Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS YURIDIS

Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan hasil tindak pidana yang


berupa harta kekayaan yang diperoleh dari 26 jenis tindak pidana.
Hal ini mengindikasikan bahwa tindak pidana pencucian uang memiliki
hubungan yang sangat erat dengan tindak pidana yang lainnya termasuk
di dalamnya korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime atau
Predicate Offences). Semua harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil
kejahatan yang disembunyikan atau disamarkan merupakan pidana
pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang tidak berdiri sendiri
karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan
dengan cara integrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada
tindak pidana lain yang mendahuluinya (predicate crime).
Tindak Pidana Asal di dalam tindak pidana pencucian uang sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 2010
mengenai hasil tindak pidana, adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari
26 jenis tindak pidana. Kemudian Pasal 69 Undang-undang No. 8
Tahun 2010 menyebutkan bahwa; Untuk dapat dilakukan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak
pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak
pidana asalnya. Hal ini berbeda dengan bunyi Pasal 77 yang mengatakan;
Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib
membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak
pidana. Senada dengan Pasal tersebut, sebagaimana Pasal 78 ayat (1)
Mengatur, dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77, Hakim memerintahkan terdakwa agar
membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan
berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1). Kemudian dalam ayat (2) Terdakwa membuktikan bahwa
Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait
dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.
Bahwa untuk Dakwaan Kedua, Terdakwa MUHAMMAT IQBAL AZIS
didakwa dengan Pasal 3 UU No 8/2010. Bahwa untuk dakwaan kedua
ini maka kami mempermasalahkan adanya kejahatan asal (Predicate
crime). Karena sesungguhnya tindak pidana pencucian uang adalah
tindak pidana yang keberadaannya baru terjadi setelah adanya tindak
pidana yang mendahuluinya, yaitu tindak pidana asal. Dari tindak
pidana asal (predicate crime) ini diperoleh harta kekayaan. Prof. Badar
nawawi Arief menyebutnya sebagai hasil kejahatan (criminal proceeds).
Hasil tindak pidana atau hasil kejahatan (criminal proceeds) inilah yang
kemudian “dicuci” seolah-olah merupakan harta kekayaan yang
diperoleh secara sah, sehingga terjadilah tindak pidana pencucian
uang (money laundering). Sebagai tindak pidana ikutan (following
crime), dengan demikian maka tindak pidana pencucian uang baru ada
kalau sebelumnya ada tindak pidana asal.

Masalahnya apakah untuk menjatuhkan putusan TPPU harus


lebih dahulu dibuktikan adanya predicate crime? Kami akan
menyampaikan beberapa pendapat ahli sebagaimana dimuat dalam
putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1454 K/PID.SUS/2011
Tahun 2011 atas nama DR. Drs. BAHASYIM ASSIFIE, M.Si. bin
KHALIL SARINOTO sebagai berikut:

AHLI DR. YENTI GARNASIH, SH.MH. ; Bahwa ahli menerangkan


terhadap perbuatan yang merupakan tindak pidana pencucian uang
artinya ada 2 (dua) kejahatan yakni kejahatan pertama dan kejahatan
kedua yang bila dibagi akan terdiri dari kejahatan pertama dan
kejahatan pencucian uang ; untuk mulai penyidikan tidak perlu
dibuktikan pidana- asalnya terlebih dahulu, namun dalam surat
dakwaan harus dicantumkan dari kejahatan apa sumber keuangan
berasal, dan hakim yang menyidangkan perkara TPPU harus betul-betul
menunjukkan keyakinannya bahwa Pidana Asal terbukti.

AHLI DR. RUDY SATRIO MUKANTARDJO, SH.MH. ; Bahwa ahli


menerangkan terhadap perbuatan yang merupakan tindak pidana
pencucian uang maka harus ada kejahatan lebih dahulu, jika tidak
maka tidak ada TPPU.
AHLI SUBINTORO, SH.MH.; Bahwa untuk mengungkap perkara money
loundring harus ada tindak pidana asalnya sebagai-mana yang
diatur pada Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

AHLI DR. DIAN ADRIAWAN, SH.MH; Bahwa secara normatif


harus ditentukan lebih dahulu apakah perbuatan money loundring perlu
dibuktikan lebih dahulu predicate crimenya sebagai sarana utama
mendakwa seseorang dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
AHLI PROF. DR. ANDI HAMZAH, SH: Bahwa untuk Tindak
Pidana Pencucian Uang intinya harus ada tindak pidana asalnya dulu
dan tindak pidana asalnya itu harus dibuktikan terlebih dahulu, kalau
tidak dapat dibuktikan tindak pidana asalnya, maka berarti harus
dikatakan/dinyatakan tidak ada pidana pencucian uang karena tindak
pidana pencucian uang itu ada karena diawali dengan adanya tindak
pidana asal ;

Bahwa pendapat “predicate crime” harus ada lebih dahulu telah


didukung oleh 5 ahli diatas, Maka dakwan jaksa kedua Pasal 3 UU No
8/2010 itu baru ada jika ada pasal 2. Jika tidak ada pasal 2 maka tidak
mungkin ada pasal 3. Jadi menurut kami harus ada predicate crime
baru kejahatan ini dijadikan dasar untuk memperkarakan seseorang
atas dasar pasal 3.

BARANG BUKTI
Bahwa jaksa dalam Dakwaannya menyatakan barang bukti
- 1 (satu) unit mobil Pajero Sport

Bahwa barang bukti 3 (tiga) unit mobil terungkat dalam persidangan


bukan milik terdakwa tetapi milik orang lain, terkait dengan barang
bukti tersebut kami sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum
untuk deikembalikan kepada pemiliknya sebagaimana yang terungkat
pada fakta persidangan.
Unsur Unsur Pokok Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 Dalam UU
NO 8 Tahun 2010

Di Indonesia, money laundering ini disebut sebagai pencucian uang,


dan diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU No. 8/2010”).
Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 8/2010, yang dimaksud dengan
pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-
unsur tindak pidana sesuai ketentuan UU No. 8/2010 ini. Adapun
perbuatan-perbuatan yang menjadi tindak pidana menurut UU No.
8/2010 adalah:

1. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan,


menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
harta kekayaan (pasal 3)

Dari rumusan-rumusan di atas, hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah:

1. Adanya harta kekayaan yang diketahui/patut diduga merupakan hasil tindak


pidana;

2. Untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010, yang termasuk ke dalam unsur unsur
tindak pidana pencucian uang adalah :

Pertama, Setiap orang baik orang perseorangan maupun korporasi dan personil
pengendali korporasi.

Kedua, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan,

menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan


dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU No 8 Tahun 2010.

Ketiga, menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,

sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUN0 8 Tahun 2010.

Keempat, bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,

peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta

Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU No 8 tahun 2010

Anda mungkin juga menyukai