Anda di halaman 1dari 3

Faktor Pertumbuhan Mikroba

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan suatu mikroorganisme. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut terbagi mejadi tiga kelompok besar,
yaitu faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi. Faktor fisika antara lain suhu, kandungan oksigen,
tekanan osmotik, pH, dan lain-lain. Faktor kimia antara lain senyawa racun atau senyawa kimia lain
yang berfungsi sebagai bahan makanan. Faktor biologi antara lain interaksi dengan mikroorganisme
lain (Gandjar dkk. 1992).

A. Faktor Fisika

Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroba adalah mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan
kimia di dalam sel. Semakin meningkat suhu, maka laju reaksi akan semakin cepat. Namun, pada
taraf suhu tertentu, komponen sel akan mengalami kerusakan. Suhu akan meningkatkan
metabolisme sampai pada titik terjadinya denaturasi. Ketika mencapai titik tersebut, fungsi sel akan
menurun sampai ke titik nol. Berdasarkan hal tersebut, ada tiga tingkatan suhu yang memengaruhi
mikroorganisme. Suhu minimum adalah batas terendah bagi suatu mikroba masih dapat hidup,
suhu optimum adalah suhu optimal bagi suatu mikroba untuk melakukan pertumbuhan, dan suhu
maksimum adalah batas tertinggi bagi suatu mikroba untuk dapat hidup (Madigan dkk. 2011).
Berdasarkan bentuk adaptasi terhadap suhu, mikroba diklasifikasikan ke dalam empat, yaitu:

Psikrofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi dingin.

Mesofilik adalah mikroba yang menyukai temperatur sedang. Contoh bakteri mesofilik adalah
Clostridium botulinum.

Termofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi panas. Contoh bakteri termofilik adalah
Clostridium nigridicans dan Bacillus stearothermophilus.

Hipertermofilik adalah mikroba yang menyukai kondisi suhu sangat panas. Pengaruh ph terhadap
pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kondisi asam atau basanya lingkungan suatu mikroba. Jika
pH lebih rendah dari 7 (pH netral), berarti kondisi berada dalam keadaan asam. Sementara itu, nilai
pH di atas 7 menunjukkan bahwa kondisi berada dalam keadaam basa (alkifilik). Jika dilihat dari pH,
umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH netral (neutrofilik), yaitu 6,5 sampai
7,5. Namun, ada juga mikroba yang tahan pada kondisi pH rendah atau asam (asidofilik) dan
mikroba yang tahan pada kondisi pH tinggi atau basa (alkalifilik) (Tortora dkk., 2010; Madigan dkk.,
2011). Faktor tekanan osmotik berkaitan dengan seberapa tinggi konsentrasi zat terlarut, seperti
garam, gula, dan substansi lain, berada dalam suatu zat pelarut (air). Pengaruh tekanan osmotik
terhadap pertumbuhan mikroba adalah substansi yang terlarut mempunyai afinitas kepada air,
membuat air berasosiasi dengannya sehingga lebih sedikit tersedia untuk organisme. Jika
konsentrasi larutan pada suatu lingkungan melebihi yang berada dalam sitoplasma, air di dalam sel
akan keluar. Hal tersebut akan memberikan ancaman yang serius karena sel bisa dehidrasi sehingga
sel tidak dapat tumbuh. Ketersediaan air diekspresikan dalam bentuk aktivitas air atau diberi simbol
aw. Berdasarkan bentuk adaptasi terhadap tekanan osmotik, mikroba dikelompokkan menjadi
halophile, osmophile, dan xerophile (Madigan dkk., 2011).

Halofilik adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang konsentrasi garamnya
sangat tinggi, disebut juga sebagai extreme halophile. Terdapat pula mikroba yang termasuk
halotolerant, yaitu jenis yang mampu hidup ketika terjadi pengurangan kadar air, namun mikroba
tersebut dapat tumbuh lebih baik apabila tidak terjadi pengurangan kadar aiar atau penambahan zat
terlarut. Sementara itu, osmophile adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi gula yang
tinggi dalam sebuah larutan. Xerophile adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi
lingkungan kering (keringnya karena kekurangan air bukan karena tingginya konsentrasi zat terlarut)
(Madigan dkk., 2011).

Sementara itu, oksigen berperan penting bagi mikroorganisme dalam hal respirasi sel. Namun, tidak
semua mikroorganisme membutuhkan oksigen ketika melakukan respirasi sel. Berdasarkan
kebutuhan mikroorganisme terhadap oksigen, maka mikroorganisme dikelompokkan menjadi aerob
obligat, aerob fakultatif, mikroaerophile, aerotolerant, dan anaerob obligat (Madigan dkk. 2011).

Aerob obligat adalah jenis mikroba yang membutuhkan O2 dan tipe metabolismenya adalah
respirasi aerobik. Aerob fakultatif adalah jenis mikroba yang tidak membutuhkan O2, namun
tumbuh dengan baik jika tersedia O2. Tipe metabolisme pada mikroba aerob fakultatif ialah respirasi
aerobik, fermentasi, dan respirasi anaerobik. Mikroaerofil adalah jenis mikroba yang membutuhkan
O2 dalam jumlah yang sedikit, tipe metabolismenya adalah respirasi aerobik. Aerotolerant adalah
jenis mikroba yang tidak membutuhkan O2 dan mengalami pertumbuhan yang lambat jika tersedia
O2. Tipe metabolisme jenis aerotolerant adalah fermentasi. Anaerob obligat adalah jenis mikroba
yang akan letal atau rusak jika tersedia O2 dan tipe metabolismenya adalah fermentasi atau respirasi
anaerobik (Madigan dkk. 2011).

B. Faktor Kimia

Faktor kimia yang memengaruhi mikroorganisme adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai
bahan makanan dan senyawa kimia yang bersifat racun bagi mikroorganisme. Senyawa kimia yang
berfungsi sebagai bahan makanan bagi mikroorganisme, misalnya karbon, nitrogen, sulfur,
fosfor, trace element, dan organic growth factor (Tortora dkk. 2010). Sementara itu, senyawa yang
bersifat racun bagi mikroba adalah zat desinfektan dan antiseptik. Zat desinfektan adalah zat kimia
yang dapat membunuh mikroorganisme, tetapi tidak perlu endospora, dan digunakan pada objek
yang mati. Zat antiseptik adalah agen kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroba dan tidak toksik jika digunakan oleh jaringan hidup. Contoh zat desinfektan adalah ethanol
dan detergen kationik yang digunakan untuk disinfeksi lantai, meja, dinding, dan lain-lain. Contoh
zat antiseptik adalah ethanol, walaupun dapat juga berfungsi sebagai desinfektan (Madigan dkk.
2011).

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan zat yang bersifat
racun bagi mikroba, yaitu metode paper disk assay dan metode cylinder plate assay. Metode paper
disk assay memiliki prinsip membandingkan zat kimia yang beracun terhadap mikroba dengan cara
mecelupkan paper disk dalam zat kimia tersebut kemudian meletakkannya pada medium yang telah
ditumbuhkan bakteri. Jika agen kimia bersifat inhibitor, akan terbentuk zona bening (clear zone) di
sekitar disk. Ukuran dari zona bening adalah ekspresi dari tingkat efektivitas agen kimia tersebut dan
dapat dibandingkan secara kuantitatif dengan efek dari agen kimia yang lain (Benson 2001).
Sementara itu, metode cylinder plate assay memiliki prinsip yang sama seperti metode paper disk
assay, namun bedanya pada metode cylinder plate assay menggunakan silinder kaca (Gandjar dkk.
1992).
C. Faktor Biologi

Faktor biologi juga dapat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, misalnya adalah peristiwa
sinergisme mikroba atau antagonisme mikroba. Sinergisme mikroba adalah peristiwa pada dua atau
lebih mikroba yang secara bersama-sama memproduksi substansi yang tak satupun dapat
memproduksinya secara terpisah. Antagonisme mikroba adalah peristiwa salah satu organisme
pertumbuhannya terhambat dan yang lainnya tidak terhambat (peristiwa tersebut disebut juga
antibiose). Hal tersebut karena organisme inhibitor dapat memproduksi substansi yang
menghambat atau membunuh satu atau lebih mikroorganisme. Zat yang dapat menghambat atau
mematikan mikroorganisme yang lain disebut zat antibiotik (Benson 2001).

Referensi

 Benson. 2001. Microbiological application lab manual, 8th ed.

 Black, J. G. 2008. Microbiology, 7th ed.

 Gandjar, I., I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum


mikrobiologi dasar.

 Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, D. P. Clark. 2011. Brock biology of


microorganisms, 13th ed.

 Tortora, G. J., B. R. Funke & C. L. Case. 2010. Microbiology: An introduction, 10th ed

Anda mungkin juga menyukai