Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik. Secara
klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroup dari strain yang terlibat berbeda.
Kasus endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain serogroup B yang
biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6
bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang
mempunyai kecendrunganuntuk menyerang usia yang lebih tua.Lebih dari setengah kasus
meningococcus terjadi pada umurantara 1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang
didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari
45 tahun. DiAS dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama
keadaannonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien
usia 5 sampai 9 tahun.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakanpredisposisi untuk terjadinya
penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapatmerubahbarier mukosa nasofaring,
sehingga merupakan predisposisi untukterjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di
daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang
merupakan peralihan dari musim hujanke musim panas. African outbreaks terjadi selama
musim panas dari bulanDesember hingga juni. Di daerahSub-saharan Meningitis Belt
(Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hinggaNiger, Nigeria, Chad, Sudan di
timur) di mulai pada musism panas/winter dry season(November-Desember),mencapai
puncaknya pada akhir April-awal Mei, saat angingurun Harmattan berkepanjangan dan
tingginya suhu udara sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya
musim penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang
virulen mungkin merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk
lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene
yang rendah danlingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi
epidemik. Infeksi. meningitidis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti
bahwa tidakdidapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke
manusiapada infeksi M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi
meningococcus,transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan
(airbonedroplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit meningitis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien meningitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit meningitis,
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien meningitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan
ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS).
Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak
dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak
(Wordpress. 2009)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput
yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah
kedalam cairan otak (Black & Hawk.2005)
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti
Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial
adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa
disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan
subarakhnoid (Lippincott Williams & Wilkins.2012)

B. Anatomi dan Fisiologi Organ Terkait


Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri
dari tiga lapis yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang
belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas
durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
(Universitas Sumatera Utara)
C. Klasifikasi Meningitis
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
D. Etiologi Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri lebih
berbahaya.
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di
antaranya:
a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis bakteri
meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada vaksin
yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal bakteri.
b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung
mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan tubuh
mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa terkena
meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus.
d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang
anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka
penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.

Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis


meliputi:

a) Dalam baru-borns - pneumokokus bakteri atau group B streptokokus, Listeria


monocytogenes, Escherichia coli.
b) Bayi dan anak-anak - H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun
dan menjadi unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus,
Streptococcus radang paru-paru.
c) Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N.
meningitidis, gram negatif Basil, staphylococci, streptokokus dan L.
monocytogenes.
d) Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L.
monocytogenes, tuberculosis (TB), organisme gram-negatif.
e) Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit
atau prosedur. Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus.
2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui
kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada
dekat dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi
seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar
oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam
kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga
tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat
mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
3. Meningitis virus penyebab
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap banyak
virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis. Contoh
campak, gondok dan Rubela (MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan
kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya merupakan penyebab utama dari
virus meningitis pada anak-anak.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:
a) Virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes
b) Enteroviruses-virus
c) Gondok
d) Echovirus
e) Coxsackie
f) Virus herpes zoster
g) Campak
h) Arbovirus
i) Influenza
j) HIV
k) Virus West Nile
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi
dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah
terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah menyentuh permukaan atau objek
yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran.
5. Penyebab lain dari meningitis
Penyebab lain dari meningitis meliputi:
a) Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan Coccidioides
spesies dan melihat pada pasien AIDS
b) Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis eosinophilic
yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
c) Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme,
leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret's
meningitis
d) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-
infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan
bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally selama anestesi atau
prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus eritematosus dan penyakit
dll.
(News Medical Life Sciences & Medicine)
E. Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia
dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid,
CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
(Universitas Sumatra Utara)
Pathway
Tonsilitis,bronkitis, typus abdominalis dan penyakit
lain

Mikroorganisme secara hematogen sampai ke meningen

Meningitis

Mikrorganisme mensekresi Kenaikan volume dan


toksik peningkatan vikositas LCS

Toksemia Penurunan penyerapan cairan

Peningkatan suhu oleh Peningkatan tekanan intrakranial


pengaturah hipotalamus

Peningkatan ekstensi
Depresi pada pusat kesadaran,
Hipertermi neuron
memori, respon, lingkungan luar

Peningkatan output cairan dan Penurunan kesadaran Kejang


Penurunan sekresi trakeobronkial

Resiko cedera fisik


Penumpukan sekret di trakea,
bronkus
Penyempitan lumen
trakea, bronkus

Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas
Penurunan Oksigen

Ketidakefektifan perfusi jaringan


serebral
F. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot –
otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda
kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial) :
1) Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
2) Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit
individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
3) Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis.
4) Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
5) Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
6) Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul;
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
7) Demikian pula alasan yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8) Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK
sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan
karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan
tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.
9) Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi
purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10) Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus,
dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura
yang menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
11) Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada
cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara
luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal
dan urine.
G. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
1) Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2) Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena
adanya infeksi karena kuman.
3) Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4) Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5) Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6) Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7) Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
8) Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. (Harsono.
2007)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala. (Harsono. 2007).
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa
nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada
biasanya diikuti rasa nyeri. (Harsono. 2007).
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepada
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif atau negatif
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono. 2007).
d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila
pada pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral. (Harsono. 2007)
2. Pemeriksaan Cairan Serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
a) Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif
pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada
pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena
mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan
mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
b) Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada
meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
4. Pemeriksaan Radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus
paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki
dilakukan CT Scan.
(Harsono. 2007)
I. Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif/Medikal
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur
darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan
kuman penyebab. Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik
tergantung pada pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah
otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi.
Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat,
dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur
CSF akan menjadi negatif. Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi
etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai
tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.
Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian
antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid
dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan
bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai
dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
a) Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg
selama 1 setengah tahun.
b) Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):

a) Sefalosporin generasi ketiga


b) Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c) Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:

a) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6


mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital
5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
b) Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
c) Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
d) Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
e) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena
2) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat
menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan.
Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al (1988) melakukan penelitian
pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial karena
H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam
jam selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada
pemeriksaan 24jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang
mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan
pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah lebih
rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan
pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau
pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau
tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan
deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal,
penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain
dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3) Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan
patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan
operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang
mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika
broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya
akan memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial
dari otitis media. (Majalah Kedokteran Nusantara Vol.3.2006)
b. Perawatan
1. Pada saat kejang :
a) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka,
b) Hisap lendir,
c) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi,
d) Hindarkan penderita dari resiko terjatuh.
2. Bila penderita tidak sadar
a) Beri makan melalui sonda,
b) Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin,
c) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.
3. Pada inkontinensia urine dilakukan kateterisasi dan pada inkontinensia alvi
dilakukan lavement
4. Lakukan pemantuan ketat tanda-tanda vital
BAB III
PEMBAHASAN
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS
I. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, umur, alamat, nomor register, pekerjaan, pendidikan,
agama, penanggung jawab
b. Keluhan Utama
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku.. Anak dengan meningitis
sering mengalami kejang, pen ururnan kesadaran, demam yang tinggi, dan
pada anak lebih besar sering mengeluh sakit kepala.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status
penyakit yang dideritanya.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
 Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
 Pernahkah operasi daerah kepala ?
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keadaan kesehatan keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
klien/yang dapat mempengaruhi keadaan masalah klien baik riwayat
penyakit keturunan atau pola hidup keluarga.
d. Data sosial, psikologis dan spiritual
Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi
kebiasaan klien dan pilihan pengobatan.
2. Data Obyektif
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Kesadaran biasanya menurun hingga timbul stupor dan
penampilan tampak lemah
2) Tanda – Tanda Vital (Vital Sign) : Pada klien biasanya terdapat
peningkatan suhu tubuh dan peningkatan denyut nadi serta
peningkatan respirasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada bayi dan anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : Kaji adanya demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulus, kejang, menangis dengan
merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinsky
positif.
1) Daerah kepala dan leher
Kepala mengalami pembesaran, rambut dan kulit kepala biasanya
tidak terdapat kelainan, ubun-ubun biasanya menonjol. Mata dapat
mengalami kelumpuhan urat saraf sehingga timbul strabismus dan
nistagmus dapat juga terjadi potofobia, mulut dan kulit bibir tampak
kering.
2) Daerah dada dan abdomen
Dada terdapat ketidakteraturan pernapasan atau apnea suara napas
rales.Perut datar lembut, ditemukan adanya peningkatan peristaltik
usus, tidak ditemukan adanya luka iritasi.
3) Genetalia dan anus
Bentuk genetalia tidak ditemukan adanya kelainan atau lesi, hanya
pada daerah anus tampak ada luka iritasi.
4) Ekstremitas atas dan bawah
Biasanya tidak ada kelainan bentuk pada ekstremitas atas dan bawah.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lumbal fungsi untuk pemeriksaan bakteriologik,
tekanan dan jumlah sel meninggi, kadar glukosa dan klorida biasanya
menurun, rontgen untuk mengetahui adanya infiltrat, kadar protein
meninggi, uji tuberkulin.
d. Pemberian Terapi
Pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi
obat antituberkulosis ditambah dengan kostikosteroid, pengobatan
simtomatik bila terdapat kejang. Pemberian antibiotik dan sawar otak.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi,
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial,
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan, ketidakmampuan untuk betuk, dan penurunan kesadaran,
4. Resiko cedera fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, disorientasi,
kejang.
III. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
a. Tujuan: Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
b. Kriteria hasil: Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C

INTERVENSI RASIONALISASI
Ukur suhu badan anak setiap 4 suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan
jam proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan Untuk mempertahankan suhu
badan mendekati normal
Berikan kompres hangat Untuk mengurangi demam dengan
proses konduksi
Berikan selimut pendingin Untuk mengurangi demam lebih
dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : Untuk mengurangi demam dengan
pemberian antipiretik aksi sentralnya di hipotalamus

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial.
a. Tujuan :
1) Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
2) Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
b. Kriteria hasil:
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Rasa sakit kepala berkurang
3) Kesadaran meningkat
4) Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda
tekanan intrakranial yang meningkat.

INTERVENSI RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan Perubahan pada tekanan intakranial akan
posisi tidur terlentang tanpa dapat meyebabkan resiko untuk
bantal terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
neurologis dengan GCS. lanjt
Monitor tanda-tanda vital Pada keadaan normal autoregulasi
seperti TD, Nadi, Suhu, mempertahankan keadaan tekanan darah
Resoirasi dan hati-hati pada sistemik berubah secara fluktuasi.
hipertensi sistolik Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar, nausea yang
menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
membatasi muntah, batuk. intrakranial dan intraabdomen.
Anjurkan pasien untuk Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
mengeluarkan napas apabila atau merubah posisi dapat melindungi
bergerak atau berbalik di diri dari efek valsava
tempat tidur.
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus Meminimalkan fluktuasi pada beban
dengan perhatian ketat. vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi
cairan dan cairan dapat menurunkan
edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis
dokter seperti: Steroid, Terapi yang diberikan dapat menurunkan
Aminofel, Antibiotika. permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi
dan kejang.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kelemahan otot


pernapasan, ketidakmampuan untuk batuk, penumpukan sekrest dan
penurunan kesadaran.
a. Tujuan : bersihan jalan napas efektif dan pertukaran gas normal
b. Kriteria hasil :
1) Pasien dapat melakukan batuk efektif
2) Frekuensi dan pola nafas normal
3) Tidak ada suara tambahan
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan pasien untuk mengosongkan Menurunkan resiko aspirasi atau
mulut dari benda atau zat tertentu. masuknya suatu benda asing ke
faring.
Letakkan pasien pada posisi miring, Meningkatkan aliran (drainase)
permukaan datar, miringkan kepala sekret, mencegah lidah jatuh dan
selama serangan kejang menyumbat jalan napas
Tanggalkan pakaian pada daerah leher Untuk memfasilitasi usaha
dan dada serta abdomen bernapas dan ekspansi dada
Masukkan spatel lidah, jalan napas Jika memasukkannya diawal
buatan atau gulungan benda lunak sesuai untuk membuka rahang, alat ini
dengan indikasi dapat mencegah tergigitnya lidah
dan memfasilitasi saat melakukan
hisap lendir atau memberi
sokongan terhadap pernapasan
jika diperlukan. Jalan napas
buatan mungkin diindikasikan
setelah meredanya aktifitas kejang
apabila pasien tidak sadar dan
tidak dapat mempertahankan
posisi lidah yang aman
Lakukan penghisapan sesuai indikasi Menurunkan resiko aspirasi dan
asfiksia
Berikan tambahan oksigen sesuai Dapat menurunkan hipoksia
kebutuhan serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun.

4. Resiko cedera fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, disorientasi,


kejang.
a. Tujuan :
1) Berkurangnya tingkat cedera dan jatuh
2) Meningkatnya keamanan lingkungan pasien
b. Kriteria hasil : tidak mengalami kejang atau penyerta cedera lain.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau adanya kejang atau kedutan Mencerminkan adanya iritaasi SPP
pada tangan, kaki dan mulut serta secara umum yang memerlukan
otot wajah yang lain evaluasi segera dan intervensi yang
memungkin untuk mencegah
komplikasi
Berikan keamanan pada pasien Melindungi pasien jika terjadi
dengan memberi bantalan pada kejang. Catatan : Memasukkan
penghalang tempat tidur, jalan napas buatan atau gulungan
pertahankan penghalang tetap lunak hanya jika rahangnya
terpasang dan pasang jalan napas relaksasi, jangan dipaksa
buatan plastik atau gulungan lunak memasukkan jika giginya mengatup
dan alat penghisap dan jaringan lunak akan rusak
Pertahankan tirah baring selama Menurunkan resiko terjatuh ketika
fase akut. Pindahkan atau gerakkan terjadi vertigo, sinkope atau ataksia
dengan bantuan yang sesuai
Berikan obat sesuai indikasi, seperti Merupakan indikasi untuk
fenitoin (dilantin), diazepam penanganan dan pencegahan
(valium), fenobarbital (luminal) kejang. Catatan : Fenobarbital
dapat menyebabkan depresi
pernapasan dan sedatif serta
menutupi tanda atau gejala dari
peningkatan TIK

IV. Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan
kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat.
V. Evaluasi Keperawatan
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus
pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman
pembuatan SOAP, atau SOAPIER pada masalah yang tidak terselesaikan atau
teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

Anda mungkin juga menyukai