
dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dalam berimajinasi. Imajinasi siswa dibimbing
Anderson LW, DR Krathwohl. 2002. A taxonomi of
untuk menciptakan penemuan-penemuan, baik
learning teaching and assessing: A revision of
penyempurnaan dari hal yang telah ada, blooms taxonomy educational.
maupun menciptakan ide, gagasan, atau alat Azhar A. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja
yang belum ada sebelumnya. Siswa didorong Grafindo.
bukan hanya untuk mengerti pelajaran, tapi juga A‟yun Q, RD Novi, & Sudarmin. 2015. Efektivitas
mampu menciptakan penemuan. Siswa tidak model think pair square (TPS) berbasis guided
hanya berada dalam lingkup pembelajaran inquiry pada tema sistem transportasi untuk
telling science tetapi didorong hingga berada meningkatkan hasil belajar kognitif dan sikap
ilmiah siswa. Unnes Science Education Journal 4
dalam lingkup pembelajaran doing science (Anam
(3).
2015). Siswa dalam penelitian ini ditugaskan
Bilgin I. 2009. The effects of guided inquiry
untuk membuat produk, tanpa membatasi instruction incorporating a cooperative
imajinasi dan kreativitas siswa. Siswa diberi
54
learning approach on university students‟ Murti S, Muhibbuddin, & C Amaliah. 2014.
Achievement of acid and bases concepts and Penerapan pembelajaran berbasis praktikum
attitude. Scientific Research and Essay, 4 (10). untuk meningkatkan kemampuan kognitif
[Balitbang Kemendikbud] Badan Penelitian dan dan psikomotorik pada perkuliahan anatomi
Pengembangan Kementrian Pendidikan dan tumbuhan. Jurnal Biologi edukasi Edisi 12 6 (1):
Kebudayaan. 2014. Laporan Hasil Ujian 1-8.
Nasional 2014. Jakarta: Pusat Penelitian Nashrullah A, S Hadisaputro, & SS Sumarti. 2015.
Pendidikan- Balitbang Kemendikbud. ISBN Keefektifan metode praktikum berbasis
978-602-259-053-8. inquiry pada pemahaman konsep dan
Darmayanti NWS, W Sadia, & AAIAR Sudiatmika. keterampilan proses. Chemistry in Education
2013. Pengaruh Model Collaborative Journal, 4 (2).
Teamwork Learning terhadap Keterampilan Panjaitan MB, M Nur, B Jatmiko. 2015. Model
Proses Sains dan Pemahaman Konsep Pembelajaran Sains Berbasis Kreatif-Inquiry
Ditinjau dari Gaya Kognitif. e-Journal untuk Meningkatkan Berfikir Kreatif dan
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Jurnal
Ganesha Program Studi Sains 3. Pendidikan Fisika Indonesia 11(1): 8-22.
Daryati T. 2008. Peningkatan Kualitas Siswa melalui Prastowo A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan
Pendekatan Salingtemas. Di dalam: Edukasi. Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.
Semarang: FIP UNNES. Rahman AA, Samingan, & Khairil. 2014. Penerapan
Devi PK. 2010. Keterampilan Proses Dalam pembelajaran berbasis praktikum terhadap
Pembelajaran IPA Untuk Guru SMP. hasil belajar dan kemampuan kerja ilmiah
PPPPTKIPA. siswa pada konsep sistem peredaran darah di
Dewi ARC, Sarwi, & A Yulianto. 2015. Penerapan SMA Negeri 2 Peusangan. Jurnal EduBio
model pembelajaran kontekstual dengan Tropika 2 (1): 121-186.
teknologi multimedia untuk peningkatan Setiawan I. 2008. Penerapan pengajaran kontekstual
penguasaan konsep dan pengembangan berbasis masalah untuk meningkatkan hasil
karakter siswa SMA kelas XI Unnes Physics belajar biologi siswa kelas X2 SMA
Education Journal 4 (3). Laboratorium Singaraja. Jurnal Penelitian dan
Djamarah SB & A Zain. 2006. Strategi Belajar Pengembangan Pendidikan 2:42-59.
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Semiawan C, AF Tangyong, S Belen, Y
Hanafiah & Cucu. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Matahelemanual, & W Suseloardjo. 1992.
Bandung: PT. Refika Aditama. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta:
Hayat MS, S Anggraeni, & S Redjeki. 2011. Grasindo.
Pembelajaran berbasis praktikum pada Susiwi, AA Hinduan, Liliasari, & S Ahmad. 2009.
konsep invertebrata untuk pengembangan Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa
sikap ilmiah siswa. Jurnal Bioma 1 (2). Pada “Model Pembelajaran Praktikum D-E-
Kusumawati RD, M Indrowati, & Maridi. 2014. H”. Jurnal Pengajaran MIPA 14 (2).
Penerapan strategi pembelajaran active Wahyuni T, A Widiyatmoko, & I Akhlis. 2015.
knowledge sharing disertai media video untuk Efektivitas penggunaan media audiovisual
meningkatkan keaktifan belajar biologi siswa pada pembelajaran energi dalam sistem
VII-E SMP Negeri 16 Surakarta tahun kehidupan pada siswa SMP. Science Education
pelajaran 2010/2011. Seminar Nasional Journal 4 (3).
Pendidikan Sains IV (SNPS IV 2014) 1(1). Wena M. 2008. Strategi Pembelajaran Inovatif
Maknun D, R Surtikanti, & T Subahar. 2012. Kotemporer Suatu Tinjauan Konseptual
Pemetaan keterampilan esensial laboratorium Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
dalam kegiatan praktikum ekologi. Jurnal Wulandari FRA, NR Dewi, & I Akhlis. 2013.
Pendidikan IPA Indonesia 1 (1):1-7. Pengembangan CD Interaktif Pembelajaran
Mardapi D, Kumaidi, & B Kartowagiran. 2011. IPA Terpadu Tema Energi dalam Kehidupan
Pengembangan instrumen pengukur hasil untuk Siswa SMP. Unnes Science Education
belajar nirbias dan terskala baru. Jurnal Journal, 2 (2): 263.
Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan 15 (2):326-
341.

55

Anda mungkin juga menyukai