Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DRUG INDUCED PARKINSONISM

Untuk Memenuhi Tugas Dokter Internship


Periode November 2018 – November 2019

Disusun oleh :
dr. Albertus Maria Henry Santoso

Pembimbing :
dr. Anton Rumambi, DK, M. Kes
dr. Giselle Tambajong

RUMAH SAKIT TK. II R. W. MONGISIDI


MANADO
2019

i
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii


DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iii
BAB I – TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 1
1.1 Parkinson ................................................................................................ 1
1.2 Drug -Induced Parkinson ....................................................................... 8
BAB II – LAPORAN KASUS .................................................................... 14
2.1 Identitas Pasien ....................................................................................... 14
2.2 Anamnesis .............................................................................................. 14
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 15
2.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 16
2.5 Diagnosis ................................................................................................ 18
2.6 Terapi ..................................................................................................... 18
2.7 Prognosis ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Deep Brain Stimulation .......................................................... 6

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kriteria diagnosis Parkinson’s Disease ....................................... 4


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Parkinson
1.1.1 Definisi
Parkinson adalah salah satu jenis dari gangguan neurologis (motorik
dan non-motorik) progresif, yang sering kali mengganggu aktivitas sehari-
hari dari penderitanya (Jankovic, 2008). Parkinson memiliki gejala yang
bervariasi. Secara umum gejala dari Parkinson dapat dibagi menjadi 2, yaitu
gejala motorik dan gejala non-motorik. Gejala motoric seperti tremor,
kekakuan otot, dan bradykinesia. Beberapa pasien dengan Parkinson juga
dapat mengalami gangguan postur, keseimbangan, koordinasi, dan berjalan.
Gejala-gejala non-motorik seperti gangguan tidur, konstipasi, kecemasan,
depresi, dan mudah lelah.

1.1.2 Etiologi
Penyebab dari Parkinson belum pasti diketahui, sehingga
kebanyakan para ahli menyatakan penyebabnya adalah idiopatik. Tapi
beberapa factor resiko terjadinya Parkinson adalah :
1. Faktor genetic
Ada beberapa gen yang jika bermutasi akan menyebabkan
Parkinson. Salah satunya adalah gen LRRK2 yang sering
ditemukan pada orang-orang di Afrika utara dan keturunan
orang Yahudi. Mutasi pada gen alpha-synuclein, gen GBA, gen
parkin, dan gen DJ-1 diduga menjadi penyebab terajdinya
Parkinson.
2. Faktor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan seperti paparan berulang terhadap
pestisida atau logam berat tertentu, serta cedera kepala berulang
dapat menigkatkan resiko terjadinya Parkinson.

1
2

3. Faktor lain
Faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan resiko
Parkinson adalah usia di atas 50 tahun, jenis kelamin laki-laki,
ras kaukasian.

1.1.3 Patofisiologi
Parkinson termasuk salah satu penyakit neurodegenerative. Prinsip
patofisiologinya adalah proses degeneratif neuron di substansia nigra.
Dimana neuron di bagian ini memproduksi dopamine. Dopamin bertugas
untuk mengatur gerakan. Dengan berkurangnya neuron di substansia nigra,
maka berkurang juga dopamine yang ada di otak, sehingga berkurang juga
kemampuan otak untuk mengkoordinasi gerakan.
Selain berkurangnya dopamine di otak, rusaknya protein alpha-
synuclein yang bertugas untuk membantu komunikasi antar neuron otak
juga menjadi penyebab terjadinya Parkinson. Kerusakan protein alpha-
synuclein dapat diamati di bawah mikroskop sebagai berupa gumpalan
protein Lewy-bodies.
Pada PD juga didapatkan rendahnya kadar serotonin yang
menyebabkan perubahan mood seperti hilangnya motivasi untuk melakukan
sesuatu. Juga didapatkan rendahnya kadar asetilkolin yang menyebabkan
inatensi, halusinasi, dan gejala-gejala demensia

1.1.4 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala pada penyakit Parkinson sangat bervariasi tiap
individu. Usia penderita Parkinson bisa cukup bervariasi, namun karena
Parkinson termasuk penyakit degenerative, semakin bertambahnya umur ,
maka gejala akan kian memburuk. Gejala PD umumnya akan ditemui pada
pasien usia 50 tahun ke atas. Secara umum gejalan Parkinson dapat dibagi
menjadi gejala motorik dan non-motorik. Gejala motorik meliputi :
1. Tremor (resting tremor, action tremor, internal tremor)
2. Rigiditas (kekakuan)
3

3. Akinesia/ Bradikinesia (hypomimia – masking face,


micrographia, masalah pada koordinasi motorik halus)
4. Postural Instability
5. Gangguan berjalan (Parkinson’s gait – festination, propulsion,
freezing)
6. Gangguan berbicara (monoton, cepat, stuttering)
Empat gejala motorik utama pada PD lebih dikenal dengan
singkatan TRAP : Tremor, Rigidity, Akinesia, dan Postural Instability.
Gejala non-motorik diantaranya :
1. Gangguan pada fungsi penghidu (hyposmia, anosmia)
2. Gangguan tidur (insomnia primer, insomnia sekunder, REM
sleep behavior disorder)
3. Depresi dan kecemasan
4. Kelelahan
5. Penurunan berat badan
6. Gangguang gastrointestinal
7. Hipotensi postural/ orthostatis
8. Gangguan berkemih
9. Gangguan seksual
10. Keringat berlebih
11. Melanoma

1.1.5 Diagnosis
Parkinson pada umunya dapat didiagnosa secara klinis. Dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara rinci, termasuk
pemeriksaan fungsi neurologis, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
Parkinson. Diagnosis Parkinson dianggap tegak jika ditemukan 2 dari 3
gejala utama, yaitu tremor, bradykinesia, dan rigiditas.
Pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan jika gejala
yang dialami cukup meragukan, atau untuk mengesampingkan
kemungkinan penyebab lain dari gejala Parkinson (bukan Parkinson
4

idiopatik). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti MRI


(Magnetic Resonance Imaging) dan DaTscan (untuk memngukur fungsi
Dopamin di otak). MRI fungsional dam PET (Positron Emission
Tomography) scan dapat dilakukan namun lebih sering untuk keperluan
penelitian.

Tabel 1.1 Diagnosis kriteria Parkinson’s disease (NINDS)

1.1.6 Diferensial diagnosis


Terdapat beberapa kondisi yang dapat menimbulkan gejala serupa
dengan Parkinson Idiopatis, diantaranya adalah :
1. Drug-Induced Parkinsonism
2. Tremor esensial
3. Sindroma parkinsonian : multiple system atrophy, progressive
supranuclear palsy, degenarasi kortiko-basalis
4. Keracunan logam berat, CO, atau pestisida
5. Demensia dengan Lewy Bodies (DLB)
6. Parkinsonism vascular
7. Multiple system atrophy
5

8. Progressive Supranuclear Palsy

1.1.7 Terapi
Tujuan utama terapi pada pasien dengan Parkinson adalah
memperbaiki gejala, kualitas hidup (QoL – Quality of Life), dan aktivitas
sehari-hari (ADL – Activity Daily Living), karena hingga saat ini belum ada
obat yang dapat menyembuhkan Parkinson. Terapi untuk PD cukup
bervariasi, mulai dari medikamentosa, bedah, mengubah gaya hidup, dan
pengaturan diet.
1. Medikamentosa
- Carbidopa-levodopa (oral/ infusion gel)
Levodopa akan diubah menjadi dopamine di ota. Sedangkan
carbidopa berguna untuk menjaga levodopa bekerja dengan
lebih efisien. Efek samping dari carbidopa-levodopa adalah
mual, hipotensi ortostatik, mengantuk (sudden sleep attack),
dan halusinasi
- Dopamine agonist (oral/ skin patch/ injeksi subkutan) :
Apomorphine, Pramipexole, Ropinirole, Rotigotine
Dopamin agonist berarti obat-obat ini berperan seperti
halnya dopamine (mimic the activity of Dopamine).
Pemberian dopamine agonist harus disertai dengan obat anti
mual, berkaitan dengan efek sampingnya berupa rasa mual
yang hebat.
- COMT (Catechol-O-methyltransferase) inhibitor :
Entacapone, Tolcapone
Kinerja dari COMT inhibitor hamper sama dengan
carbidopa, yaitu menjaga efisiensi kerja dari levodopa.
COMT inhibitor dapat diberikan bersamaan dengan
carbidopa-levodapa. Efek sampingnya adalah nyeri perut,
diare, dan perubahan warna urin.
6

- Selective MAO-B inhibitor : Rasagiline, Safinamide,


Selegiline
MAO inhibitor berfungsi untuk menghambat penghancuran
dopamine, sehingga akan meningkatkan jumlah dopamine di
otak. Efek sampingnya adalah mual, mulut kering, kepala
terasa ringan, konstipasi, dan halusinasi.
- Anticholinergic : Benztropine, Trihexyphenidyl
Anticholinergic sering kali diresepka sebagai obat tambahan
dari terapi PD. Fungsinya adalah untuk mengurangi tremor
pada PD dan efek samping dari terapi levodopa

2. Bedah : Deep Brain Stimulation (DBS)


Terapi ini biasanya untuk Parkinson yang sudah lanjut dan
resisten terhadap terapi medikamentosa. DBS bekerja dengan
cara menstimulasi/ menyeimbangkan beberapa titik control
motoric di otak. Prinsip kerja DBS hamper sama dengan pace
maker jantung, yaitu dengan implantasi elektroda di beberapa
lokasi di otak secara permanen, dan akan dihubungkan dengan
pulse generator. Beberapa komplikasi yang bisa terjadi
termasuk infeksi, stroke, perdarahan, dan efek samping dari
proses anastesi.

Gambar 1.1 Deep Brain Stimulation


7

3. Gaya hidup
Prinsip dari pengaturan gaya hidup untuk pasien dengan PD
adalah menjaga agar mereka tetap aktif. Beberapa aktivitas yang
dapat memperbaiki gejala dan kualitas hidup pasien PD
diantaranya jalan cepat, latihan penguatan, Tai Chi, atau
berenang dan bersepeda jika gejala memungkinkan. Beberapa
rehabilitasi seperti terap okupasi dan terapi wicara juga sangat
penting untuk memeperbaiki kualitas hidup penderita.

4. Diet
Beberapa makanan yang direkomendasikan adalah makanan
yang memiliki antioksidan tinggi, seeprti anggur, blueberry,
kacang-kacangan, sayur-sayur berwarna hijau tua (bayam,
brokoli), wortel, ketela, teh hijau, biji-bijian, ikan (tuna, salmon,
sarden).

1.1.8 Prognosis
Parkinson tidak termasuk penyakit yang menyebabkan kematian.
Namun, penyakit ini akan bertambah parah seiring bertambahnya usia,
hingga pasien yang mengalaminya akan mengalami kesaluitan yang nyata
dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Jika Parkinson tidak diobatai, gejalanya akan semakin parah setiap
tahunnya. Kematian secara tidak langsung juga akan menjadi akibat dari
penyakit ini. Semakin menurunnya kualitas hidup dan kemampuan untuk
melakukan aktivitas fisik akan memperburuk kondisi pasien.

1.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan PD lebih karena
harapan hidup yang rendah akibat menurunnya kualitas hidup dan
kemampuan menjalani aktivitas sehari-harinya. Beberapa kompikasinya
antar lain :
8

1. Kesulitan berkomunikasi. Gangguan motoric pada otot-otot


orolingual dan orofacial akan mengganggu kemampuan
berbicara.
2. Kesulitan untuk makan dan minum. Resiko yang bisa terjadi
adalah tersedak/ sumbatan jalan nafas/ aspirasi dikarenakan
kemampuan menelan dan mengunyah yang terganggu.
3. Depresi dan kecemasan. Gejala-gejala PD sangat mengganggu
kemampuan seorang untuk mejalani aktivitas sehari-harinya,
sehingga akan menyebabkan seseorang depresi.
4. Disfungsi seksual. Hal ini diakibatkan menurunnya produksi
dopamine akan menurunkan libido.
5. Gangguan tidur. Hal ini bisa dialami baik untuk mengawali tidur
ataupun tertidur kembali jika terbangun.
6. Masalah berkemih
7. Konstipasi
8. Demensia

1.2 Drug-Induced Parkinsonism


1.2.1 Definisi
Pada tahun 1817, James Parkinson mendeskripsikan “shaking
palsy” dengan sebuah istilah yang kita kenal saat dengan penyakit
Parkinson (Parkinson’s disease). Beberapa waktu kemudian muncul istilah
Parkinsonism yang merupakan suatu kumpulan gejala yang menyerupai
penyakit Parkinson, seperti tremor, kekakuan (rigidity), dan bradykinesia,
serta hilangnya reflek postural (Alvarez, 2008). Salah satu jenis dari
parkinsonism adalah DIP (Drug-Induced Parkinsonism).
DIP telah dikenal sejak 60 tahun yang lalu, kira-kira tagun 1954 oleh
Bergouignan, Reigner dan Steck pada pasien yang diterapi dengan
chlorpromazine dan reserpine. Meskipun DIP merukapan penyebab terbesar
kedua setelah Parkinson idiopatik, namun sampai sekarang masih belum
9

dapat ditentukan penyebab pastinya, dugaan sementara masih kepada obat-


bat antipsikotik dan neuroleptika (Pierre, 2016).
Menurut DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders edisi ke 5), DIP didefiniskan sebagai adanya gejala tremor saat
istirahat, kekakuan otot, akinesia (bradikinesia), yang muncul beberapa
minggu setelah mengkonsumsi atau menaikkan dosis dari sebuah
pengobatan (terutama obat-obatan neuroleptik) atau setelag mengurangi
dosis obat-obatan anti-parkinson. Gejala bradykinesia sering kali kurang
menonjol pada pasien DIP, dan gejala gangguan motoris bisa terjadi simetris
ataupun unilateral.

1.2.2 Etiologi dan faktor resiko


Beberapa faktor resiko dari DIP diantaranya (Alvarez, 2008):
1. Penggunaan obat-obat neuroleptik side chain piperazine dengan
dosis tinggi dan jangka waktu yang lama
2. Usia tua (>60 tahun)
3. Wanita (rasio 2:1)
4. Adanya riwayat keturunan dengan penyakit Parkinson
5. HIV/ AIDS
6. Adanya riwayat gejala Extrapyramidal Syndrome (EPS)
7. Adanya riwayat cedera otak/ atrofi jaringan otak
8. Demensia
Beberapa kelompok obat seperti tipikal dan atipikal antipsikotik
dapat menyebabkan parkinsonism sekunder (DIP). Beberapa obat lain
seperti calcium antagonists (flunarizine, cinnarizine), antiepileptics
(phenytoin, valproic acid), dan bahkan obat-obat gastrointestinal prokinetik
(domperidone, metoclopramide) juga dapat menyebabkan DIP. Pada sebuah
penelitian yang dilakukan pleh Guitton, et al di tahun 2011, obat-obat jenis
central dopaminergic antagonist, antidepressants, calcium channel blocker,
peripheral dopaminergic antagonists, dan H1-antihistamines (table 1.1).
10

Tabel 1.1 Daftar obat yang dapat menyebabkan DIP

1.2.3 Pregabalin Induced Parkinsonism


Pregabalin pertama kali digunakan di Amerika dan Eropa sebagai
terapi untuk kejang sebagian (partial seizure) pada orang dewasa, nyeri
neuropatik seperti pada neuropati diabetikum dan post-herpetik neuralgia,
serta sebagai terapi untuk kecemasan pada dewasa. Di beberapa literatur
11

dikatakan pregabalin dapat digunakan pada kasus-kasus nyeri neuropatik


yang tidak membaik dengan pemberian obat antidepresan trisiklik atau
gabapentin (Menachem, 2004).
Dalam sebuah penelitian meta-analisis di tahun 2011 yang dilakukan
oleh Zaccara et al, didapatkan bahwa efek samping dari pregabalin akan
muncul dengan pemberian dosis yang tinggi. Efek samping seperti
gangguan keseimbangan, amblyopia, tremor, dan inkoordinasi sering kali
didapatkan pada pasien yang mendapatkan terapi pregabalin dengan dosis
di atas 600mg tiap harinya.

1.2.4 Patofisiologi
Pregabalin dan gabapentin termasuk obat yang relatif baru yang
disetujui sebagai obat anti-kejang dan terapi untuk nyeri neuropatik (Gilron,
2007), dan kedua obat tersebut diklasifikasikan sebagai obat tambahan oleh
WHO. Dibandingkan dengan gabapentin, pregabalin diserap lebih cepat (1
jam untuk pregabalin, 3-4 jam untuk gabapentin), dan memiliki
bioavailabilitas lebih tinggi (>90% untuk pregabalin, dan 33-66% untuk
gabapentin) (Bockbrader, 2010).
Perez Lloret pada tahun 2009 pernah melaporkan sebuah kasus
parkinsonism setelah pemberian pregabalin. Pada tahun 1987 silam, Marti
Masso menjelaskan akan adanya parkinsonism yang dikarenakan
penggunaan obat calcium channel blocker. Diduga bahwa gejala
parkinsonism bisa dikaitkan dengan berkurangnya produksi dopamine yang
akibat efek calcium blocker. Calcium blocker akan mengurangi pelepasan
dopamine presinaptik dan akan menimbulkan gejala-gejala parkinsonism.
Reseptor dopamine di otak terdiri dari reseptor kelompok D1 (D1 dan
D5) dan kelompok D2 (D2, D3, dan D4). System dopaminergic pusat terdiri
dari mesolimbic, mesokortikal, tuberoinfundibular, dan nigrostriatal. Obat-
obat antipsikotik memiliki kemampuan untuk memnghambat reseptor D2
dan menghambat transmisi dopamine. Penghambatan reseptor D2 akan
menghambat proses inhibisi GABA dan encephalin di neuron. Penggunaan
12

obat-obat yang menghambat reseptor D2 akan menyebabkan tardive


dyskinesia yaitu gerakan hiperkinetik di daerah orolingual dan
oromandibular. Penggunaan kronis obat penghambat reseptor D2 akan
menghambat pula reseptor D1 di globus palidus/ kompleks substansia nigra
pars retikulata, sehingga akan menyebabkan dyskinesia dan parkinsonism
(Ossowska, 2002).

1.2.5 Tanda dan gejala


Gejala DIP yang disesebabkan obat-obatan golongan dopamine
antagonis umumnya akan muncul setelah beberapa minggu hingga 3 bulan
pengkonsumsian obat. Sedangkan obat-obatan jenis calcium channel
blocker akan muncul sekitar 12 bulan Beberapa gejala yang dapat
membedakan DIP dengan penyakit Parkinson diantaranya adalah :
1. Onset gejala yang subakut bilateral dan progresif berkaitan
dengan riwayat konsumsi obat
2. Gejala postural tremor yang muncul terlebih dahulu
dibandingkan gejala lainnya
3. Dyskinesia oral-bucal yang khas

1.2.6 Diagnosis
Gejala dari Drug-induced Parkinsonism (DIP) sangat sulit
dibedakan dengan Parkinson’s disease. Adanya riwayat penguunaan obat-
obat neureleptik dapat digunakan sebagai titik awal dalam membedakan
DIP dan PD. Onset yang bersifat subakut dan gejala yang muncul secara
simetris dapat menegakkan diagnosis DIP. Namun bukan berarti gejala yang
muncul asimetris/ unilateral tidak mengarah ke DIP, karena hanya sekitar
61% dari penderita DIP yang mengalami gangguan motoris simetris (Pierre,
2016).
Pada beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa ada beberapa gejala
pada PD yang tidak muncul pada pasien-pasien dengan DIP. Anosmia dan
gangguan pola tidur REM (rapid eye movement sleep behavior disorder),
13

keluhan-keluhan gangguan system otonom, seperti konstipasi, disfungsi


seksual, dan gangguan berkemih, lebih sering didapatkan pada pasien-
pasien PD.

1.2.7 Terapi
Pencegahan merupakan pendekatan yang terbaik, yaitu dengan
modifikasi atau pengaturan dosis peresepan obat-obat neuroleptic dan obat-
obat lain yang beresiko tinggi untuk menyebabkan timbulnya gejala
parkinsonism. DIP yang ringan biasanya tidak pernah diterapi, dengan cara
hanya mengentikan obat yang diduga menjadi pencetus, sudah cukup untuk
memperbaiki gejala motoric yang ada.
Obat-obat jenis L-dopa (levodopa, benserazide), amantadine, atau
anticholinergic (difenhidramin, trihexyphenidyl) merupakan terapi yang
efektif baik untuk pasien-pasien di bawah maupun di atas 60 tahun.
Biasanya jika penyebabnya memang karena DIP, maka gejala akan
langsung mereda.
Setelah gejala DIP menghilang, langkah yang harus dilakukan
berikutnya adalah menghentikan obat-obat yang diduga menjadi penyebab
DIP. Belum ada konsensus yang menentapkan berapa bulan gejala
Parkinsonism akan hilang setelah penghentian obat. Namun beberapa
pelitian menyatakan bahwa 10 dari 17 pasien yang mengalami DIP, gejala
motoris akan benar-benar hilang setelah 2-19 bulan (rata-rata 10 bulan)
penghentian obat (Esper 2008). Rehabilitasi medis boleh direncakan untuk
mempercepat pemulihan kondisi pasien, khusunya untuk mereka yang
mengalami masalah di postur dan cara berjalan (gait).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. JS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 79 tahun
Alamat : Tikala, Manado
Bangsa : Indonesia
Suku : Minahasa
Agama : Kristen
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Jenis Rawat : Rawat jalan – IGD
No. Register : 107xxx

2.2 Anamnesis
Tn. JS/ laki-laki/ 79 tahun/ IGD

Anamnesis : Alloanamnesis (pasien sulit bicara)

Keluhan utama : Pasien dikeluhkan tidak bisa makan

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien dikeluhkan tidak bisa bisa makan sejak 12 jam sebelum
masuk rumah sakit (malam hari). Pasien tiba-tiba tersedak setiap minum air
dan makan. Pada saat pagi harinya pasien tidak bisa berjalan, karena seluruh
badannya bergetar dan mudah jatuh jika akan berdiri. Pasien juga
dikeluhkan sulit bicara karena lidah juga ikut bergetar.

14
15

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien memiliki riwayat sakit herpes (herpetic neuralgia) dan sudah
mendapatkan pengobatan di poli neuro RS R. W. Mongisidi sejak 2 bulan
yang lalu. Riwayat hipertensi (+) terkontrol, Riwayat DM (-). Riwayat
stroke (-). Riwayat kejang (-). Riwayat

Riwayat pengobatan :
Selama pengobatan herpetic neuralgia pasien rutin mengkonsumsi
pregabalin 75mg (2x1), gabapentin 300mg (1x1), amitriptyline 12,5mg
(1x1).

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan GCS : 4 5 6

Tanda-tanda Vital TD: 180/100 mmHg HR : 95 bpm, regular, kuat RR : 22 x/m Suhu : 37 0C

Kepala Pupil isokor, diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)


Anemis (-/-) , ikterik (-/-)
Masking face (+), Disartria (+), Distonia (+)
Leher JVP R+2 cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax Cor Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus di ICS V MCL sinistra
Perpkusi : LHM ~ ictus, heart waist (+),RHM: SL D ICS V
Auskultasi : S1, S2 single, murmur (-)
Pulmo Inspeksi : gerakan simetris
Palpasi : SF D = S,
Perkusi : Sonor D=S
Auskultasi : ves + + Rh - - Wh - -
+ + - - - -
+ + - - - -
16

Abdomen Inspeksi : Bulat, distensi (-), scar (-), jejas (-)


Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : liver span 10 cm, traube’s space tymphani, met (-)
Palpasi : supel, nyeri (-)
Extremitias Akral hangat, CRT< 2”, edema (-), Distonia (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Planning diagnosis : DL, GDS, EKG, CT-scan

- Pemeriksaan DL + GDS
Lab Nilai
HGB 11,2 13,2 – 17,3
RBC 3,71 4,4 – 5,9
HCT 33,3 40,0 – 52,0
PLT 254 150 – 440
WBC 6,9 3,8 – 10,6
MCV 90,0 80 – 100
MCH 30,1 27 – 34
MCHC 33,6 32 – 36
GDS 63 70 – 140

- EKG
17

- CT-scan
18

2.5 Diagnosis
Drug induced parkinsonism

2.6 Terapi
1. Injeksi : - Difenhidramine 1 amp
- D40% 1 flask
2. Oral : - Trihexyphenidyl 2 x 2 mg
- Levazide (levodopa 100mg + benserazide 25mg) 2 x I tablet
- Amlodipin 1 x 10mg (1 – 0 – 0)
- Diovan (valsartan) 1 x 80mg (0 – 0 – 1)

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

Aksoy, Dürdane, et al. 2013. A Case with Dyskinesia Induced by Pramipexole,


Pregabalin, and Gabapentin After Cardiopulmonary Resuscitation.
Turkey Journal of Neurology. 19(4): 148-150. 17 Mei 2019

Alzheimer Society. 2015. Parkinson’s Disease. Canada. Alzheimer Society

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders Fifth edition. Arlington, Virginia

Blanchet, Pierre, et al. 2016. Drug-Induced Parkinsonism : Diagnosis and


Management. Journal of Parkinsonism and Restless Legs Syndrome. 6: 83-
91. 15 Mei 2019

Bockbrader, H N, et al. 2010. A Comparison of The Pharmacokinetics and


Pharmacodynamics of Pregabalin and Gabapentin. Clinical
Pharmacokinetic. 49:661-669. 22 Mei 2019

Caroff, Stanley, et al. 2010. Extrapyramidal Side Effects. Research Gate. 15 Mei
2019

Caroff, Stanley, et al. 2016. Drug-Induced Extrapyramidal Syndromes.


Psychiatry Clinical Neurology Journal.. 39(2016): 391-411. 16 Mei 2019

Esper, CD, et al. Failure of Recognition of Drug-induced Parkinsonism in The


Elderly. Movement Disorder. 23(3): 401-404. 23 Mei 2019

Galvan, Adriana, et al. 2008. Pathophysiology of Parkinsonism. Clinical


Neurophysiology. 119(7): 1459-1474. 14 Mei 2019

Gilron, I. 2007. Gabapentin and Pregabalin for Chronic Neuropathic and Early
Postsurgical Pain: Current Evidence and Future Directions. Current
Opinion Anaesthesiology. 20: 456-472. 21 Mei 2019

19
20

Guitton, Bondon, et al. 2011. Drug-Induced Parkinsonism: A Review of 17


Years’ Experience in a Regional Pharmacovigilance Center in France.
Moving disorder. 26: 2226-31. 18 Mei 2019

Jankovic, J. 2007. Parkinson’s Disease: Clinical Features and Diagnosis. Journal


of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry. 79: 368-376. 14 Mei 2019

Masso, Marti, et al. 1987. Aggravation of Parkinson’s Disease by Cinnarizine.


Journal of Neurology, Neurosurgery, Psychiatry. 50: 804-805

Matsuki, Yuka, et al. 2012. Muscle Rigidity Associated with Pregabalin. Pain
Physician Journal. E349-E351. 16 Mei 2019

Menachem, Ben. 2004. Pregabalin Pharmacology and Its Relevance to Clinical


Practice. Epilepsia. 45(6): 13-18. 18 Mei 2019

Ossowska, K. 2002. Neuronal Basis of Neurolopetic-induced Extrapyramidal


Side Effects. Journal of Pharmacology. 54: 299-312. 25 Mei 2019

Peltjo, Ami, et al. 2017. Drug-Induced Extrapyramidal Symptoms Scale


(DIEPPS) Serbian Language Version: Inter-Rater and Test-Retest
Reliability. Scientific Reports. 7(8105): 1-5. 16 Mei 2019

Perez, Lloret, et al. 2009. Pregabalin-induced Parkinsonism: A case report.


Clinical Neuropharmacology. 32: 353-354. 23 Mei 2019

Prado-Mel, Elena, et al. 2008. Pregabalin-induced Parkinsonism 72 Hours after


Iodinated Contrast Administration. Journal of Pharmacy Practice and
Research. 48: 368-371. 13 Mei 2019

Pringsheim, Tamara, et al. 2011. Treatment Recommendations for


Extrapyramidal Side Effects Associated with Second-Generation
Antipsychotic Use in Children and Youth. Pediatric Child Health. 16(9):
590-598. 16 Mei 2019

Shin, Hae-Won, et al. 2012. Drug-Induced Parkinsonism. Journal of Clinical


Neurology. 8: 15-21. 15 Mei 2019
21

Standaert, David, et al. 2014. Parkinson’s Disease Handbook. Brimingham.


American Parkinson Disease Association.

Victoria, Maria, et al. 2008. Understanding Drug-Induced Parkinsonism.


Neurology. 2008(70): E32-E34. 16 Mei 2019

Zaccara, G, et al. 2011. The Adverse Event Profile of Pregabaline: a Systemic


Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. Epilepsia.
52: 826-36. 18 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai

  • Septic Arthritis
    Septic Arthritis
    Dokumen36 halaman
    Septic Arthritis
    Albertus Maria Henry Santoso
    100% (1)
  • Fraktur Malunion
    Fraktur Malunion
    Dokumen32 halaman
    Fraktur Malunion
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • STSG GANpptx
    STSG GANpptx
    Dokumen25 halaman
    STSG GANpptx
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Malunion
    Fraktur Malunion
    Dokumen38 halaman
    Fraktur Malunion
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • HNP - Penyuluhan Kikav
    HNP - Penyuluhan Kikav
    Dokumen17 halaman
    HNP - Penyuluhan Kikav
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • Narkoba Racun Dunia
    Narkoba Racun Dunia
    Dokumen43 halaman
    Narkoba Racun Dunia
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • Memori Dan Demensia
    Memori Dan Demensia
    Dokumen60 halaman
    Memori Dan Demensia
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat
  • Struma Toksika
    Struma Toksika
    Dokumen62 halaman
    Struma Toksika
    Albertus Maria Henry Santoso
    Belum ada peringkat