FITOFARMAKA
TUGAS 2
201510410311141 / D
Kelompok 7
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang terdapat di bumi
Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan.
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L) merupakan salah satu tanaman herbal yang
dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Rimpang kencur memiliki manfaat
untuk mengobati penyakit bronkitis, asma, malaria, penyakit kulit, luka, dan penyakit
gangguan limpa.Tanaman kencur juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi
bakteri, baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif dan juga infeksi jamur.
Menurut Astuti dkk ekstrak rimpang kencur konsentrasi 10% dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus , Bacilius subtilis dan
Serratia marcescen dan juga terhadap bakteri Gram negatif seperti Eschericia coli (Sundari
dkk.,1996).
Umumnya kencur diproses dengan berbagai macam cara, seperti diambil sarinya,
dibuat tepung, bahkan langsung digunakan untuk berbagai keperluan. Hampir seluruh
bagian tanaman kencur mengandung minyak atsiri. (Afriastini 1990)
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan proses penentuan parameter mutu ekstrak Kaempferia
galanga L.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui melakukan proses penentuan parameter mutu ekstrak
Kaempferia galanga L.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kencur (Kaemferia galanga L.)
2.1.1 Sistematika dan Klasifikasi (Rukmana, 1994)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaemferia galanga L.
3
antara lain dengan pemberian pupuk kandang dan kompos. Jika pada tanah yang
kurang subur dan becek, pertumbuhan tanaman kencur juga akan kurang baik,
sedikit beranak dan pada rimpang-rimpangnya banyak bagian yang membusuk
(Rukmana, 1994).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes
RI, 2014).
Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal dari simlisia harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sehingga dapat menjadi obat herbal
4
terstandart atau obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak secara kimia
adalah kandungan senyawa aktif simplisia tersebut. Selain itu, parameter non spesifik
juga diperlukan untuk mengetahui mutu ekstrak.
2.4 Standardisasi
Standardisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait pradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas)
stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain, pengertian
standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau
produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan
terlebih dahulu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter standar non
spesifik (Depkes RI, 2000).
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur
secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen.
Standardisasi obat herbal meliputi dua aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan
ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
5
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis
yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas misal kadar logam
berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain.
6
simplisia/ekstrak ditambahkan klorform terlebih dahulu, penambahan
kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau pengawet,
karena apabila dalam maserasi hanya air saja kemungkinan ekstrak akan
rusak karena air meripakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
atau dikhawatirkan terjadi proses hidrolisis yang akan merusak ekstrak
sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut.
• Larut etanol
Penetapan kadar senyawa larut alcohol dilakukan untuk mengetahui
kandungan terendah zat/senyawa yang larut dalam etanol tetapi tidak larut
dalam air.
Maserasi ekstrak sebanyak 5 gram selama 24 jam dengan 100 mL
etanol 96%, ekstraksi terdestruksi dan menguap. Sehingga yang tersisa
hanya unsur mineral dan anorganik.
7
stabilitas (Saifudin, 2011). Parameter non spesifik ekstrak meliputi (Depkes RI,
2000):
a) Susut pengeringan
Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat
konstan yang dinyatakan dalam persen. Tujuannya yaitu untuk menjaga
kualitas simplisia/ekstrak karena susut pengeringan mempunyai kaitan
dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang. Pemeriksaan susut
pengeringan dilakukan terhadap simplisia yang tidak mengandung minyak
atsiri.
b) Bobot jenis
Parameter bobot jenis adalah massa per satuan volume yang diukur
pada suhu kamar tertentu (25 C) yang menggunakan alat khusus piknometer
atau alat lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya
massa persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga
terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c) Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
didalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.
Penetapan kadar tersebut bertujuan untuk menentukan batasan kadar
air yang diperbolehkan ada pada ekstrak. Nilai yang diamati adalah nilai
maksimum kadar air, nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian.
Terdapat 3 cara penentuan kadar air dalam ekstrak, diantaranya :
• Cara titrasi
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan
methanol 20.0 mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan
pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan
ekstrak dengan perkiraan kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu
titrasi dan diaduk selama 1 menit, kemudian dititrasi dengan pereaksi
8
Karl Fischer hingga titik akhir titrasi. Hitung kesetaraan titrasi dengan
jumlah air.
• Cara destilasi
Ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL
dimasukkan ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih 200mL
toluene ke dalam labu kemudian hubungkan alat.
Panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Jika toluene telah
mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes per detik dan bila air
sebagian mulai tersuling tingkatkan kecepatan menjadi 4 tetes per
detik. Jika semua air sudah tersuling, bersihkan bagian dalam
pendingin dengan toluene. Lanjutkan penyulingan selama 5 menit,
biarkan tabung pendingin mencapai suhu kamar, jika air dan toluene
sudah terpisah sempurna baca volume air yang terdapat. Hitung dalam
persen.
• Cara gravimetri
Ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dikeringkan pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang.
Lanjutkan pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang
hingga selisih antar penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode
tersebut tidak sesuai untuk ekstrak dengan kandungan minyak atsiri
yang tinggi, dan lebih sesuai digunakan sebagai penetapan kadar susut
pengeringan.
d) Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya esktrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi suatu ekstrak.
e) Sisa pelarut
9
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut
tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut
yang memang seharusnya tidak boleh ada. Pengujian sisa pelarut berguna
dalam penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi
f) Residu pestisida
Parameter residu pestisida adalah menentukan kandungan sisa
pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi
pada bahan simpilia pembuatan ekstrak.
g) Cemaran mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan bahaya (toksik) bagi kesehatan.
h) Cemaran aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
jamur. Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutagi gen), teratogenik
(penghambatan dan pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan
kanker pada jaringan) (Rustian, 1993). Jika ekstrak positif mengandung
aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan menghasilkan koloni
berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin, 2011).
BAB III
10
PROSEDUR KERJA
Alat : Bahan :
1. Timbangan akademik 1. Ekstrak kering rimpang kencur
2. Toples 2. Aquadest
3. Batang pengaduk 3. Kloroform
4. Beaker glass 4 Etanol 96%
5. Corong pisah
6. Corong buchner
7. Cawan penguap
8. Alat destilasi
9. Labu ukr
10. Botol timbang
11. Desikator
12. Oven
13. Krus silikat
14. Kaki tiga
15. Bunsen
16. Penjepit kayu
17. Kertas saring
11
3.2 Parameter Mutu Ekstrak
3.2.1 Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Deskripsi tata nama:
• Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
• Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
• Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
• Nama Indonesia tumbuhan
b. Senyawa Identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik
dengan metode tertentu.
2. Organoleptik
Penggunaan pancaindra mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa:
• Bentuk : padat, serbuk- kering, kental, cair.
• Warna : kuning, coklat, dll.
• Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
• Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
12
Prosedur Kerja
- Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama24 jam dengan 100 ml
air kloroform LP menggunakan labu tersumbat.
- Dikocok berkali-kali selama 6 jam.
- Dibiarkan selama 18 jam.
- Saring dan uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditara.
- Panaskan residu pada suhu 105⁰C hingga bobot tetap.
- Hitung kadar persen, dihitung terhadap ekstrak awal.
- Percobaan dilakukan selama 3 kali.
13
Prosedur Kerja
- Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml
etanol (95%) menggunakan labu bersumbat
- Dikocok berkali-kali selama 6 jam
- Dibiarkan selama 18 jam.
- Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol.
- Uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara
- Panaskan residu pada suhu 105⁰C hingga bobot tetap
- Hitung kadar persen
- Percobaan dilakukan selama 3 kali
14
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini. 1990. Daftar Jenis Nama Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta
Assaat, L.D., (2011), Fraksinasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia
galanga Linn) sebagai Pelangsing Aromaterapi in Vivo, Tesis, Pascasarjana IPB:
Bogor.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V.
Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. p.116
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Inayatullah, M.S. 1997. Standarisasi rimpang kencur dengan parameter etil para metoksi
sinamat. Fakultas Farmasi, Universitas Erlangga.Surabaya.
Rostiana, O., W. Haryudin dan Rosita, SMD, 2006. Stabilitas hasil lima nomor harapan
kencur. Jurnal Penelitian Tanaman Indutri. Vol 12. No 4. Des 2006. hal. 140 – 145.
Rukmana, R. 1994. Kencur. Kanisius. Yogyakarta.
Rustian, 1993, Pemeriksaan Jumlah Total Cemaran Bakteri dan Kapang Serta Identifikasi
Aspergillus Flavus Pada Sediaan Jamu Bubuk, Di Beberapa Tempat Penjualan Di
Kotamadya Padang, Skripsi, Fakultas Farmasi, UNAND, Padang.
Saifuddin A, Rahayu V, Teruna HY, (2011), Standarisasi Bahan Obat Alam, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Sundari, D., Winarno, M.W, Astuti, Y., . 2006. Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.);
informasi tentang fitokimia dan efekfarmakologi.
Titik Taufikurohmah. (2008). Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa
Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir
Surya Pada Industri Kosmetik. Artikel Penelitian.
Winarto, W. P., 2007, Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152- 153,
Jakarta, Karyasari Herba Media.
15