Anda di halaman 1dari 2

I.

Pokok Permasalahan:
Dari hasil kunjungan dan pengamatan ke Failitas Pengelolah Limbah B3 khusus untuk
sumber dari Fasyankes di Makassar oleh UPTD. Pengelolaan Limbah B3 Dinas Pengelolaan
Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 10 – 13 Februari 2020, Fasilitas
tersebut dibangun melalui bantuan APBN oleh Kementerian Lingkungan Hiudp dan
Kehutanan dan Pemprov. Sulawesi Selatan menyediakan lahan untuk dibangun. Untuk itu
Provinsi Kalimantan Utara yang memilki Fasyankes terdiri dari Rumah Sakit, Puskesmas,
Klinik, dan Fasilitas Kesehatan lainnya yang tersebar di 4 Kabupaten dan 1 Kota dirasa
perlu untuk difasilitasi mengenai pengelolaan limbah medis yang dihasilkan agar
memenuhi pengelolaan limbah medis sesuai standar.

II. Pra Anggapan:


Keterbatasan Fasyankes dalam pengelolaan limbah medis terutama puskesmas dan
fasilitas kecil lainnya dalam mengumpulkan dan mengolah limbah tersebut, kondisi
sekarang yang mengharuskan limbah tersebut dikirim ke Pulau Jawa membuat biaya jasa
tersebut menjadi tinggi dan membebani anggaran masing – masing Fasyankes tersebut.
Dari segi pengumpulan limbah medis untuk diangkut juga menjadi kendala karena batas
waktu penyimpanan sesuai aturan terbatas, sedangkan untuk pengiriman ke luar pulau
membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu Fasilitas Pengolah Limbah B3 khusus
untuk sumber dari Fasyankes di Provinsi Kalimantan Utara dirasa penting dan menjadi
sumber pendapatan daerah karena dalam pengelolaannya tarif yang dikenakan akan
bersaing bilamana limbah tersebut dibawa ke luar pulau.

III. Fakta-fakta yang Mempengaruhi Pokok Persoalan:


a. Penyiapan lahan sebagai bagian dari kerjasama antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah daerah dalam Pembangunan Fasilitas Pengolah Limbah B3 (Incinerator)
perlu segera disiapkan dan beberapa alternatif tersebut:
 Kawasan Kota Baru Mandiri, dengan lahan yang sudah dan diperlukan
perubahan pada bagian Amdal
 Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI), dengan memasuka
b. Pemahaman Tugas Pokok dan Fungsi masih kurang; b. ASN dan non ASN setiap bidang
belum diberdayakan secara maksimal; c. Penguasaan aturan dan pedoman kerja
pelaksanaan pekerjaan masih rendah, misalnya dalam hal: 1. Penyiapan dokumen
pengadaan barang/jasa pemerintah tidak lengkap; 2. Pelaksanaan monitoring dan
evaluasi pekerjaan di lapangan tidak berjalan sebagaimana mestinya; 3. Pelaksanaan
pemeriksaan hasil pekerjaan/serah terima barang belum optimal;

4. Penulisan Telaahan Staf seringkali tidak jelas (sistematika dan substansi); 5. Penulisan
Surat Perintah Tugas tidak seragam (blanko dan isi SPT); 6. Penulisan Laporan Perjalanan
Dinas seringkali tidak sesuai yang diharapkan (blanko dan isi); 7. 8. dan isi Fasilitas
kantor dan peralatan kerja kurang mendukung baik dari sisi kuantitas maupun kualitas
seperti kendaraan roda 2, komputer/laptop dan printer, meja dan kursi kerja, dan lemari
arsip; 9. Kurang kondusifnya bangunan/ruangan kantor untuk bekerja; 10. Tidak adanya
pagar keliling kantor; dan 11. Status “pemanfaat/pengguna” Kantor BPK kecamatan
beserta fasilitas kantor dan peralatan kerja diduga masih berada di Dinas Pangan
Kabupaten Pesisir Selatan.

IV. Analisis dan Pembahasan:


V. Simpulan dan Saran:
a. Simpulan: Kejelasan status “pemanfaat/pengguna” Balai Penyuluhan Kecamatan
sebagai Barang Milik Daerah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi penyuluhan pertanian dan capaian sasaran kinerja Dinas Tanaman Pangan,
Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan yang telah ditetapkan. b. Saran:
1. Keberadaan Balai Penyuluhan Kecamatan menjadi sangat penting dan strategis dalam
mendukung keberhasilan pelaksanaan sebagian tugas pokok dan fungsi penyuluhan
pertanian. Oleh karena itu perlu dilakukan pemindahtanganan pemanfaatan Balai
Penyuluhan Kecamatan

Anda mungkin juga menyukai