Anda di halaman 1dari 576

I-1 | K L H S R P J M D S U L S E L

A. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, segala bentuk perencanaan dan kebijakan tata ruang diharuskan
memilliki tujuan dan sasaran yang jelas sebagai wujud dari implementasi Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, khususnya pada pasal
11. Dalam hal ini Pemerintah daerah mempunyai kewenangan penting dalam
pelaksanaan penataan ruang wilayah, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah baik dalam bentuk pembangunan jangka panjang,
menengah, maupun pembangunan yang sifatnya jangka pendek. Disisi lain,
pemerintah juga dituntut untuk menghadirkan produk tata ruang yang bersifat
berkelanjutan dan menjamin ketersediaan ruang dimasa mendatang.
Pembangunan wilayah pada dasarnya memiliki tujuan untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini telah dipertegas pada tujuan Bangsa Indonesia
yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah
darah Indonesia dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian
abadi. Seiring dengan perkembangannya yang pesat serta dengan semakin
kompleksnya persoalan dan tantangan yang dihadapi, beberapa daerah di
Indonesia mulai melakukan upaya dalam mengantasipasi hal tersebut, tidak
terkecuali pada tujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (TPB) atau
SDGs.

I-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai Sustainable Development Goals disingkat dengan SDGs adalah
17 tujuan dengan 169 capaian yang meliputi masalah masalah pembangunan yang
berkelanjutan. Termasuk didalamnya adalah pengentasan kemiskinan dan
kelaparan, perbaikan kesehatan, dan pendidikan, pembangunan kota yang lebih
berkelanjutan, mengatasi perubahan iklim, serta melindungi hutan dan laut
dengan capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai
agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi.
Tujuan ini dicanangkan bersama oleh negara-negara lintas pemerintahan pada
resolusi PBB yang diterbitkan pada 21 Oktober 2015 sebagai ambisi
pembangunan bersama hingga tahun 2030.
Diperlukan kajian mengenai pembangunan berkelanjutan dengan
menggunakan metode ilmiah untuk mengetahui capaian serta isu strategis
pembangunan berkelanjutan disuatu wilayah yang digunakan sebagai salah satu
acuan dalam pembangunan selanjutnya. Analisis kajian lingkungan hidup yang
diamantakan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan arahan bahwa dalam
pembangunan daerah seharusnya memperhatikan kondisi lingkungan hidup
sehingga terciptanya keselarasan antara pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
dengan penggunannya. Selain itu, dalam peraturan tersebut juga mengamanatkan
adanya kajian daya dukung dan daya tampung wilayah agar pembangunan
berkelanjutan dari aspek lingkungan hidup dapat direalisasikan dengan baik oleh
masing-masing daerah perencanaan. Pengkajian pembangunan berkelanjutan
yang mengacu pada TPB mencakup pada kondisi umum daerah (daya dukung,
daya tampung, geografis, demografi, keuangan daerah), capaian indikator TPB
yang relevan dengan pembangian urusan, kewenangan, dan karakteristik daerah,
serta pembagian peran antara Pemerintah Daerah serta organiasai masyarakat,
filantropi, pelaku usaha, akademisi dan pihak terkait lainnya. Seluruh indikator
ini berkaitan dengan urusan pemerintah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh
setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dalam hal ini Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan. Penerapan analisis pembangunan berkelanjutan ini diharapkan

I-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
dapat diterapkan pada seluruh daerah di Indonesia, termasuk daerah Provinsi
Sulawesi Selatan. Bentuk analisis pembangunan berkelanjutan tersebut disusun
dalam sebuah laporan yaitu KLHS RPJMD (Kajian Lingkungan Hidup Strategis
dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).
Dalam proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bagian dari
sebuah kebijakan dan rencana pembangunan harus diyakinkan tidak merusak
lingkungan sekaligus menjamin keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Dan
untuk menjawab tuntutan itu pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah
menyusun Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan
untuk mengarahkan segala bentuk rencana penataan ruang wilayah di setiap
daerah agar menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut tetap
mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana Pemerintah Daerah wajib menyusun
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Disamping itu, pada tahapan sebelumnya dalam menjamin pembangunan
berkelanjutan, juga telah hadir Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
46 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS pada pasal 2 ayat 1
mengamanatkan bahwa KLHS sebagaimana dimaksud wajib dilaksanakan ke
dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta rencana
rincinya, RPJP nasional, RPJP daerah, RPJM nasional, dan RPJM daerah, serta
kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau resiko lingkungan hidup.
Dan dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 07 Tahun
2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah untuk
menjaga keberlangsungan sumber daya dan menjamin keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, mutu hidup generasi masa kini serta generasi masa depan, maka

I-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi
Sulawesi Selatan menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah ini dengan memperhatikan prinsip dan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs untuk isu strategis, permasalahan
dan sasaran strategis TPB yang termuat dalam Rancangan RPJMD Provinsi
Sulawesi Selatan.

B. Dasar Hukum

Landasan Hukum yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan KLHS


RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut ;
1. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
2. Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2015 tentang Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan;
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
7. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

I-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
8. tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5941);
11. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 136);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
perencanaan, Pengendalian dan evaluasi pembangunan Daerah, tata cara
evaluasi rancangan Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta tata cara
perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Perangkat
Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1312).
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 07 Tahun 2018 tentang Pembuatan
dan Pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan RPJMD.
14. Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-2029.
15. Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2028.

I-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
C. Maksud dan Tujuan

Penyusunan KLHS RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan dimaksudkan untuk ;


1. Meningkatkan kapasitas dan kepedulian pemangku kepentingan khususnya
dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
2. Sebagai acuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan publik secara umum dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
4. Meningkatkan komunikasi para pemangku kepentingan di daerah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam rangka pengambilan keputusan yang lebih baik.
5. Menemutemukan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang paling strategis
di Provinsi Sulawesi Selatan, serta upaya-upaya pemecahannya.
6. Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) TPB Provinsi Sulawesi Selatan,
serta
7. Memberikan konteks keberlanjutan pada muatan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan dan penyusunan KLHS
RPJMD ini adalah memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
(TPB/SDGs) telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penyusunan KLHS RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan ini
meliputi;
1. Kajian Kondisi Umum daerah
Kajian Kondisi umum daerah memuat kondisi daya dukung dan daya Tampung
(Muatan KLHS), geografis, demografis dan keuangan daerah.
2. Capaian Indikator TPB
Capaian indikator TPB berupa analisis kondisi pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan.

I-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Pembagian Peran
Pembagian peran berupa analisis kontribusi dari Pemerintah, pemerintah
daerah, serta organisasi masyarakat, filantropi, pelaku usaha, akademisi dan
pihak terkait lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan dalam
pembangunan daerah.

E. Sistematika Pembahasan KLHS RPJMD SULSEL

Pembahasan KLHS RPJMD SULSEL

Untuk Sistematika susunan pembahasan dokumen KLHS RPJMD Provinsi


Sulawesi Selatan mencakup 7 (tujuh) bab, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN yang meliputi; Latar Belakang, Dasar Hukum,


Maksud dan Tujuan, Ruang Lingkup, Sistematika Pembahasan KLHS RPJMD
SULSEL

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH yang meliputi; Kondisi Geografis ,


Kondisi Demografi, Kondisi Keuangan Daerah

I-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
BAB 3 KAJIAN MUATAN KLHS yang meliputi; Daya Dukung dan Daya
Tampung LH, Layanan Jasa Ekosistem, Resiko Dampak Lingkungan Efisiensi
Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim,
KEHATI (Keanekaragaman Hayati)

BAB 4 PROFIL PENCAPAIAN TPB yang meliputi; Pencapaian TPB


berdasarkan Tujuan, Pencapaian TPB berdasarkan Pilar, Pencapaian TPB
berdasarkan perangkat daerah (OPD) berupa ; (1) Indikator Belum Dilaksanakan
dan Belum Mencapai Target, (2) Indikator Sudah Dilaksanakan dan Belum
Mencapai Target, (3) Indikator Sudah Dilaksanakan dan Sudah Mencapai Target,
(4) Indikator Belum Memiliki Data, (5) Peran Para pihak dalam Pencapaian TPB

BAB 5 PERUMUSAN ISU STRATEGIS TUJUAN DAN SASARAN


PRIORITAS yang meliputi; Isu Strtegis Hasil Dari Capaian Indikator, Isu Straegis
Dari Konsultasi Publik Kab/Kota Isu Strategis RPPLH, Tujuan Dan Sasaran
Prioritas

BAB 6 PERUMUSAN SKENARIO, ALTERNATIF DAN REKOMENDASI


yang meliputi; Perumusan Skenario, Perumusan Alternatif, Perumusn
Rekomendasi, Gambaran Pengintegrasian hasil KLHS ke RPJMD SULSEL

I-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
II-1 | K L H S R P J M D S U L S E L
II-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
A. Kondisi Geografis Wilayah Sulawesi Selatan
1. Kondisi Wilayah
a. Wilayah Administrasi

Secara geografis, Provinsi Sulawesi Selatan terletak pada 1o51’


sampai 8o00’ Lintang Selatan dan 116o48’ sampai 122o36’ Bujur Timur.
Luas daratan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah 45.764,53 Km².
Wilayah daratan dikelilingi oleh laut yang cukup luas: di sebelah selatan
terdapat laut Flores, di sebelah barat terdapat selat Makassar dan di sebelah
Timur terdapat teluk Bone. Batas-batas geografis wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan secara lengkap adalah sebagai berikut:

• di sebelah utara dengan Provinsi Sulawesi Barat


• di sebelah timur dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara
• di sebelah barat dengan Selat Makassar
• di sebelah selatan dengan Laut Flores.
Pada tataran regional, wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan
ibukota Makassar memiliki posisi yang sangat strategis karena dilalui oleh
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang merupakan jalur lalu lintas
kapal-kapal nasional maupun internasional. Pada tataran Nasional,
Provinsi Sulawesi Selatan terletak kira-kira di tengah bentangan kepulauan
Nusantara sehingga aksesibililitas dan jangkauan transportasi Nasional
Barat-Timur, Utara-Selatan adalah yang terbaik di wilayah ini. Secara
Administrasi, wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 21
Kabupaten dan 3 Kota, yang terdiri dari 304 Kecamatan (Gambar 2.1), dan
beribukota di Makassar. Kabupaten Luwu Utara merupakan kabupaten
terluas yaitu 7.502,58 km2 atau 32,45%, sedangkan Kabupaten Bantaeng
adalah yang terkecil yakni 395,83 km2 (Tabel 2.1).

II-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.1. Luas wilayah, nama Ibukota di Provinsi Sulawesi Selatan
No. Kabupaten/ Kota Ibukota Luas Wilayah (km2)

1. Selayar Benteng 903,50

2. Bulukumba Bulukumba 1.154,67

3. Bantaeng Bantaeng 395,83

4. Janeponto Bontosunggu 903,35

5. Takalar Pattalasang 566,51

6. Gowa Sungguminasa 1.883,32

7. Sinjai Sinjai 819,96

8. Maros Maros 1.619,12

9. Pangkep Pangkajene 1.112,29

10. Barru Barru 1.174,71

11. Bone Watampone 4.559,00

12. Soppeng Watansoppeng 1.359,44

13. Wajo Sengkang 2.506,20

14. Sidrap Sidenreng 1.883,25

15. Pinrang Pinrang 1.961,17

16. Enrekang Enrekang 1.786,01

17. Luwu Belopa 3.000,25

18. Tana Toraja Makale 2.054,30

19. Luwu Utara Masamba 7.502,68

20. Luwu Timur Malili 6.944,88

21. Makassar Makassar 175,77

22. Parepare Parepare 99,33

23. Palopo Palopo 247,52

24 Toraja Utara Rantepao 1.151,47

Total 45.764,53
Sumber: Analisis Spasial, 2017

II-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.1. Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan

II-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Kondisi Biofisik

1) Geologi dan Landform

Kondisi geomorfologi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan mencakup


wilayah pesisir dan pulau-pulau, dataran rendah dan dataran tinggi, dengan
67 daerah aliran sungai dan tiga danau besar; Danau Tempe, Danau Towuti
dan Danau Matano. Terdapat Gunung Bawakaraeng di selatan, serta
Gunung Lompobattang dan Gunung Rantemario di Utara, pada bagian
tengah membentang bukit karst sepanjang Maros dan Pangkep, dengan
klimatologi yang dibedakan iklim antar musim pada pantai Barat dan
Timur.
Geografi wilayah mencakup pesisir dan pulau, dataran rendah dan
dataran tinggi, dengan 67 aliran sungai dan tiga danau. Terdapat Gunung
Bawakaraeng di selatan, serta Gunung Lompobattang dan Rante Mario di
Utara, pada bagian tengah membentang bukit karst sepanjang Maros dan
Pangkep, dengan klimatologi yang terbedakan antar musim pada pantai
Barat dan Timur. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran
rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen
merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah
relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang
kemiringannya agar curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan
bergunung. Wilayah daratan terluas berada pada 100 hingga 400 meter
DPL, dan sebagian merupakan dataran yang berada pada 400 hingga 1000
meter DPL.
Daerah Sulawesi Selatan termasuk ke dalam propinsi Busur
Vulkanik Tersier Sulawesi Barat, yang memanjang dari Lengan Selatan
sampai ke Lengan Utara. Secara umum, busur ini tersusun oleh batuan-
batuan plutonik-volkanik berumur Paleogen- Kuarter serta batuan-batuan
metamorf dan sedimen berumur Tersier. Geologi Sulawesi Selatan bagian
Timur dan Barat sangat berbeda, di mana keduanya dipisahkan oleh Depresi

II-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
Walanae yang berarah Utara Utara Barat-Selatan Selatan Tenggara (UUB-
SST).
Secara struktural, Sulawesi Selatan terpisah dari anggota Busur
Barat Sulawesi lainnya oleh suatu depresi berarah UB-ST yang melintas di
sepanjang Danau Tempe (van Leeuwen, 1981). Struktur geologi batuan di
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki karakteristik geologi yang dicirikan
oleh adanya berbagai jenis satuan batuan yang bervariasi. Struktur dan
formasi geologi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari volkan
tersier, Sebaran formasi volkan tersier ini relatif luas mulai dari Cenrana
sampai perbatasan Mamuju, daerah Pegunungan Salapati (Quarles) sampai
Pegunungan Molegraf, Pegunungan Perombengan sampai Palopo, dari
Makale sampai utara Enrekang, di sekitar Sungai Mamasa, Sinjai sampai
Tanjung Pattiro, di deretan pegunungan sebelah barat dan timur Ujung
Lamuru sampai Bukit Matinggi. Batuan volkan kwarter, Formasi batuan ini
ditemukan di sekitar Limbong (Luwu Utara), sekitar Gunung Karua (Tana
Toraja) dan di Gunung Lompobatang (Gowa) (lihat gambar 2.2).

Gambar 2.2. Kondisi Karst Maros-Pangkep

II-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
Karst Maros-Pangkep di Propinsi Sulawesi Selatan merupakan tipe

karst menara di Indonesia. Batugamping pembentuknya adalah anggota

Formasi Tonasa yang mengalami tektonik, dan penerobosan oleh batuan

beku. Karst Maros-Pangkep dicirikan oleh bentukan morfologi karst

menara, dan disebelahnya terhampar dataran fluvial pantai Maros -

Pangkajene, lereng bukit karst layaknya menara yang membentuk sudut

lereng hampir vertikal dengan ketinggian bukit mencapai 200 meter.

Keberadaan karst Maros - Pangkep dapat dengan mudah diamati ketika

melintas di jalan prorokol antara Maros dan Pangkep , hamparan perbukitan

mempunyai luas ± 43.750 Ha. Kawasan karst terindah di Maros berada di

dalam Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, dimana karstt

ini dikelilingi dengan hutan lindung dengan luas ± 43 ribu Ha, dan sebanyak

20 ribu Ha merupakan kawasan karst.

Menurut beberapa penelitian menyebutkan kawasan karst Maros

merupakan habitat bagi sekitar 270 jenis kupu- kupu dan hewan langka

seperti halnya burung Enggang Sulawesi (Penelopides exarhartus), kera

tanpa ekor (Macaca maura), Tersius (Tarsius sp), Kuskus (Phalanger

ursius), Musang Sulawesi (Macrogilidia mussen braecki), Rusa (Carvus

timorensis), dan aneka satwa liar lainnya. Dalam sejarahnya, kawasan

pegunungan karst ini menjadi satu-satunya kawasan yang ditetapkan

sebagai taman nasional di Indonesia dengan luas ± 40 ribu hektare. Padahal

lazimnya, kawasan karst lain di Indonesia mendapat pengakuan hanya

dengan luas areal sekitar 5 ribu Ha. Inilah yang antara lain menjadi alasan

mengapa pemerintah berobsesi menjadikan karst ini menjadi kawasan

world heritage atau warisan dunia.

II-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
Sebaran formasi geologi di 24 kabupaten/kota Provinsi Sulawesi

Selatan bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Total terdapat 48

formasi geologi yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu aluvium,

anggauta taccipi dari formasi walanae, anggota batugamping formasi toraja,

anggota batugamping formasi walanae, anggota rantepao, formasi toraja,

batuan gunungapi, batuan gunungapi baturape-cindako, batuan gunungapi

formasi camba, batuan gunungapi kalamiseng, batuan gunungapi lamasi,

batuan gunungapi lompobatang, batuan gunungapi lompobattang, batuan

gunungapi masamba, batuan gunungapi pare-pare, batuan gunungapi

soppeng, batuan gunungapi terpropilitkan, batuan gunungapi tineba, batuan

malihan, batuan serpentinit, batuan terobosan, batugamping Formasi

camba, batugamping meta, endapan aluvium dan pantai, endapan danau,

Formasi Bone-bone, Formasi Camba, Formasi Date, Formasi Larona,

Formasi Latimojong, Formasi Loka, Formasi Makale, Formasi Matano,

Formasi Salo Kalupang, Formasi Sekala, Formasi Tomata, Formasi Tonasa,

Formasi Toraja, Formasi Walanae, granit kambuno, granit palopo,

kompleks melange, kompleks pompangeo, kompleks tektonik bantimala,

komplex ultrabasa, mamuju, melange wasuponda, tuf rampi, dan tuff

barupu. Didominasi oleh formasi geologi endapan aluvium dan pantai

seluas 529,480.17 ha, disusul formasi walanae seluas 411,145.23 ha,

batuan gunungapi lompobatang seluas 364,553.08 ha, dan batuan

gunungapi formasi camba seluas 352,201.35 ha. Gambar 2.3 menampilkan

peta sebaran formasi geologi di Provinsi Sulawesi Selatan.

II-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.3. Peta Geologi Sulawesi Selatan

II-10 | K L H S R P J M D S U L S E L
2) Sistem Lahan dan Tanah
Sistem lahan yang mengindikasikan karakteristik lahan di 24
kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan bervariasi dari satu wilayah ke
wilayah lainnya. Total terdapat 73 tipe system lahan yang terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu ACG, AHK, AMI, APA, BBG, BBR,
BDG, BGA, BKN, BMS, BOM, BPD, BRA, BRI, BRU, BTG, BTK, BTS,
BUU, BYN, DKP, DLU, GBJ, GBT, GDG, GJO, GPI, GSM, HBU, KAS,
KHY, KJP, KLG, KLR, KNJ, KPR, KTT, LBS, LME, LNG, LTG, LWW,
MDO, MDW, MKO, MKS, MNA, MPT, MTL, NODA, OKI, PDH, PGA,
PLB, PLU, PRT, PTG, SAR, SBG, SFO, SMA, SMD, SMI, SST, TBO,
TDO, TGM, TRO, TTG, TWH, TWI, UPG, dan WTE. Tipe system lahan
terluas yaitu BBG dengan luas 874,244.41 ha, disusul KHY dengan luas
364,355.52 ha, dan BPD dengan luas 333,753.60 ha. Gambar 2.4
menampilkan peta sebaran system lahan di Provinsi Sulawesi Selatan.
3) Kemampuan Lahan
Sebaran kemampuan lahan setiap kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan berturut-turut mulai dari kelas kemampuan lahan terendah yaitu
kelas II dominan terdapat di Kabupaten Wajo, kelas III dominan di Luwu
Timur, kelas IV dominan di Bone, kelas V dominan di Luwu Utara, kelas
VI dominan di Luwu Utara, kelas VII dominan di Luwu Timur, kelas VIII
dominan di Luwu Timur.
Luas setiap kelas kemampuan lahan pada Provinsi Sulawesi Selatan
yaitu kelas kemampuan lahan II seluas 308.802,38 ha, kelas III seluas
13.613,119 ha, kelas IV seluas 233.343,67 ha, kelas V seluas 1.025.774,00
ha, kelas VI seluas 1.439.539,60 ha, kelas VII seluas 348.906,42 ha, kelas
VIII seluas 901.693,79 ha. Jadi kelas kemampuan lahan yang paling
dominan di Sulawesi Selatan adalah kelas VI seluas 1.439.539,60. Sebaran
kemampuan lahan pada setiap kabupaten dan kota di provinsi Sulawesi
Selatan disajikan pada gambar 2.5.

II-11 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.4. Peta Sistem Lahan Sulawesi Selatan

II-12 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.5. Peta Kemampuan Lahan Sulawesi Selatan

II-13 | K L H S R P J M D S U L S E L
4) Iklim dan Hidrologi
Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya sama dengan daerah lain
yang ada di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang
terjadi pada bulan Juni sampai September dan musim penghujan yang
terjadi pada bulan Desember sampai dengan Maret. Berdasarkan
pengamatan di tiga Stasiun Klimatologi (Maros, Hasanuddin dan Maritim
Paotere) selama Tahun 2010 rata-rata suhu udara 27,4 C di Kota Makassar
dan sekitarnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Suhu udara
maksimum di Stasiun Klimatologi Hasanuddin 32,1°C dan suhu minimum
24,0°C. Berdasarkan klasifikasi tipe iklim menurut oldeman, Provinsi
Sulawesi Selatan memiliki 5 jenis iklim, yaitu Tipe iklim A termasuk
kategori iklim sangat basah dimana curah hujan rata-rata 3500-4000
mm/Tahun. Wilayah yang termasuk ke dalam tipe ini adalah Kabupaten
Enrekang, Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur. Tipe Iklim B, termasuk
iklim basah dimana Curah hujan rata-rata 3000 - 3500 mm/Tahun. Wilayah
tipe ini terbagi 2 tipe yaitu (B1) meliputi Kabupaten Tana Toraja, Luwu
Utara, Luwu Timur, Tipe B2 meliputi Gowa, Bulukumba, dan Bantaeng.
Tipe iklim C termasuk iklim agak basah dimana Curah hujan rata-rata 2500
- 3000 mm/Tahun. Tipe iklim C terbagi 3 yaitu Iklim tipe C1 meliputi
Kabupaten Wajo, Luwu, dan Tana Toraja. Iklim C2 meliputi Kabupaten
Bulukumba, Bantaeng, Barru, Pangkep, Enrekang, Maros dan Jeneponto.
Sedangkan tipe iklim C3 terdiri dari Makassar, Bulukumba, Jeneponto,
Pangkep, Barru, Maros, Sinjai, Gowa, Enrekang, Tana Toraja, Parepare,
Selayar. Tipe iklim D dengan Curah hujan rata-rata 2000 - 2500 mm/Tahun.
Tipe iklim ini terbagi 3 yaitu Wilayah yang masuk ke dalam iklim D1
meliputi Kabupaten Wajo, Bone, Soppeng, Luwu, Tana Toraja, dan
Enrekang. Wilayah yang termasuk ke dalam iklim D2 terdiri dari Kabupaten
Wajo, Bone, Soppeng, Sinjai, Luwu, Enrekang, dan Maros. Wilayah yang
termasuk iklim D3 meliputi Kabupaten Bulukumba, Gowa, Pangkep,
Jeneponto, Takalar, Sinjai dan Kota Makassar. Tipe iklim E dengan Curah
hujan rata-rata antara 1500 - 2000 mm/Tahun dimana tipe iklim ini disebut
sebagai tipe iklim kering. Tipe iklim E1 terdapat di Kabupaten Maros, Bone
dan Enrekang. Tipe iklim E2 terdapat di Kabupaten Maros, Bantaeng, dan
Selayar. Gambar 2.6 dan Tabel 2.3 menampilkan peta dan data curah hujan
Sulawesi Selatan.

II-14 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.6. Peta Iklim Sulawesi Selatan

II-15 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.2. Data Curah Hujan Sulawesi Selatan
Luas Wilayah dengan Curah Hujan (mm/Tahun) Total
KABUPATEN
< 1000 1000 - 1500 1500 - 2000 2000 - 2500 2500 - 3000 3000 - 3500 3500 - 4000 4000 - 4500 4500 - 5000 > 5000
BANTAENG 563.32 26,962.50 12,208.30 39,734.12
BARRU 3,535.20 15,422.20 15,330.40 18,993.20 55,731.70 9,889.00 118,901.70
BONE 10,452.34 68,943.70 114,077.00 107,705.00 159,426.00 460,604.04
BULUKUMBA 3,865.25 21,959.60 50,870.50 40,589.60 117,284.95
ENREKANG 6,590.12 19,839.60 18,944.80 20,180.30 46,855.60 34,564.70 19,497.00 15,662.60 182,134.72
GOWA 236.1 30,656.80 67,859.50 81,457.00 180,209.40
JENEPONTO 50,836.30 25,825.30 2,959.42 79,621.02
KOTA MAKASSAR 776.87 15,466.80 2,016.37 18,260.04
KOTA PALOPO 1,586.85 8,915.88 8,877.98 5,354.55 823.86 25,559.12
KOTA PARE-PARE 152.28 8,727.91 8,880.19
LUWU 4,960.86 31,014.04 37,701.43 45,633.02 72,254.21 60,958.95 30,580.82 8,510.51 3,143.85 294,757.69
LUWU TIMUR 2,983.50 10,166.50 21,276.81 31,504.46 63,288.35 128,927.08 81,771.36 74,895.46 261,583.40 676,396.93
LUWU UTARA 49,757.41 30,743.50 26,967.80 25,538.61 25,653.07 29,180.98 38,647.79 64,815.98 152,391.09 293,921.10 737,617.32
MAROS 823.47 81,631.28 64,360.87 146,815.62
PANGKEP 8,112.95 73,472.37 81,585.32
PINRANG 75,137.10 27,091.30 16,533.60 11,941.90 10,376.10 9,726.51 9,735.68 10,394.00 9,544.81 8,106.79 188,587.79
SELAYAR 18,633.50 98,097.20 1,399.02 118,129.72
SIDRAP 953.01 37,870.30 53,116.41 18,611.82 23,130.20 49,886.60 20,744.30 204,312.63
SINJAI 153.47 5,129.56 32,627.80 54,387.00 92,297.83
SOPPENG 14,691.61 48,578.42 52,360.70 22,214.00 137,844.73
TAKALAR 21,740.60 24,138.40 12,301.30 58,180.30
TANATORAJA 7,508.64 13,739.90 15,949.01 169,836.02 207,033.56
TORAJA UTARA 702.13 6,895.81 9,897.93 14,163.60 19,914.31 73,422.90 124,996.69
WAJO 12,544.54 100,316.00 76,868.11 49,134.31 1,020.99 239,883.95

Sumber: Analisis Spasial, 2017


5) Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan
Sebaran penggunaan lahan Provinsi Sulawesi Selatan ditampilkan

pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.4. Penggunaan lahan didominasi oleh

pertanian lahan kering bercampur semak seluas 1,565,894.28 ha, disusul

hutan lahan kering sekunder (765,380.40 ha), sawah (605,871.23 ha), hutan

lahan kering primer (587,853.85 ha), dan semak/belukar (507,798.62 ha).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baja et al. (2011),

perubahan penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup besar

terjadi untuk 2 dekade yang lalu adalah dari sernak dan kebun rnenjadi

persawahan, dan hanya sebahagian kecil untuk permukirnan dan industri.

Narnun, akhir-akhir ini perubahan penggunaan lahan kebun dan semak

termasuk persawahan telah banyak terjadi, dan umumnya menjadi kawasan

perkotaan, khususnya permukiman dan industri. Berdasarkan penelitian

tersebut dinamika tersebut sangat ditentukan oleh beberapa faktor

II-16 | K L H S R P J M D S U L S E L
pendorong (driving faktor), diantaranya (i) factor aktor, (ii) faktor fisik, (iii)

faktor ekonorni, (iv) faktor social budaya, dan (V) factor institusional dan

kebijakan.

Tabel 2.3. Luas Tutupan Lahan Sulawesi Selatan


Tutupan Lahan Luas (ha)
Airport 789.15
Belukar Rawa 14,990.47
Danau 111,574.58
Hutan Lahan Kering Primer 587,853.85
Hutan Lahan Kering Sekunder 765,380.40
Hutan Mangrove Primer 1,219.88
Hutan Mangrove Sekunder 20,437.72
Hutan Rawa Sekunder 53.83
Hutan Tanaman 14,173.54
Perkebunan 40,049.99
Permukiman 21,888.49
Pertambangan 2,377.99
Pertanian Lahan Kering 41,399.82
Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 1,565,894.28
Rawa 758.06
Savana 87,920.62
Sawah 605,871.23
Semak/Belukar 507,798.62
Tambak 110,181.65
Tanah Terbuka 10,276.47
Transmigrasi 1,872.29
Sumber: Analisis Spasial, 2017

II-17 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.4. Pola Ruang vs Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan
Tutupan Lahan
Hutan Hutan
POLA RUANG Hutan Hutan Hutan
Belukar Lahan Lahan Hutan Perkebun Permukim Pertamb
Airport Danau Mangrov Mangrove Rawa
Rawa Kering Kering Tanaman an an angan
e Primer Sekunder Sekunder
Primer Sekunder
Beting Karang 5.29 48.05 0 7.01 3.77 25.38
Cagar Alam 21.74 71,634.62 13,044.26 20.94 168.96 10.67 9.49
Danau 2,824.05 90,911.63 30.19 1,969.09 57.31 21.73
Hutan Lindung 23.99 1,217.85 385,053.60 432,326.78 6,111.99 0.04 2,252.54 677.13 193.98 1,415.10
Hutan Produksi 195.52 1,643.45 31,344.90 1,279.27 230.57 53.45
Hutan Produksi (HTR) 871.1
Hutan Produksi Konversi 13.84 4,689.12 5,467.08 1,306.02 98.48 10.54
Hutan Produksi Terbatas 183.73 607.25 107,277.18 164,874.66 46.4 3,487.30 6,538.82 7.43 64.11
Hutan Rakyat 36.92 518.18 1,213.08 8,073.20 307.43 221.05 84.27 7.87
Kawasan Lindung 32.6 18.66 412.35
Komoditi Jaraki 148.12 1,360.59 31.17 889.98 518.61 2,415.79 1,203.32 110.76
Komoditi Kakao, Sawit, Robusta, Mete dan Jarak 1,496.59 132.88 1,718.61 55.9 191.64 76.45 19,521.84 492.07
Komoditi Padi Sawah, Padi Ladang, Jagung dan Sapi 684.63 11,197.73 8,709.00 76.77 2,344.07 172.67 3,007.79 216.51 11,552.81 4,992.92 46.47
Komoditi Sawit, Robusta, Mete dan Jarak 27.7 293.99 141.93 0.91 2,199.50 155.6 219.71 11.15 225.34 129.59
Permukiman 13.26 169.54 614.26 88.76 0.52 87.33 14.52 516.31 14,363.30 4.67
Rumput Laut 32.38 167.72 4.94 280 2,282.35 24.28 43.53
Suaka Margasatwa
Taman Buru
Taman Hutan Raya 552.05
Taman Nasional 348.79 29,602.43 289.07
Taman Nasional Laut
Taman Wisata Alam 162.9 1,256.35 11,540.72 136.06 52.08
Taman Wisata Alam Laut 8.48
Tidak Sesuai Unggulan Provinsi 60.71 80.02 5,269.13 13,865.63 59,020.31 97.83 417.14 32.84 1,532.98 7,287.24 1,167.32 760.43
Udang 2.85 128.56 22.27 251.23 62.64

II-18 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tutupan Lahan

POLA RUANG Pertanian


Pertanian Lahan
Semak/ Tanah Transmig
Lahan Kering Rawa Savana Sawah Tambak
Belukar Terbuka rasi
Kering Bercampur
Semak
Beting Karang 261.24 948.72 98.25 51.57
Cagar Alam 2,332.16 526.31 187.63 3,562.57 0 43.42 0.01
Danau 237.72 1,443.43 54.13 1,683.50 316.31 2,214.38
Hutan Lindung 2,075.27 148,534.09 55.33 43,469.82 5,248.12 158,469.13 17,626.05 2,378.24 0.09
Hutan Produksi 572.2 37,451.64 690.41 3,242.64 22,409.77 173.39
Hutan Produksi (HTR) 205.1 886.81 209.5 1,208.63 42.56
Hutan Produksi Konversi 14,365.58 178.21 288.64 3,209.49 1,374.48 2.55
Hutan Produksi Terbatas 1,049.90 97,983.44 5,709.77 3,628.90 69,486.87 4,500.74 1,631.35
Hutan Rakyat 678.51 25,149.13 1,262.19 5,814.17 9,009.95 222.02 15.5
Kawasan Lindung 98.25 4,913.77 1,983.08 403.66 5,085.70
Komoditi Jaraki 7,252.51 36.35 7,410.15 2,746.19 7,391.37 3,941.26 61.53
Komoditi Kakao, Sawit, Robusta, Mete dan Jarak 7,533.44 192,017.59 1.77 5,297.62 77,657.01 10,572.33 452.99 5.43 18.9
Komoditi Padi Sawah, Padi Ladang, Jagung dan Sapi 14,617.07 379,112.19 563.03 2,867.50 378,315.92 27,791.68 28,441.47 1,297.15 485.88
Komoditi Sawit, Robusta, Mete dan Jarak 69.1 4,430.24 10.82 371.55 1,827.62 1,066.50 502.41 107.07
Permukiman 959.28 39,759.84 2.43 337.24 22,220.38 3,606.00 1,789.48 12.57 1,314.66
Rumput Laut 20.98 861.36 44.37 596.44 93.83 7,381.23
Suaka Margasatwa 942 10.41 3,206.97
Taman Buru 439.25 121.75 2,112.21
Taman Hutan Raya 1,400.64 2,169.24 84.93
Taman Nasional 194.91 6,334.59 83.92 1,180.96 5,485.50 159.18
Taman Nasional Laut 123.83 11.59 10.46
Taman Wisata Alam 5.62 6,290.45 19.12 313.13 3,011.00 79.52
Taman Wisata Alam Laut 12.97 59.99 16.01
Tidak Sesuai Unggulan Provinsi 13,206.07 593,777.65 27.59 17,489.42 92,587.79 174,964.71 2,409.76 1,972.88 52.75
Udang 81.51 636.39 60.73 136.57 3,838.19 165.4 36,454.06 1.67

II-19 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.7. Peta Penutupan Lahan Sulawesi Selatan

II-20 | K L H S R P J M D S U L S E L
6) Pemanfataan Ruang RTRW dan Pola Ruang

Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Selatan 2009-2029 (Perda

No. 1 2009), pengernbangan kawasan lindung di Wilayah Provinsi Sulsel

meliputi: (i) kawasan Lindung nasional, yang ditetapkan dalam RTRW

Nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi, dengan luas lebih dari 1.000

(seribu) hektar dan merupakan kewenangan Peinerintah; dan (ii) rencana

Pengenibangan kawasan lindung Provinsi, dengan luas kurang dari 1.000

(seribu) hektar dan merupakan kewenangan Provinsi.

Kawasan Lindung Nasional yang terkait dengan wilayah Provinsi

nieliputi: Suaka Margasatwa Ko'rnara (Kabupaten Takalar), Cagar Alam

(CA) Faruhumpenai, CA Kalaena, Taman Nasional (TN) Danau Matano

dan Danau Mahalona, TN Danau Towuti (Kabupaten Luwu Timur), TN

Bantimurung Bulusaraung (Kabupaten Maros dan Pangkep), TN Laut

Takabonerate (Kabupaten Kepulauan Selayar), Taman Hutan Raya

(Tahura) Bontobahari (Kabupaten Bulukumba), Taman Wisata Alam

(TWA) Malino (Kabupaten Gowa), TWA Cani Sirenreng (Kabupaten

Bone), TWA Lejja (Kabupaten Soppeng), TWA Laut Kepulauan

Kapoposang (Kabupaten Pangkep), Taman Buru (TB) Ko'mara, dan TB

Bangkala (Kabupaten Jeneponto).

Kemudian, rencana pengembangan Kawasan Lindung Provinsi

sebagaimana tertuang dalam dokurnen RTRW Provinsi Sulawesi Selatan

(Perda No.1 Tahun 2009) terdiri atas:

• Rencana Pengernbangan Hutan Lindung (HL) yang meliputi: Tahura

Abdul Latief (Kabupaten Sinjai), Tahura Nanggala (Kota Palopo), Hutan

II-21 | K L H S R P J M D S U L S E L
Lindung (HL) Gowa, HL Takalar, HL Ieneponto, HL Bantaeng, HL

Bulukurnba, HL Selayar, HL Sinjai, HL Bone, HL Soppeng, HL Wajo,

HL Barru, HL Sidrap, HL Pinrang, HL Enrekang, HL Tana Toraja, HL

Toraja Utara, HL Luwu, HL Luvvu Utara, HL Luwu Timur, HL Palopo,

dan HL Parepare.

• Kawasan Ravvan Bencana Alam (KRB) meliputi: KRB Gunung

Bawakaraeng (Kabupaten Gowa, Takalar, Ieneponto, Bantaeng,

Bulukumba, Sinjai, Bone).

Pengembangan kawasan lindung dan rencana pengembangan

kawasan budidaya. Secara keseluruhan kawasan lindung di Provinsi

Sulawesi Selatan mencapai 2.083.950 hektar, atau sama dengan 44,96%

dari total luas wilayah daratnya. Penyebaran kawasan lindung ini baik

menurut DAS/DPS maupun menurut Kabupaten/Kota, bervariasi. Secara

umum luas kawasan lindung dan kawasan budidaya dapat dilihat pada Tabel

2.5, dengan sebarannya seperti pada Peta Pola Ruang pada Gambar 2.8.

Tabel 2.5. Luas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Provinsi


Sulawesi Selatan

No. Fungsi Kawasan Luas (Ha) Persen

1. Budi Daya (Areal Penggunaan Lain) 1.909.226 41,19%

2. Hutan Produksi 641.846 13,85%

3. Kawasan Lindung 2.083.950 44,96%

Jumlah 4.635.022 100,00%

II-22 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.8. Peta Arahan Pola Ruang Provinsi Sulawesi Selatan

II-23 | K L H S R P J M D S U L S E L
7) Kawasan Hutan dan DAS
Sulawesi Selatan memiliki luas kawasan hutan 3,925,217 ha yang
tersebar di 73 Daerah Aliran Sungai (DAS). Gambar 2.9 menampilkan peta
kawasan hutan di Sulawesi Selatan, sedang gambar 2.10 menampilkan peta
DAS di Sulawesi Selatan. Dari segi statusnya, kawasan hutan di Sulawesi
Selatan telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor:
SKA34/Menhut-II / 2009 tanggal 23 ]uli 2016, tentang Penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Selatan, luas kawasan hutan
dengan kategori KSA, KPA, HL, HPT, HP, dan HPK secara keseluruhan
adalah seluas i 2.725.796 hektar. Kawasan Hutan Provinsi Sulsel dirinci
menurut fungsi dengan luas sebagai berikut:
• Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam
(KPA), seluas 851.267 hektar.
• Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas i 1.232.683 hektar.
• Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), seluas i 494.846 hektar.
• Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), seluas i 124.024 hektar.
• Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), seluas
22.976 hektar.
Selain kategori tersebut, masih ada kategori kawasan hutan lainnya
seperti hutan dengan fungsi khusus dan taman wisata alam. Kawasan hutan
tersebut tersebar di 73 Daerah Aliran Sungai (DAS). Gambar 9
menampilkan peta kawasan hutan di Sulawesi Selatan, sedangkan Gambar
10 menampilkan peta DAS di Sulawesi Selatan.
Dalam rnenjaga dan melestarikan fungsi hutan sebagaimana
dipaparkan di atas, dibentuk unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di
Provinsi Sulsel yang hingga saat ini telah terbentuk sebelas unit yakni: KPH
Nolling-Gilireng, KPH Rongkong, KPH Kalena, KPH Malili-Larona, KPH
Saddang, KPH Bila, KPH l\/laros-Sawitto, KPH Walanae, KPHP
Ienebereng, KPH Selayar, dan KPHP Awota.

II-24 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.9. Peta Kawasan Hutan Sulawesi Selatan

II-25 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.10. Peta DAS Sulawesi Selatan

II-26 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.6. DAS vs Kawasan Hutan
Kawasan Hutan
Hutan
Areal Hutan Hutan Produksi Taman
Nama DAS Cagar Hutan Hutan Suaka Taman Taman
Air Penggunaan Danau Fungsi Produksi yang Wisata
Alam Lindung Produksi Margasatwa Buru Nasional
Lain Khusus Terbatas dapat Alam
Dikonversi
Binanga Biyangloe 33 4,276 658 8 300
Binanga Cikoang 213 12,370 76 670
Binanga Lantebong 40 4,864 128 1,152 775
Binanga Lumbua 103 11,826 4,473 26 117 317 50
Binanga Panaikang 29 2,553 528
Binanga Pangkajene 218 20,136 1,003 4,621 2,844
Binanga Topa 21 4,450 731 158 85
Binangapapa 420 28,249 3,752 3,269 4,024 2,673
Jene Berang 1,854 75,306 1,746 7,457 10,327 8,313 3,130
Jene Ponto 444 31,396 4,250 520 2,555
Maros 818 39,472 9,484 12,319 2,856 9,840
S. Bampang 217 23,702 1,162 3,484
S. Bulu-bulu 42 1,365 73 2,062 18 296
S. Cabalu 447 41,060 1,592 33 2,986 3,035
S. Lapeccang 383 22,984 716 640 8,475 24
S. Pangkajene 686 27,641 402 10,842 1,617 2,042 5,213
S. Raowa 35 5,705 279 2,059
S. Tabunne 391 18,382 104 1,767 97

II-27 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kawasan Hutan
Hutan
Areal Hutan Hutan Produksi Taman
Nama DAS Cagar Hutan Hutan Suaka Taman Taman
Air Penggunaan Danau Fungsi Produksi yang Wisata
Alam Lindung Produksi Margasatwa Buru Nasional
Lain Khusus Terbatas dapat Alam
Dikonversi
S. Tallo 489 21,177 46 540 11,575
S. Tangka 561 25,559 6,091 15,646 156
S. Walanae 3,855 239,198 7,843 50,972 8,368 72,072 17,357 2,251
Salo Angkona 556 18,122 12,720 2,745 3,148 4,642
Salo Awu 523 23,835 14,995 8,058
Salo Baringang 389 24,279 2,007 991 662
Salo Bialo 168 10,944 2,601
Salo Bila 1,303 111,938 7,201 49,841 4,642 4,680
Salo Binangae 200 9,420 5,029 567
Salo Bua 418 23,409 4,314 450 628
Salo Bungi 495 16,241 15,057 7,573
Salo Cellue 1,606 113,099 1,138 215 134 1,282 42
Salo Cerekang 1,591 19,877 46,504 192 197 23,103 3,432 52,268 2,080
Salo Jampue 133 3,862 8,495 40
Salo Kalaena 1,431 37,213 13,414 75,202 992 23,130 20,720
Salo Karajae 56 10,257 3,140 8,382
Salo Keera 96 14,128 665 2,854
Salo Lakepo 106 5,464 1,272 4,488
Salo Lampoko 108 4,919 3,014 3,607

II-28 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kawasan Hutan
Hutan
Areal Hutan Hutan Produksi Taman
Nama DAS Cagar Hutan Hutan Suaka Taman Taman
Air Penggunaan Danau Fungsi Produksi yang Wisata
Alam Lindung Produksi Margasatwa Buru Nasional
Lain Khusus Terbatas dapat Alam
Dikonversi
Salo Larompong 57 14,334 11,582
Salo Luppereng 120 9,461 37 1,432 954 1,574
Salo Malili 428 3,363 142 535 5,580 3,593
Salo Manuba 43 2,236 5,747 556
Salo Parae 202 11,972 352
Salo Sampano 205 9,524 815
Salo Sancereng 166 9,767 2,668 472 2,572
Salo Sangkarak 812 21,304 3,769 1,210 11,272
Salo Sanrego 422 9,639 10,965 6,201 5,323 13
Salo Segeri 433 17,430 200 8,993 1,537
Salo Siwa 264 7,140 16,351 249
Salo Soreang 144 2,772
Salo Tarumpakkae 511 43,657 1,407 9,531 1,152
Salo Tekona 100 20,604 205
Salo Ujung Loe 234 18,204 4,017 447
Salu Uro 38 6,658
Salu Balease 2,569 107,149 58,750 3,402 44,953 150
Salu Battang 227 9,222 8,095 813 969
Salu Bettue 512 23,109 103,348 5,190 53,758

II-29 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kawasan Hutan
Hutan
Areal Hutan Hutan Produksi Taman
Nama DAS Cagar Hutan Hutan Suaka Taman Taman
Air Penggunaan Danau Fungsi Produksi yang Wisata
Alam Lindung Produksi Margasatwa Buru Nasional
Lain Khusus Terbatas dapat Alam
Dikonversi
Salu Bungadidi 126 3,736 2,931 1,192 5,004 1,667
Salu Cimpu 303 19,287 17,826 448
Salu Lamasi 373 26,373 14,195 227
Salu Noling 1,042 74,993 16,655 8,215 3,522
Salu Pakkalolo 54 2,660 4,088
Salu Pungkamelu 96 17,525 1,067 4,850 1,087
Salu Rongkong 2,181 68,729 83,154 4,033 15,878
Salu Singgeni 54 3,450 5,066 122 363 6,721
Salu Suli 172 9,102 12,722
Salu Tabang 23 4,013 62
Salu Tadokkong 539 18,272 5,100 10,671
Sungai Bijawang 247 13,665 1,446 683
Sungai Sadang 7,101 360,123 5,217 190,681 38,571 232
Uwai Lariang 330 5,944 79,934 414
Uwai Momea 185 17,583 4,960 2,320
Uwai Toboru 123 4,018 11,206 15,470
TOTAL 40,915 2,081,458 72,780 23,382 1,333 1,022,941 123,718 451,717 41,055 7,644 2,673 43,682 11,919

II-30 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Kualitas Lingkungan dan Potensi Ancaman Terhadap Ekosistem
1. Permasalahan Terkait Lahan dan Produksi Pangan
Masalah utarna lingkungan hidup terkait lahan di Sulawesi Selatan
adalah semakin meluasnya lahan kritis, dan ini tergolong sebagai lahan yang
terdegradasi. Lahan kritis adalah lahan yang rusak atau terdegradasi secara
fisik, kimia dan biologi, sehingga terjadi penurunan atau bahkan kerusakan
fungsi hidrologi, produksi, dan sosial. Data SLHD Provinsi Sulawesi Selatan
rnenunjukkan bahwa pada Tahun 2012 tercatat luas lahan kritis di Sulawesi
Selatan adalah 682.784 ha, dengan rincian 369.956 ha terdapat di dalam
kawasan hutan, dan 312.827 di luar kawasan hutan. Lahan kritis terluas
terdapat di Kabupaten Tana Toraja yaitu 160.326 ha, disusul Bone 67.838 ha,
Luwu Utara 58.952 ha, dan Luwu 51.009 ha. Iumlah peladang/perambah
adalah 59.297 KK, dengan luas garapan 116.297 ha.

Tabel 2.7. Luas Lahan Kritis di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2016

Kemudian, berdasarkan hasil evaluasi kerusakan tanah di lahan kering


di 11 (sebelas] lokasi (DPLH Provinsi Sulsel, 2016), secara umum hasil
pemantauan masih dapat digolongkan sebagai status tidak melebihi baku mutu
kecuali 2 parameter yaitu ketebalan solum dan derajat pelulusan air. Secara
umum disemua lokasi pemantauan rnerniliki status kerusakan tanah rusak
ringan. Ienis tanah dan sistem pengelolaan lahan mempunyai dampak pada
kerusakan lahan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil. pengarnatan dan analisis
tanah merlunjukkan beberapa parameter melewati ambang baku kerusakan
tanah, yaitu : parameter ketebalan solum dan derajad pelulusan air.

II-31 | K L H S R P J M D S U L S E L
Masalah lahan lainnya adalah konversi (alih fungsi] lahan pertanian ke
non-pertanian. Rung-ruang terbuka berupa lahan hijau dan produktif (kebun,
sawah) saat ini terus mengalami penyusutan akibat pembangunan kota (urban
sprawl) untuk permukiman, industri, komersil, dan peruntukan lainnya. Di
wilayah perkotaan, alih fungsi lahan telah menjadi permasalahan sosial,
karena banyak lahan/ruang public hijau dikonversi menjadi ruang komersil.
Daerah resapan semakin berkurang. UU. No. 26 Tahun 2007 mengatur dengan
tegas bahwa proporsi ruang terbuka hijau (RTH) pada wilayah kota minimal
30% dari luas wilayah.
Luas lahan pertanian nasional secara keseluruhan saat ini (sawah dan
lahan kering) adalah 40,5 juta ha, dan yang berproduksi secara optimal hanya
sekitar 50%. Sementara, laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian
mencapai 110 ribu ha/tahun (Ditjen PLA, 2009). Angka tersebut berbeda-beda
antara wilayah yang satu dengan ynag lainnya, tergantung tingkat
perkembangan wilayah, dan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan yang
diterapkan.
Berdasarkan hasil FGD dengan seluruh wakil Kabupaten/Kota di
Sulawesi Selatan, seluruh daerah mengindikasikan bahwa alih fungsi terjadi,
meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda. Hingga saat ini tidak ada
angka pasti mengenai laju konversi lahan pertanian ke non pertanian, namun
diakui bahwa itu terjadi di wilayah- wilayah baru, khususnya pengernbangan
perkotaan, industri, dan pernukiman baru. Sehubungan dengan upaya
mengatasi laju konversi lahan, sebagaimana diamanatkan UU No. 41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB),
diperlukan penatagunaan tanah pada level yang lebih operasional untuk dapat
rnenjarnin produktivitas yang keberlanjutan.
Isu lingkungan hidup lainnya yang juga penting terkait program
strategis nasional dan juga terkait manajemen lahan pertanian adalah
penyediaan pangan. Di Sulawesi Selatan, produksi pangan dapat diupayakan
terus meningkat, namun peningkatan menunjukkan kecenderungan melandai
(Gambar 2.11.). Sementara, peningkatan populasi meningkat cukup tajam. Ini

II-32 | K L H S R P J M D S U L S E L
mengindikasikan bahwa, produksi pangan perlu mendapat perhatian khusus,
disamping penggunaan teknologi intensifikasi, juga dalam kaitannya dengan
pencadangan lahan pertanian untuk dapat digunakan secara berkelanjutan.

Gambar 2.11. Produksi Pangan Padi dan Jagung


di Sulawesi Selatan 2013-2017

2. Permasalahan Terkait Hutan dan Kawasan Hutan


Hutan merupakan salah satu kornponen alam yang sangat penting
dalam ekosistem bumi. Selain berfungsi sebagai pengatur tata air, hutan juga
rnempunyai fungsi mencegah terjadinya longsor, erosi dan banjir, rnengatur
iklim, dan tempat terwadahinya berbagai plasma nutfah yang sangat berharga
bagi kehidupan manusia termasuk kernajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fungsi tersebut akan terganggu jika tidak dikelola secara baik oleh manusia.
Hutan yang belum mendapat gangguan disebut sebagai hutan primer,
sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi
sekunder alami pada areal hutan yang telah mengalami gangguan berat seperti
lahan bekas pertarnbangan, peternakan, pertanian menetap, dan kegiatan
lainnya. Pada hutan sekunder inilah urnumnya masalah fungsi tersebut
terganggu, apalagi jika dikonversi rnenjadi penggunaan lainnya.
Masalah utama lingkungan hidup terkait hutan adalah semakin
menipisnya vegetasi, sehingga mengurangi penyerapan karbon, baik dalam
kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Sebagai ilustrasi, data SLHD
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015 menunjukkan bahwa tutupan vegetasi

II-33 | K L H S R P J M D S U L S E L
dalam kawasan lindung pada tahun 2013 adalah 80,61 persen, dan menurun
menjadi 77,45 persen pada tahun 2015; terjadi penurunan sekitar satu persen
setiap tahun. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.8, kerusakan kawasan
hutan di Sulawesi Selatan terus terjadi, dimana pada tahun 2013 mencapai
angka tertinggi yakni 1.072.062 ha dari total 2.725.795 ha kawasan hutan
yang ada. Pada tahun 2016, kerusakan dapat ditekan setengahnya, yakni
tinggal 516.398 ha, atau 18,94%. Meskipun demikian, luas tutupan vegetasi
hutan secara keseluruhan di Sulawesi Selatan meningkat secara signifikan
(Gambar 12). lni berarti bahwa tutupan vegetasi umumnya bertambah di luar
kawasan hutan.

Tabel 2.8. Ilustrasi Luas Kerusakan Kawasan Hutan di Provinsi


Sulawesi Selatan 5 Tahun Terakhir (2012-2016)

Gambar 2.12. Luas Tutupan Vegetasi Hutan di Sulawesi Selatan


Tahun 2013-2016

II-34 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan data SLHD Provinsi Sulawesi Selatan (Dinas PLH Sulsel,
2016), kerusakan hutan yang terjadi pada kurun waktu 5 tahun yang
disebabkan oleh kebakaran hutan, perarnbahan kawasan hutan, dan illegal
logging. Rehabilitasi hutan saja tentu tidak cukup untuk mernperbaiki
degradasi yang terjadi, sehingga perlu suatu tindakan pencegahan untuk
menjaga hutan agar tidak terdegradasi. Data yang ada menunjukkan bahwa
terdapat rehabilitasi hutan dan lahan, namun keberhasilan rehabilitasi hutan
dan lahan hanya dapat dilihat 10-20 tahun kedepan setelah tanaman tumbuh
dan berfungsi secara maksimal. Sementara itu, data mengenai laju degradasi
belum tersedia sehingga besaran degradasi hutan dan lahan per tahun belurn
dapat disajikan.
3. Flora dan Fauna Serta Keanekaragaman Hayati
Di Sulawesi Selatan, selain Hutan Lindung (HL) seluas 1.232.683 Ha
atau 45,22 %, fungsi atau status kawasan hutan kedua terbesar yaitu hutan
konservasi sebesar 31%. Hutan konservasi ini umumnya berupa kawasan
perlindungan dimana terdapat cagar alam, taman wisata, suaka margasatwa,
suaka alarn, dan pelesatarian alam. Kawasan hutan konservasi ini sebagai
ternpat hidup berbagai plasma nutfah dan keanekaragarnan hayati yang
rnemiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi sebagai bagian biodeversity dunia.
Kecenderungannya pada kondisi sekarang kawasan konservasi ini
rnendapatkan tekanan berupa perubahan dari penutupan lahannya yang
menjadi perkebunan (DPLH Provinsi Sulsel, 2015).
Pemerintah rnelalui Surat Keputusarl l\/lenteri Dalam Negeri Nomor
48 Tahun 1989 Tentang Pedoman Penetapan ldentitas Flora dan Fauna
Daerah, telah menetapkan Pohon Lontar/Siwalan (Borassus flabellzfer) dan
Iulang/ Rongkong Sulawesi (Aceros cassidix) sebagai Flora dan Fauna
ldentitas Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 2.13).

II-35 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.13. Flora dan Fauna Khas Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan rnemiliki kekayaan flora-fauna yang sangat
beragarn dan tersebar pada berbagai ekosistem, seperti sungai, danau/rawa,
dataran rendah, maupun dataran tinggi. Berbagai spesies flora-fauna tersebut
berada dalam Kawasan lindung, seperti Taman Nasional Bantimurung-
Bulusaraung. Di samping itu, sebagai salah satu bagian dari area
Biogeographycal Wallacea, Sulawesi Selatan juga merupakan Important Bird
Areas (Hutan Lindung Lompobattang) dan habitat burung air (Water Fowl)
Danau Tempe. Tercatat beberapa spesies dari flora-fauna di wilayah tersebut
merupakan flora-fauna yang endemic, langka, terancam dan dilindungi
undang-undang, baik secara nasional (UU No. 5 Tahun 1990; PP No. 7 Tahun
1999; Permenhut No. P. 57 / Menhut-II / 2008), maupun oleh
lernbaga/konvensi internasional, seperti International Union for
Conservation of Nature [IUCN] Red List dan Convention on International
Trade in Endangered Species [CITES] Appendix I, II, dan III. Berdasarkan
data hasil inventarisasi dan penelitian yang ada, ada 14 spesies flora dan 41
spesies fauna Provinsi Sulawesi Selatan yang endeniik, langka, dan
dilindungi undang-undang dan disajikan pada Tabel 2.9

II-36 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.9. Flora-Fauna Provinsi Sulawesi Selatan yang Endemik,
Langka dan Dilindungi Undang-Undang
Status CITES
NO Nama Indonesia Nama Ilmiah
IUCN Appendix
I FLORA
1 Aren Arenga Pinnata -
2 Anggrek (Semua Jenis) Ascocentrum miniatum VU II
3 Bayur/Bojo Pterospermum celebicum -
4 Phalaenopsis amboinensis LC II
5 Dendrobium macrophyllum -
6 Eboni Diospyros celebica VU II
7 Durian Durio Zibethinus -
8 Jambu Mente Anacardium occidentale -
9 Kemiri Aleurites moluccana -
10 Kantong Semar (Semua Janis) Nepenthes spp CR II
11 Kayu Manis Cinnamomum sp -
Palem Livistona sp VU -
L.chinensis -
Suren Toona sureni LC II
FAUNA -
A Kupu-kupu -
Kupu-kupu raja Troides dohetyi VU II
Kupu-kupu raja Artophaneura palu EN I
Kupu-kupu raja Idea tambusisiana VU II
B Mamalia -
1 Tarsius Tarsier spectrum VU II
2 Musang Sulawesi Macrogalidia VU II
Musschenbroekii
3 Duyung Dugong dugon VU II
4 Babirusa Babyrousa babirusa VU/SF I
5 Anoa dataran tinggi Bubalus quarlesi EN/SF I
6 Anoa dataran rendah B.Depressicornis EN I
7 Kuskus Phalanger celebensis LC -
8 P. Ursinus VU II
9 P. Maculatus VU II

II-37 | K L H S R P J M D S U L S E L
Status CITES
NO Nama Indonesia Nama Ilmiah
IUCN Appendix
10 Makaka Macaca Hecki VU II
11 Monyet Dihe M. Nigra CR I
12 Monyet digo M. Tongkoena VU II
13 Monyet bunting M. Brunnescens VU II
14 Monyet dare M. Maura EN -
15 Rusa Cervus unicolor VU -
C Reptil -
1 Buaya muara Crocodylus porosusu LC -
2 Penyu belimbing Dermochelys coriaceae VU I
3 Penyu sisik Eretmochelys imbricata CR I
4 Kura-kura darat Indotestudo forstenii EN II
5 Sanca bodo Phyton molurus NT II
6 Soa-soa Hydrosaurus amboinensis EN I
7 Biawak Varanus indicus VU II
8 V. Togianus LC -
D Aves -
1 Ayam hutan Gallus gallus -
2 Kuntul Egretta eulophotes LC II
3 Kuntul besar E.Alba VU -
4 Kuntul kerbau Bubulcus ibis LC -
5 Bangau putih susu Micterea cinerea LC I
6 Maleo Macrocephalon maleo EN I
7 Pecuk ular Anhinga melanogaster EN II
8 Roko-roko Plegadis falcinellus NT -
9 Raja udang Alcedo atthis LC -
10 Kowak merah Nycticorax caledonicus LC -
11 Elang laut perut putih Haliaeetus leucogaster LC -
E Ikan (Sungai/Danau) -
1 Katamba Terapon microcanthus LC -
2 Sidat Anguilla marmorata LC -
3 Ikan jarum Oryzias celebensis VU -

II-38 | K L H S R P J M D S U L S E L
Keragaman flora-fauna tersebut di atas memberikan kontribusi yang

relative besar terhadap keanekaragaman hayati (kehati) Provinsi Sulawesi

Selatan, terutama jika dibandingkan dengan luas hutan lindung yang hanya

sekitar 25% dari luas kawasan lindung di wilayah daerah aliran sungai (DAS).

Namun demikian, pengelolaan kehati sebagai sumberdaya alam belum optimal

hingga saat ini. Beberapa kendala sebagai penyebab, antara lain (1) kurangnya

sosialisasi peraturan perundang- undangan; (2) kurangnya kegiatan

inventarisasi dan penelitian; (3) rendahnya peran Serta masyarakat; dan (4)

rendahnya law enforcement.

Pengelolaan kehati Provinsi Sulawesi Selatan ke depan akan mengacu

pada pengelolaan kehati nasional yang tertuang dalam Indonesian Biodiversity

Strategy and Action Plan [IBSAP] 2015-2020 (BAPPENAS, 2016). IBSAP

tersebut disusun atas kerjasama Kernenterian Perencanaan Pernbangunan

Nasional/BAPPENAS dengan Kernenterian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Perumusan visi-misi, target, kebijakan dan strategi pengelolaan kehati di

Provinsi Sulawesi Selatan ke depan akan disesuaikan dengan kebutuhan

daerah. Sedangkan rencana aksi untuk rnendukung misi dan kebijakan

pengelolaan kehati di daerah juga akan diarahkan pada 4 (empat) kelompok,

yaitu (1) penelitian, pengelolaan data dan dokumentasi kehati; (2)

pengembangan manfaat kehati; (3) pemeliharaan dan pelestarian kehati; dan

(4) peningkatan kapasitas pengelolaan kehati.

4. Kinerja Sungai-Sungai Utama

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 4 (empat] wilayah sungai (WS),

dan 2 (dua) diantaranya merupakan Wilayah Sungai Strategis Nasional

II-39 | K L H S R P J M D S U L S E L
(Permen O4 / PRT/ M / 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai].

Keempat wilayah sungai tersebut berada di bawah pengelolaan Balai Besar

Wilayah Sungai Pompengan-Ieneberang (BBWS-PI), yaitu:

1. Wilayah Sungai Ieneberang (WS Stranas]

2. Wilayah Sungai Saddang (WS Lintas Propinsi Sulawesi Selatan dan Barat)

3. Wilayah Sungai Walanae-Cenranae (WS Stranas]

4. Wilayah Sungai Pompengan-Larona (WS Lintas Propinsi Sulawesi Selatan

clan Sulawesi Tenggara).

Wilayah Sungai Jeneberang


Wilayah Sungai Ieneberang berada pada posisi antara 40 25' 15,6" LS
sampai 60 28' 40" LS dan 1190 20' 20.4" BT sampai 1200 19' 12" BT yang
mempunyai luas Wilayah sungai 9.389,47 km2 dengan potensi air permukaan
13.229 juta m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 m3/tahun. Meliputi 9
kabupaten dan 1 kota yang tersebar di Sulawesi Selatan (Kota Makassar, Kab.
Maros, Kab. Gowa, Kab. Takalar, Kab. Jeneponto, Kab. Bantaeng, Kab.
Bulukumba, Kab. Sinjai, Kab. Selayar dan Kab. Sinjai).
Wilayah Sungai Ieneberang terdiri dari 58 daerah aliran sungai (DAS),

Tabel 2. 9. Sungai utama di WS Ieneberang yaitu Sungai Ieneberang (panjang=

80 krn, Luas DAS= 784,80 krnz), Sungai Tangka (panjang= 65 km, luas DAS=

4-76,76 km2). Bendungan Bili-Bili yang berada di Desa Bili-bili Kec.

Parangloe Kab. Gowa merupakan Salah satu bendungan yang menjadi

pengendali banjir Sungai Ieneberang yang rnampu rnenyediakan air baku

sebesar 3,300 ltr/det dengan luas areal irigasi 24.585 Ha. Bendungan ini juga

merniliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas terpasang

20,1 MW.

II-40 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.9. Flora-Fauna Provinsi Sulawesi Selatan yang Endemik,
Langka, Dan Dilindungi Undang-Undang

Wilayah Sungai Saddang

Wilayah sungai Saddang yang luasnya 10.22912 km2 merupakan

Wilayah sungai lintas propinsi yaitu propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi

Sulawesi Barat meliputi 10 Kabupaten dan 1 Kota (Kota Pare-pare, Kab.

Maros, Kab. Pangkep, Kab. Barru, Kab. Pinrang, Kab. Enrekang, Kab. Tana

Toraja, Kab. Toraja utara, Kab. Sidrap, Kab. Polman dan Kab. Mamasa).

Wilayah Sungai Saddang terdiri dari 24 DAS. Sungai terbesar adalah sungai

Saddang seluas 6.43920 km2, panjang sungai rerata 182 km, lebar rerata 80 m,

dan memilik 294 anak sungai. Terdapat sebuah Bendung Gerak Benteng untuk

mensuplai D.I Saddang seluas 94.222 Ha dan PLTA Bakaru (2x64 MW] pada

hilir Sungai Mamasa Potensi air tanah yang ada sekitar 1.354 juta m3/tahun.

II-41 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.10. DAS yang tercakup dalam Wilayah Sungai Saddang

Wilayah Sungai Walanae-Cenranae


Wilayah Sungai Walanae Cenranae merupakan Wilayah Sungai
Strategis Nasional (Permen O4/PRT/ M / 2015 tentang Kriteria dan Penetapan
Wilayah Sungai). Letak Geografis: 50 6’ 6,26" LS sampai 20 58' 27,28” LS
dan 1190 59’ 28,95" BT sampai 1200 2' 40,07" BT. Meliputi 9 Kabupaten:
Kab. Bone, Kab. Enrekang, Kab. Luwu, Kab. Maros, Kab. Pinrang, Kab.
Sidrap, Kab. Soppeng, Kab. Tana Toraja dan Kab. Wajo.
Wilayah Sungai Walanae-Cenranae terletak ditengah-tengah Sulawesi
Selatan, memanjang dari Utara-Selatan dengan luas 11.923,66 km2 dengan
total Panjang sungai 864 km. Wilayah Sungai Walanae-Cenranae terdiri dari
39 DAS, dimana DAS utamanya yaitu DAS Bila-Walanae (7.77O kmz).
Potensi air yang ada sebesar 9.418 juta m3/tahun. Pada Wilayah Sungai
Walanae-Cenranae terdapat Danau Tempe yang merupakan Danau dataran
banjir dengan luas genangan 151 kmz (Elevasi normal: +5,5] 195 kmz (Elevasi
Banjir= +9,0) dengan Sungai Cenrz-mae sebagai outlet mengalir ketimur
sepanjang 80 km dengan kemiringan kecil, 0.00024, bermuara di Teluk Bone.

Wilayah Sungai Pompengan-Larona


Wilayah Sungai Pompengan-Larona merupakan Wilayah Sungai
Lintas Provinsi dengan luas WS 13.003,98 kmz, meliputi Provinsi Sulawesi
Selatan terdiri dari Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Luwu Utara, Kab. Luwu
Timur dan Kab. Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari Kab.
Kolaka Utara, Kab. Kolaka dan Kab. Konawe serta Provinsi Sulawesi Tengah
terdiri dari Kab. Morowali dan Kab. Poso.

II-42 | K L H S R P J M D S U L S E L
Wilayah Sungai Pompengan-Larona terdiri dari 27 DAS. Dimana
Sungai utama: Sungai Baliase (panjang= 95 km, Luas DAS: 1.125 km2),
Sungai Kalaena (panjang= 85 km, luas DAS= 1.540 km2), Sungai Larona
(panjang= 120 km, luas DAS= 5.636 km2), Sungai Pompengan (panjang= 71
km, luas DAS= 514,24 km2], Sungai Rongkong (luas DAS= 1.808 kmz.
Potensi sungai adalah sekitar 17,2 milyar m3/tahun dan potensi air tanah sekitar
3.126 juta m3/tahun.
Tabel 2.11. DAS yang tercakup dalam Wilayah Sungai Pompengan
Larona

Selama dua dekade terakhir, kinerja sungai-sungai utarna di masing-


niasing Wilayah sungai telah mengalami penurunan yang signifikan, terutama
terkait dengan kriteria lahan dan tata air. Kriteria lahan rneliputi Persentase
Lahan Kritis (PLK), Persentase Penutupan Vegetasi (PPV) dan Indeks Erosi
(IE), sedangkan kriteria rneliputi Koefisien Regina Aliran (KRA), Koefisien
Aliran Tahunan (KAT), Muatan Sedimen (MS), Banjir, dan Indeks
Penggunaan Air (IPA). Faktor penyebabnya adalah tuntutan pernbangunan
yang niembutuhkan alihfungsi lahan, bencana alarn, dan iniplementasi
peraturan perundang-undangan yang tidak berjalan sebagaimana rnestinya,
seperti Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 61 / Menhut/ II / 2014 tentang
Monitoring dan Evaluasi Daerah Pengelolaan DAS. Penurunan kinerja DAS
sangat nyata ditunjukkan oleh kondisi Sungai Ieneberang sebagai sungai utama
di Wilayah Selatan dan Sungai Walanae-Cenranae di Wilayah utara Sulawesi
Selatan. Sungai Ieneberang dimana terletak Waduk Multifungsi Bili-Bili
(penggenangan tahun 1991) telah mengalami pendangkalan akibat sedimentasi
yang luar biasa (sejak 2004) akibat bencana longsor atau runtuhnya Caldera

II-43 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gunung Bawakaraeng. Kondisi tersebut sangat rnengkhawatirkan bagi
keberlangsungan fungsi waduk sebagai sumber air baku, irigasi, dan
pengendali banjir di Kawasan Mamminasata. Kondisi sedimentasi di Waduk
Bili-Bili tahun disajikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Kondisi Sedimentasi di Waduk Bili-bili, Sungai


Jeneberang

Kondisi yang sama juga terjadi di Danau Tempe yang merupakan


regulator aliran Sungai Walanae-Cenranae. Data pengukuran yang dilakukan
tahun 1989 (Nippon Koei Co. Ltd., 2003), menunjukkan terjadi pendangkalan
dasar danau > 1 nl. Pengukuran selanjutnya (tahun 1996 dan 2002)
menunjukkan pendangkalan secara gradual dan tepi danau yang semakin
curam. Sedirnentasi yang terjadi diperkirakan rnencapai 600.000 m3/tahun
(1974), 519.000 m3/tahun (1996), dan 560.000 m3/tahun (2002) atau rata-rata
laju sedimentasi 1 cm/tahun (1974), 0,37 cm/tahun (1996), dan 0,38 cm/tahun
(2002).

Sedimentasi di Danau Tempe berakibat pada penurunan kapasitas


tarnpung danau, selanjutnya berdarnpak pada semakin luasnya area dan
intensitas banjir di wilayah Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo pada musim hujan.
Sejak tahun 2016, BBWS-P] telah melaksanakan Proyek Revitalisasi Danau

II-44 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tempe dengan merencanakan pengerukan sedimen sekitar 8,4 juta m3. Hasil
kerokan direncanakan akan ditampung pada 9 (sembilan) lokasi sebagai
“Pulau Buatan” di area danau, dengan masing-masing 3 (tiga] pulau untuk
setiap kabupaten (Bone, Soppeng, dan Wajo). Luas masing-masing pulau
berkisar antara 16-18 ha. yang diharapkan akan menjadi tempat wisata
(kuliner) dan ruang publik, di samping tujuan utamanya menambah kapasitas
tampung air Danau Tempe sekitar 7,2 ]uta m3 menjadi 214,2 juta m3 (Faiar: 4
Desember 2017).

5. Kualitas Air
Kulitas air di Sulawesi Selatan cukup beragam, dan beberapa sungai
tergolong cemar berat. Berdasarkan hasil Pemantauan Kualitas air sungai
untuk 20 dari 27 sungai lintas kabupaten/kota yang merupakan kewenangan
provinsi, 2 danau prioritas di Sulawesi Selatan berada pada tingkat cemar
ringan hingga cemar sedang dengan menggunakan standar baku mutu
Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2010 (DPLH Provinsi Sulawesi Selatan,
2016).

Kemudian, berdasarkan hasil analisis status mutu air pada 20 Sungai


dan 2 danau yang dipantau hampir semuanya terrnasuk kategori cemar ringan.
Cemar sedang hanya terdapat di beberapa titik yaitu Sungai Awo, Sungai
Walanae, Sungai Pangkajene pada titik hilir Sungai dan Sungai karajae pada
titik tengah dan hilir Sungai. Sedangkan untuk kualitas air Danau Matano dan
Danau Towuti telah memenuhi stastus baku mutu air danau sesuai Peraturan
Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan. Sedangkan untuk kriteria Sungai strategis
nasional yang ada di Sulawesi Selatan hasil pemantauannya dapat dilihat pada
Tabel 2.12.

Dari Tabel 2.12. dapat diartikan bahwa kualitas air Sungai Saddang
sangat rendah atau berada pada keadaan yang cukup memprihatinkan, hal ini
ditunjukkari dengan status mutu air yang umumnya dari semua titik
pernantauan berada pada tingkat cernar berat, untuk kualitas air Sungai

II-45 | K L H S R P J M D S U L S E L
Ierieberang bervariasi dari Cemar ringan pada titik hulu dan cemar sedang
sebelurn terigah aliran Sungai dan cemar berat pada daerah hilir.

Hasil analisis rnenunjukkan bahwa, kualitas air Sungai Walanae-


Cenranae mengalami penurunan kualitas pada Tahun 2016 dibandingkan
Tahun 2015 ini dibuktikan sernua titik dengan status mutu adalah cemar berat,
untuk kualitas air Sungai Larona rnengalami peningkatan kualitas air
dibandingkan Tahun 2015, dimana semua titik berstatus cemar berat
sedangkan pada Tahun 2016 pada daerah hulu berstatus cernar ringan dan pada
daerah tengah Sungai berstatus memenuhi baku mutu. Untuk Sungai Gilirang
dan Sungai Tangka baru pertama kali dipantau dan kualitas air Sungai Tangka
status mutunya bervariasi dari cemar ringan sampai semar berat sedangkan
Sungai Gilirang kualitas airnya dari cemar sedang dan cemar berat. Satu
parameter dengan persentase yang cukup besar melewati baku mutu, ini
menunjukkan tingginya tingkat sedimentasi pada Sungai Sadang dan
Ieneberang, sedimentasi ini disebabkan lumpur yang terbawah oleh aliran air
Sungai disebabkan pada daerah hulu terjadi erosi akibat pembukaan lahan
untuk kegiatan pertanian pengolahan kayu dan penambangan galian C di
pinggiran Sungai Saddang dan jeneberang.

Tabel 2.12. Pemantauan Sungai Strategis Nasional


Sulawesi Selatan Tahun 2016
Status Mutu
Mutu Air
Sungai Lokasi Air Tahun
Sasaran
2016
Kec. Sa’dang Kab. Toraja Utara Cemar Berat Kelas I
Kec. Makale Kab. Tana Toraja Cemar Ringan Kelas II
Kec. Enrekang Kab. Enrekang (Anak Sungai) Cemar Berat Kelas II
Sa’dang Kec. Enrekang Kab. Enrekang Cemar Berat Kelas II
Kec. Cendana Kab. Enrekang Cemar Berat Kelas II
Kec. Duampanua Kab. Pinrang Cemar Berat Kelas II
Kec. Duampanua Kab. Enrekang Cemar Berat Kelas II
Desa Bontolero, Kec. Tinggi Moncong Kab.
Jeneberang Cemar Berat Kelas I
Gowa/Jembatan Merah

II-46 | K L H S R P J M D S U L S E L
Status Mutu
Mutu Air
Sungai Lokasi Air Tahun
Sasaran
2016
Anak Sungai Lonjoboko, Kec. Parangloe, Kab.
Cemar Berat Kelas II
Gowa
Desa Parangloe, Kab. Gowa Cemar Ringan Kelas II
DAM Bili-bili, Desa Bili-bili Kab. Gowa Cemar Ringan Kelas II
Jembatan Kembar Kec. Pallangga/Desa
Cemar Berat Kelas II
Moncongloe Kec. Manuju, Kab. Gowa
Desa Bontomarannu, Kec. Bontomarannu,
Cemar Ringan Kelas II
Kab. Gowa
Bendungan Karet, Benteng Somba Opu Kec.
Cemar Berat Kelas II
Tamalatea Makassar
Jembatan Leppangeng, Desa Cenrana, Kec.
Cemar Berat Kelas II
Lappariaja, Kab. Bone
Sungai Walanae-Cenranae, Jembatan
Cabbenge/Macanre,Desa Ujung, Kec.Lilirilau, Cemar Berat Kelas II
Kab. Bone
Sungai Walanae-Cenranae, Jembatan
Cemar Berat Kelas II
Allimbangeng, Kec. Sabbangpura, Kab. Wajo
Sungai Walanae-Cenranae, Jembatan
Walanae- Tapangeng, Kel. Tampae, Kec. Tempe Kab. Cemar Berat Kelas II
Cenranae Wajo
Sungai Walanae-Cenranae, Jembatan
Paduppa, Kel. Paduppa, Kec. Tempe, Kab. Cemar Berat Kelas II
Wajo.
Sungai Cenranae, Dermaga Uloe (Pertemuan
Sungai Unyi-Cenranae) Desa Uloe, Kec. Dua Cemar Berat Kelas II
Boccoe, Kab. Bone
Sungai Cenranae, Muara Ujung Tana-
Cemar Berat Kelas II
Pallimekel. Cenrana, Kec. Cenrana, Kab. Bone
Hulu Sungai, tangka (Air terjun) Desa Pao
Cemar Berat Kelas I
Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa.
Jembatan Desa Bontosalama Kec. Sinjai Barat,
Cemar Berat Kelas II
Kab. Sinjai
Sungai Tangka Desa Tompobulu, Kec.
Cemar Ringan Kelas II
Bulupodo, Kab. Sinjai

II-47 | K L H S R P J M D S U L S E L
Status Mutu
Mutu Air
Sungai Lokasi Air Tahun
Sasaran
2016
Tangka Sungai Tangka Dusun Mattirodeceng, Desa
Cemar Ringan Kelas II
Duampanaua, Kab. Sinjai.
Sungai Tangka Desa Abbumpungeng Kec.
Cemar Berat Kelas II
Kajuara, Kab. Bone
Sungai Tangka Desa Massangke, Kec. Kajuara
Cemar Berat Kelas II
Kab. Bone
Sungai Bontosunggu Desa Bontosalama Kec.
Cemar Berat Kelas III
Sinjai Barat Kab. Sinjai.
Desa Compong Kec. Pitu’riase Kab. Sidrap Cemar Berat Kelas I
Desa Compong Kec. Pitu’riase Kab. Sidrap Cemar Berat Kelas II
Kel. Paselloreng, Kec. Gilireng, Kab. Wajo Cemar Sedang Kelas II
Gilireng
Kel. Gilireng, Kec. Gilireng, Kab. Wajo Cemar Berat Kelas II
Kel. Gilireng, Kec. Gilireng, Kab. Wajo Cemar Berat Kelas II
Kel. Liu Kec. Maja’uleng, Kab. Wajo Cemar Berat Kelas II
Inlet PLTA Larona, Desa Balambano, Kec,
Cemar Ringan
Wasuponda, Kab. Luwu Timur
Jembatan pintu Larona, Desa Balambano, Kec.
Cemar Ringan
Larona Wasuponda, Kab. Luwu Timur
Sungai Balambano, Jembatan Balambano,
Desa Balambano, Kec. Wasuponda, Kab. Cemar Berat
Luwu Timur

Parameter BOD, COD, NO2, P04 dan Fecal Coli yang melewati baku
mutu pada beberapa titik pemantauan, merupakan indikator akan tingginya
buangan limbah kegiatan domestik, untuk parameter Total Coli juga
merupakan parameter yang cukup besar persenrase melewati baku mutu sangat
berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan peternakan di sekitar Sungai.

6. Kualitas Udara

Provinsi Sulawesi Selatan hingga tahun 2017 ini belum memiliki


stasiun pemantau kualitas udara yang aktif, seperti di beberapa kota besar di
Sumatera, Iawa, dan Kalimantan. Kota Makassar adalah lokasi direncanakan

II-48 | K L H S R P J M D S U L S E L
untuk pernasangan 1 (satu] unit stasiun pemantau kualitas udara (belum
terpasang). Berdasarkan Peraturan menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun
2010, perangkat alat pemantauan kualitas udara ambien secara otornatis dan
kontinyu disebut dengan Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU).
Kodifikasi penamaan stasiun bergantung kepada nama propinsi, nama
kabupaten/kota, lokasi stasiun yang diambil dalam cluster kecamatan, dan
lokasinya. Dengan demikian SPKU di Sulawesi Selatan baru rnerniliki kode
provinsi dan kota (7371).

Di Sulawesi Selatan, sumber pencemaran udara yang utarna adalah dari


kegiatan transportasi, dan sebahagian kecil dari industri. Pencemaran udara
yang ditimbulkan dari kegiatan transportasi disebabkan oleh ernisi gas buang
kendaraan yang mengandung berbagai polutan. Disamping itu, resuspensi
material jalan juga merupakan sumber polutan debu di Wilayah perkotaan.
Ienis polutan dalam gas buang kendaraan bemotor adalah nitrogen oksida
(NOX), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), partikel berupa total
partikel (TSP), parikel berdiameter 10 mikron dan 2,5 mikron ke bawah (PM10
dan PMZ,5), hidrokarbon (HC), logam berat, dan ozon (Og). Selain dari
kegiatan transportasi, polutan udara yang lain dapat sebagai hydrogen sulfida
(HZS), amoniak (NH3) yang bersumber dari hasil peruraian bahan organik
sampah.

Pada Tahun 2015 Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi


Selatan melakukan pemantauan kualitas udara ambien pada 16 Kabupaten/kota
di Sulawesi Selatan. Untuk setiap kabupaten kota dilakukan pada 3 lokasi yang
mewakili transportasi, Pemukiman dan terminal/pasar, selanjutnya data hasil
pemantauan ditentukan status mutunya dengan dua pendekatan yaitu Indeks
standar Pencemar Udara (ISPU) dan Indeks Status Mutu (ISM).

Berdasarkan dari data diatas umumnya status ISPU kabupaten/kota


yang dipantau umumnya terkategori sedang yang berati nilai ISPU tertinggi

II-49 | K L H S R P J M D S U L S E L
dari 4 parameter umum yang diuji berada pada nilai 51-100. Nilai ISPU
kategori sedang ini disebabkan karena yang dipantau hanya 2 parameter yaitu
NO; dan S02 untuk TSP dan Ozon tidak dilakukan pemantauan, pengaruh
Indeks Standar Pencemar udara untuk setiap parameter pencemar sangat
bergantung pada lokasi pengambil sampel, kategori sedang umunya diperoleh
pada daerah pemukiman dikarenakan tidak terdapat kepadatan kendaraan yang
berarti sedangkan kategori berbahaya umumnya berada pada daerah terminal
dan pasar, hal ini dipahami karena emisi dari kendaraan umumnya sebagai
sumber utama pencemar di udara.

Sedangkan berdasarkan status ISM kategori kualitas udara pada


kabupaten/kota yang dipantau berada pada posisi tidak tercemar, ini diperoleh
berdasarkan perbandingan nilai hasil uji tiap parameter denga baku mutu dan
dikalihkan dengan bobot masing-masing parameter, selanjutnya hasil dari
perkalian bobot seluruh parameter ditotal sebagi nilai ISM <0,1 maka
dikategorikan tidak tercemar.

Kualitas udara ambien di Sulawesi Selatan khususnya pada 7 Kab/Kota


yang dipantau pada tahun 2011 ini berada pada keadaan yang masih
memperihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan status udara ambien
berdasarkan ISPU berada pada kategori sedang sampai dengan berbahaya dan
berdasarkan ISM berada pada kategori tidak tercemar sampai tercemar.
Kualitas udara ambien umumnya tercemar atau berbahaya dari tiga lokasi yang
dipantau yaitu pemukiman, terminal, dan roadside. Pencemaran tertinggi
umumnya terdapat pada lokasi terminal dan roadside. Hal ini dikarenakan
padatnya aktivitas dan kendaraan sebagai sumber pencemar yang terdapat pada
suatu lokasi.

Hasil pemantauan kualitas udara dari berbagai sumber pengkajian


UKLUPL, ANDAL dan PLN serta Hasil Pemantauan DPLH Provinsi Sulawesi
Selatan yang diambil dari 8 hingga 12 titik pengambilan sampel dalam
Wilayah Sulawesi Selatan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa nilai

II-50 | K L H S R P J M D S U L S E L
seluruh parameter uji kualitas udara belum ada yang memperlihatkan
mendekati atau melampaui baku mutu udara ambien nasional berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nornor 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara
ambien dan partikel. Hal ini terutama disebabkan karena sejak Tahun 2010
setiap kabupaten/kota di Sulawesi Selatan telah berhasil melakukan
penghijauan kota. Sebanyak 16 dari 24 kabupaten/kota tersebut (66,67 %] telah
rnendapatkan Piala/Sertifikat ADIPURA dari Presiden Republik Indonesia
yang salah satu kriterianya adalah keberhasilan dalam penghijauan kota
kabupaten/kota yang besangkutan. Disarnping itu, kondisi geografis dan tata
kota yang masih rnernungkinkan proses difusi dan pengenceran emisi gas
buang berlangsung cepat.

Tabel 2. 13. Pemantauan Sungai Strategis Nasional Sulawesi Selatan Tahun


2016

Dari data pemantauan kualitas udara ambient tersebut diketahui bahwa


konsentrasi S02 dan NO; pada seluruh titik pantau masih berada dibawah
bakumutu kecuali konsentrasi SO; pada sektor transportasi di Kabupaten
Gowa denga nilai 75.347 ng/m3 melampaui Baku Mutu SO; dengan nilai 60
it/mg yang tedapat dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

II-51 | K L H S R P J M D S U L S E L
1999, hal ini diakibatkan padatnya lalulintas, tingkat kemacetan yang tinggi
dan aktifitas penduduk di daerah tersebut.

Kota Makassar sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dapat

menjadi indikator dan barometer Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian terhadap kualias udara ambien

Kota Makassar pada beberapa ruas jalan menunjukkan bahwa nilai Indeks

Standar Pencemar Udara (ISPU) di Kota Makassar pada tahun 2011 untuk

parameter CO pada seluruh ruas jalan berada pada kategori baik (nilai ISPU <

50), untuk parameter N02 nilai ISPU tidak terdeteksi karena nilai konsentrasi

udara ambien yang dihasilkan lebih kecil dari 1130 ug/m3 yang merupakan

batas ISPU untuk parameter N02 dengan jangka waktu paparan selama 1 jam.

Sedangkan untuk parameter S02 menunjukkan bahwa 36% ruas jalan

mempunyai nilai ISPU kategori baik dan 64% ruas jalan berada pada kategori

sedang (rentang nilai ISPU antara 51 sampai 100), dan parameter PM10

terdapat 43% ruas jalan mempunyai nilai ISPU kategori baik dan 57% ruas

jalan lainnya mempunyai kategori sedang (Mandra, 2011).

Nilai konsentrasi polutan pemaparan sesaat pada hari kerja dan libur

untuk masing-masing parameter S02, C0, N02, 03 dan TSP pada kawasan

perkantoran (Kawasan Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan) dalam

kategori baik dan nilainya jauh di bawah Baku mutu Udara Ambien (BMUA

PP No. 41 Tahun 1999). Nilai Indeks standar pencemar udara (ISPU) untuk

kawasan Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada hari kerja dan hari

libur tergolong baik untuk parameter S0;, C0, N02 dan 03, sementara untuk

Partikulat pada hari kerja tergolong sedang dan nilai Indeks Status Mutu Udara

(ISMU) tidak dapat dikategorikan karena data yang diperoleh belum sesuai

dengan pengolahan data untuk standar ISMU (Ali dkk., 2014).

II-52 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kualitas udara ambien di Kawasn lndustri l\/lakassar (KIMA), ISPU

yang didapatkan untuk jenis polutan gas S02 berada pada rentang 0-50 (baik)

pada semua zona, gas C0 berada pada rentang 101-199 (tidak sehat), gas 03

pada rentang 0-50 (baik), gas N02 berada pada rentang 101-199 (tidak sehat),

untuk jenis polutan TSP berada pada rentang 0-50 (baik). ISMU pada kawasan,

didapatkan untuk jenis polutan gas suhu, Pb, HQS, kecepatan angin,

kelembaban dan kebisingan menggunakan standar baku mutu udara ambien

sesuai Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 69 Tahun 2010, masih di

bawah baku mutu. Namun parameter kecepatan angin, kelembaban dan

kebisingan telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan (Sumarni

dkk., 2014).

Tabel 2.14. Rentang Indeks Standar Pencemar Udara


Kategori Rentang Penjelasan
Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi
Baik 0-50 kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh
pada tumbuhan, bengunan ataupun nilai estetika.
Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi
51-100 kesehatan manuasia atau hewan, tetapi berpengaruh pada
tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika.
Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada
Tidak manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa
101-199
Sehat menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai
estetika.
Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan
200-299
pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum
300-3000
dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Dengan demikian, Kota Makassar sebagai barometer telah berada pada

3 (tiga) kategori kualitas udara atau ISPU, yaitu kategori Baik, Sedang, dan

Tidak Sehat berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : KEP45/MENLH/1997 (Tabel 2.14). Kondisi Kota Makassar tersebut

dapat menjadi referensi bagi beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan,

II-53 | K L H S R P J M D S U L S E L
terutama pada beberapa kota/kabupaten yang sedang mengembangkan

kawasan industri, seperti Pare-pare, Palopo, Maros, Bantaeng, dan Luwu

Timur.

7. Kualitas Ekosistem Pesisir dan Perairan Laut

Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PZK) Provinsi Sulawesi Selatan

terbentang pada wilayah pesisir bagian timur Selat l\/lakassar, Laut Flores dan

bagian barat Teluk Bone. Kawasan pesisir dan PZK ini terlatak di 18

kabupaten/kota Sulawesi Selatan dengan umlah pulau-pulau kecil diperkirakan

313 buah (Dokumen Rencana Zonasi, 2017). Pada wilayah pesisir dan PZK

Prov. Sulewesi Selatan terdapat ekosistem-ekosistem penting, yaitu terumbu

karang, padang lamun, mangrove dan estuaria (Tabel 16). Ekosistem-

ekosistem pesisir ini menjadi sumber daya sangat penting bagi masyarakat

Sulawesi Selatan untuk dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan.

Terumbu Karang

Luas kawasan terumbu karang di Provinsi Sulawesi Selatan seluas lebih

dari 129.654,3 Ha. Tabel-aaa merinci kondisi terumbu karang di setiap

kabupaten/kota. Kerusakan terbesar terjadi di Kab. Kepulauan Selayar, Kab.

Luwu, Kab. Sinjai, dan Kota Makassar. Umum kerusakan terumbu karang

disebabkan oleh destructive jishing, utamanya penggunaan bom ikan dan bius

ikan.

Penggunaan bom ikan sudah digunakan nelayan di Sulewesi Selatan

sejak tahun 1948 (Pet-Soede, 1998). Menurut Ditjen Pengawasan Sumber

Daya Kelautan dan Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan (2016),

pelanggaran destructive jishing tertinggi terjadi di Perairan Sulawesi Selatan.

Hasil penelitian Asri (2017) dalam Satria (2017) menyebutkan bahwa bahan

II-54 | K L H S R P J M D S U L S E L
peledak bom ikan (Pupuk Cap l\/latahari) dipasok dari Malaysia melalui

Belitung, Kep. Kangean, P. Sabalana dan kemudian tiba di Takabonerate (Kab.

Selayar). Selanjutnya, Koordinator Nasional Destuctive Fishing Watch

Indonesia, Moh. Abdi menyebutkan bahwa 64% nelayan di Kepulauan

Spermonde mengangkap ikan dengan merusak lingkungan, 68% di antaranya

menggunakan bom, 27% bius dan 5% pelaku keduanya (Berita-Sulsel.Com,

2016).

Tabel 2.15. Sebaran dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pesisir


Sulawesi Selatan
Luas Terumbu Kondisi (Ha)
Kabupaten
Karang (ha) Baik Sedang Rusak
Selayar 93.820,0 74.722,0 5.951,8 13.146,2
Bulukumba 30,2 22,3 - 7,8
Bantaeng 0,8 0,3 - 0,5
Jeneponto 17,3 17,3 - -
Takalar 40,0 10,0 10,0 20,0
Pangkep 22.664,0 112,2 22,364.8 187,0
Barru 1.460,0 518,0 432,0 510,0
Bone 133,8 74,6 39,4 19,7
Wajo 258,0 186,0 19,0 53,0
Pinrang 20,6 18,6 - 2,0
Luwu 3.325 350,0 525,0 2.450,0
Luwu Utara 15,5 9,3 - 6,2
Palopo 16,8 11,8 - 5,0
Sinjai 4.608,0 1.230,5 228,3 3.149,2
Maros - - - -
Luwu Timur 136,4 - 35,9 100,5
Makassar 3.104,5 931,4 - 2.173,2
Pare-pare 3,4 1,2 0,8 1,4
Jumlah 129.654,3 78.215,58 29.606,97 21.831,79
Sumber: Laporan Statistik Perikanan Sulsel Tahun 2015

Mangrove
Wilayah pesisir Sulawesi Selatan diketahui dihuni oleh 19 spesies

mangrove dengan cakupan vegetasi cukup luas. Propinsi Sulawesi Selatan

memiliki areal hutan mangrove yang terluas di Pulau Sulawesi (Whitten et al.,

2002). Selain itu, pada wilayah yang berbatasan dengan laut, hutan mangrove

II-55 | K L H S R P J M D S U L S E L
didominasi oleh Avicennia dan Sonneratia. Di bagian belakang zona tersebut

ditemui Bruguiera dan Rhizophora. Sedang pada wilayah-wilayah yang

berbatasan dengan daratan ditemukan pandan, Ficus, Nypa dan biota lain yang

menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan daratan. Harahab (2010)

menjelaskan fungsi hutan mangrove dari segi ekologis dan ekonominya. Dari

segi ekologinya, hutan mangrove berfungsi sebagai Kawasan penyangga atau

penahan intrusi laut, sebagai kawasan berlindung dan berkembang biak bagi

berbagai biota laut, sebagai penahan abrasi, dan sebagai daerah asuhan,

mencari makan, serta daerah pemijahan berbagai macam biota perairan, seperti

ikan, udang, kepiting, dan sebgainya. Dari segi ekonominya, hutan mangrove

berfungsi sebagai penghasil kayu (kayu bakar, kayu konstruksi, dan arang),

sebagai mata pencaharian penduduk sekitar (pencari udang, kepiting, dan

tiram), serta tempat bersarangnya burung yang memproduksi telur hingga

64.680 butir/ tahun.

Luas kawasan mangrove Sulawesi Selatan sekitar 77.135 ha denga

keragaman jenis vegetasi 19 spesies. Biomassanya berkisar 122 - 245 ton/ha.

(Dokumen Rencana Zonasi, 2017). Kondisi ekosistem mangrove di Sulawesi

Selatan mengalami tekanan berat, diperkirakan mencapai 40 % mengalami

gangguan terutama disebabkan alih fungsi lahan, terutama dikonversi menjadi

tambak. Kasus seperti ini terjadi di sepanjang Kab. Pangkep. Alih fungsi

kawasan mangrove lainnya adalah kegiatan reklamasi untuk mengakomodasi

kebutuhan lahan di kawasan pesisir, misalnya peruntukan kawasan industri dan

permukiman. Kedua jenis alih fungsi lahan mangrove merupakan penyebab

utama menurunnya luasan kawasan mangrove di sepanjang pesisir dan pulau-

pulau kecil di Sulawesi Selatan. Penurunan luas mangrove terbesar terjadi di

Kab. Bone, Kab. Luwu Timur, Kab. Takalar, dan Kab Wajo (Tabel 2.16.).

II-56 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.16. Sebaran dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pesisir
Sulawesi Selatan

Dampak menurunan luasan kawasan mangrove terututama adalah


menurunnya secara drastis produktifitas perikanan, terutama jenis kepeting dan
krustasea lainnya. Selain itu, degradasi mangrove juga mengurangi fungsi
proteksi terhadap kekuatan hidro-oseanografi sehingga sebagian besar
kawasan pesisi daratan mengalami abrasi dan intrusi air laut.

Padang Lamun
Luasan seluruh padang lamun di Sulawesi Selatan belum diketahui,
sebagian yang telah terinventarisasi di beberapa daerah mencapai 4.93836 Ha
(Tabel 14). Padang lamun Sulawesi Selatan didominasi oleh jenis Enhalus
acoroides. Ienis-jenis lainnya yang berasosiasi dengan E. acoroides yaitu
Thallassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, dan Halodule
sp. Secara keseluruhan ditemukan tujuh genera yaitu Enhalus, Thalassia,
Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium dan Thallassodendrum.
Kondisi tutupan padang lamu di Sulewesi Selatan cukup bervariasi, di
beberapa kawasan pesisir dan PZK mengalami kerusakan yang cukup berat,
misalnya Kab. Pangkep. Penyebab utama kerusakan kawasan padang lamun
adalah kegiatan reklarnasi, penggalian pasir, sediinentasi, abrasi, tumpukan
sampah padat, dan limbah cair. Secara agregat peningkatan kegiatan

II-57 | K L H S R P J M D S U L S E L
antropogenik yang menyebabkan tingginya kekeruhan (TSS) yang secara
langsung menggangu kesehatan padang lamun (Amri dkk., 2007). Pengaruh
sampah laut terhadap kondisi padang lamun di PZK Sulawesi Selatan sudah
mencapai pada tahap rnengkhawatirkan (Mandasari, 2014). Hasil Penelitian
Mandasari (2017) menunjukkan bahwa sampah laut yang yang menutupi
lamun mengakibatkan penurunan penutupan lamun, kerapatan lamun,
perubahan warna daun lamun, serta menghambat pertumbuhan lamun
khususnya jenis Halodule umnervzs.
Tabel 2.17. Sebaran dan Kondisi Padang Lamun di Perairan Pesisir
Sulawesi Selatan
Luas Kondisi (Ha)
Kabupaten Terumbu
Baik Sedang Rusak
Karang (ha)
Selayar - - - -
Bulukumba 275,93 219,3 34,12 22,51
Bantaeng - - - -
Jeneponto 5,00 5,00 - -
Takalar 50,02 35,00 10,00 5,00
Pangkep 3.857,00 1.721,00 323,00 1.813,00
Barru - - - -
Bone - - - -
Wajo - - - -
Pinrang 56,70 43,90 10,60 2,20
Luwu - - - -
Luwu Utara 55,00 35,00 20,00 -
Palopo 2,00 2,00 - -
Sinjai 470,00 470,00 - -
Maros - - - -
Luwu Timur 167,23 55,60 46,80 64,88
Makassar - - - -
Pare-pare - - - -
Jumlah 4.938,86 2.586,80 444,57 1.907,60
Sumber: Laporan Statistik Perikanan Sulsel Tahun 2015

Estuaria
Kawasan estuaria di Sulawesi Selatan cukup besar, seluruh sungai-
sungai besar yang bermuara di laut nerupakan ekosistem estuaria. Bentuk
estuaria juga cukup beragarn, yaitu (i) estuaria subsistem rnarin, misalnya

II-58 | K L H S R P J M D S U L S E L
Estuari Sungai Tallo dan Sungai Ieneberang (Makassar) Estuaria subsistem
teluk misalnya Estuaria KarajaE,Teluk Parepare (Kota Parepare) dan Estuaria
PaletteE (Kab. Bone), Estuari Teluk Mallasoro (Kab. Ieneponto), (iii) Estuaria
subsistem riverin, misalnya Estuaria Lappa’E (Kab. Pinrang) dan (iv) Estuaria
subsistem rawa sebagian besar terletak di daerah Kab. Wajo dan Estuaria
Lappa2E (Kab. Pinrang). Ancarnan utama terhadap ekosistem estuaria di
Sulawesi Selatan adalah pencemaran dan pendangkalan. Ancaman pencemaran
di ekosistem estuaria Sulawesi Selatan umumnya berasal dari kegiatan rumah
tangga, indutri tepi sungai dan pertanian di kawasan hulu sungai. Menurut
UNEP (1990), lebih dari 80% bahan pencemar yang diternukan di wilayah
pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia di darat. Pencemran di kasawan
estuaria Teluk Laikang, Kab. Takalar akibat industri PLTU (Patina, 2014).
Sementara ancaman pendangkalan dari sedirnentasi umumya disebabkan oleh
kegiatan penambangan (galian-C) dan kerusakan sernpadan sungai. Misalnya,
permasalahan pendangkalan Estuaria Teluk Parepare disebabkan tingginya
tingkat kekeruhan dan rendahnya dinamika transport sedimen tersuspensi di
dalam teluk yang penyebabkan pendangkalan di beberapa bagian teluk (Wisha
dan Hariati, 2016), bahkan beberapa sisi Teluk Parepare dirnana terjadi
pendangkalan direklarnasi.

2. Kerawanan Bencana dan Perubahan Iklim


Sebagai wilayah kepualuan dan merupakan zona pertemuan lempeng tektonik dan
iklim tropis, maka Sulawesi Selatan termasuk wilayah yang rawan bencana.
Gambar 15. menampilkan peta kerawanan bencana Provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam beberapa dekade ini, Sulawesi Selatan telah mengalami berbagai kejadian
bencana, antara lain yaitu:
1. Tahun 1976 terjadi banjir besar di Kota Makassar, sehingga 2/3 bagian
kota terendam air.
2. Longsor Kaldera Gunung Bawakaraeng (]um’at, 26 Maret 2004). 32 orang
penduduk yang hilang dan meninggal dunia, 635 ekor ternak sapi,
beberapa rumah dan satu sekolah dasar dan sekitar 1.500 ha lahan
pertanian tertimbun longsoran. Kerugian ditaksir sekitar Rp. 22 milyar.

II-59 | K L H S R P J M D S U L S E L
Terbentuk kubangan dan alur, serta aliran sedimen telah masuk ke dalam
waduk Bili-Bili.
3. Bencana banjir bandang yang terjadi di Desa Biring Ere, Kecamatan Sinjai
Tengah Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan (Sungai Mangottong)
terjadi pada tanggal 20 ]uni 2006 pada pukul 01.00-03.00 Wita yang
mengakibatkan sedikitnya 189 orang meninggal dunia (detiknews.com,
23/06/2006) dan 531 unit hangunan dan infrastruktur yang rusak (http:
//ciptal<arya.pu.go.id,).
4. Bencana angin puting beliung menerjang 11 kecamatan di Kabupaten
Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan pada Ianuari 2013, pukul 21.00 WITA.
Satu orang tewas dan lebih dari 650 rumah mengalami kerusakan. Korban
tewas diidentifikasi sebagai seorang wanita berusia 40 tahun warga
Kecamatan Tempa. la meninggal akibat tertimpa pohon yang tumbang.
5. Longsor di anak Sungai Budong-Budong yang disebut sebagai Salulebo
memicu kejadian banjir bandang. Banjir tersebut menerjang Desa
Salolebo dan Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju
Tengah, Sulawesi Barat pada September 2013 pukul 18.30 WIB. Banjir
bandang tersebut menyebabkan 4 orang meninggal, satu orang hilang, dan
satu orang patah kaki. ]umlah rumah yang rusak berat adalah 71 unit dan
316 unit rumah rusak ringan, korban lainnya adalah kerusakan fasilitas
umum seperti masjid, jembatan dan saluran irigasi.
6. Tanah longsor menyapu belasan rumah di Dusun Harapan Makmur, Desa
Maliwowo, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Bencana tersebut
terjadi sekitar pukul 06.00 Wita, Iumat 12 / 5 / 2017. Peristiwa ini
menyebabkan tujuh warga Angkona meninggal dunia. Mereka yang tewas
adalah Darwis, 0ga, Nanni, Erna, Sri, Zul, dan Haerul. Tujuh warga
lainnya dievakuasi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
penanganan medis.
7. Bencana banjir di Sengkang, Kahupaten Wajo (21 Iuni 2017) ratusan
hektar sawah gagal panen.

II-60 | K L H S R P J M D S U L S E L
Selain itu, permasalahan yang mulai terasa saat ini terkait perubahan
iklim adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (CO, CO2, CH4, N20, HCFC,
CFC serta uap air).
2. Perubahan iklim (mulai terasa di beberapa kabupaten).
3. Potensi terjadinya hujan asam (Sorowako-Malili dan Maros).
4. Banjir di musim hujan dan kelangkaan air di musim kemarau (hampir
semua kabupaten).
Di Indonesia bencana yang sering terjadi ada 13 kategori yaitu: banjir,
tanah longsor gelombang pasang/abrasi. gempa bumi, tsunami, hama tanaman,
kebakaran hutan dan lahan kekeringan, kelaparan, KLB, konflik/kerusuhan
social, letusan gunung api dan puting beliung. Di Provinsi Sulawesi Selatan,
bencana yang sering terjadi dan dapat dikatakan setiap tahun terjadi yaitu tanah
longsor, banjir, puting beliung dan abrasi pantai.
a. Tanah Longsor

Faktor pemicu terjadinya tanah longsor di Sulaersi Selatan adalah


curah hujan, terutama di wilayah yang mempunyai curah hujan tahunan > 3000
mrn seperti di hulu bagian DAS Ieneberang, Saddang, Rongkong, Sabbang,
Baliase dan beberapa hulu DAS lainnya di Sulawesi Selatan. Faktor pemicu
lainnya adalah struktur geologi seperti sesar/patahan. Sedangkan faktor
penyebab tanah longsor adalah lithology, karakteristik tanah terutama shallow
landslide , lereng dan aktivitas manusia seperti pemotongan lereng untuk
pembangunan jalan.

Tanah longsor yang sangat besar terjadi di Sulawesi Selatan adalah


Longsor dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng, terajdi pada ]urn'at, 26 maret
2004 sekitar jam 14.00. bencana tersebut menelan korban yaitu 32 orang
penduduk yang hilang dan meninggal dunia, 635 ekor ternak sapi, beberapa

II-61 | K L H S R P J M D S U L S E L
rumah & satu sekolah dasar dan sekitar 1.500 ha lahan pertanian tertirnbun
longsoran. Kerugian ditaksir sekitar Rp. 22 milyar. Tanah longsor tersebut
menyebabkan terbentuknya beberapa dam alami yang membendung air sungai
Ieneberang di dasar kaldera, lebih lanjut memicu banjir bandang akibat
runtuhnya dam alami tersebut. Volume massa longsoran 200 – 300 juta m3.
DAS Mamasa yang terletak di Kabupaten Marnasa Propinsi Sulawesi Barat,
namun hilir S. Mamasa bergabung dengan S. Saddang, dimana hulu S.
Saddang adalah Kabupaten Tana Toraja dan hilir Sungai tersebut adalah
Kabupaten Pinrang. Tanah longsor di DAS Mamasa maupun DAS Saddang
Hulu akan rnemberi dampak pada di hilir sungai berupa peningkatan muatan
sedimen, peningkatan sedimen sering mengganggu operasional turbin PLTA
Bakaru yang terletak di Hilir DAS Mamasa.

Gambar 2.15. Kejadian Tanah Longsor di Hulu DAS Jeneberang

II-62 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.18. Perkiraan Material Longsoran Dinding Kaldera G.
Bawakaraeng
Elevasi Tinggi Area Volume Kumulatif
(mdpl) (m) (km2) (Juta m3) (Juta m3)
1800 - - - -

1900 100 0,17 8,5 8,5

2000 100 0,29 23,0 31,5

2100 100 0,33 31,0 62,5

2200 100 0,40 36,5 99,0

2300 100 0,35 77,5 136,5

2400 100 0,33 43,0 170,5

Sumber: CTI Consultant, 2014

Tanah longsor di DAS Marnasa, Saddang, begitupula di DAS

Rongkong, Masarnba dan Baliase dan DAS di Kabupaten Luwu Timur terjadi

setiap tahun, terutama pada musim hujan. Tanah longsor di wilayah tersebut

dipicu oleh curah hujan dan penyebabnya adalah kondisi tanah, Ienis tanah

dorninan adalah ultisols, tahan tersebut rentan terhadap erosi dan tanah longsor

sebagai akibat dari tekstur tanah pada lapisan bawah berpasir; terutama ultisols

yang terbentuk dari Formasi Toraja (Tet) terdiri dari batupasir kuarsa,

konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan batulernpung yang umumnya

berwarna merah atau ungu Selain sifat tanah, kondisi lithology rapuh, serta

kondisi topografi berlereng terjal sampai agak terjal.

II-63 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.16. Kejadian Tanah Longsor di Hulu DAS Mamasa

Gambar 2.17. Kejadian Tanah Longsor di Luwu Timur

II-64 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Banjir
Banjir yang terjadi di dataran rendah Sulawesi Selatan pada umumnya
adalah banjir kiriman yaitu meluapnya sungai akibat tdak mampu menampung
air dari hulu sungai. Banjir lainnya adalah banjir banda yang terjadi akibat
tanah longsor yang membendung badan sungai. Banjir besar yang terjadi di
Kota Makassar setelah Indonesia Merdeka adalah banjir yang terjadi
Desember tahun 1976. Banjir tersebut terjadi akibat luapan S. Ieneberang,
banjir ini mengenangi 2/3 wilayah kota Makassar pada saat itu, genangan
berlangsung selama 3-4 hari, sehingga semua kegiatan perekonomian,
pendidikan dan kegiatan lainnya lumpuh total. Tahun 1978 dilakukan studi
untuk upaya pengendalian banjir Kota Makassar dan sekitarnya. Studi tersebut
dilakukan atas kerjasama konsultan ]apan dan Indonesia. Studi ini
menghasilkan 3 rekomendasi yaitu: (a) Pembangunan kanal dalam kota
Makassar; (b) Perbaikan tanggul dan pengerukan S. Ieneberang, dan (C)
Pembangunan dam Bili-Bili. (CTI Engineering Final Report, 1979).
Pembangunan kanal dalam wilayah Kota Makassar terdiri dari 3 kanal
utama yaitu kanal Iongaya, Panampu dan Sinrijala. Kanal Iongaya mengalir
dari selatan kota untuk menampung dan mengalirkan air hujan di bagian
selatan kota, panjang kanal 13 kilometers; lebar dasar 3 meter dengan lebar
atas bervariasi 8 sampai 14 meter. Kanal Panampu mengalir ke bagian utara
kota, panjang kanal 15 kilometer dengan dimensi kanal sama dengan dimensi
2 kanal lainnya. Kanal Sinrijala mengalir ke Timur dan dihubungkan dengan
S. Pampang (anak S.Tallo), S. Tallo mengalir ke Selat Makassar di bagian
utara kota Makassar. Perbaikan tanggul S. Ieneberang sepanjang 10 km dari
Iembatan Sunggu Minasa sampai hilir S. Ieneberang. Tinggi tanggul 2-5
meters diatas tanggul sungai exiting. Pembangunan dam Bili-Bili dimulai
dalam tahun 1990, Dam ini adalam multifungsi yaitu (a) pengendalian banjir
Kota Makassar dan sekitarnya (b) untuk melayani kebutuhan air irigasi seluas
24000 ha, (d) untuk penyedian air baku unuk PDAM Makassar dan (C) untuk
PLTA. Banjir di sekitar wilayah Danau Tempe di Kabupaten Wajo. Banjir
terjadi hampir setiap tahun di musim hujan akibat luapan danau Tempe. Danau

II-65 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tempe adalah merupakan danau fluvial, sejak dahulu kala sampai saat danau
tersebut merupakan penghasil ikan air tawar, masyarakat yang bermukim di
sekitar danau sangat bergantung pada danau tersebut untuk memenuhi protein
hewani. masyarakat yang menangkap ikan di danau tersebut bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan ikan keluarga tetapi juga menjadi sumber
pendapatan utama keluarga masyarakat. Danau ini menerima air dari S. Bila
dan Walanae dan air dialirkan ke laut melalu S. Cenrane.
1. Sungai Bila mengalir sepanjang 100 km dari hulu yaitu Kabupaten
Enrekang ke mulut sungai di Danua Tempe. Sistem Sungai Bila
mempunyai 4 anak sungai utama yaitu Sungai Bila, Sungai Boya, Sungai
Lancirang dan Sungai Kalola. Pola sungai ini sungai bermeander dari utara
ke selatan dekat Tanru Tedong dan berbelok ke timur kemudian mengalir
masuk ke Danau Tempe melalui dataran aluvial sekitar danau. Luas daerah
tangkapan Sungai Bila adalah 1368 l<m2. Rata-rata kemiringan lereng
Sungai Bila sangat terjal terutama di bagian hulu dan menjadi landai di
mulut sungai yaitu sekitar Danau Tempe. Rata-rata lebar Sungai Bila
adalah 70 sampai dengan 200 m. Sedangkan kapasitas tampung sungai
tersebut adalah 600-850 m3/detik (Nippon Koei, 1997).
2. Sungai Walanae adalah sungai yang mempunyai wilayah tangkapan curah
hujan yang luas yaitu 3190 l<m2. Sungai bermuara dari Kabupaten Maros
mengalir ke bagian tengah Sulawesi Selatan dan bergabung dengan Sungai
Cenranae di Kabupaten Sengkang. Sistem Sungai Walanae terdiri dari anak
sungai Sanrego, Menraleng dan Mario. Sungai Sanrego mempunyai lereng
yang terjal yaitu rata-rata 1/400 dengan dasar sungai terdiri dari kerikil dan
bongkahan kapasitas pengaliran Sungai Sangrego sekitar 700 m3/detik
sedangkan Sungai Mengraleng adalah 7 00m3 / detik (Nippon Koei, 1997).
3. Sungai Cenranae mengalirkan air dari Danau Tempe dari selatan ke Timur
yaitu Teluk Bone. Sungai ini mempunyai panjang 69 km dari mulut sungai
ke Danau Tempe. Sungai Cenranae adalah sistem sungai tunggal yang
mempunya luas dasar 30-80 m dan lebar permukaan 100-150 m.
Sedangkan kedalaman sungai bervariasi dari 5 - 8 m. Kemiringan Sungai
Cenranae sangat landai yaitu 1/ 10000 di hulu dan 1/30000 di hilir

II-66 | K L H S R P J M D S U L S E L
kapasitas pengaliran sungai ini adalah 250-500 m/detik (Nippon Koei,
1997).
Pada musim kemarau, dimana ketinggian rata-rata air 3 m, maka lahan
dasar danau yang kering dijadikan sebagai areal pertanian untuk menanam padi
dan palawija, untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, petani mengalirkan air
dari danau yang masih tergenang air ke lahan pertanian yaitu dasar danau yang
kering. Sistem irigasi ini menggunakan pompa yang diadakan oleh petani
secara swadaya atau pompa air disediakan oleh pemilik modal yang kemudian
disewakan kepada petani. Sistem irigasi pompa di Danau Tempe telah
berkembang luas di wilayah rawa-rawa maupun sungai yang ada di dalam
wilayah Kabuapten Wajo. Selain sistem irigasi pompa, dijumpai pula sistem
irigasi dengan membuat saluran air sederhana yang dibangun dan dipelihara
oleh petani yang melakukan kegiatan pertanian di dalam wilayah danau pada
musim kemarau. Pada musim hujan terutama puncak musim hujan tidak
kegiatan pertanian di dalam wilayah danau dan sekitarnya. Pada kondisi
tersebut, masyarakat sekitar danau menggantukan hidupnya hanya terhadap
tangkapan ikan yang mereka lakukan.
Bencana banjir bandang yang terjadi di Desa Biring Ere, Kecamatan
Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan (Sungai
l\/langottong) terjadi pada tanggal 20 ]uni 2006 pada pukul 01.00-03.00 Wita
yang mengakibatkan sedikitnya 189 orang meninggal dunia (detil<news.com,
23/06/2006) dan 531 unit bangunan dan infrastruktur yang rusak
(http://ciptakarya.pu.go.id).

Gambar 2.18. Banjir Sungai Mangottong Kab. Sinjai

II-67 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Angin Puting Beliung
Angin puting beliung biasanya terjadi saat musim pancaroba pada
siang hari saat suhu udara panas, pengap dan awan hitam mulai berkumpul,
karena radiasi matahari di siang hari maka tumbuh awan secara vertikal lalu di
dalam awan akan terjadi pergolakan arus udara naik dan turun dengan
kecepatan yang Cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecapatan tinggi
menghembus ke permukaan bumi dengan tiba-tiba dan berjalan dengan acak.

Gambar 2.19. Dampak Puting Beliung di Kabupaten Pinrang

Bencana angin puting beliung rnenerjang 11 kecamatan di Kabupaten


Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan pada Ianuari 2013, pukul 21.00 WITA.
Satu orang tewas dan lebih dari 650 rumah mengalami kerusakan. Korban
tewas diidentifikasi sebagai seorang wanita berusia 40 tahun warga kecamatan
Tempa. Ia meninggal akibat tertirnpa pohon yang tumbang.

II-68 | K L H S R P J M D S U L S E L
B. Kondisi Demografi Provinsi Sulawesi Selatan

1. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

a. Kependudukan

Jumlah penduduk dan laju pertambahan penduduk disetiap

kabupaten/kota beragam. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbanyak

dalam kurun waktu 2010-2015 adalah Kota Makassar sedangkan

kabupaten/kota dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kabupaten

Kep. Selayar. Pada Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Makassar sebesar

1.342.826 jiwa, Tahun 2014 sebanyak 1.429.242 jiwa serta Tahun 2015

menjadi sebesar 1.449.401 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten

Kep. Selayar tahun 2010 sebanyak 122.377 jiwa dan pada tahun 2015

sebanyak 130.199 jiwa.

Tabel 2.19. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010,
2014 dan 2015
Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah Penduduk
No kabupaten/Kota Per Tahun
2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015
1 Kepulauan Selayar 122.377 128.744 130.199 1,28 1,13

2 Bulukumba 395.790 407.775 410.485 0,75 0,66

3 Bantaeng 177.299 182.283 183.386 0,7 0,61

4 Jeneponto 343.808 353.287 355.599 0,68 0,65

5 Takalar 270.491 283.762 286.906 1,2 1,11

6 Gowa 654.978 709.386 722.702 2,01 1,88

7 Sinjai 229.583 236.497 238.099 0,74 0,68

8 Maros 320.103 335.596 339.300 1,19 1,1

9 Pangkep 306.717 320.293 323.597 1,09 1,03

II-69 | K L H S R P J M D S U L S E L
Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah Penduduk
No kabupaten/Kota Per Tahun
2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015
10 Barru 166.520 170.316 171.217 0,57 0,53

11 Bone 719.999 738.515 742.912 0,64 0,6

12 Soppeng 224.577 225.709 226.116 0,13 0,18

13 Wajo 386.324 391.980 393.218 0,36 0,32

14 Sidrap 272.808 286.610 289.787 1,24 1,11

15 Pinrang 352.185 364.087 366.789 0,83 0,74

16 Enrekang 190.923 198.194 199.998 0,94 0,91

17 Luwu 333.497 347.096 350.218 1 0,9

18 Tana Toraja 221.816 227.588 228.984 0,64 0,61

19 Luwu Utara 288.391 299.989 302.687 0,99 0,9

20 Luwu Timur 243.809 269.405 275.595 2,53 2,3

21 Toraja Utara 217.503 224.003 225.516 0,74 0,68

22 Makassar 1.342.826 1.429.242 1.449.401 1,57 1,41

23 Pare-Pare 129.682 136.903 138.699 1,36 1,31

24 Palopo 148.395 164.903 168.894 2,67 2,42

Jumlah 5,71 1,05


8.060.401 8.432.163 8.520.304
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2016

Distribusi dan kepadatan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan

sangan beragam. Kabupaten/kota dengan jumlah kepadatan penduduk

tertinggi adalah Kota Makassar yakni sebesar 8246 per Km 2 sedangkan

kabupaten dengan kepadatan jumlah penduduk paling rendah adalah

kabupaten/kota Luwu Utara dan Luwu Timur dengan nilai kepadatan

penduduk hanya sebesar 40 per Km2.

II-70 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.20. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan 2015
Persentase Kepadatan Penduduk
No kabupaten/Kota
Penduduk per Km2
1 Kepulauan Selayar 1,53 144
2 Bulukumba 4,82 355
3 Bantaeng 2,15 463
4 Jeneponto 4,17 394
5 Takalar 3,37 506
6 Gowa 8,48 384
7 Sinjai 2,79 290
8 Maros 3,98 210
9 Pangkep 3,8 291
10 Barru 2,01 146
11 Bone 8,72 163
12 Soppeng 2,65 166
13 Wajo 4,62 157
14 Sidrap 3,4 154
15 Pinrang 4,3 187
16 Enrekang 2,35 112
17 Luwu 4,11 117
18 Tana Toraja 2,69 111
19 Luwu Utara 3,55 40
20 Luwu Timur 3,23 40
21 Toraja Utara 2,65 196
22 Makassar 17,1 8246
23 Pare-Pare 1,63 1396
24 Palopo 1,98 682
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2016

II-71 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Ketenagakerjaan
Lapangan pekerjaan yang tersedia di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri
dari lapangan pekerjaan dibidang pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan,
industri pengolahan, perdagangan besar, eceran rumah makan, jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan serta lapangan pekerjaan lainnya.
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang bekerja selama seminggu
yang Lalu menurut lapangan pekerjaan utama di Provinsi Sulawesi Selatan
terbesar adalah lapangan pekerjaan dibidang Perdagangan Besar, Eceran
Rumah Makan dengan jenis pekerjaan utama sebagai tenaga tata usaha
penjualan sedangkan Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang
bekerja selama seminggu yang Lalu menurut lapangan pekerjaan utama di
Provinsi Sulawesi Selatan adalah jenis pekerjaan pada lapangan pekerjaan
Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan dengan jenis pekerjaan utama
sebagai Tenaga Profesional Teknisi dan yang sejenisnya yakni sebanyak 180
jiwa.

Tabel 2.21. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja


Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Provinsi Sulawesi Selatan
Lapangan Pekerjaan
Perdagangan
Jenis Pekerjaan Pertanian, Jasa
Industri Besar,
Utama Kehutanan, kemasyarakatan,
Pengola Eceran Lainnya Jumlah
Perburuan, sosial dan
-han Rumah
Perikanan perorangan
Makan
Tenaga Profesional
Teknisi dan yang 180 3.587 6.749 147.662 21.468 179.646
sejenisnya
Tenaga Kepemimpinan
4.249 1.421 15.325 6.069 27.064
dan ketatalaksanaan
Tenaga tata usaha dan
5.083 25.868 87.362 53.999 172.312
yang sejenisnya
Tenaga tata usaha
362 5.423 297.893 4.787 6.492 314.957
penjualan
Tenaga Usaha Jasa 361 3.497 42.225 45.628 27.691 119.402
tenaga produksi,
operator alat-alat
130.659 130.659
angkutan dan pekerja
kasar
tenaga usaha pertanian,
kehutanan, perburuan 529 71.862 42.332 55.220 174.948 344.891
dan perikanan
Lainnya 27.940 27.940
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2016

II-72 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan jumlah jam kerja, lapangan pekerjaan untuk jenis
pekerjaan dibidang Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
merupakan jenis lapangan pekerjaan merupakan lapangan pekerjaan dengan
jumlah jam kerja paling tinggi yakni sebesar 578.784 pada usia pekerja 35+.

Tabel 2.22. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja


Selama Seminggu yang Lalu Menurut Jumlah Jam Kerja Seluruhnya
dan Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sulawesi Selatan 2015
Lapangan Pekerjaan Jumlah Jam Kerja Seluruhnya
Utama 0 1-14 15-34 35+ Jumlah
Pertanian, Kehutanan,
Perburuan dan 50.400 249.033 576.234 578.784 1.454.451
Perikanan
Industri Pengolahan 3.402 10.146 42.017 174.894 230.459
Perdagangan Besar,
Eceran, Rumah, Hotel, 11.819 33.960 129.533 513.019 688.331
Rumah Makan
Jasa Kemasyarakatan,
11.800 22.731 177.059 404.765 616.355
Sosial dan Perorangan
Lainnya 12.537 7.712 57.886 417.725 495.860
Jumlah 89.958 323.582 982.729 2.089.187 3.485.456
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2016

2. Sosial
a. Pendidikan
Dalam rangka mendukung kegiatan belajar mengajar di Provinsi
Sulawesi Selatan, sekolah merupakan sarana yang paling dibutuhkan oleh
masyarakat. Berdasarkan kompilasi data sekunder diketahui jumlah sekolah
dengan jenjang Raudhatul Athfal (RA), SMP dan SMA terbanyak terdapat di
Kota Makassar masing-masing sebanyak 90 sekolah untuk jenjang RA, 185
sekolah untuk jenjang SMP dan 126 sekolah untuk jenjang SMA. Sedangkan
untuk jenjang SD, MI, MTS dan Madrasah aliyah terbanyak terdapat di
Kabupaten Bone masing-masing sebanyak 675 untuk jenjang SD, 86 untuk

II-73 | K L H S R P J M D S U L S E L
jenjang MI, 90 untuk jenjang MTs, dan 41 untuk jenjang MA. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 2.23. Jumlah Sekolah Menurut Kab/Kota Di Provinsi Sulawesi


Selatan
Kabupaten/Kota RA SD MI SMP MTs SMA MA
Kepulauan Selayar 21 138 14 49 10 11 1
Bulukumba 36 349 36 67 39 22 17
Bantaeng 11 140 21 31 30 8 19
Jeneponto 21 287 39 70 53 21 33
Takalar 25 236 12 44 24 22 16
Gowa 19 407 82 103 63 43 35
Sinjai 31 242 30 38 39 16 25
Maros 25 258 27 65 44 30 27
Pangkep 7 296 8 79 19 28 15
Barru 12 197 27 38 14 9 12
Bone 59 675 86 117 90 38 41
Soppeng 51 256 19 38 32 12 7
Wajo 37 398 38 71 31 17 13
Sidrap 28 233 14 50 25 17 15
Pinrang 51 321 28 52 22 15 7
Enrekang 37 214 21 44 22 17 10
Luwu 37 260 45 92 39 24 18
Tana Toraja 6 219 10 82 5 19 3
Luwu Utara 22 246 26 69 38 19 18
Luwu Timur 8 152 20 39 23 19 9
Toraja Utara 186 69 15
Makassar 90 475 70 185 50 126 31
Pare-Pare 14 90 8 24 10 9 9
Palopo 5 75 4 21 7 12 1
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2016

II-74 | K L H S R P J M D S U L S E L
120

100

80
7-12
60
13-15

40 16-18

20

0
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Gambar 2.20. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi Sulawesi Selatan


Menurut Kelompok Umur, 2013-2015
Angka partisipasi sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak
yang masih sekolah pada suatu kelompok umur tertentu terhadap penduduk
dengan kelompok umur yang sesuai. Sejak Tahun 2009, Pendidikan Non
Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan. Berdasarkan
Gambar diketahui angka partisipasi sekolah untuk semua jenjang umur terus
menunjukkan angka cenderung naik. Angka partisipasi sekolah usia 7-12
tahun merupakan jenjang usia dengan angka partisipasi sekolah paling tinggi
yakni dari 98,11 pada Tahun 2013 menjadi 99,03 pada Tahun 2015. Angka
partisipasi sekolah APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang
lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Pada kelompok umur
mana peluang tersebut terjadi dapat dilihat dari besarnya APS pada setiap
kelompok umur.
Angka Melek Huruf (AMH) digunakan sebagai alat ukur untuk
mengetahui seberapa banyak penduduk yang melek huruf. Dengan demikian,
dapat dikaji seberapa banyak penduduk di suatu wilayah yang memiliki
kemampuan dasar untuk memperluas akses informasi, menambah
pengetahuan dan ketrampilan, memudahkan komunikasi, serta
mempromosikan pemahaman yang lebih baik sehingga penduduk tersebut

II-75 | K L H S R P J M D S U L S E L
mampu meningkatkan kualitas hidup diri, keluarga, maupun negaranya di
berbagai bidang kehidupan. Angka melek huruf di Provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan terus mengalami kenaikan yakni sebesar 87,75 pada Tahun
2011 menjadi 91,29 pada Tahun 2015.hal ini berarti bahwa pada Tahun 2011
sebanyak 88% penduduk Provinsi Sulawesi Selatan yang berumur 15 tahun
keatas dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya sedangkan
pada Tahun 2015 naik menjadi 92% penduduk pada usia 15 Tahun keatas dapat
membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

100
90
80
70
60
50 Angka melek huruf
40
Rata-rata lama sekolah
30
20
10
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2015 2014 2013 2012 2011

Gambar 2.21. Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah


di Provinsi Sulawesi Selatan, 2011-2015
b. Kesehatan
Arah pembangunan kesehatan adalah meningkatkan mutu, jangkauan
dan pemerataan pelayanan kesehatan kepda masyarakat, dalam upaya
mencapai tujuan tersebut maka penyediaan sarana/fasilitas pelayanan
kesehatan sangat penting artinya. Sarana/fasilitas kesehatan di Provinsi
Sulawesi Selatan tersebar diseluruh kabupaten/kota hingga ke perdesaan.
Sarana/fasilitas tersebut berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dan posyandu. Sedangkan sarana/fasilitas kesehatan berupa rumah
sakit umum daerah (RSUD) hanya terdapat di ibukota kabupaten/kota. Jumlah

II-76 | K L H S R P J M D S U L S E L
sarana/fasilitas kesehatan disetiap kKabupaten/kota disajikan pada tabel
berikut:

Tabel 2.24. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Sulawesi Selatan, 2015
Puskesmas Puskesmas
Kabupaten/Kota Puskesmas Posyandu
Pembantu Keliling
Kepulauan Selayar 14 66 13 34
Bulukumba 20 59 19 136
Bantaeng 13 4 12 67
Jeneponto 18 55 18 113
Takalar 15 50 15 100
Gowa 25 115 25 159
Sinjai 16 62 16 80
Maros 14 26 14 79
Pangkep 23 60 12 85
Barru 12 33 6 55
Bone 38 75 38 374
Soppeng 17 44 17 68
Wajo 23 54 23 168
Sidrap 14 42 12 105
Pinrang 16 47 16 108
Enrekang 13 67 13 129
Luwu 21 108 22 227
Tana Toraja 21 31 16 159
Luwu Utara 14 62 12 165
Luwu Timur 15 60 20 127
Toraja Utara 25 28 14 117
Makassar 43 37 32 143
Pare-Pare 6 19 6 22
Palopo 12 22 12 48
448 1226 403 2868
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2017

II-77 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Agama
Agama yang dianut oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan
cukup beragam diantaranya ada yang meemluk agama islam, kristen
protestan, kristen katolik, agama hindu, agama budha, dan agama konghucu.
Meskipun demikian, agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat di
Provinsi Sulawesi Selatan adalah agama islam dengan jumlah penduduk
muslim terbanyak terdapat di Kota Makassar yakni sebanyak 983.006 jiwa.
Sedangkan pemeluk agama konghucu hanya terdapat di Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Wajo, dan Kota Makassar.

1200000

1000000

800000
Islam
600000
Protestan
400000 Katolik
Hindu
200000
Budha
0 Konghucu
Maros

Toraja Utara

Pare-Pare
Jeneponto

Gowa
Sinjai

Bone

Luwu Timur
Luwu Utara
Barru

Soppeng

Enrekang
Luwu

Palopo
Tana Toraja
Sidrap
Bantaeng

Pangkep

Pinrang

Makassar
Bulukumba

Takalar

Wajo
Kepulauan Selayar

Gambar 2.22. Jumlah Penduduk Menurut Kab/Kota dan Agama yang


dianut di Provinsi Sulawesi Selatan, 2015
d. Kriminalitas/Keamanan dan Ketertiban Masyrakat
Jumlah tindak pidana yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan pada
Tahun 2013 sebanyak 16.093 kasus dan naik menjadi 16.494 kasus pada tahun
2015. Sedangkan persentase penyelesaian tindak pidana pada Tahun 2013
sebesar 67,87% dan naik menjadi 78,39%. Sementara resiko penduduk
terkena tindak pidana pada Tahun 2013 sebesar 175 turun menjadi 163 pada
Tahun 2015. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

II-78 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.25. Situasi Keamanan Ketertiban Masyrakat (Kamtibmas) Di
Provinsi Sulawesi Selatan, 2013-2015
No. Uraian 2013 2014 2015 TREND
1 Jumlah Tindak Pidana 16.093 16.748 16.494 -254
2 Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (PTP) 10.922 12.601 12.931 330
3 Persentase Penyelesaian Tindak Pidana 67,87 75,23 78,39 3,16
4 Selang Waktu 32,66 31,38 31,86 0,48
5 Resiko Penduduk terkena tindak pidana 175 182 163 -19
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2017

e. Perkawinan
Dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 dinyatakan
bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin, antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BPS telah
merinci banyaknya perkara yang diputuskan oleh pengadilan agama menurut
jenis perkara di Sulawesi Selatan tahun 2011-2016.

Tabel 2.26. Situasi Keamanan Ketertiban Masyrakat (Kamtibmas) Di


Provinsi Sulawesi Selatan, 2013-2015
Tahun
No Jenis Perkara
2011 2012 2013 2014 2015 2016
I Nikah
1 Izin Kawin - - 3 2 5 -
2 Dispensi Kawin 276 384 501 756 953 997
3 Izin Poligami 4 8 11 8 11 13
4 Pencegahan 1 - 1 - - -
5 Penolakan Kawin - - - 1 - -
6 Pengesahan Nikah 1025 733 1104 2327 4476 7401
7 Pembatalan Nikah 9 6 5 6 5 4
8 Fasid Nikah - - - - - -
9 Tolak Kawin Campuran - - - - - -
II Talak
1 Tetap Izin Talak - - - - - -
2 Persetujuan Talak - - - - - -
3 Taklik Talak 2113 2206 2264 2353 2410 9170
III Cerai
1 Perceraian 6412 7119 7631 8626 8962 2500
2 Fasakh - - - - - -
3 Syiqaq - - - - - -
4 Rujuk - - - - - -

II-79 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun
No Jenis Perkara
2011 2012 2013 2014 2015 2016
IV Cerai
1 Suami/Istri lalai - - - - - -
2 Mahar - - - - - -
3 Nafkah Istri - - - - - -
4 Maskan - - - - - -
5 Kiswah - - - - - -
6 Mut’ah - - - - - -
7 Harta Bersama 41 41 47 32 35 42
V Anak
1 Hadlanah 3 7 2 10 18 15
2 Asal Usul Anak 2 3 - 5 1 12
3 Keabsahan Anak 1 1 21 30 31 7
VI Anak
Orang Tua - - - - 1 -
VII Wali
1 Perwalian 13 21 47 52 47 81
2 Wali Adhal 18 21 16 24 20 20
3 Penggantian Wali 26 17 11 1 - 2
VIII Tuntutan Ganti Rugi
Terhadap Wali
Tuntutan Ganti Rugi - - - - - -
Terhadap Wali
IX Waris
1 Ahli Waris 151 173 275 262 292 313
2 Mal Waris 73 47 60 52 63 54
X Wakaf
Wakaf - 1 - - 1 -
XI Hibah
Hibah 3 4 6 2 3 3
XII Sodaqoh
Sodaqoh - - - - - -
XII Baitulmal
Baitulmal - - - - - -
XIV Wasiat
Wasiat 2 1 - - 1 -
XV Lain-Lain
Lain-Lain 92 49 53 60 70 71
XVI Gugur
Gugur 282 347 462 718 596 500
XVII Ditolak
Ditolak 95 121 149 200 192 223
Sulawesi Selatan 698 743 1.005 1.294 1.219 1.164
Sumber: Provinsi Sulawesi Selatan dalam Angka, 2017

II-80 | K L H S R P J M D S U L S E L
f. Rasio Gini dan Kemiskinan
1) Rasio Gini
Rasio Gini nierupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan
rnembandingkan luas antara diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi
dengan luas segitiga di bawah diagonal. Berguna untuk mengukur derajat
ketidakmerataan distribusi penduduk. Rasio gini bernilai antara 0 dan 1. Nilai
1 menunjukkan Complete inequality atau perfectb/ inequal, di mana seluruh
penduduk menempati satu lokasi di suatu negara dan tidak ada penduduk di
lokasi lainnya. Nilai 0 rnenunjukkan perfectb/equal, yaitu penduduk
terdistribusikan sempurna di seluruh wilayah suatu negara. Jadi, sernakin
besar nilai rasio konsentrasi gini, semakin besar ketidakmerataan antara
distribusi penduduk dan jurnlah lokasi. Garnbar 21. menampilkan rasio gini
Provinsi Sulawesi Selatan selama rentang waktu tahun 2002 hingga 2017.
Rasio gini berkisar dari nilai 0.3 hingga 0.45.

Gambar 2.23. Grafik Rasio Gini Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2002-2017

2) Kemiskinan
Kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis
kemiskinan di Provinsi Selatan terus mengalami kenaikan dimana garis

II-81 | K L H S R P J M D S U L S E L
kemiskinan makanan (GKM) merupakan garis kemiskinan tertinggi yakni
sebesar 183.893 pada Sepetember 2015 sedangkan pada September 2013
hanya sebesar 164.217.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Sulawesi Selatan


Penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan Maret 2018 berjumlah
792,63 ribu mengalami penurunan sebesar 20,44 ribu jiwa jika dibandingkan
kondisi Maret 2017 yang berjumlah 813,07 ribu jiwa. Persentase penduduk
miskin Maret 2018 sebesar 9,06 persen juga mengalami penurunan 0,32 poin
persen dibandingkan Maret 2017 yang besarnya 9,38 persen. Demikian juga
jika dibandingkan kondisi pada Bulan September 2017, terjadi penurunan
persentase penduduk miskin sebesar 0,42 poin persen.
Secara absolut selama periode Maret 2017 - Maret 2018, penduduk
miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan 14,37 ribu jiwa, sedangkan di
daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 34,81 ribu jiwa. Persentase
penduduk miskin di perkotaan naik sebesar 0,13 poin persen, sebaliknya di
perdesaan menurun sebesar 0,35 poin persen Tabel 2.17.

Tabel 2.27. Jumlah dan Persentase Penduduk Di Provinsi Sulawesi


Selatan, 2013-2018

II-82 | K L H S R P J M D S U L S E L
Komposisi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan
dari tahun ke tahun tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada bulan Maret
2018 sebagian besar (78,81 persen) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan, sementara pada bulan Maret 2017 persentasenya 81,11 persen.

Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2017 – Maret 2018


Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis
kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret
2017 - Maret 2018, Garis Kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari Rp
283.461,- per kapita per bulan menjadi Rp 306.545,- per kapita per bulan atau
naik 8,14 persen.
Tabel 2.28. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah,
Maret 2017-Maret 2018 di Provinsi Sulawesi Selatan

Pada bulan Maret 2017 untuk daerah perkotaan, sumbangan GKBM


terhadap GK sebesar 31,17 persen, sedangkan pada Bulan Maret 2018 yaitu
30,64 persen. Hal yang sama juga terjadi pada daerah perdesaan, pada bulan

II-83 | K L H S R P J M D S U L S E L
Maret 2017 peranannya sebesar 21,37 persen turun menjadi 21,20 persen pada
Bulan Maret 2018.

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang


terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2017, sumbangan GKM
terhadap GK sebesar 74,60 persen, hal yang sama terjadi pada bulan Maret
2018 peranannya relatif sama namun sedikit mengalami kenaikan yaitu
menjadi 74,80 persen. Peranan GKM terhadap GK untuk daerah perkotaan
pada bulan Maret 2017 sebesar 68,83 persen naik menjadi 69,36 persen pada
bulan Maret 2018, sedangkan untuk daerah perdesaan pada bulan Maret 2018
sebesar 78,80 persen, mengalami kenaikan dari bulan Maret 2017 yang
besarnya 78.63 persen.

Tabel 2.29. Daftar Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap


Garis Kemiskinan, Maret 2018

Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah


beras. Pada bulan Maret 2018, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis
Kemiskinan sebesar 19,42 persen di perkotaan dan 25,87 persen di perdesaan.
Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup

II-84 | K L H S R P J M D S U L S E L
besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan diantaranya adalah rokok kretek
filter (12,97 persen di perkotan, 13,49 persen di perdesaan), telur ayam ras
(3,38 persen di perkotaan dan 2,79 persen di perdesaan), ikan bandeng (3,35
persen di perkotaan dan 3,49 persen di perdesaan), gula pasir (2,26 persen di
perkotaan dan 3,14 persen di perdesaan), mie instan (2,96 persen di perkotaan
dan 2,58 persen di perdesaan), ikan tongkol/tuna/cakalang (2,55 persen di
perkotaan dan 2,05 persen di perdesaan), dan kue basah (2,27 persen di
perkotaan dan 2,09 persen di perdesaan).
Komoditi bukan makanan yang paling penting bagi penduduk miskin
adalah pengeluaran perumahan. Pada bulan Maret 2018, sumbangan
pengeluaran perumahan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 9,92 persen di
perkotaan dan 8,07 persen di perdesaan. Selain perumahan, barang-barang
kebutuhan non makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan diantaranya adalah listrik (3,48 persen di perkotaan dan 1,53
persen di perdesaan), bensin (2,85 persen di perkotaan dan 2,10 persen di
perdesaan), pendidikan (2,38 persen di perkotaan dan 1,32 persen di
perdesaan), dan perlengkapan mandi (1,64 persen di perkotaan dan 0,95 persen
di perdesaan).

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan


Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan
persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus
harus bisa mengurangi tingkat kedalaman (Ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan
tingkat keparahan (Ukuran ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin) dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2017 - Maret 2018, Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan
yang turun. Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami penurunan 0,17 poin

II-85 | K L H S R P J M D S U L S E L
yaitu dari 1,72 pada keadaan Maret 2017 menjadi 1,55 pada keadaan Maret
2018. Demikian juga untuk Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami
penurunan sebesar 0,08 poin yaitu dari 0,46 pada keadaan Maret 2017 menjadi
0,38 pada keadaan Maret 2018 (Tabel 2.30).

Tabel 2.30. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan


Kemiskinan (P2) di Sulawesi Selatan Menurut Daerah, Maret 2017 - Maret
2018

Angka ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk


miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan, dan ketimpangan
pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit dibanding periode
sebelumnya. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada daerah
perkotaan. Pada bulan Maret 2018, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1)
untuk perkotaan 0,82 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,07. Nilai
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan 0,22 sementara daerah
perdesaan mencapai 0,50. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan dan
ketimpangan kemiskinan di daerah daerah perkotaan lebih baik daripada
perdesaan.

II-86 | K L H S R P J M D S U L S E L
g. Kelembagaan

Untuk mewujudkan implementasi perlindungan dan pelestarian


lingkungan hidup sebagai tanggung jawab umat manusia di rnuka bumi,
peranan pernerintahan daerah menjadi penting dengan niemperkuat satuan
perangkat kerja daerah di bidang lingkungan hidup, dengan mernperhatikan
sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pernerintahan Daerah dan Undang-Undang Nornor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai akselerasi
otonomi daerah yang berlandaskan pada pembangunan Indonesia yang
berkelanjutan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mendukung perlindungan
dan pelestarian lingkungan hidup, mengeluarkan produk hukum dan regulasi
terkait lingkungan hidup. Regulasi itu antara lain Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Iangka Panjang Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan 2009-2029, yang di dalamnya memasukkan sektor
lingkungan hidup sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan Provinsi
Sulawesi Selatan. Selain itu juga ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun
2010 tentang Penanggulangan Bencana. Regulasi ini sengaja dibuat dalam
rangka sinkronisasi pengelolaan lingkungan hidup akibat kerusakan
lingkungan hidup akibat faktor alam berupa letusan gunung berapi, gempa
bumi, badai/angin topan, kemarau panjang serta kebakaran hutan dan lahan.
Aktivitas pertarnbangan yang juga rentan terhadap kerusakan lingkungan
diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pertarnbangan Mineral dan Batubara. Regulasi ini sengaja
disusun untuk pengelolaan dan pemanfaatan hasil pertambangan dengan
bijaksana serta mengurangi pencemaran air, udara dan tanah akibat
pertarnbangan dan pengolahan logam.
Regulasi lain yang rnendukung adalah Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati.
Peraturan daerah ini merupakan salah satu langkah pencegahan yang dilakukan

II-87 | K L H S R P J M D S U L S E L
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pelestarian sumber daya
alam melalui pengelolaan sumber daya alam berdasarkan prinsip berwawasan
lingkungan dan lingkungan berkelanjutan. Aturan ini didukung oleh Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di
Sulawesi Selatan, yang merupakan salah satu upaya dalam pengelolaan
kawasan lindung melalui penetapan, pelestarian dan pengendalian
pernanfaatan kawasan lindung. Penataan dan pemanfaatan aliran sungai itu
diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan
Bekas Sungai. Regulasi ini sebagai bentuk pengelolaan kawasan niemiliki sifat
khas serta mampu meinberikan perlindungan kepada kawasan sekitar inaupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
menielihara kesuburan tanah.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga mengeluarkan peraturan
yang menyangkut pengelolaan wilayah pesisir berupa Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2007. Regulasi ini menegaskan bahwa pernanfatan dan
pengelolaan daerah pesisir yang dilakukan oleh masyarakat rnaupun daerah
diharapkan memenuhi ketentuan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari
dan berkelanjutan karena akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian
pesisir dan lingkungan. Regulasi lainnya adalah Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Air Tanah. Regulasi ini dikeluarkan
untuk pengelolaan daerah yang mernpunyai kemampuan tinggi untuk
rneresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer)
yang berguna sebagai sumber air dan kawasan di sekeliling mata air yang
meinpunyai nianfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata
air dan persediaan air. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 3
tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup regulasi
ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup dalam menunjang pembangunan berkelanjutan di Provinsi

II-88 | K L H S R P J M D S U L S E L
Sulawesi selatan, dan sebagai landasan kuat tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam suatu peraturan daerah.
Di samping regulasi yang berbentuk peraturan daerah, Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan juga sudah menerbitkan sejumlah peraturan
gubernur (pergub) yang berkait dengan lingkungan hidup. Peraturan Gubernur
tersebut antara lain peraturan gubernur Nomor 33 Tahun 2006 tentang
Penetapan Kelas Air Sungai Ieneberang dan Sungai Tallo Provinsi Sulawesi
Selatan, yang rnerupakan peraturan mengenai kajian kelas air, penetapan kelas
untuk setiap segmen sungai dan pengelolaan dalam rangka mempertahankan
kelas airnya. Ada juga Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2010 tentang
Peraturan Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup sebagai
pedoman penetapan Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup di
Provinsi Sulawesi Selatan. Pengendalian dan pengawasan sumber daya alam
diatur tegas dalam Peraturan Gubernur Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana
Aksi Daerah Pengendalian dan Pengawasan Sumberdaya Alam di Provinsi
Sulawesi Selatan. Sementara penurunan emisi gas rumah kaca ditetapkan
dalam Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi
Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD- GRI() Provinsi Sulawesi
Selatan. Peraturan ini rnerupakan bentuk rencana aksi Pernerintah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di wilayah
Sulawesi Selatan.
Peraturan Gubernur lainnya yakni Peraturan Gubernur Nomor 45
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat.
Regulasi ini niengatur mengenai sistem pengelolaan sumber daya alam di suatu
ternpat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam
proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Gubernur
Sulawesi Selatan, menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2010
tentang Pembinaan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Beririgasi. Regulasi ini khusus mengatur pemanfaatan lahan pertanian dalam
upaya pelestarian lingkungan hidup. Pergub lain yang terkait pemanfaatan air
adalah Peraturan Gubernur Nomor 32 Tahun 2006 tentang Penetapan Kelas
Air Sungai Walanae dan Cenranae Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan

II-89 | K L H S R P J M D S U L S E L
peraturan mengenai kajian kelas air, penetapan kelas untuk setiap segmen
sungai dan pengelolaan dalam rangka mempertahankan kelas airnya.
Selain peraturan daerah dan peraturan gubernur, pengelolaan
lingkungan hidup di Sulawesi Selatan juga diatur dalam surat keputusan
gubernur dan surat edaran. Ada beberapa surat keputusan gubernur yang
mengatur tentang pelaksanaan program penanganan lingkungan hidup di
provinsi ini. Surat keputusan gubernur itu antara lain Surat Keputusan
Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemungutan
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah pada Laboratorium Lingkungan Hidup
BLHD Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai pedoman dalam pembiayaan dalam
penggunaan jasa laboratorium lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Selain itu, terdapat pula Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan
Nomor 660 / 1 16 / Bapedalda tentang Imbauan Eco 0/ice dan Go Green,
merupakan imbauan kepada pemerintah dan swasta untuk menerapkan konsep
kantor berwawasan lingkungan. Untuk memaksimalkan pelaksanaan program
go green, gubernur Sulsel juga sudah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 660/117/Bapedalda tentang lmbauan optimalisasi Go
Green di Kabupaten/Kota. Regulasi ini bersifat imbauan kepada seluruh
kabupaten/kota untuk melaksanakan go green sebagai salah satu nawa cita dari
Gubernur Sulawesi Selatan. Kemudian ada juga Surat Edaran Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 522.4/974/Bapedalda perihal Setiap Kegiatan yang
dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan dilakukan penanaman pohon. Surat
edaran ini merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilaksanakan guna
mendukung program Sulsel Go Green.
Hadirnya beberapa peraturan daerah, peraturan gubernur, surat
keputusan gubernur, dan surat edaran gubernur tentang pengelolaan dan
program aksi lingkungan hidup di Sulawesi Selatan menjadi bukti tingginya
komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam upaya pelestarian
lingkungan. Atas dasar itu kemudian Pemerintah Pusat memberikan apresiasi

II-90 | K L H S R P J M D S U L S E L
khusus bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan memberikan
penghargaan green awards dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan awal Tahun 2016.

C. Kondisi Keuangan daerah

Gambaran keuangan daerah menyajikan analisis pengelolaan keuangan daerah


yang berlangsung selama satu periode kepemimpinan daerah terakhir. Analisis
tersebut mencakup kinerja keuangan masa lalu, kebijakan pengelolaan keuangan
daerah masa lalu, dan kerangka pendanaan. Bagian ini ditujukan untuk melihat
posisi kemampuan keuangan daerah dalam lima tahun terakhir sebagai existing
condition, untuk selanjutnya menjadi landasan dalam memproyeksi kemampuan
keuangan daerah untuk satu periode kepemimpinan daerah, selama lima tahun
yang akan datang.

1. Kinerja Pelaksanaan APBD


Analisis kinerja pelaksanaan APBD, secara khusus menguraikan
perkembangan pendapatan daerah beserta rincian sumber-sumbernya, belanja
daerah beserta rincian alokasi belanja langsung dan tidak langsungnya, serta
pembiayaan daerah beserta dengan penerimaan dan pengeluaran
pembiayaannya. Bagian ini menyajikan gambaran realisasi komponen-
komponen pokok APBD dalam time series lima tahun dalam satu periode
kepemimpinan kepala daerah terakhir. Kinerja realisasi APBD Provinsi
Sulawesi Selatan selama periode 2014-2018, disajikan berdasarkan komponen-
komponen APBD, berupa pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan
daerah.

Rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah selama periode 2014-2018


mencapai 18,07 persen. Sedangkan pertumbuhan rata-rata belanja daerah
hanya mencapai 17,85 persen pada periode yang sama. Capaian tingkat
pertumbuhan jauh lebih rendah ditunjukkan pada rata-rata pertumbuhan
pembiayaan daerah, yang bahkan mengalami penurunan hingga mencapai
minus 14,87 persen pada periode yang sama. Pertumbuhan rata-rata pada

II-91 | K L H S R P J M D S U L S E L
komponen pendapatan dan daerah yang lebih besar dari pertumbuhan rata-rata
belanja daerah memberikan indikasi yang baik pada peningkatan kemampuan
fiskal daerah, setidaknya selama periode 2014-2018 ini.

2. Pengelolaan Data Pendapatan Daerah


Kapasitas fiskal Sulsel selama periode 2014-2018 menggambarkan
kondisi yang semakin membaik. Meskipun kontribusi dana perimbangan masih
tergolong tinggi dan cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan PAD
hingga tahun 2018, tetapi komponen PAD dan Dana bagi hasil pajak dan bukan
pajak menunjukkan kontribusi yang signifikan, mencapai hingga 45 persen
pada tahun 2018. Artinya, 45 persen pendapatan daerah ini betul-betul
dihasilkan dalam lingkup Sulsel itu sendiri, selebihnya berasal dari luar Sulsel
dikontribusi melalui sumber pendapatan DAU, DAK, DID, hibah. Hal yang
membanggakan dan menggembirakan adalah kontribusi sumber pendapatan
dari komponen pajak daerah merupakan komponen pendapatan daerah yang
terbesar, bahkan melebihi kontribusi sumber pendapatan dari DAU dan DAK.
Terlihat bahwa pada tahun 2018, kontribusi pendapatan daerah dari pajak
daerah mencapai 36,4 persen, melebihi kontribusi DAK yang hanya mencapai
28,4 persen dan DAU yang berkontribusi sebesar 26,5 persen dari total
pendapatan daerah Sulsel yang mencapai Rp 9,5 Trilyun pada APBD
perubahan Tahun 2018.

Gambar 2.24. Kinerja Pertumbuhan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,


2014-2018

II-92 | K L H S R P J M D S U L S E L
Perlu menjadi perhatian terkait dengan pendapatan pada periode ini adalah
sumber pendapatan yang berasal dari luar daerah menunjukkan rata-rata
pertumbuhan yang tinggi pada komponen pendapatan daerah yang berasal dari
luar dibandingkan pendapatan dari dalam daerah sendiri. Hal ini
menggambarkan besarnya faktor ketidakpastian dalam menentukan
pendapatan daerah Sulsel ke depan. Selain karena banyaknya faktor eksternal
yang berada di luar kontrol pemerintah daerah Sulsel, juga karena tingkat rata-
rata pertumbuhan yang tinggi memberikan gambaran besarnya faktor insidentil
dalam menentukan rata-rata pertumbuhan pendapatan yang tinggi tersebut.
Seperti digambarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.25. Postur Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,


2014-2018
Fakta ini menggambarkan proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah
cenderung mengalami penurunan, sebaliknya proporsi dana perimbangan
mengalami peningkatan. Hal ini perlu menjadi perhatian utama, karena tingkat
tingkat ketergantungan fiskal daerah Sulsel cenderung meningkat dalam lima
tahun terakhir, dari hanya 44,8 persen pada tahun 2014 meningkat menjadi 57,8
persen pada tahun 2018. Sebaliknya tingkat kemandirian fiskal Sulsel
mengalami penurunan, dari 55,0 persen pada tahun 2014 menjadi hanya 41,7
persen pada tahun 2018.

II-93 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kecenderungan tingkat kemandirian fiskal yang menurun, meskipun
dengan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat ini,
terutama didorong oleh tidak stabilnya peran dari komponen pajak daerah.
Kontribusi pajak daerah terhadap PAD meningkat pesat pada tahun 2014-2016,
tetapi menurun tajam selama periode 2016-2018, seperti ditunjukkan pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.26. Postur PAD Provinsi Sulawesi Selatan, 2014-2018

Ketergantungan fiskal daerah Provinsi Sulsel yang cenderung meningkat


selama periode 2014-2018 ini akan berdampak pada menurunnya ruang fiskal
daerah. Ruang fiskal daerah ini menggambarkan besarnya pendapatan daerah
yang masih bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan
sesuai kebutuhannya. Semakin tinggi rasio ruang fiskal, maka keleluasaan yang
dimiliki pemerintah daerah dalam menentukan prioritas belanja yang didanai
juga akan semakin besar.
Kinerja ruang fiskal daerah Sulsel selama periode 2014-2018, cenderung
berfluktuasi tajam. Menunjukkan peningkatan tajam selama periode 2014-
2016, meningkat dari Rp 3,4 trilyun pada tahun 2014 menjadi Rp 4,02 trilyun
pada tahun 2016. Tiga tahun berikutnya cenderung berfluktuasi, menurun
menjadi hanya Rp 3,5 trilyun pada tahun 2017, dan kembali meningkat menjadi
Rp 3,65 trilyun pada tahun 2018. Meskipun nilai absolut ruang fiskal tidak

II-94 | K L H S R P J M D S U L S E L
stabil pada periode tersebut, tetapi dilihat dari persentasenya terhadap
pendapatan daerah, kinerjanya terus menunjukkan penurunan hingga tahun
2018, seperti diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.27. Perkembangan Ruang Fiskal Provinsi Sulawesi Selatan,


2014-2018
Ruang fiskal daerah Provinsi Sulawesi Selatan selama periode 2014-2018
menurun dari sebesar 63,09 persen pada tahun 2014 menjadi hanya 38,25
persen pada tahun 2018. Digambarkan, meskipun nilai ruang fiskal meningkat,
tetapi persentase ruang fiskalnya cenderung menurun selama periode ini. Fakta
ini mengindikasikan peningkatan komponen pendapatan daerah yang tidak lagi
dapat dikreasikan oleh pemerintah daerah dalam mendanai prioritas
pembangunannya, karena besarnya komponen pendapatan daerah yang sudah
jelas peruntukannya. Penurunan tajam pada persentase ruang fiskal daerah
Sulsel selama periode ini terutama didorong oleh peningkatan yang cukup
tajam pada komponen pendapatan daerah yang peruntukannya telah ditetapkan
seperti DAK, dana hibah. Selain besarnya peningkatan pada komponen belanja
untuk gaji pegawai.

II-95 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.31. Rata-Rata Pertumbuhan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2014 s/d Tahun 2018
Provinsi Sulawesi Selatan
2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata
No. Uraian
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Pertumbuhan (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 PENDAPATAN 5.503.161.406.066 6.105.815.095.558 7.162.588.691.183 9.055.278.907.514 9.538.502.704.329 18,07
1.1 Pendapatan Asli Daerah 3.029.122.238.496 3.270.828.511.467 3.449.561.308.105 3.679.083.943.914 3.974.378.800.809 7,33
1.1.1 Pajak Daerah 2.667.266.552.726 2.902.245.605.671 3.079.662.364.379 3.241.746.521.290 3.462.102.500.000 7,33
1.1.2 Retribusi daerah 94.595.826.667 94.314.412.509 86.532.573.010 82.251.711.775 88.631.183.903 (1,06)
Hasil pengelolaan keuangan daerah yang
1.1.3 74.599.105.137 88.982.067.487 106.759.668.458 127.005.994.839 109.486.062.859 22,82
dipisah
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 192.660.753.965 185.286.425.800 176.606.702.258 228.079.716.010 314.159.054.047 5,42
1.2 Dana Perimbangan 2.464.148.133.299 2.809.629.553.175 3.704.816.673.661 5.362.007.388.022 5.515.513.551.400 31,12
Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan
1.2.1 248.811.019.824 188.057.830.411 314.343.523.186 279.526.930.374 310.805.709.400 6,23
pajak
1.2.2 Dana alokasi umum 1.209.598.741.000 1.180.010.167.000 1.394.148.361.000 2.509.480.255.000 2.509.480.255.000 26,87
1.2.3 Dana alokasi khusus 1.000.738.372.475 1.436.561.555.764 1.991.324.789.475 2.565.500.202.648 2.695.227.587.000 42,33
1.2.4 Dana insentif daerah 5.000.000.000 5.000.000.000 5.000.000.000 7.500.000.000 16.000.000.000 55,00
1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 9.891.034.271 25.357.030.916 8.210.709.417 14.187.575.578 32.610.352.120 58,14
1.3.1 Hibah 9.891.034.271 10.458.158.916 8.210.709.417 14.187.575.578 32.610.352.120 58,14
1.3.2 Dana darurat --- 14.898.872.000 --- --- --- ---
Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan
1.3.3 --- --- --- --- --- ---
pemerintah Daerah lainnya**)
1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi khusus***) --- --- --- --- --- ---

II-96 | K L H S R P J M D S U L S E L
Bantuan keuangan dari provinsi atau
1.3.5 pemerintah daerah lainnya --- --- --- --- --- ---

2 BELANJA 5.600.386.775.838 6.149.604.542.113 6.930.978.668.388 8.901.080.390.856 9.665.188.770.203 17,85


2.1 Belanja tidak langsung 3.446.840.488.398 3.798.198.139.666 4.483.455.182.666 5.924.446.787.246 6.734.397.287.879 23,53
2.1.1 Belanja Pegawai 852.198.957.100 913.334.508.532 940.833.054.886 2.780.875.839.862 3.147.766.942.217 66,35
2.1.2 Belanja Bunga 16.151.416.303 28.158.982.447 21.172.836.369 10.370.062.643 1.500.000.000 (7,20)
2.1.3 Belanja Subsidi --- --- --- --- --- ---
2.1.4 Belanja Hibah 950.682.805.000 1.221.910.000.000 1.747.841.750.000 1.407.811.730.100 2.000.412.083.677 27,81
2.1.5 Belanja Bantuan Sosial --- --- --- 597.750.000 600.000.000 ---
2.1.6 Belanja Bagi Hasil 1.101.354.583.380 1.175.949.065.823 1.408.139.587.844 1.536.772.252.432 1.375.018.304.786 5,37
2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan 525.489.443.114 458.845.582.863 365.467.953.567 187.987.387.209 206.599.957.200 (15,55)
2.1.8 Belanja Tidak Terduga 963.283.500 --- --- 31.765.000 2.500.000.000 494,06
2.2 Belanja Langsung 2.153.546.287.440 2.351.406.402.447 2.447.523.485.722 2.976.633.603.610 2.930.791.482.324 8,75
2.2.1 Belanjan Pegawai 168.276.410.908 188.238.513.439 198.792.269.193 201.237.823.908 13.995.856.380 6,85
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 1.309.032.667.481 1.313.862.831.452 1.391.668.973.561 1.724.208.449.031 1.786.174.449.795 5,59
2.2.3 Belanja Modal 676.237.209.051 849.305.057.556 857.062.242.969 1.051.187.330.671 1.130.621.176.148 15,35
3 PEMBIAYAAN (288.681.251.210) (173.744.920.344) 65.044.526.212 (29.802.879.896) (126.686.065.874) (14,87)
3.1 Penerimaan Pembiayaan 339.681.251.210 309.744.920.344 129.955.473.788 165.802.879.896 192.336.065.874 (8,99)
3.2 Pengeluaran Pembiayaan 51.000.000.000 136.000.000.000 195.000.000.000 136.000.000.000 65.650.000.000 24,34

II-97 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Pengelolaan Data Belanja Daerah
Berkaitan dengan perkembangan belanja daerah, selama periode 2014-
2018 ini menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang lebih rendah dari rata-rata
pertumbuhan pendapatan daerah. Selama periode ini, rata-rata pertumbuhan
belanja daerah mencapai 17,85 persen, dimana komponen alokasi belanja
daerah yang bertumbuh pesat ditunjukkan pada komponen belanja tidak
langsung, khususnya alokasi belanja pegawai, dan alokasi belanja tidak
langsung lainnya. Sedangkan alokasi untuk belanja langsung mencatat rata-rata
pertumbuhan yang lebih rendah, yakni hanya mencapai 8,75 persen selama
periode 2014-2018.

Gambar 2.28. Kinerja Pertumbuhan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi


Selatan, 2014-2018
Dilihat dari struktur belanja daerah Sulsel dalam lima tahun terakhir,
nampaknya masih didominasi oleh alokasi belanja tidak langsung. Alokasi
belanja tidak langsung mencapai 69,7 persen dari Rp 9,6 Trilyun alokasi
belanja daerah pada tahun 2018, selebihnya hanya 30,3 persen dialokasikan
untuk belanja langsung. Fakta ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah
daerah Sulsel ke depan, karena alokasi belanja langsung selain kontribusinya
lebih kecil, juga menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan alokasi belanja tidak langsung. Hal ini menggambarkan fokus
perhatian pemerintah daerah yang lebih rendah terhadap alokasi layanan yang

II-98 | K L H S R P J M D S U L S E L
secara langsung diterima dan ditujukan untuk masyarakat berupa pelayanan
publik daripada untuk kegiatan yang bersifat rutin selain berupa bantuan sosial
dan alokasi bantuan keuangan lainnya. Seperti diilustrasikan dalam gambar
berikut ini.

Gambar 2.29. Alokasi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung


Provinsi Sulawesi Selatan, 2014-2018
Alokasi belanja daerah Provinsi Sulsel berdasarkan klasifikasi ekonomi,
nampaknya alokasi belanja modal menunjukkan alokasi yang terendah, dan
cenderung mengalami penurunan selama periode 2014-2018 ini. Meskipun
sempat meningkat dari tahun 2014 ke 2015, tetapi setelah selalu menunjukkan
penurunan. Menurun dari 13,8 persen pada tahun 2015 menjadi hanya 11,7
persen pada tahun 2018. Penurunan alokasi belanja modal tersebut, seiring
dengan peningkatan tajam pada alokasi belanja pegawai. Meningkat dari hanya
18,2 persen pada tahun 2014 menjadi sebesar 32,7 persen pada tahun 2018.

II-99 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.30. Alokasi Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, 2014-2018

Alokasi belanja lain-lain menunjukkan alokasi belanja daerah yang


terbesar selama periode 2014-2018 ini, meskipun cenderung berfluktuasi setiap
tahunnya. Berfluktuasi dari mulai 27 hingga 51 persen dan selalu mendominasi
dari alokasi belanja lainnya selama periode ini. Komponen belanja lain-lain ini,
termasuk alokasi belanja hibah, belanja bantuan keuangan, bantuan sosial dan
belanja bagi hasil. Hal ini menggambarkan besarnya alokasi belanja daerah
yang bersifat insidentil dan cenderung tak terduga berdasarkan dinamika
perkembangan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan daerah, dan
kebijakan pembangunan nasional dan daerah yang diterapkan.

4. Pengelolaan Data Pembiayaan Daerah


Sedangkan komponen pembiayaan daerah, selama periode 2014-2018
secara rata-rata menunjukkan kecenderungan pembiayaan defisit, dimana
belanja daerah selalu lebih besar dari pendapatan daerah, kecuali pada tahun
2016 yang mencatat angka surplus hingga lebih dari Rp 65 Milyar. Selebihnya,
APBD Sulsel selama periode ini mencatat nilai pembiayaan defisit. Hanya saja
secara rata-rata, pertumbuhan defisit APBD cenderung mengalami penurunan,
sehingga mengindikasikan pengelolaan alokasi belanja yang semakin efektif
atau kemampuan meningkatkan pendapatan daerah yang semakin membaik.

II-100 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 2.31. Perkembangan Pembiayaan Pembangunan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, 2014-2018

Berkaitan dengan pembiayaan defisit, selama periode ini nampaknya


pemerintah daerah Sulsel mengambil langkah kebijakan ekspansif, dengan
memperbesar alokasi belanja daerah untuk sektor-sektor ekonomi atau kegiatan
pembangunan daerah yang bersifat strategis. Hal ini dimaksudkan untuk
pencapaian tujuan pembangunan daerah yang lebih akseleratif, khususnya
dalam mendorong akselerasi kegiatan ekonomi dalam mencapai pertumbuhan
ekonomi daerah yang lebih inklusif.
Selain itu, defisit APBD selalu tetap terjaga pada angka yang jauh lebih
dari ketentuan perundangan yang mengharuskan defisit pembiayaan di bawah
3 persen dari total PDRB daerah bersangkutan. Selama periode ini defisit
APBD Sulsel tidak pernah mencapai satu persen dari PDRB Sulsel periode
tahun yang sama. Fakta ini mengindikasikan terjaganya kondisi kesehatan
keuangan daerah Sulsel untuk tetap tidak membebani masyarakat dalam hal
menutup defisit APBDnya. Bahkan melalui kebijakan pembiayaan defisit ini,
ke depan diharapkan akan menghasilkan kinerja pembangunan yang signifikan
untuk kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulsel
secara luas.

II-101 | K L H S R P J M D S U L S E L
5. Neraca Daerah
Perkembangan neraca daerah, menguraikan pelaporan keseimbangan umum
daerah, yakni keseimbangan antara aset daerah dengan kewajiban dan ekuitas
dana daerah. Perkembangan nercara daerah Provinsi Sulawesi Selatan selama
periode pencatatan 2014-2018, ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.32.
Rata-Rata Pertumbuhan Neraca Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Tahun 2014-2018

II-102 | K L H S R P J M D S U L S E L
a. Aset Daerah
Analisis aset meliputi empat aspek utama, yakni aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap, dan aset lainnya. Selama periode 2014-2018, Provinsi
Sulawesi Selatan mencatatkan perkembangan aset daerah dengan rata-rata
pertumbuhan 1,73 persen. Pertumbuhan tersebut terutama dikontribusi oleh
pertumbuhan aset daerah lainnya yang mencapai 80,25 persen. Jauh
melampaui rata-rata pertumbuhan aset tetap yang hanya rata-rata bertumbuh
1,46 persen dan bahkan pertumbuhan aset lancar yang mengalami rata-rata
pertumbuhan negatif sebesar -11,80 persen selama periode yang sama
20142018. Artinya, melambatnya rata-rata pertumbuhan aset daerah,
terutama disebabkan oleh penurunan yang terjadi pada rata-rata pertumbuhan
aset lancarnya. Hal ini menunjukkan penggunaan aset lancar daerah lebih
banyak ditujukan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek
daerah.

II-103 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Kewajiban
Analisis yang terkait dengan kewajiban daerah, diklasifikasi ke dalam dua
komponen, yakni kewajiban jangka pendek, dan kewajiban jangka panjang.
Kewajiban di dalam neraca memberi gambaran tentang besar-kecilnya utang
pemerintah daerah terhadap pihak ketiga. Kewajiban pemerintah daerah
menggambarkan semua jenis utang pemerintah daerah yang dilakukan pada
periode tahun sebelumnya. Kewajiban daerah Provinsi Sulawesi Selatan
selama periode 2014-2018 cenderung menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya. Kewajiban daerah selama periode ini, meningkat rata-rata 20,42
persen setiap tahunnya. Peningkatan kewajiban daerah tersebut, terutama
didorong oleh komponen utang perhitungan pihak ketiga (PFK) yang
bertumbuh rata-rata sebesar 47,54 persen, kemudian rata-rata pertumbuhan
utang bunga yang mencapai 28,63 persen, serta pertumbuhan utang beban
sebesar 8,48 persen. Ketiga komponen inilah yang mendorong rata-rata
pertumbuhan kewajiban jangka pendek hingga mencapai 13,97 persen setiap
tahunnya selama periode 2014-2018. Komponen-komponen kewajiban
lainnya menunjukkan penurunan yang cukup berarti, terutama yang terkait
dengan komponen kewajiban pajak dan bagian lancar utang jangka panjang
yang menunjukkan penurunan tajam selama periode ini.

c. Ekuitas Dana
Secara konseptual, ekuitas dana merupakan selisih antara aset dan kewajiban
pemerintah daerah, yang terbagi dalam tiga kategori, yakni ekuitas dana
lancar, ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan. Menunjukkan
kemampuan modal sendiri yang dimiliki pemerintah daerah, sehingga tidak
terlalu tergantung pada utang dalam kegiatan investasinya. Ekuitas dana
Sulsel selama periode 2014-2018, menunjukkan trend positif, meskipun rata-
rata pertumbuhan yang relative kecil, yakni hanya 2,02 persen setiap
tahunnya. Kecilnya rata-rata pertumbuhan ekuitas dana tersebut, terutama
dikontribusi oleh rata-rata pertumbuhan negatif yang dicapai ekuitas dana

II-104 | K L H S R P J M D S U L S E L
lancar dan ekuitas dana investasi. Kontribusi terbesar dalam menciptakan
pertumbuhan rata-rata ekuitas dana yang positif ditunjukkan oleh komponen
ekuitas dana yang diinvestasikan dalam aset lainnya yang mencapai 58,36
persen. Berkat pertumbuhan ekuitas dana yang diinvestasikan pada aset
lainnya ini, menggambarkan modal sendiri yang dimiliki oleh Sulsel tetap
bertumbuh dan mampu menciptakan keseimbangan keuangan yang baik,
antara aset daerah dengan kewajiban dan ekuitas dana yang samasama
bertumbuh secara rata-rata 1,66 persen selama periode 2014-2018 tersebut.

6. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu


Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Sulawesi Selatan
sebagaiamana tergambar dalam APBD selama periode 2014-2018,
menguraikan dua aspek penting, yakni (1) proporsi penggunaan anggaran dan
(2) hasil analisis pembiayaan yang mencakup. Pada dua aspek ini dicermati
sejumlah kebijakan keuangan daerah khususnya yang terkait orientasi alokasi
belanja daerah dan pembiayaan daerah pada kebijakan, program dan kegiatan
pembangunan daerah yang dijalankan. Orientasi alokasi belanja dan
pembiayaan pembangunan daerah ini sangat terkait dengan tujuan dan sasaran
pembangunan yang hendak dicapai pada periode pembangunan berjalan,
sehingga sangat terkait pada penguatan kapasitas terhadap pelayanan public
untuk penciptaan kesejehteraan masyarakat yang lebih baik.
a. Kebijakan Pendapatan Daerah: Intensifikasi dan Ekstensifikasi PAD
Kebijakan pada sisi pendapatan daerah ditujukan untuk peningkatan
pendapatan daerah, guna meningkatkan kemandirian fiskal daerah, mengurangi
ketergantungan fiskal, serta meningkatkan ruang fiskal daerah. Pendapatan sli
Daerah (PAD) menjadi obyek untuk tujuan tersebut, selain menggambarkan
kapasitas fiskal daerah juga berpotensi meningkatkan ruang fiskal daerah untuk
kebutuhan alokasi belanja prioritas pembangunan daerah. Selain PAD,
peningkatan kapasitas fiskal juga dapat didorong melalui peningkatan dana
bagi hasil daerah (DBH), baik melalui pengelolaan pajak maupun melalui
pengelolaan sumberdaya daerah lainnya, khususnya pengelolaan sumberdaya

II-105 | K L H S R P J M D S U L S E L
alam daerah. Kebijakan dari sisi pendapatan daerah ini bukan hanya dapat
dikreasikan oleh pemerintah daerah, tetapi juga sangat tergantung kebijakan
keuangan negara yang ditetapkan oleh pemerintah. Berkaitan dengan arah
kebijakan pengelolaan keuangan daerah sisi pendapatan ini, dua hal yang
penting diperhatikan, yakni: (1) Upaya mengintensifkan pengelolaan
pendapatan daerah pada yang sudah berjalan selama ini melalui kebijakan
intensifikasi; dan (2) Melakukan perluasan sumber-sumber pendapatan daerah
baru melalui kebijakan ekstensifikasi, baik PAD maupun DBH pajak dan non
pajak.
Kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi yang telah, sedang dan perlu
diterapkan Provinsi Sulawesi Selatan ke depan, antara lain: (1) Penguatan local
taxing power, memperluas objek pajak dan retribusi daerah, menambah jenis
pajak dan retribusi daerah, menaikkan tarif maksimum pada beberapa jenis
pajak dan retribusi daerah melalui penyesuaikan tarif pajak dan retribusi
daerah. (2) Mengoptimalkan pengelolaan obyekobyek PAD potensial, melalui
restrukturisasi sistem pengelolaan obyek-obyek PAD dan PAD Lainnya yang
Sah, antara lain mengoptimalkan kinerja BUMD dan pengelolaan sumberdaya
daerah lainnya. (3) Memperluas jangkauan kerjasama pemerintah daerah untuk
sharing pembiayaan program-program pembangunan daerah yang bersifat
strategis, seperti skim Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur dasar ekonomi yang mampu mendorong
peningkatan pendapatan daerah dalam jangka panjang. Dengan demikian,
kebijakan pendapatan daerah tidak semata-mata terfokus pada peningkatan
pendapatan daerah dalam jangka pendek, tetapi juga berkaitan dengan alokasi
belanja daerah yang mampu mendorong peningkatan pendapatan daerah dalam
jangka panjang.
b. Kebijakan Belanja Daerah: Proporsi Penggunaan Anggaran
Salah satu yang perlu dicermati adalah proporsi belanja pemenuhan
kebutuhan aparatur dari total alokasi belanja daerah dan pembiayaan
pengeluaran daerah. Hal ini penting untuk melihat sejauh mana kemampuan
pemerintah daerah dalam menjamin kesejahteraan pegawai untuk kelancaran

II-106 | K L H S R P J M D S U L S E L
kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah yang dikendalikan oleh
aparat pemerintah daerah yang tersebar pada setiap unit dan perangkat daerah
terkait.
Komponen-komponen belanja daerah yang tergolong dalam alokasi
belanja pemenuhan kebutuhan aparatur, baik dalam kelompok belanja tidak
langsung maupun belanja langsung. Alokasi belanja tidak langsung, meliputi
belanja: (1) gaji dan tunjangan, (2) tambahan penghasilan, (3) penerimaan
anggota dan pimpinan DPRD serta operasional KDH/WKDH, dan (4) belanja
pemungutan pajak daerah. Sedangkan alokasi belanja langsung, meliputi
belanja: (1) honorarium PNS, (2) uang lembur, (3) beasiswa pendidikan PNS,
(4) kursus, pelatihan, sosialisasi dan Bimtek PNS, (5) premi asuransi
kesehatan, (6) makanan dan minuman pegawai, (7) pakaian dinas dan
atributnya, (8) pakaian khusus dan hari-hari tertentu, (9) perjalanan dinas, (10)
perjalanan pindah tugas, (11) pemulangan pegawai, dan (12) belanja modal
(kantor, mobil dinas, meubelir, peralatan dan perlengkapan, dll). Alokasi
belanja daerah tersebut menjamin kelancaran dan terselenggaranya kegiatan
pemerintahan daerah, baik untuk layanan publik maupun untuk penyelengaraan
pembangunan daerah secara berkesinambungan.
Tabel 2.33.
Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur
Provinsi Sulawesi Selatan

Selama periode 2016-2018 alokasi belanja untuk pemenuhan kebutuhan


aparatur Provinsi Sulawesi Selatan cenderung berfluktuasi. Alokasi belanja
pada tahun 2016 mencapai 21,37 persen dari total belanja dan pembiayaan
pengeluaran daerah. Pada tahun 2017, proporsi tersebut meningkat signifikan

II-107 | K L H S R P J M D S U L S E L
menjadi 38,88 persen. Peningkatan proporsi tersebut terutama didorong oleh
peningkatan alokasi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur yang
meningkat hingga 141,2 persen, pada saat yang sama belanja daerah dan
pembiayaan pengeluaran daerah hanya bertumbuh 32,6 persen. Sebaliknya,
pada tahun berikutnya, tahun 2018 alokasi belanja untuk pemenuhan kebutuhan
aparatur menurun sebesar 11,15 persen dan pada saat yang sama total belanja
dan pembiayaan pengeluaran pemerintah meningkat 2,7 persen, sehingga
berimplikasi pada penurunan proporsi alokasi belanja untuk pemenuhan
kebutuhan aparatur menjadi hanya 33,65 persen pada tahun 2018 dari 38,88
persen pada tahun sebelumnya.
Penurunan proporsi alokasi belanja untuk pemenuhan kebutuhan
aparatur pada tahun 2018 ini merupakan gambaran kebijakan keuangan daerah
yang lebih berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan
keuangan daerah yang lebih mengarah pada upaya pemerintah daerah untuk
lebih mengedepankan alokasi belanja pembangunan daerah untuk pemenuhan
layanan masyarakat secara langsung, baik terkait urusan wajib layanan dasar
maupun menyangkut urusan wajib non pelayanan dasar, dan urusan pilihan
pemerintah daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

c. Kebijakan Pembiayaan Daerah


Analisis pembiayaan pembangunan daerah ditujukan untuk memberikan
gambaran tentang keseimbangan keuangan daerah, antara antara aspek
pendapatan dan belanja daerah selama satu periode terakhir. Pada bagian ini
akan dicermati kebijakan pembiayaan pembangunan daerah yang ditempuh
dalam tiga tahun terakhir, lebih mengarah pada pembiayaan surplus atau
pembiayaan defisit. Selanjutnya pada setiap kebijakan pengangaran tersebut,
digambarkan komponen-komponen penerimaan untuk menutup defisit atau
bahkan alokasi pengeluaran pembiayaan kalau mencapai penganggaran surplus
pada saat realisasi pendapatan melebihi kebutuhan alokasi belanja daerah.

II-108 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 2.34.
Defisit Riil Anggaran Provinsi Sulawesi Selatan

Selama periode 2016-2018, penganggaran daerah Provinsi Sulawesi


Selatan cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2016, APBD Sulsel mencapai
surplus mencapai Rp 36,6 Milyar, tetapi pada dua tahun berikutnya,
direncanakan mengalami defisit sebesar Rp 165,8 Milyar pada tahun 2017, dan
meningkat menjadi Rp 217,6 Milyar pada tahun 2018. Kebijakan pembiayaan
defisit pada dua terakhir tersebut menunjukkan menunjukkan komitemen
pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang secara ekspansif
mengakselerasi pembangunan daerah guna meningkatkan dan mempertahan
pertumbuhan ekonomi daerah yang tetap tinggi dan di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan keuangan defisit ini juga
menggambarkan effort yang besar dari pemerintah daerah untuk lebih
menguatkan peran Sulsel sebagai salah satu pilar utama perekonomian
nasional, tidak sekedar terbesar di KTI, tetapi setara dengan kontributor utama
perekonomian nasional di KBI selama ini.
Tabel 2.35.
Komposisi Penutup Defisit Riil Anggaran Provinsi Sulawesi Selatan

II-109 | K L H S R P J M D S U L S E L
Selama periode 2016-2018, komposisi penutup defisit riil anggaran
rovinsi Sulawesi Selatan sepenuhnya ditutupi dari Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Komponen-komponen penerimaan
pembiayaan lainnya untuk menutupi defisit tidak nampak signifikan, kecuali
pada tahun awal periode 2014-2018 ini terdapat komponen penerimaan
pembiayaan berupa penerimaan pinjaman daerah yang bersama-sama SiLPA
menutup defisit pada tahun berkenaan.
Fakta ini mengindikasikan, kebijakan penganggaran defisit yang
ditempuh oleh pemerintah daerah bukan didasarkan pada sebuah kebijakan
yang berorientasi ekspansif fiskal. Kebijakan yang ditujukan untuk
meningkatkan pengeluaran pemerintah daerah melebihi kemampuan fiskalnya
untuk sebuah tujuan dan sasaran pembangunan yang lebih akseleratif dalam
mendorong peluang-peluang ekonomi masyarakat secara luas.
Tabel 2.36.
Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi Sulawesi Selatan

II-110 | K L H S R P J M D S U L S E L
Defisit anggaran lebih banyak disebabkan oleh tidak terpenuhinya
realisasi pendapatan, penghematan dalam pengelolaan keuangan, serta adanya
sejumlah program dan kegiatan pembangunan yang tidak terealisasi
sepenuhnya dan harus berlanjut pada tahun anggaran berikutnya.

Dengan demikian, kebijakan penganggaran defisit yang ditempuh oleh


Provinsi Sulsel selama ini, perlu lebih dicermati sebagai sebuah kebijakan
ekspansi fiskal, bukan persoalan teknis pencatatan dan pelaporan keuangan
semata. Defisit anggaran harus bisa ditunjukkan keterkaitannya antara
kebijakan perencanaan program pembangunan dengan kebijakan
penganggaran daerah, sehingga melahirkan kebijakan umum anggaran
berpijak secara nyata pada target-target tujuan dan sasaran pembangunan
daerah yang telah ditetapkan.

II-111 | K L H S R P J M D S U L S E L
III-1 | K L H S R P J M D S U L S E L
A. Isu Strategis Hasil Dari Capaian Indikator TPB
B. 1. Tujuan TPB yang Terilah Menjadi Sasaran Prioritas
Berdasarkan hasil proyeksi dan kajian 6 Muatan daya dukung, maka terdapat
tiga berlas (13) tujaun yang menjadi sasaran prioritas dari 17 Tujaun
Pembangunan Berkelanjutan dalam merumuskan arah kebijakan terkait
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tiga belas isu prioritas tersebut antara lain;

1) Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun


2) Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang
Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan
3) Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia

III-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
4) Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta
Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua
5) Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
Berkelanjutan
6) Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua
7) Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif
dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
8) Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara
9) Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan
Berkelanjutan
10) Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan
11) Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan
Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara Lestari, Menghentikan
Penggurunan, Memulihkan Degradasi Lahan, serta Menghentikan
Kehilangan Keanekaragaman Hayati
12) Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan untuk Semua, dan
Membangun Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di
Semua Tingkatan
13) Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global
untuk Pembangunan Berkelanjutan.

2. Usulan Isu dan Sasaran Strategis RPJMD Berdasarkan Hasil Kajian


KLHS
Dari 13 tujuan Pembanguna Berkelanjutan yang menjadi prioritas dalam
merumuskan kebijakan dan arah pembangunan pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), penting untuk menelaah kembali mana
dari 13 TPB tersebut yang menjadi kajan strategis yang dimana akan secara
optimal dan tepat dalam merealisakan rencana program yang telah disusun.
Berikut adalah Usulan isu dan sasarana strategis RPJMD berdasarkan hasil
kajian KLHS;

III-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.1. Isu dan Sasaran Strategis RPJMD Berdasarkan Hasil Kajian KLHS

No. Isu Strategis Sasaran Startegis


1. Belum optimalnya sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat
semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan belum tercapainya bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan mencapai cakupan
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan. substansial bagi kelompok miskin dan rentan.

2. Belum berkurang setidaknya setengah proporsi laki-laki, perempuan dan Mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki, perempuan dan anak-
anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di semua anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di semua dimensi, sesuai
dimensi, sesuai dengan definisi nasional. dengan definisi nasional.

3. Belum terwujudnya jaminan bagi semua laki-laki dan perempuan, Menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya masyarakat
khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro.
termasuk keuangan mikro.

4. Belum hilangnya kasus kelaparan dan belum terwujudnya jaminan akses Menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya
bagi semua orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi,
dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang tahun.
bergizi, dan cukup sepanjang tahun.

5. Belum hilangnya segala bentuk kekurangan gizi, termasuk belum Menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun 2025
tercapainya target yang disepakati secara internasional untuk anak pendek mencapai target yang disepakati secara internasional untuk anak pendek dan
dan kurus di bawah usia 5 tahun, dan belum sepenuhnya terpenuhi kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja
kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula. perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula.
6. Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk
penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan. penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan.

III-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Isu Strategis Sasaran Startegis
7. Masih minimnya pembiayaan kesehatan dan rekrutmen, pengembangan, Meningkatkan secara signifikan pembiayaan kesehatan dan rekrutmen,
pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara berkembang, khususnya pengembangan, pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara
negara kurang berkembang, dan negara berkembang pulau kecil. berkembang, khususnya negara kurang berkembang, dan negara berkembang
pulau kecil.
8. Masih terjadinya epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis Mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang
yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit
penyakit menular lainnya. menular lainnya.

9. Masih terjadinya kasus kematian bayi baru lahir dan balita, dan belum Mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah, dengan
tercapainya Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 KH seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya
(Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25 per 1000. hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25
per 1000.
10. Belum tercapainya pengurangan rasio angka kematian ibu hingga kurang Mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000
dari 70 per 100.000 kelahiran hidup. kelahiran hidup.

11 Belum terwujudnya jaminan akses universal terhadap layanan kesehatan Menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan
seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan
pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional.
program nasional.

12 Belum terwujudnya jaminan akses yang sama bagi semua perempuan dan Menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap
laki-laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas,
termasuk universitas, yang terjangkau dan berkualitas. yang terjangkau dan berkualitas.

13 Belum tercapainya akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai Mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata
dan merata bagi semua, dan belum berhentinya praktik buang air besar di bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat terbuka,
tempat terbuka, khususnya pada kebutuhan kaum perempuan, serta memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta
kelompok masyarakat rentan. kelompok masyarakat rentan.

III-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Isu Strategis Sasaran Startegis
14 Belum bertahannya pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi
kondisi nasional dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan nasional dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik
produk domestik bruto per tahun di negara kurang berkembang. bruto per tahun di negara kurang berkembang.

15 Belum optimalnya upaya menggalakkan kebijakan pembangunan yang Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif,
mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan
kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah,
pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
terhadap jasa keuangan.

16 Belum tercapainya upaya mengurangi proporsi usia muda yang tidak Secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak
bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan. menempuh pendidikan atau pelatihan.

17 Belum tercapainya penyediaan pekerjaan tetap dan produktif dan Mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi
pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang
pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
yang sama nilainya.

18 Belum optimalnya penyusunan dan pelaksanaan kebijakan untuk Menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya
kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal. dan produk lokal.

19 Belum optimalnya upaya mempromosikan industrialisasi inklusif dan Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun
berkelanjutan, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam 2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja
lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan
nasional, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang berkembang.
berkembang.

III-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Isu Strategis Sasaran Startegis
20 Belum optimalnya pengembangan infrastruktur yang berkualitas, andal, Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan
berkelanjutan dan tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas, untuk mendukung
batas, untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses
manusia, dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi yang terjangkau dan merata bagi semua.
semua.

21 Belum optimalnya peningkatan infrastruktur dan retrofit industri agar Meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri agar dapat berkelanjutan,
dapat berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan dengan peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya dan adopsi yang lebih
sumberdaya dan adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses industri baik dari teknologi dan proses industri bersih dan ramah lingkungan, yang
bersih dan ramah lingkungan, yang dilaksanakan semua negara sesuai dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-masing.
kemampuan masing-masing.

22 Belum tercapainya pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di Secara progresif mencapai dan mempertahankan pertumbuhan pendapatan
bawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata penduduk yang berada di bawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih
nasional. tinggi dari rata-rata nasional.

23 Masih tingginya dampak lingkungan perkotaan per kapita yang Mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita yang merugikan,
merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara, termasuk
udara, termasuk penanganan sampah kota. penanganan sampah kota.

24 Masih tingginya produksi limbah dikarenakan masih minimnya upaya Secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan,
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali. pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.

25 Belum optimalnya pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan secara Meningkatkan pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan secara
berkelanjutan, menghentikan deforestasi, merestorasi hutan yang berkelanjutan, menghentikan deforestasi, merestorasi hutan yang terdegradasi
terdegradasi dan meningkatkan secara signifikan forestasi dan reforestasi dan meningkatkan secara signifikan forestasi dan reforestasi secara global.
secara global.

26 Belum optimalnya pengembangan lembaga yang efektif, akuntabel, dan Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua
transparan di semua tingkat. tingkat.

III-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Isu Strategis Sasaran Startegis

27 Belum optimalnya upaya memperkuat mobilisasi sumber daya domestik, Memperkuat mobilisasi sumber daya domestik, termasuk melalui dukungan
termasuk melalui dukungan internasional kepada negara berkembang, internasional kepada negara berkembang, untuk meningkatkan kapasitas
untuk meningkatkan kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak dan lokal bagi pengumpulan pajak dan pendapatan lainnya.
pendapatan lainnya.

28 Belum optimalnya kerjasama Utara-Selatan, Selatan-Selatan dan Meningkatkan kerjasama Utara-Selatan, Selatan-Selatan dan kerjasama
kerjasama triangular secara regional dan internasional terkait dan akses triangular secara regional dan internasional terkait dan akses terhadap sains,
terhadap sains, teknologi dan inovasi, dan meningkatkan berbagi teknologi dan inovasi, dan meningkatkan berbagi pengetahuan berdasar
pengetahuan berdasar kesepakatan timbal balik, termasuk melalui kesepakatan timbal balik, termasuk melalui koordinasi yang lebih baik antara
koordinasi yang lebih baik antara mekanisme yang telah ada, khususnya di mekanisme yang telah ada, khususnya di tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa
tingkat (PBB), dan melalui mekanisme fasilitasi teknologi global.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan melalui mekanisme fasilitasi
teknologi global.

29 Belum optimalnya dukungan pengembangan kapasitas untuk negara Meningkatkan dukungan pengembangan kapasitas untuk negara berkembang,
berkembang, termasuk negara kurang berkembang dan negara termasuk negara kurang berkembang dan negara berkembang pulau kecil,
berkembang pulau kecil, untuk meningkatkan secara signifikan untuk meningkatkan secara signifikan ketersediaan data berkualitas tinggi,
ketersediaan data berkualitas tinggi, tepat waktu dan dapat dipercaya, tepat waktu dan dapat dipercaya, yang terpilah berdasarkan pendapatan,
yang terpilah berdasarkan pendapatan, gender, umur, ras, etnis, status gender, umur, ras, etnis, status migrasi, difabilitas, lokasi geografis dan
migrasi, difabilitas, lokasi geografis dan karakteristik lainnya yang relevan karakteristik lainnya yang relevan dengan konteks nasional.
dengan konteks nasional.

Sumber : Hasil Analisis 2018

III-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.2. Rumusan Isu dan Sasaran Perioritas RPJMD Berdasarkan Hasil Kajian KLHS

No. Tpb Tujuan Tpb Isu Perioritas Permasalahan Sasaran Perioritas


1 Mengakhiri Belum terwujudnya jaminan bagi semua laki-laki Belum tercapainya akses Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-
Kemiskinan dalam dan perempuan, khususnya masyarakat miskin 100% sanitasi layak untuk laki dan perempuan, khususnya masyarakat
Segala Bentuk dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap 40% penduduk miskin dan rentan, memiliki hak yang sama
Dimanapun sumber daya ekonomi, serta akses terhadap berpendapatan terbawah. terhadap sumber daya ekonomi, serta akses
pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan
tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain,
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa warisan, sumber daya alam, teknologi baru,
keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro. dan jasa keuangan yang tepat, termasuk
keuangan mikro.
2 Menghilangkan Belum hilangnya kasus kelaparan dan belum Belum menurunnya Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan
Kelaparan, Mencapai terwujudnya jaminan akses bagi semua orang, prevalensi kekurangan gizi dan menjamin akses bagi semua orang,
Ketahanan Pangan dan khususnya orang miskin dan mereka yang berada (underweight) pada anak khususnya orang miskin dan mereka yang
Gizi yang Baik, serta dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap balita menjadi 17%. berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi,
Meningkatkan makanan yang aman, bergizi, dan cukup terhadap makanan yang aman, bergizi, dan
Pertanian sepanjang tahun. cukup sepanjang tahun.
Berkelanjutan
Belum hilangnya segala bentuk kekurangan gizi, Masih tingginya prevalensi Pada tahun 2030, menghilangkan segala
termasuk belum tercapainya target yang stunting (pendek dan sangat bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun
disepakati secara internasional untuk anak pendek pendek) pada anak di 2025 mencapai target yang disepakati secara
dan kurus di bawah usia 5 tahun, dan belum bawah lima tahun/balita. internasional untuk anak pendek dan kurus di
sepenuhnya terpenuhi kebutuhan gizi remaja Masih tingginya prevalensi bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan
perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta malnutrisi (berat gizi remaja perempuan, ibu hamil dan
manula. badan/tinggi badan) anak menyusui, serta manula.
pada usia kurang dari 5
tahun, berdasarkan tipe.

III-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Tpb Tujuan Tpb Isu Perioritas Permasalahan Sasaran Perioritas
3 Menjamin Kehidupan Masih minimnya pembiayaan kesehatan dan Masih rendahnya kepadatan Meningkatkan secara signifikan pembiayaan
yang Sehat dan rekrutmen, pengembangan, pelatihan, dan retensi dan distribusi tenaga kesehatan dan rekrutmen, pengembangan,
Meningkatkan tenaga kesehatan di negara berkembang, kesehatan pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di
Kesejahteraan Seluruh khususnya negara kurang berkembang, dan negara negara berkembang, khususnya negara kurang
Penduduk Semua Usia berkembang pulau kecil. berkembang, dan negara berkembang pulau
kecil.
Masih terjadinya kasus kematian bayi baru lahir Belum tercapainya angka Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi
dan balita, dan belum tercapainya Angka kematian bayi per 1000 baru lahir dan balita yang dapat dicegah,
Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup menjadi 24. dengan seluruh negara berusaha menurunkan
KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga
Balita 25 per 1000. 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka
Kematian Balita 25 per 1000.
Belum tercapainya pengurangan rasio angka Belum tercapainya Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka
kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 persentase persalinan oleh kematian ibu hingga kurang dari 70 per
kelahiran hidup. tenaga kesehatan terampil 100.000 kelahiran hidup.
menjadi 95 %.
Belum terwujudnya jaminan akses universal Belum tercapianya angka Pada tahun 2030, menjamin akses universal
terhadap layanan kesehatan seksual dan prevalensi pemakaian terhadap layanan kesehatan seksual dan
reproduksi, termasuk keluarga berencana, kontrasepsi suatu cara reproduksi, termasuk keluarga berencana,
informasi dan pendidikan, dan integrasi kesehatan menjadi 66%. informasi dan pendidikan, dan integrasi
reproduksi ke dalam strategi dan program kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan
nasional. program nasional.
4 Menjamin Kualitas Belum terwujudnya jaminan akses yang sama bagi Belum tercapainya angka Pada tahun 2030, menjamin akses yang sama
Pendidikan yang semua perempuan dan laki-laki, terhadap partisipasi kasar (APK) bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap
Inklusif dan Merata pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan menjadi 91,63% pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan
serta Meningkatkan tinggi, termasuk universitas, yang terjangkau dan tinggi, termasuk universitas, yang terjangkau
Kesempatan Belajar berkualitas. dan berkualitas.
Sepanjang Hayat untuk
Semua

III-10 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Tpb Tujuan Tpb Isu Perioritas Permasalahan Sasaran Perioritas
5 Menjamin Belum tercapainya akses terhadap sanitasi dan Belum tercapainya 100% Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap
Ketersediaan serta kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, rumah tangga yang sanitasi dan kebersihan yang memadai dan
Pengelolaan Air Bersih dan belum berhentinya praktik buang air besar di memiliki akses terhadap merata bagi semua, dan menghentikan praktik
dan Sanitasi yang tempat terbuka, khususnya pada kebutuhan kaum layanan sanitasi layak. buang air besar di tempat terbuka, memberikan
Berkelanjutan perempuan, serta kelompok masyarakat rentan. perhatian khusus pada kebutuhan kaum
perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.
Sumber : Hasil Analisis 2018

III-11 | K L H S R P J M D S U L S E L
B. Isu Strategis RPPLH

Permasalahan utama lingkungan hidup selalu berkaitan dengan tiga komponen


utama lingkungan hidup yakni tanah, air, dan udara. Dari hasil analisis yang telah
dilakukan dan diskusi intensif dengan berbagai pihak, maka dihasilkan enam
kelompok komponen lingkungan yang perlu dibahas secara seksama, yakni: (i)
lahan dan hutan; (ii) air; (iii) udara; (iv) pesisir dan lautan; (v) kebencanaan dan
perubahan iklim, dan (vi) pangan. Berikut ini daftar panjang isu strategis terkait
dengan masing-masing komponen tersebut.

1. Isu strategis terkait lahan dan hutan


 Semakin meluasnya lahan kritis di dalam maupun diluar kawasan hutan
 Menurunnya luasan lahan pertanian berkualitas
 Menurunnya tutupan vegetasi/tutupan hutan pada lahan di kawasan hutan
 Konflik potensil penggunaan lahan: hutan vs pertambangan, perkebunan,
dan lain sebagainya.
2. Isu strategis terkait air
 Banjir di musim hujan dan kelangkaan air di musim kemarau (hampir semua
kabupaten).
 Meningkatnya laju sedimentasi di beberapa sungai besar, danau, waduk/
bendungan (DAS Jeneberang, DAS Walanae-Cenranae, Danau Tempe,
Dam Bili-Bili).
 Menurunnya kuantitas/debit badan air (sungai/air tanah).
 Menurunnya kualitas sumber air baku (pencemaran pestisida dan tingginya
TSS dan TDS).
 Terjadinya eutrofikasi (eutrophication) akibat limbah domestik pada badan
air (sungai dan danau).
 Pencemaran BBM, pelumas, dan limbah B3 diperairan pantai, sungai dan
danau.
 Timbulnya beberapa kasus pencemaran logam berat di sungai dan
pantai/laut (kasus Kerang Jeneponto, sungai Pangkejene, Selat Makassar).

III-12 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Isu strategis terkait udara dan perubahan iklim
 Meningkatnya emisi gas buang dari kendaraan bermotor dan industri.
 Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (CO, CO2, CH4, N2O, HCFC,
CFC serta uap air).
4. Isu strategis terkait pesisir dan lautan
 Kerusakan ekosistem terumbu karang di Perairan Pesisir Sulsel, terutama di
Perairan Spermonde dan Teluk Bone, kerusakan mencapai 55%
 Deforetasi mangrove di sepanjang Pesisir Sulawesi Selatan (Sulsel),
kerusakan mencapai 70%
 Kerusakan ekosistem padang lamun di Perairan Pesisir (Sulsel)
 Laju pencemaran (TSS, DO, BOD, COD, Total Fosfat, Fecal-Coli, Total
coliform, logam berat serta plastik/mikroplastik) di Perairan Pesisir
Sulawesi Selatan
 Kerusakan ekosistem benthik pada wilayah perairan pesisir
 Abrasi dan intrusi air laut pada kawasan pantai

5. Isu strategis terkait kebencanaan dan perubahan iklim


 Meningkatnya frekuensi kejadian Banjir
 Meningkatnya frekuensi kejadian tanah longsor
 Meningkatnya frekuensi kejadian gempa bumi, gelombang pasang/tsunami
 Meningkatnya frekuensi kejadian kebakaran hutan dan lahan kekeringan
 Perubahan iklim (mulai terasa di beberapa kabupaten).
 Potensi terjadinya hujan asam (Sorowako-Malili dan Maros).
 Isu strategis terkait pangan
 Peningkatan produksi pangan rendah pada 5 tahun terakhir, melambat
dibanding pertumbuhan penduduk.
 Meningkatnya konversi lahan pertanian ke non-pertanian.

III-13 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.3. Permasalahan Utama dan Potensi Permasalahan Lingkungan Hidup di Provinsi Sulawesi Selatan

No Isu Strategis Driver Pressure State Impact Response


1 Isu Strategis terkait Lahan dan Hutan
Semakin meluasnya lahan kritis Semakin meluasnya lahan kritis di
di dalam maupun diluar kawasan dalam maupun diluar kawasan hutan
hutan
Menurunnya luasan lahan Menurunnya luasan lahan pertanian
pertanian berkualitas berkualitas
Menurunnya tutupan Menurunnya tutupan vegetasi/tutupan
vegetasi/tutupan lahan di lahan di kawasan hutan
kawasan hutan
Konflik potensil penggunaan Konflik potensil penggunaan lahan:
lahan: hutan vs pertambangan, hutan vs pertambangan, perkebunan,
perkebunan, dll dll

2 Isu Strategis Terkait AIR


Banjir di musim hujan dan Banjir di musim hujan dan kelangkaan
kelangkaan air di musim air di musim kemarau (hampir semua
kemarau (hampir semua kabupaten).
kabupaten).
Meningkatnya laju sedimentasi Meningkatnya laju sedimentasi di
di beberapa sungai besar, danau, beberapa sungai besar, danau, waduk/
waduk/ bendungan (DAS bendungan (DAS Jeneberang, DAS
Jeneberang, DAS Walanae- Walanae-Cenranae, Danau Tempe,
Cenranae, Danau Tempe, Dam Dam Bili-Bili).
Bili-Bili).

III-14 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Driver Pressure State Impact Response
Menurunnya kuantitas/debit Menurunnya kuantitas/debit badan air
badan air (sungai/air tanah). (sungai/air tanah).
Menurunnya kualitas sumber air Menurunnya kualitas sumber air baku
baku (pencemaran pestisida dan (pencemaran pestisida dan tingginya
tingginya TSS dan TDS). TSS dan TDS).
Terjadinya eutrofikasi Terjadinya eutrofikasi
(eutrophication) akibat limbah (eutrophication) akibat limbah
domestik pada badan air (sungai domestik pada badan air (sungai dan
dan danau). danau).
Pencemaran BBM, pelumas, dan Pencemaran BBM, pelumas, dan
limbah B3 diperairan pantai, limbah B3 diperairan pantai, sungai
sungai dan danau. dan danau.
Timbulnya beberapa kasus Timbulnya beberapa kasus
pencemaran logam berat di pencemaran logam berat di sungai dan
sungai dan pantai/laut (kasus pantai/laut (kasus Kerang Jeneponto,
Kerang Jeneponto, sungai sungai Pangkejene, Selat Makassar).
Pangkejene, Selat Makassar).

3 Isu Strategis Terkait Udara


Meningkatnya emisi gas buang Meningkatnya emisi gas buang dari
dari kendaraan bermotor dan kendaraan bermotor dan industri.
industri.

III-15 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Driver Pressure State Impact Response
Meningkatnya konsentrasi gas Meningkatnya konsentrasi gas rumah
rumah kaca (CO, CO2, CH4, kaca (CO, CO2, CH4, N2O, HCFC,
N2O, HCFC, CFC serta uap air). CFC serta uap air).

4 Isu Strategis terkait Pesisir dan Lautan


Kerusakan ekosistem/terumbu Kerusakan ekosistem/terumbu karang
karang di Perairan Pesisir Sulsel, di Perairan Pesisir Sulsel, terutama di
terutama di Perairan Spermonde Perairan Spermonde dan Teluk Bone,
dan Teluk Bone, kerusakan kerusakan mencapai 55%
mencapai 55%
Deforetasi mangrove di Deforetasi mangrove di sepanjang
sepanjang Pesisir Sulawesi Pesisir Sulawesi Selatan (Sulsel),
Selatan (Sulsel), kerusakan kerusakan mencapai 70%
mencapai 70%
Kerusakan ekosistem padang Kerusakan ekosistem padang lamun di
lamun di Perairan Pesisir (Sulsel) Perairan Pesisir (Sulsel)
Laju pencemaran (TSS, DO, Laju pencemaran (TSS, DO, BOD,
BOD, COD, Total Fosfat, Fecal- COD, Total Fosfat, Fecal-Coli, Total
Coli, Total coliform, logam coliform, logam berat serta
berat serta plastik/mikroplastik) plastik/mikroplastik) di Perairan
di Perairan Pesisir Sulawesi Pesisir Sulawesi Selatan
Selatan
Kerusakan ekosistem benthik Kerusakan ekosistem benthik pada
pada wilayah perairan pesisir wilayah perairan pesisir
Abrasi dan intrusi air laut pada Abrasi dan intrusi air laut pada
kawasan pantai kawasan pantai

III-16 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Driver Pressure State Impact Response
5 Isu terkait Kebencanaan dan Perubahan Iklim
Meningkatnya frekuensi kejadian Meningkatnya frekuensi kejadian
Banjir Banjir
Meningkatnya frekuensi kejadian Meningkatnya frekuensi kejadian
tanah longsor tanah longsor
Meningkatnya frekuensi kejadian Meningkatnya frekuensi kejadian
gempa bumi, gelombang gempa bumi, gelombang
pasang/tsunami pasang/tsunami
Meningkatnya frekuensi kejadian Meningkatnya frekuensi kejadian
kebakaran hutan dan lahan kebakaran hutan dan lahan kekeringan
kekeringan
Perubahan iklim (mulai terasa di Perubahan iklim (mulai terasa di
beberapa kabupaten). beberapa kabupaten).
Potensi terjadinya hujan asam Potensi terjadinya hujan asam
(Sorowako-Malili dan Maros). (Sorowako-Malili dan Maros).

6 Isu Strategis terkait Pangan


Peningkatan produksi pangan Peningkatan produksi pangan rendah
rendah pada 5 tahun terakhir, pada 5 tahun terakhir, melambat
melambat dibanding dibanding pertumbuhan penduduk
pertumbuhan penduduk
Meningkatnya konversi lahan Meningkatnya konversi lahan
pertanian ke non-pertanian pertanian ke non-pertanian
Sumber : Hasil Analisis 2018

III-17 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Pokok Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan

Berdasarkan daftar panjang isu strategis lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Selatan
sebagai mana dijelaskan di atas, dan berdasarkan kondisi obyektif, data, FGD, dan
analisis panel pakar, maka dirangkum beberapa isu strategis menjadi 4 isu dan
ditetapkan sebagai isu pokok Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Provinsi Sulawesi Selatan 2017 - 2047. Empat isu pokok tersebut adalah
sebagai berikut:

 Menurunnya fungsi ekosistem penyedia dan pengatur keseimbangan siklus air


untuk menghasilkan air yang cukup dan berkualitas
 Berkurangnya luasan dan kualitas tutupan vegetasi/tutupan hutan
 Melandainya peningkatan produksi pangan, dibanding laju pertumbuhan
penduduk.
 Menurunnya kualitas ekosistem di wilayah pesisir dan laut.

C. Tujuan Dan Sasaran Prioritas

Permasalahan, isu strategis dan perioritas daerah salah satunya dirumuskan


berdasarkan hasil kajian pencapaian indikator TPB. Asumsi ini didasarkan bahwa
pencapaian indikator TPB menjadi fokus perhatian dalam konteks keberlanjutan
pembangunan di suatu daerah. Indikator TPB yang telah dilaksanakan, namun
belum mencapai target dijadikan sebagai baseline yang mendapatkan perhatian
dalam perencanaan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018-2023 untuk
dipenuhi target pencapaiannya. Sehingga dengan sendirinya permasalahan, isu
strategis dan perioritas diterjemahkan dari indikator yang belum mencapai target
tersebut. Adapun pada periode RPJMD selanjutnya indikator TPB yang tidak
mencapai target dapat berbeda sesuai dengan hasil kajian pencapaian TPB, dan
menjadi fokus pada kesempatan lain. Sementara untuk indikator TPB yang telah
mencapai target, belum dilaksanakan dan belum ada data bukan berarti diabaikan,

III-18 | K L H S R P J M D S U L S E L
namun tetap diperhatikan dalam pencapaiannya kedepan, dilaksanakan dan
diupayakan pemenuhan datanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-
masing perangkat daerah.

42 Indikator 13 Tujuan
235
TPB Belum 29 Target SDGs
Indikator
Mencapai Strategis Terpilah
TPB
Target Perioritas

Alur pikir penetapan permasalahan, isu strategis dan perioritas yang


didasarkan pada hasil kajian TPB, dimulai dari identifikasi 235 Indikator TPB yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Hasilnya diperolah 42 indikator TPB
yang belum mencapai target. Selanjutnya 42 indikator TPB tersebut terkait pada 29
sasaran strategis dan 13 tujuan TPB. Berdasarkan hasil kajian keterkaitan tersebut
yang berangkat dari pemenuhan indikator TPB maka ditetapkan 13 tujuan TPB yang
menjadi fokus perhatian pada perencanaan pembangunan 5 tahun ke depan di
Sulawesi Selatan. Adapun 13 tujuan pembangunan berkelanjutan yang menjadi
strategis tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Yang Strategis

No TPB Tujuan

1 1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun


2 2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik,
serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan.
3 3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh
Penduduk Semua Usia.

III-19 | K L H S R P J M D S U L S E L
No TPB Tujuan

4 4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan


Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua
5 6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
Berkelanjutan
6 8 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak
untuk Semua.
7 9 Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif dan
Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
8 10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara.
9 11 Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan Berkelanjutan
10 12 Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan
11 15 Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan
Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara Lestari, Menghentikan
Penggurunan, Memulihkan Degradasi Lahan, serta Menghentikan Kehilangan
Keanekaragaman Hayati.
12 16 Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan untuk Semua, dan Membangun
Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan.
13 17 Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global untuk
Pembangunan Berkelanjutan.

Tujuan pembangunan berkelanjutan diatas yang menjadi fokus pemerintah


Provinsi Sulawesi Selatan selanjutnya dijabarkan dalam 29 sasaran strategis
berdasarkan sasaran dari TPB sesuai Perpres 59 Tahun 2017. Adapun sasaran
strategis tersebut adalah sebagai berikut:

III-20 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.5. Isu dan Sasaran Strategis Pembangunan Berkelanjutan

No Isu Strategis Sasaran Strategis


1 Belum optimalnya sistem dan upaya Menerapkan secara nasional sistem dan
perlindungan sosial yang tepat bagi upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
semua, termasuk kelompok yang paling semua, termasuk kelompok yang paling
miskin, dan belum tercapainya cakupan miskin, dan mencapai cakupan substansial
substansial bagi kelompok miskin dan bagi kelompok miskin dan rentan.
rentan.
2 Belum berkurang setidaknya setengah Mengurangi setidaknya setengah proporsi
proporsi laki-laki, perempuan dan anak- laki-laki, perempuan dan anak-anak dari
anak dari semua usia, yang hidup dalam semua usia, yang hidup dalam kemiskinan
kemiskinan di semua dimensi, sesuai di semua dimensi, sesuai dengan definisi
dengan definisi nasional. nasional.
3 Belum terwujudnya jaminan bagi semua Menjamin bahwa semua laki-laki dan
laki-laki dan perempuan, khususnya perempuan, khususnya masyarakat miskin
masyarakat miskin dan rentan, memiliki dan rentan, memiliki hak yang sama
hak yang sama terhadap sumber daya terhadap sumber daya ekonomi, serta
ekonomi, serta akses terhadap pelayanan akses terhadap pelayanan dasar,
dasar, kepemilikan dan kontrol atas kepemilikan dan kontrol atas tanah dan
tanah dan bentuk kepemilikan lain, bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber
warisan, sumber daya alam, teknologi daya alam, teknologi baru, dan jasa
baru, dan jasa keuangan yang tepat, keuangan yang tepat, termasuk keuangan
termasuk keuangan mikro. mikro.
4 Belum hilangnya kasus kelaparan dan Menghilangkan kelaparan dan menjamin
belum terwujudnya jaminan akses bagi akses bagi semua orang, khususnya orang
semua orang, khususnya orang miskin miskin dan mereka yang berada dalam
dan mereka yang berada dalam kondisi kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap
rentan, termasuk bayi, terhadap makanan makanan yang aman, bergizi, dan cukup
yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang sepanjang tahun.
tahun.
5 Belum hilangnya segala bentuk Menghilangkan segala bentuk kekurangan
kekurangan gizi, termasuk belum gizi, termasuk pada tahun 2025 mencapai
tercapainya target yang disepakati secara target yang disepakati secara internasional
internasional untuk anak pendek dan untuk anak pendek dan kurus di bawah
kurus di bawah usia 5 tahun, dan belum usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan

III-21 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Sasaran Strategis
sepenuhnya terpenuhi kebutuhan gizi gizi remaja perempuan, ibu hamil dan
remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula.
menyusui, serta manula.
6 Memperkuat pencegahan dan Memperkuat pencegahan dan pengobatan
pengobatan penyalahgunaan zat, penyalahgunaan zat, termasuk
termasuk penyalahgunaan narkotika dan penyalahgunaan narkotika dan
penggunaan alkohol yang penggunaan alkohol yang
membahayakan. membahayakan.
7 Masih minimnya pembiayaan kesehatan Meningkatkan secara signifikan
dan rekrutmen, pengembangan, pembiayaan kesehatan dan rekrutmen,
pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan pengembangan, pelatihan, dan retensi
di negara berkembang, khususnya tenaga kesehatan di negara berkembang,
negara kurang berkembang, dan negara khususnya negara kurang berkembang,
berkembang pulau kecil. dan negara berkembang pulau kecil.
8 Masih terjadinya epidemi AIDS, Mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis,
tuberkulosis, malaria, dan penyakit malaria, dan penyakit tropis yang
tropis yang terabaikan, dan memerangi terabaikan, dan memerangi hepatitis,
hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit bersumber air, serta penyakit
penyakit menular lainnya. menular lainnya.
9 Masih terjadinya kasus kematian bayi Mengakhiri kematian bayi baru lahir dan
baru lahir dan balita, dan belum balita yang dapat dicegah, dengan seluruh
tercapainya Angka Kematian Neonatal negara berusaha menurunkan Angka
setidaknya hingga 12 per 1000 KH Kematian Neonatal setidaknya hingga 12
(Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan
Balita 25 per 1000. Angka Kematian Balita 25 per 1000.
10 Belum tercapainya pengurangan rasio Mengurangi rasio angka kematian ibu
angka kematian ibu hingga kurang dari hingga kurang dari 70 per 100.000
70 per 100.000 kelahiran hidup. kelahiran hidup.
11 Belum terwujudnya jaminan akses Menjamin akses universal terhadap
universal terhadap layanan kesehatan layanan kesehatan seksual dan reproduksi,
seksual dan reproduksi, termasuk termasuk keluarga berencana, informasi
keluarga berencana, informasi dan dan pendidikan, dan integrasi kesehatan
pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program
reproduksi ke dalam strategi dan nasional.
program nasional.

III-22 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Sasaran Strategis
12 Belum terwujudnya jaminan akses yang Menjamin akses yang sama bagi semua
sama bagi semua perempuan dan laki- perempuan dan laki-laki, terhadap
laki, terhadap pendidikan teknik, pendidikan teknik, kejuruan dan
kejuruan dan pendidikan tinggi, pendidikan tinggi, termasuk universitas,
termasuk universitas, yang terjangkau yang terjangkau dan berkualitas.
dan berkualitas.
13 Belum tercapainya akses terhadap Mencapai akses terhadap sanitasi dan
sanitasi dan kebersihan yang memadai kebersihan yang memadai dan merata bagi
dan merata bagi semua, dan belum semua, dan menghentikan praktik buang
berhentinya praktik buang air besar di air besar di tempat terbuka, memberikan
tempat terbuka, khususnya pada perhatian khusus pada kebutuhan kaum
kebutuhan kaum perempuan, serta perempuan, serta kelompok masyarakat
kelompok masyarakat rentan. rentan.
14 Belum bertahannya pertumbuhan Mempertahankan pertumbuhan ekonomi
ekonomi per kapita sesuai dengan per kapita sesuai dengan kondisi nasional
kondisi nasional dan, khususnya, dan, khususnya, setidaknya 7 persen
setidaknya 7 persen pertumbuhan pertumbuhan produk domestik bruto per
produk domestik bruto per tahun di tahun di negara kurang berkembang.
negara kurang berkembang.
15 Belum optimalnya upaya menggalakkan Menggalakkan kebijakan pembangunan
kebijakan pembangunan yang yang mendukung kegiatan produktif,
mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak,
penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi,
kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan
dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan
pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses
menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
terhadap jasa keuangan.
16 Belum tercapainya upaya mengurangi Secara substansial mengurangi proporsi
proporsi usia muda yang tidak bekerja, usia muda yang tidak bekerja, tidak
tidak menempuh pendidikan atau menempuh pendidikan atau pelatihan.
pelatihan.
17 Belum tercapainya penyediaan Mencapai pekerjaan tetap dan produktif
pekerjaan tetap dan produktif dan dan pekerjaan yang layak bagi semua
pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi

III-23 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Sasaran Strategis
perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang difabilitas, dan
pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang
upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
sama nilainya.
18 Belum optimalnya penyusunan dan Menyusun dan melaksanakan kebijakan
pelaksanaan kebijakan untuk untuk mempromosikan pariwisata
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan
berkelanjutan yang menciptakan kerja dan mempromosikan budaya dan
lapangan kerja dan mempromosikan produk lokal.
budaya dan produk lokal.
19 Belum optimalnya upaya Mempromosikan industrialisasi inklusif
mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun 2030,
dan berkelanjutan, secara signifikan secara signifikan meningkatkan proporsi
meningkatkan proporsi industri dalam industri dalam lapangan kerja dan produk
lapangan kerja dan produk domestik domestik bruto, sejalan dengan kondisi
bruto, sejalan dengan kondisi nasional, nasional, dan meningkatkan dua kali lipat
dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang
proporsinya di negara kurang berkembang.
berkembang.
20 Belum optimalnya pengembangan Mengembangkan infrastruktur yang
infrastruktur yang berkualitas, andal, berkualitas, andal, berkelanjutan dan
berkelanjutan dan tangguh, termasuk tangguh, termasuk infrastruktur regional
infrastruktur regional dan lintas batas, dan lintas batas, untuk mendukung
untuk mendukung pembangunan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
ekonomi dan kesejahteraan manusia, manusia, dengan fokus pada akses yang
dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi semua.
terjangkau dan merata bagi semua.
21 Belum optimalnya peningkatan Meningkatkan infrastruktur dan retrofit
infrastruktur dan retrofit industri agar industri agar dapat berkelanjutan, dengan
dapat berkelanjutan, dengan peningkatan peningkatan efisiensi penggunaan
efisiensi penggunaan sumberdaya dan sumberdaya dan adopsi yang lebih baik
adopsi yang lebih baik dari teknologi dan dari teknologi dan proses industri bersih
proses industri bersih dan ramah dan ramah lingkungan, yang dilaksanakan
lingkungan, yang dilaksanakan semua semua negara sesuai kemampuan masing-
masing.

III-24 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Sasaran Strategis
negara sesuai kemampuan masing-
masing.

22 Belum tercapainya pertumbuhan Secara progresif mencapai dan


pendapatan penduduk yang berada di mempertahankan pertumbuhan
bawah 40% dari populasi pada tingkat pendapatan penduduk yang berada di
yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. bawah 40% dari populasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari rata-rata nasional.
23 Masih tingginya dampak lingkungan Mengurangi dampak lingkungan
perkotaan per kapita yang merugikan, perkotaan per kapita yang merugikan,
termasuk dengan memberi perhatian termasuk dengan memberi perhatian
khusus pada kualitas udara, termasuk khusus pada kualitas udara, termasuk
penanganan sampah kota. penanganan sampah kota.
24 Masih tingginya produksi limbah Secara substansial mengurangi produksi
dikarenakan masih minimnya upaya limbah melalui pencegahan, pengurangan,
pencegahan, pengurangan, daur ulang, daur ulang, dan penggunaan kembali.
dan penggunaan kembali.
25 Belum optimalnya pelaksanaan Meningkatkan pelaksanaan pengelolaan
pengelolaan semua jenis hutan secara semua jenis hutan secara berkelanjutan,
berkelanjutan, menghentikan menghentikan deforestasi, merestorasi
deforestasi, merestorasi hutan yang hutan yang terdegradasi dan
terdegradasi dan meningkatkan secara meningkatkan secara signifikan forestasi
signifikan forestasi dan reforestasi dan reforestasi secara global.
secara global.
26 Belum optimalnya pengembangan Mengembangkan lembaga yang efektif,
lembaga yang efektif, akuntabel, dan akuntabel, dan transparan di semua
transparan di semua tingkat. tingkat.
27 Belum optimalnya upaya memperkuat Memperkuat mobilisasi sumber daya
mobilisasi sumber daya domestik, domestik, termasuk melalui dukungan
termasuk melalui dukungan internasional kepada negara berkembang,
internasional kepada negara untuk meningkatkan kapasitas lokal bagi
berkembang, untuk meningkatkan pengumpulan pajak dan pendapatan
kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak lainnya.
dan pendapatan lainnya.

III-25 | K L H S R P J M D S U L S E L
No Isu Strategis Sasaran Strategis
28 Belum optimalnya kerjasama Utara- Meningkatkan kerjasama Utara-Selatan,
Selatan, Selatan-Selatan dan kerjasama Selatan-Selatan dan kerjasama triangular
triangular secara regional dan secara regional dan internasional terkait
internasional terkait dan akses terhadap dan akses terhadap sains, teknologi dan
sains, teknologi dan inovasi, dan inovasi, dan meningkatkan berbagi
meningkatkan berbagi pengetahuan pengetahuan berdasar kesepakatan timbal
berdasar kesepakatan timbal balik, balik, termasuk melalui koordinasi yang
termasuk melalui koordinasi yang lebih lebih baik antara mekanisme yang telah
baik antara mekanisme yang telah ada, ada, khususnya di tingkat Perserikatan
khususnya di tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan melalui
Bangsa-Bangsa (PBB), dan melalui mekanisme fasilitasi teknologi global.
mekanisme fasilitasi teknologi global.
29 Belum optimalnya dukungan Meningkatkan dukungan pengembangan
pengembangan kapasitas untuk negara kapasitas untuk negara berkembang,
berkembang, termasuk negara kurang termasuk negara kurang berkembang dan
berkembang dan negara berkembang negara berkembang pulau kecil, untuk
pulau kecil, untuk meningkatkan secara meningkatkan secara signifikan
signifikan ketersediaan data berkualitas ketersediaan data berkualitas tinggi, tepat
tinggi, tepat waktu dan dapat dipercaya, waktu dan dapat dipercaya, yang terpilah
yang terpilah berdasarkan pendapatan, berdasarkan pendapatan, gender, umur,
gender, umur, ras, etnis, status migrasi, ras, etnis, status migrasi, difabilitas, lokasi
difabilitas, lokasi geografis dan geografis dan karakteristik lainnya yang
karakteristik lainnya yang relevan relevan dengan konteks nasional.
dengan konteks nasional.

Selain menetapkan isu strategis, berdasarkan hasil kajian capaian TPB di Provinsi
Sulawesi Selatan, maka ditetapkan juga skala perioritas. Skala perioritas
dimaksudkan untuk mengarahkan perioritas pembangunan di Provinsi Sulawesi
Selatan sehingga mendapatkan perhatian yang lebih dalam hal penyusunan
kebijakan, rencana, program, kegiatan dan penganggarannya. Kriteria pada
penetapan skala perioritas daerah didasarkan pada pertimbangan besarnya GAP
indikator TPB antara capaian dan target, standar pelayanan minimal (SPM) dan
keterkaitan dengan ketersediaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

III-26 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.6. Isu dan Sasaran Perioritas Hasil Kajian Pencapaian TPB

NO. SASARAN
TUJUAN TPB ISU PERIORITAS PERMASALAHAN
TPB PERIORITAS
1 Mengakhiri Belum terwujudnya Belum tercapainya Pada tahun 2030,
Kemiskinan dalam jaminan bagi semua akses 100% sanitasi menjamin bahwa
Segala Bentuk laki-laki dan layak untuk 40% semua laki-laki dan
Dimanapun perempuan, penduduk perempuan,
khususnya berpendapatan khususnya
masyarakat miskin terbawah. masyarakat miskin
dan rentan, memiliki dan rentan, memiliki
hak yang sama hak yang sama
terhadap sumber daya terhadap sumber
ekonomi, serta akses daya ekonomi, serta
terhadap pelayanan akses terhadap
dasar, kepemilikan pelayanan dasar,
dan kontrol atas tanah kepemilikan dan
dan bentuk kontrol atas tanah
kepemilikan lain, dan bentuk
warisan, sumber daya kepemilikan lain,
alam, teknologi baru, warisan, sumber
dan jasa keuangan daya alam, teknologi
yang tepat, termasuk baru, dan jasa
keuangan mikro. keuangan yang
tepat, termasuk
keuangan mikro.
2 Menghilangkan Belum hilangnya Belum menurunnya Pada tahun 2030,
Kelaparan, Mencapai kasus kelaparan dan prevalensi kekurangan menghilangkan
Ketahanan Pangan belum terwujudnya gizi (underweight) pada kelaparan dan
dan Gizi yang Baik, jaminan akses bagi anak balita menjadi menjamin akses bagi
serta Meningkatkan semua orang, 17%. semua orang,
Pertanian khususnya orang khususnya orang
Berkelanjutan miskin dan mereka miskin dan mereka
yang berada dalam yang berada dalam
kondisi rentan, kondisi rentan,
termasuk bayi, termasuk bayi,
terhadap makanan terhadap makanan
yang aman, bergizi, yang aman, bergizi,
dan cukup sepanjang dan cukup sepanjang
tahun. tahun.

III-27 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. SASARAN
TUJUAN TPB ISU PERIORITAS PERMASALAHAN
TPB PERIORITAS
Belum hilangnya Masih tingginya Pada tahun 2030,
segala bentuk prevalensi stunting menghilangkan
kekurangan gizi, (pendek dan sangat segala bentuk
termasuk belum pendek) pada anak di kekurangan gizi,
tercapainya target bawah lima termasuk pada tahun
yang disepakati tahun/balita. 2025 mencapai
secara internasional target yang
untuk anak pendek disepakati secara
dan kurus di bawah internasional untuk
usia 5 tahun, dan anak pendek dan
belum sepenuhnya kurus di bawah usia
terpenuhi kebutuhan 5 tahun, dan
gizi remaja memenuhi
perempuan, ibu hamil kebutuhan gizi
dan menyusui, serta remaja perempuan,
manula. ibu hamil dan
Masih tingginya menyusui, serta
prevalensi malnutrisi manula.
(berat badan/tinggi
badan) anak pada usia
kurang dari 5 tahun,
berdasarkan tipe.
3 Menjamin Masih minimnya Masih rendahnya Meningkatkan
Kehidupan yang pembiayaan kepadatan dan secara signifikan
Sehat dan kesehatan dan distribusi tenaga pembiayaan
Meningkatkan rekrutmen, kesehatan kesehatan dan
Kesejahteraan pengembangan, rekrutmen,
Seluruh Penduduk pelatihan, dan retensi pengembangan,
Semua Usia tenaga kesehatan di pelatihan, dan
negara berkembang, retensi tenaga
khususnya negara kesehatan di negara
kurang berkembang, berkembang,
dan negara khususnya negara
berkembang pulau kurang berkembang,
kecil. dan negara
berkembang pulau
kecil.
Masih terjadinya Belum tercapainya Pada tahun 2030,
kasus kematian bayi angka kematian bayi mengakhiri
baru lahir dan balita, per 1000 kelahiran kematian bayi baru
dan belum hidup menjadi 24. lahir dan balita yang
tercapainya Angka dapat dicegah,
Kematian Neonatal dengan seluruh
setidaknya hingga 12 negara berusaha

III-28 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. SASARAN
TUJUAN TPB ISU PERIORITAS PERMASALAHAN
TPB PERIORITAS
per 1000 KH menurunkan Angka
(Kelahiran Hidup) Kematian Neonatal
dan Angka Kematian setidaknya hingga
Balita 25 per 1000. 12 per 1000 KH
(Kelahiran Hidup)
dan Angka
Kematian Balita 25
per 1000.
Belum tercapainya Belum tercapainya Pada tahun 2030,
pengurangan rasio persentase persalinan mengurangi rasio
angka kematian ibu oleh tenaga kesehatan angka kematian ibu
hingga kurang dari 70 terampil menjadi 95 %. hingga kurang dari
per 100.000 kelahiran 70 per 100.000
hidup. kelahiran hidup.
Belum terwujudnya Belum tercapianya Pada tahun 2030,
jaminan akses angka prevalensi menjamin akses
universal terhadap pemakaian kontrasepsi universal terhadap
layanan kesehatan suatu cara menjadi layanan kesehatan
seksual dan 66%. seksual dan
reproduksi, termasuk reproduksi,
keluarga berencana, termasuk keluarga
informasi dan berencana, informasi
pendidikan, dan dan pendidikan, dan
integrasi kesehatan integrasi kesehatan
reproduksi ke dalam reproduksi ke dalam
strategi dan program strategi dan program
nasional. nasional.
4 Menjamin Kualitas Belum terwujudnya Belum tercapainya Pada tahun 2030,
Pendidikan yang jaminan akses yang angka partisipasi kasar menjamin akses
Inklusif dan Merata sama bagi semua (APK) menjadi 91,63% yang sama bagi
serta Meningkatkan perempuan dan laki- semua perempuan
Kesempatan Belajar laki, terhadap dan laki-laki,
Sepanjang Hayat pendidikan teknik, terhadap pendidikan
untuk Semua kejuruan dan teknik, kejuruan dan
pendidikan tinggi, pendidikan tinggi,
termasuk universitas, termasuk
yang terjangkau dan universitas, yang
berkualitas. terjangkau dan
berkualitas.

III-29 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. SASARAN
TUJUAN TPB ISU PERIORITAS PERMASALAHAN
TPB PERIORITAS
6 Menjamin Belum tercapainya Belum tercapainya Pada tahun 2030,
Ketersediaan serta akses terhadap 100% rumah tangga mencapai akses
Pengelolaan Air sanitasi dan yang memiliki akses terhadap sanitasi dan
Bersih dan Sanitasi kebersihan yang terhadap layanan kebersihan yang
yang Berkelanjutan memadai dan merata sanitasi layak. memadai dan merata
bagi semua, dan bagi semua, dan
belum berhentinya menghentikan
praktik buang air praktik buang air
besar di tempat besar di tempat
terbuka, khususnya terbuka,
pada kebutuhan kaum memberikan
perempuan, serta perhatian khusus
kelompok masyarakat pada kebutuhan
rentan. kaum perempuan,
serta kelompok
masyarakat rentan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Indikator TPB yang


telah dilaksanakan, namun belum mencapai target mendapatkan perhatian dalam
perencanaan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2018-2023 untuk dipenuhi
target pencapaiannya. Hal ini didasarkan pertimbangkan bahwa permasalahan
pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Selatan belum mencapai target nasional
dikarenakan masih terdapatnya indikator TPB yang belum dicapai. Untuk itu
indikator TPB yang belum mencapai target tersebut akan dibuatkan alternatif
skenario pencapaian TPB-nya. Hasil perumusan alternatif skenario tersebut akan
diikuti dengan rumusan-rumusan kebijakan, rencana dan program yang
diintegrasikan dalam dokumen RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan 2019-2023.
Adapun 42 indikator TPB yang belum mencapai target tersebut diperlihatkan pada
tabel 3.7. dibawah ini :

III-30 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 3.7. Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
di Sulawesi Selatan Yang Telah Dilaksanakan Namun Belum Mencapai Target

No. Kode
No Tujuan TPB Indikator TPB OPD Pelaksana Jenis Urusan
TPB Indikator
1 1 Mengakhiri Kemiskinan dalam 1.2.1* Persentase penduduk yang hidup di bawah Dinas Sosial sosial
Segala Bentuk Dimanapun garis kemiskinan nasional, menurut jenis
kelamin dan kelompok umur.
1.3.1.(a) Proporsi peserta jaminan kesehatan melalui Dinas Kesehatan kesehatan
SJSN Bidang Kesehatan.
1.3.1.(d) Jumlah rumah tangga yang mendapatkan Dinas Sosial sosial
bantuan tunai bersyarat/Program Keluarga
Harapan.
1.4.1.(e) Persentase rumah tangga yang memiliki Dinas Perumahan, pekerjaan umum &
akses terhadap layanan sanitasi layak dan Kawasan Permukiman penataan ruang
berkelanjutan. dan Pertanahan
1.4.1.(j) Persentase penduduk umur 0-17 tahun Dinas Kependudukan, administrasi
dengan kepemilikan akta kelahiran. Pencatatan Sipil, kependudukan &
Pengendalian Penduduk catatan sipil
dan Keluarga Berencana
1.4.1.(k) Persentase rumah tangga miskin dan rentan Dinas Energi dan Sumber energi & sumber
yang sumber penerangan utamanya listrik Daya Mineral daya mineral
baik dari PLN dan bukan PLN.
2 2 Menghilangkan Kelaparan, 2.1.1.(a) Prevalensi kekurangan gizi (underweight) Dinas Kesehatan kesehatan
Mencapai Ketahanan Pangan dan pada anak balita.
Gizi yang Baik, serta Meningkatkan 2.1.2.(a) Proporsi penduduk dengan asupan kalori Dinas Ketahanan Pangan pangan
Pertanian Berkelanjutan minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari.

III-31 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Kode
No Tujuan TPB Indikator TPB OPD Pelaksana Jenis Urusan
TPB Indikator
2.2.1* Prevalensi stunting (pendek dan sangat Dinas Kesehatan kesehatan
pendek) pada anak di bawah lima
tahun/balita.
2.2.2* Prevalensi malnutrisi (berat badan/tinggi Dinas Kesehatan kesehatan
badan) anak pada usia kurang dari 5 tahun,
berdasarkan tipe.
3 3 Menjamin Kehidupan yang Sehat 3.1.2* Proporsi perempuan pernah kawin umur Dinas Kesehatan kesehatan
dan Meningkatkan Kesejahteraan 15-49 tahun yang proses melahirkan
Seluruh Penduduk Semua Usia terakhirnya ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih.
3.2.2.(a) Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 Dinas Kesehatan kesehatan
kelahiran hidup.
3.3.3.(a) Jumlah kabupaten/kota yang mencapai Dinas Kesehatan kesehatan
eliminasi malaria.
3.3.5* Jumlah orang yang memerlukan intervensi Dinas Kesehatan kesehatan
terhadap penyakit tropis yang terabaikan
(Filariasis dan Kusta).
3.3.5.(a) Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta. Dinas Kesehatan kesehatan
3.5.1.(e) Prevalensi penyalahgunaan narkoba. Dinas Kesehatan kesehatan
3.7.1* Proporsi perempuan usia reproduksi (15-49 Dinas Kesehatan kesehatan
tahun) atau pasangannya yang memiliki
kebutuhan keluarga berencana dan
menggunakan alat kontrasepsi metode
modern.
3.c.1* Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan. Dinas Kesehatan kesehatan

III-32 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Kode
No Tujuan TPB Indikator TPB OPD Pelaksana Jenis Urusan
TPB Indikator
4 4 Menjamin Kualitas Pendidikan 4.3.1.(a) Angka Partisipasi Kasar (APK) Dinas Pendidikan pendidikan
yang Inklusif dan Merata serta SMA/SMK/MA/sederajat.
Meningkatkan Kesempatan Belajar
Sepanjang Hayat untuk Semua
5 6 Menjamin Ketersediaan serta 6.2.1.(b) Persentase rumah tangga yang memiliki Dinas Perumahan, pekerjaan umum &
Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi akses terhadap layanan sanitasi layak. Kawasan Permukiman penataan ruang
yang Berkelanjutan dan Pertanahan
6 8 Meningkatkan Pertumbuhan 8.1.1* Laju pertumbuhan PDB per kapita. Badan Perencanaan statistik
Ekonomi yang Inklusif dan Pembangunan Daerah
Berkelanjutan, Kesempatan Kerja 8.1.1.(a) PDB per kapita. Badan Perencanaan statistik
yang Produktif dan Menyeluruh, Pembangunan Daerah
serta Pekerjaan yang Layak untuk 8.3.1.(a) Persentase tenaga kerja formal. Dinas Tenaga Kerja dan tenaga kerja
Semua Transmigrasi
8.3.1.(b) Persentase tenaga kerja informal sektor Dinas Tenaga Kerja dan tenaga kerja
pertanian. Transmigrasi
8.5.2* Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan Dinas Tenaga Kerja dan tenaga kerja
jenis kelamin dan kelompok umur. Transmigrasi
8.6.1* Persentase usia muda (15-24 tahun) yang Dinas Tenaga Kerja dan tenaga kerja
sedang tidak sekolah, bekerja atau Transmigrasi
mengikuti pelatihan (NEET).
8.9.1* Proporsi kontribusi pariwisata terhadap Dinas Kebudayaan dan pariwisata
PDB. Kepariwisataan
7 9 Membangun Infrastruktur yang 9.1.1.(c) Panjang jalur kereta api. Dinas Perhubungan perhubungan
Tangguh, Meningkatkan Industri 9.1.2.(b) Jumlah dermaga penyeberangan. Dinas Perhubungan perhubungan
Inklusif dan Berkelanjutan, serta 9.2.1.(a) Laju pertumbuhan PDB industri Dinas Perindustrian perindustrian
Mendorong Inovasi manufaktur.

III-33 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Kode
No Tujuan TPB Indikator TPB OPD Pelaksana Jenis Urusan
TPB Indikator
9.2.2* Proporsi tenaga kerja pada sektor industri Dinas Tenaga Kerja dan tenaga kerja
manufaktur. Transmigrasi
9.4.1(a) Persentase Perubahan Emisi CO2/Emisi Dinas Pengelolaan lingkungan hidup
Gas Rumah Kaca. Lingkungan Hidup
8 10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan 10.1.1* Koefisien Gini. Badan Perencanaan sosial
Antarnegara Pembangunan Daerah
10.1.1.(a) Persentase penduduk yang hidup di bawah Dinas Sosial sosial
garis kemiskinan nasional, menurut jenis
kelamin dan kelompok umur.
10.1.1.(f) Persentase penduduk miskin di daerah Dinas Sosial sosial
tertinggal.
11 Menjadikan Kota dan Permukiman 11.6.1.(a) Persentase sampah perkotaan yang Dinas Pengelolaan lingkungan hidup
Inklusif, Aman, Tangguh dan tertangani. Lingkungan Hidup
Berkelanjutan
12 Menjamin Pola Produksi dan 12.5.1.(a) Jumlah timbulan sampah yang didaur Dinas Pengelolaan lingkungan hidup
Konsumsi yang Berkelanjutan ulang. Lingkungan Hidup
9 15 Melindungi, Merestorasi dan 15.2.1.(d) Jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan. Dinas Kehutanan kehutanan
Meningkatkan Pemanfaatan
Berkelanjutan Ekosistem Daratan,
Mengelola Hutan secara Lestari,
Menghentikan Penggurunan,
Memulihkan Degradasi Lahan,
serta Menghentikan Kehilangan
Keanekaragaman Hayati

III-34 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Kode
No Tujuan TPB Indikator TPB OPD Pelaksana Jenis Urusan
TPB Indikator
10 16 Menguatkan Masyarakat yang 16.6.1.(c) Persentase penggunaan E-procurement Biro Pembangunan Setda Keuangan
Inklusif dan Damai untuk terhadap belanja pengadaan.
Pembangunan Berkelanjutan,
Menyediaan Akses Keadilan untuk
Semua, dan Membangun
Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di Semua
Tingkatan
11 17 Menguatkan Sarana Pelaksanaan 17.1.1* Total pendapatan pemerintah sebagai Badan Pendapatan Keuangan
dan Merevitalisasi Kemitraan proporsi terhadap PDB menurut Daerah
Global untuk Pembangunan sumbernya.
Berkelanjutan 17.18.1.(c) Jumlah metadata kegiatan statistik dasar, Badan Pusat Statistik statistik
sektoral, dan khusus yang terdapat dalam
Sistem Informasi Rujukan Statistik
(SIRuSa).
17.6.2.(b) Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar Dinas Komunikasai, komunikasi &
(fixed broadband) di Perkotaan dan di informatika, statistik, dan informatika
Perdesaan. persandian

III-35 | K L H S R P J M D S U L S E L
IV-1 | K L H S R P J M D S U L S E L
IV-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
A. Pencapaian TPB berdasarkan Tujuan
B.
Tabel 4.1. Jumlah Indikator (Kategori Indikator) Berdasarkan Tujuan TPB
NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 24
Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan
2 11
Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan
Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan
3 34
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata
4 serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat 10
untuk Semua
Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum
5 15
Perempuan
Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan
6 21
Sanitasi yang Berkelanjutan
Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal,
7 6
Berkelanjutan dan Modern untuk Semua
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan
8 Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan 19
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan
9 15
Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 9
Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh
11 18
dan Berkelanjutan
12 Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 5
Mengambil Tindakan Cepat untuk Mengatasi Perubahan
13 3
Iklim dan Dampaknya
Melestarikan dan Memanfaatkan secara Berkelanjutan
14 Sumber Daya Kelautan dan Samudera untuk Pembangunan 4
Berkelanjutan
Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan
Berkelanjutan Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara
15 Lestari, Menghentikan Penggurunan, Memulihkan Degradasi 7
Lahan, serta Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman
Hayati
Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan
16 18
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi
17 16
Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan
Grand Total 235

IV-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
Jumlah Indikator (Kategori Indikator) Berdasarkan Tujuan
TPB
0 5 10 15 20 25 30 35

Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 24


1

Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi… 11


2

Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan… 34


3

Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta… 10


4

Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan 15


5

Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi… 21


6

Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan dan… 6


7

Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan… 19


8

Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri… 15


9
17 16 15 14 13 12 11 10

Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 9


Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan… 18
Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 5
Mengambil Tindakan Cepat untuk Mengatasi Perubahan Iklim dan… 3
Melestarikan dan Memanfaatkan secara Berkelanjutan Sumber Daya… 4
Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan… 7
Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk… 18
Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan… 16

Gambar 4.1. Jumlah Indikator Berdasarkan Tujuan TPB

IV-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
1. Capaian Indikator Kategori A Berdasarkan TPB
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai indikator-indikator yang sudah
dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan sudah mencapai
target nasional sesuai dengan RPJMD tahun 2019. Jumlah indikator tersebut
dijabarkan pada gambar dan tabel berikut ini.
Tabel 4.2. Kategori A Berdasarkan Tujuan TPB
No. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator

1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 8

Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan


2 dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian 5
Berkelanjutan
Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan
3 20
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata
4 serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat 5
untuk Semua
Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum
5 4
Perempuan
Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan
6 3
Sanitasi yang Berkelanjutan
Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal,
7 1
Berkelanjutan dan Modern untuk Semua
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan
8 Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan 4
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan
9 Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong 3
Inovasi

10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 1

Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman,


11 6
Tangguh dan Berkelanjutan
Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang
12 1
Berkelanjutan
Mengambil Tindakan Cepat untuk Mengatasi Perubahan
13 3
Iklim dan Dampaknya

IV-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
No. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
Melestarikan dan Memanfaatkan secara Berkelanjutan
14 Sumber Daya Kelautan dan Samudera untuk Pembangunan 4
Berkelanjutan
Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan
Berkelanjutan Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara
15 Lestari, Menghentikan Penggurunan, Memulihkan 1
Degradasi Lahan, serta Menghentikan Kehilangan
Keanekaragaman Hayati
Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan
16 1
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi
17 5
Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan

Total 75

Jumlah tujuan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi


Selatan dan sudah mencapai target nasional yaitu sebanyak 17 tujuan dengan
jumlah indikator sebanyak 75 indikator dari total keseluruhan indikator yang
merupakan wewenang pemerintah provinsi sebanyak 235 indikator. Indikator-
indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target tersebut harus
dipertahankan agar capaiannya tetap baik bahkan bisa lebih meningkat lagi.

IV-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 4.2. Jumlah Capaian Indikator TPB dalam Kategori A

IV-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tujuan dengan jumlah indikator
paling banyak adalah “Menjamin Menjamin Kehidupan yang Sehat dan
Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia”, dengan jumlah
20 indikator sudah dilaksanakan dan sudah mencapi target dari 34 target
indikator, sedangkan ada 5 yang merupakan tujuan dengan jumlah indikator
yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional paling sedikit
yaitu 1 indikator yaituTPB nomor 7,10,12,15 dan 16.
2. Capaian Indikator Kategori B Berdasarkan TPB
Berikut ini adalah indikator-indikator yang termasuk dalam kategori
sudah dilaksanakan namun belum mencapai target RPJMD 2019. Berdasarkan
hasil telaah yang dilakukan, indikator pada kategori ini sudah terangkum pada
program dan kegiatan OPD pada LKPJ Provinsi Sulawesi Selatan 2017, namun
capaiannya belum memenuhi target RPJMD 2019. Indikator pada kategori ini
terdapat pada hampir seluruh tujuan, dengan jumlah indikator pada setiap
tujuan ditunjukkan pada tabel dan grafik berikut.

Tabel 4.3. Kategori B Berdasarkan Tujuan TPB


NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 6

2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan 4


Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan
3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan 8
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata 1
serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat
untuk Semua
6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan 1
Sanitasi yang Berkelanjutan
8 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan 7
Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua
9 Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan 5
Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi

IV-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 3

11 Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh 1


dan Berkelanjutan
12 Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 1

15 Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan 1


Berkelanjutan Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara
Lestari, Menghentikan Penggurunan, Memulihkan Degradasi
Lahan, serta Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman
Hayati
16 Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk 1
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
17 Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi 3
Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan
Total 42

Jumlah tujuan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi


Selatan dan sudah mencapai target nasional yaitu sebanyak 13 tujuan dengan
jumlah indikator sebanyak 42 indikator dari total keseluruhan indikator yang
merupakan wewenang pemerintah provinsi sebanyak 235 indikator. Indikator-
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional akan
menjadi isu strategis pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

IV-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 4.3. Jumlah Capaian Indikator TPB Kategori B

IV-10 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan masih memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan total 42
indikator yang sudah dilaksanakan namun belum mencapai target RPJMD
2019. Indikator yang belum mencapai target RPJMD 2019 terbanyak ditemui
pada Tujuan “Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia”. Selain karena indikator-
indikator yang memang belum mencapai target, perbedaan jumlah indikator
tersebut juga terkait dengan total jumlah indikator pada setiap tujuan yang
jumlahnya berbeda. Meskipun demikian, indikator-indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target RPJMD 2019 memerlukan upaya
tambahan di masa depan agar targetnya dapat segera tercapai.
3. Capaian Indikator Kategori C Berdasarkan TPB
Berdasarkan hasil telaah yang dilakukan, indikator pada kategori ini
belum dilaksanakan program dan kegiatan OPD pada LKPJ Provinsi Sulawesi
Selatan 2017, juga capaiannya belum memenuhi target RPJMD 2019.
Indikator pada kategori ini terdapat pada hampir seluruh tujuan dengan jumlah
indikator pada setiap tujuan ditunjukkan pada tabel dan grafik berikut.

Tabel 4.4. Kategori C Berdasarkan Tujuan TPB


NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 4
2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan 1
dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian
Berkelanjutan
3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan 3
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata 3
serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat
untuk Semua
5 Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum 5
Perempuan
6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan 8
Sanitasi yang Berkelanjutan
8 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan 4
Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua

IV-11 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
9 Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan 6
Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong
Inovasi
10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 3
11 Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, 9
Tangguh dan Berkelanjutan
12 Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 2
15 Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan 3
Berkelanjutan Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan secara
Lestari, Menghentikan Penggurunan, Memulihkan
Degradasi Lahan, serta Menghentikan Kehilangan
Keanekaragaman Hayati
16 Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk 3
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
17 Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi 4
Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan
Total 58

Jumlah tujuan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi


Selatan dan sudah mencapai target nasional yaitu sebanyak 14 tujuan dengan
jumlah indikator sebanyak 58 indikator dari total keseluruhan indikator yang
merupakan wewenang pemerintah provinsi sebanyak 235 indikator. Indikator-
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional harus
dilaksanakan indikatornya dengan mengimplementasikan pada program dan
kegiatan yang dilaksanakan tiap OPD.

IV-12 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 4.4. Jumlah Capaian Indikator dalam Kategori C

IV-13 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan masih memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan total 58
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target RPJMD 2019.
Indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target RPJMD 2019
terbanyak ditemui pada Tujuan “Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif,
Aman, Tangguh dan Berkelanjutan” dengan 9 indikator. Sedangkan indikator
paling sedikit dengan jumlah 1 adalah “Menghilangkan Kelaparan, Mencapai
Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian
Berkelanjutan”.
4. Capaian Indikator Kategori D Berdasarkan TPB
Pada indikator untuk mencapai TPB di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
terdapat beberapa indikator yang belum memiliki data. Berikut merupakan
rincian dari jumlah indikator yang belum memiliki data pada setiap tujuan
dalam TPB di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 4.5. Kategori D Berdasarkan Tujuan TPB
NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
1 Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun 6
2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan 1
dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian
Berkelanjutan
3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan 3
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia
4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata 1
serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat
untuk Semua
5 Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum 6
Perempuan
6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan 9
Sanitasi yang Berkelanjutan
7 Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, 5
Berkelanjutan dan Modern untuk Semua
8 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan 4
Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua
9 Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan 1
Industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong
Inovasi

IV-14 | K L H S R P J M D S U L S E L
NO. Kategori
TUJUAN TPB
TPB Indikator
10 Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara 2
11 Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, 2
Tangguh dan Berkelanjutan
12 Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang 1
Berkelanjutan
15 Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan 2
Berkelanjutan Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan
secara Lestari, Menghentikan Penggurunan, Memulihkan
Degradasi Lahan, serta Menghentikan Kehilangan
Keanekaragaman Hayati
16 Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk 13
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang
Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
17 Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi 4
Kemitraan Global untuk Pembangunan Berkelanjutan
Total 60

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 60 indikator TPB


yang belum memiliki data yang berkaitan dengan 15 tujuan dalam TPB. 60
indikator yang belum memiliki data tersebut merupakan tanggung jawab dari
OPD yang ada di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Ketersediaan data
merupakan suatu hal penting yang perlu dipenuhi oleh setiap OPD agar dalam
pengambilan kebijakan maupun perencanaan pembangunan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan dapat sesuai dengan kondisi di wilayah
perencanaan. Sehingga, perencanaan pembangunan khususnya RPJMD pun
dapat sesuai. Oleh karena itu, OPD yang bertanggung jawab atas ketersediaan
data diatas dapat menindaklanjuti sehingga didapatkan data yang relevan untuk
proses analisis perencanaan pembangunan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan.

IV-15 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 4.5 .Jumlah Capaian Indikator TPB dalam kategori D

IV-16 | K L H S R P J M D S U L S E L
B. Pencapaian TPB Berdasarkan Pilar

Tabel 4.6 Pencapain TPB Berdasarkan Pilar


PILAR A B C D Total Indikator
EKONOMI 14 18 17 16 65
HUKUM & TATA KELOLA 1 1 3 13 18
LINGKUNGAN 18 4 22 14 58
SOSIAL 42 19 16 17 94
Total Kategori 75 42 58 60 235

Capaian Kategori TPB berdasarkan Pilar

45 42

40
35
Jumlah Indikator

30
22 EKONOMI
25
18 18 19 HUKUM & TATA KELOLA
20 17 16 16 17
14 14 LINGKUNGAN
13
15 SOSIAL

10
4 3
5 1 1
0

A B C D
Gambar 4.6. Capaian Indikator TPB berdasarkan Pilar

IV-17 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Kategori TPB A berdasarkan Pilar
100 94
90
80
70 65
58
60
50
42
40
30
18 18
20 14
10
1
0
EKONOMI HUKUM & LINGKUNGAN SOSIAL
TATA KELOLA
Gambar 4.7. Capaian Kategori TPB A Berdasarkan Pilar

Kategori indikator TPB yang sudah dilaksanakan dan telah mencapai target
nasional di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 75 Indikator dari total
235 indikator. Indikator TPB terbanyak yang sudah dilaksanakan dan telah
mencapai target nasional terdapat di pilar sosial sebesar 42 (empat puluh dua)
indikator. Sedangkan indikator paling rendah yang sudah dilaksanakan dan telah
mencapai target nasional adalah pilar hukum dan tata kelola sebesar 1 (satu)
indikator. Pilar ekonomi sebanyak 14 (empat belas) indikator dan pilar
lingkungan sebanyak 18 (delapan belas) indikator.

IV-18 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Kategori TPB B berdasarkan Pilar
100 94
90

80
70 65
58
60

50
40

30
18 18 19
20
10 4
1
0
EKONOMI HUKUM & LINGKUNGAN SOSIAL
TATA KELOLA
Gambar 4.8. Capaian Kategori TPB B Berdasarkan Pilar

Kategori indikator TPB yang sudah dilaksanakan tetapi belum mencapai target
nasional di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 42 Indikator dari total
235 indikator. Indikator TPB terbanyak yang sudah dilaksanakan tetapi belum
mencapai target nasional terdapat di pilar sosial sebesar 19 (sembilan belas)
indikator. Sedangkan indikator paling rendah yang sudah dilaksanakan tetapi
belum mencapai target nasional adalah pilar hukum dan tata kelola sebesar 1
(satu) indikator. Pilar ekonomi sebanyak 18 (delapan belas) indikator dan pilar
lingkungan sebanyak 4 (empat) indikator.

IV-19 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Kategori TPB C berdasarkan Pilar
100 94
90
80
70 65
58
60
50
40
30
22
17 18 16
20
10 3
0
EKONOMI HUKUM & LINGKUNGAN SOSIAL
TATA KELOLA
Gambar 4.9. Capaian Kategori TPB C Berdasarkan Pilar

Kategori indikator TPB yang belum dilaksanakan juga belum mencapai target
nasional di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 58 Indikator dari total
235 indikator. Indikator TPB terbanyak yang belum dilaksanakan juga belum
mencapai target nasional terdapat di pilar linkungan sebesar 22 (dua puluh dua)
indikator. Sedangkan indikator paling rendah yang belum dilaksanakan juga
belum mencapai target nasional adalah pilar hukum dan tata kelola sebesar 3 (tiga)
indikator. Pilar ekonomi sebanyak 18 (tujuh belas) indikator dan pilar sosial
sebanyak 16 (enam belas) indikator.

IV-20 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Kategori TPB D berdasarkan Pilar
100 94
90

80
70 65
58
60

50
40

30
16 18 17
20 14
13
10

0
EKONOMI HUKUM & LINGKUNGAN SOSIAL
TATA KELOLA
Gambar 4.10. Capaian Kategori TPB D Berdasarkan Pilar

Kategori indikator TPB yang belum memiliki data di Pemerintah Provinsi


Sulawesi Selatan mencapai 60 Indikator dari total 235 indikator. Indikator TPB
terbanyak yang belum memiliki data terdapat di pilar sosial sebesar 17 (tujuh
belas) indikator. Sedangkan indikator paling rendah yang belum memiliki data
adalah pilar hukum dan tata kelola sebesar 13 (tiga belas) indikator. Pilar ekonomi
sebanyak 16 (enam belas) indikator dan pilar sosial sebanyak 14 (empat belas)
indikator.

IV-21 | K L H S R P J M D S U L S E L
C. Pencapaian TPB Berdasarkan Perangkat Daerah

Pada bab ini menjelaskan mengenai (1) kondisi capaian indikator TPB yang
ditangani oleh setiap OPD, (2) isu strategis dari setiap OPD. Untuk kondisi
capaian indikator TPB yang ditangani oleh setiap OPD, berfokus kepada jumlah
indikator TPB yang menjadi kewenangan OPD. Dari jumlah indikator tersebut,
diidentifikasi jumlah indikator TPB yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai
target nasional (RPJMN 2019), jumlah indikator TPB yang sudah dilaksanakan
dan belum mencapai target nasional, jumlah indikator yang belum dilaksanakan
dan belum mencapai target nasional dan jumlah indikator yang tidak/belum
memiliki data. Hasil dari kondisi capaian dan analisis yang sudah dijelaskan
sebelumnya, menjadi bahan dalam mengidentifikasi isu strategis Provinsi
Sulawesi Selatan yang berkaitan dengan urusan yang ditangani oleh masing-
masing OPD dan menjadi fokus utama yang harus dilaksanakan oleh setiap OPD.
Berikut ini merupakan ringkasan capaian per organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Provinsi Sulawesi Selatan. Capaian indikator TPB oleh OPD di Provinsi Sulawesi
Selatan dibagi berdasarkan beberapa kategori yaitu:

Tabel 4.7. Jumlah OPD yang sudah melaksanakan TPB berdasarkan


kategori pencapaian TPB
No. KRITERIA JUMLAH PENCAPAIAN
INDIKATOR (%)
1. Indikator yang sudah dilaksanakan 75 31,91
dan mencapai target
2. Indikator yang sudah dilaksanakan 42 17,87
tetapi belum mencapai target
3. Indikator yang belum dilaksanakan 58 24,68
dan belum mencapai target
4. Data tidak tersedia 60 25,53
Total indikator yang menjadi urusan dan 235 100
kewenangan Provinsi Sulawesi Selatan

IV-22 | K L H S R P J M D S U L S E L
Indikator yang sudah
dilaksanakan dan
25,53% mencapai target nasional

31,91%
Indikator yang sudah
dilaksanakan
tetapi belum mencapai target
nasional
Indikator yang belum
dilaksanakan dan
belum mencapai target nasional

Data tidak tersedia


24,68%
17,87%

Gambar 4.11. Persentase Capaian Jumlah Indikator TPB Terhadap Target Nasional

OPD yang sudah melaksanakan dan sudah mencapai target nasional


sebanyak 9 OPD dengan total 75 indikator

Pencapaian TPB Kategori A tiap OPD


0 5 10 15 20 25 30
Badan Penanggulangan Bencana Daerah 9
Badan Pusat Statistik 4
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 1
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan 2
Dinas Kehutanan 1
Dinas Kelautan dan Perikanan 4
Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil,… 1
Dinas Kesehatan 26
Dinas Ketahanan Pangan 2
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa 1
Dinas pemberdayaan perempuan dan… 4
Dinas Pendidikan 7
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup 5
Dinas Perhubungan 2
Dinas Perindustrian 2
Dinas Sosial 1
Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan… 1
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2

Gambar 4.12. Diagram Pencapaian TPB Kategori A tiap OPD

IV-23 | K L H S R P J M D S U L S E L
OPD yang sudah melaksanakan dan belum mencapai target nasional
sebanyak 9 OPD dengan total 42 indikator
Pencapaian TPB Kategori B tiap OPD
0 2 4 6 8 10 12 14
Badan Pendapatan Daerah 1
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 3
Badan Pusat Statistik 1
Biro Pembangunan Setda 1
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral 1
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan 1
Dinas Kehutanan 1
Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil,… 1
Dinas Kesehatan 12
Dinas Ketahanan Pangan 1
Dinas Komunikasai, informatika, statistik,… 1
Dinas Pendidikan 1
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup 3
Dinas Perhubungan 2
Dinas Perindustrian 1
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman… 2
Dinas Sosial 4
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 5

Gambar 4.13. Diagram Pencapaian TPB Kategori B tiap OPD

OPD yang belum melaksanakan dan belum mencapai target nasional


sebanyak 9 OPD dengan total 58 indikator

Pencapaian TPB Kategori C tiap OPD


0 1 2 3 4 5 6 7 8
Badan Penanggulangan Bencana Daerah 1
Badan Pendapatan Daerah 2
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah 1
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1
Dinas Kehutanan 3
Dinas Kesehatan 5
Dinas Komunikasai, informatika, statistik,… 7
Dinas Koperasi & UMK 2
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa 1
Dinas pemberdayaan perempuan dan… 3
Dinas Pendidikan 3
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup 5
Dinas Perhubungan 2
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman… 7
Dinas Sosial 4
Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan… 7
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 4

Gambar 4.14. Diagram Pencapaian TPB Kategori C tiap OPD

IV-24 | K L H S R P J M D S U L S E L
OPD yang datanya belum tersedia sebanyak 13 OPD dengan total 60
indikator

Pencapaian TPB Kategori D tiap OPD


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik 1
2
Badan Penanggulangan Bencana Daerah 3
4
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 2
2
Biro Organisasi dan Tata Laksana Setda 3
5
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan 1
3
Dinas Kesehatan 3
1
Dinas Komunikasai, informatika, statistik,… 1
9
Dinas Pendidikan 1
2
Dinas Perindustrian 1
4
Dinas Sosial 4
3
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 1
1
SATPOL PP 3

Gambar 4.15. Diagram Pencapaian TPB Kategori D tiap OPD

IV-25 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berikut ini merupakan penjabaran pencapaian dari tiap-tiap OPD:

Tabel 4.8. Penjabaran Tiap OPD


Indikator
Nama OPD Isu Strategis
A B C D
Badan Penanaman Modal 0 0 0 2 -
Badan Penanggulangan 9 0 1 3 -
Bencana Daerah
Badan Pendapatan Daerah 1 2 1. Memperkuat mobilisasi sumber daya domestik, termasuk melalui dukungan
internasional kepada negara berkembang, untuk meningkatkan kapasitas lokal bagi
pengumpulan pajak dan pendapatan lainnya.
Badan Penelitian dan 1 -
Pengembangan Daerah
Badan Pengelolaan Keuangan 4 -
dan Aset Daerah
Badan Perencanaan 3 1 2 1. Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional dan,
Pembangunan Daerah khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik bruto per tahun di negara
kurang berkembang.
2. Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan pertumbuhan
pendapatan penduduk yang berada di bawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih
tinggi dari rata-rata nasional.
Biro Organisasi dan Tata 3 -
Laksana Setda
Dinas Kebudayaan dan 2 1 1 1. Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan
Kepariwisataan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya
dan produk lokal.
Dinas Kelautan dan Perikanan 4 -
Dinas Kependudukan, 1 1 1. Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya
Pencatatan Sipil, masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
Pengendalian Penduduk dan serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk
Keluarga Berencana kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.

IV-26 | K L H S R P J M D S U L S E L
Indikator
Nama OPD Isu Strategis
A B C D
Dinas Kesehatan 26 12 5 3 1. Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun 2030 mencapai cakupan
substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
2. Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang,
khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi,
terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang tahun.
3. Pada tahun 2030, menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun
2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk anak pendek dan kurus di
bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan
menyusui, serta manula.
4. Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per
100.000 kelahiran hidup.
5. Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah,
dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga
12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25 per 1000.
6. Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis
yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit menular
lainnya.
7. Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk
penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan.
8. Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan
reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan integrasi
kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional.
9. Meningkatkan secara signifikan pembiayaan kesehatan dan rekrutmen, pengembangan,
pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara berkembang, khususnya negara kurang
berkembang, dan negara berkembang pulau kecil.
Dinas Ketahanan Pangan, 2 1 1 1. Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang,
Tanaman Pangan dan khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi,
Hortikultura terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang tahun.
Dinas Komunikasai, 1 7 1 1. Meningkatkan kerjasama Utara-Selatan, Selatan-Selatan dan kerjasama triangular secara
Informatika, Statistik, dan regional dan internasional terkait dan akses terhadap sains, teknologi dan inovasi, dan
Persandian meningkatkan berbagi pengetahuan berdasar kesepakatan timbal balik, termasuk melalui

IV-27 | K L H S R P J M D S U L S E L
Indikator
Nama OPD Isu Strategis
A B C D
koordinasi yang lebih baik antara mekanisme yang telah ada, khususnya di tingkat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan melalui mekanisme fasilitasi teknologi global.
Dinas Koperasi & UMK 2 -
Dinas Pemberdayaan 1 1 -
Masyarakat Desa
Dinas Pemberdayaan 4 3 9 -
Perempuan dan Perlindungan
Anak
Dinas Pendidikan 7 1 3 1 9. Pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan pasokan guru yang berkualitas,
termasuk melalui kerjasama internasional dalam pelatihan guru di negara berkembang,
terutama negara kurang berkembang, dan negara berkembang kepulauan kecil.
Dinas Pengelolaan 5 3 5 2 1. Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri agar dapat
Lingkungan Hidup berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya dan adopsi yang
lebih baik dari teknologi dan proses industri bersih dan ramah lingkungan, yang
dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-masing.
2. Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita yang merugikan,
termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara, termasuk penanganan
sampah kota.
3. Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan,
pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.
Dinas Perhubungan 2 2 2 1. Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan tangguh,
termasuk infrastruktur regional dan lintas batas, untuk mendukung pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi
semua.
Dinas Perindustrian 2 1 1 1. Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun 2030,
secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja dan produk
domestik bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan meningkatkan dua kali lipat
proporsinya di negara kurang berkembang.
Dinas Perumahan, Kawasan 2 7 4 1. Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya
Permukiman dan Pertanahan masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk

IV-28 | K L H S R P J M D S U L S E L
Indikator
Nama OPD Isu Strategis
A B C D
kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.
2. Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan
merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar di tempat terbuka,
memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok
masyarakat rentan.
Dinas Sosial 1 4 4 4 1. Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki, perempuan dan
anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di semua dimensi, sesuai dengan
definisi nasional.
2. Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun 2030 mencapai cakupan
substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
3. Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan pertumbuhan
pendapatan penduduk yang berada di bawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih
tinggi dari rata-rata nasional.
Dinas Sumber Daya Air, Cipta 1 7 3 -
Karya dan Tata Ruang
Dinas Tenaga Kerja dan 2 5 4 1 1. Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif, penciptaan
Transmigrasi lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi
dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa
keuangan.
2. Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi
semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang difabilitas, dan
upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
3. Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja,
tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.
4. Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun 2030, secara
signifikan meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja dan produk domestik
bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di
negara kurang berkembang.
SATPOL PP 3 -

IV-29 | K L H S R P J M D S U L S E L
Indikator
Nama OPD Isu Strategis
A B C D
Badan Kesatuan Bangsa dan 0 0 0 1 -
Politik
Badan Pusat Statistik 4 1 1. Pada tahun 2020, meningkatkan dukungan pengembangan kapasitas untuk negara
berkembang, termasuk negara kurang berkembang dan negara berkembang pulau kecil,
untuk meningkatkan secara signifikan ketersediaan data berkualitas tinggi, tepat waktu dan
dapat dipercaya, yang terpilah berdasarkan pendapatan, gender, umur, ras, etnis, status
migrasi, difabilitas, lokasi geografis dan karakteristik lainnya yang relevan dengan konteks
nasional.
Biro Hukum dan HAM 2 -
Biro Pembangunan Setda 1 1. Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkat.
Dinas Energi dan Sumber 1 1 5 1. Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya
Daya Mineral masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk
kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.
Dinas Kehutanan 1 1 3 3 1. Pada tahun 2020, meningkatkan pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan secara
berkelanjutan, menghentikan deforestasi, merestorasi hutan yang terdegradasi dan
meningkatkan secara signifikan forestasi dan reforestasi secara global.
Inspektorat Provinsi 1 -

IV-30 | K L H S R P J M D S U L S E L
1. Badan Penanaman Modal
Badan penanaman modal merupakan organisasi perangkat daerah di Provinsi
Sulawesi Selatan yang menangani urusan penanaman modal. Badan
penanaman modal memiliki 2 indikator yang menjadi kewenangannya.
Indikator tersebut merupakan indikator dari tujuan TPB nomor 8. Isu strategis
Dinas penanaman modal adalah memperkuat kapasitas lembaga keuangan
domestik untuk mendorong dan memperluas akses terhadap perbankan,
asuransi dan jasa keuangan bagi semua.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Penanaman Modal


Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini dari 2 indikator
tersebut, semuanya belum ada yang dilaksanakan dan belum mencapai target
nasional. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah
dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal ditunjukkan pada tabel keterkaitan
program dan kegiatan Dinas Penanaman Modal dengan indikator TPB.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target
nasional harus diberikan perhatian khusus dan direkomendasikan untuk
selanjutnya diberikan ruang dalam rancangan program dan kegiatan Dinas
Penanaman Modal dimasa depan dalam rangka mengintegrasikan tujuan
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan di daerah.
Badan Penanaman Modal

100,00%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.16. Implementasi Indikator TPB Badan Penanaman Modal

IV-31 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram implementasi indikator TPB Dinas Penanaman Modal, diketahui bahwa persentase indikator yang belum memiliki data sebesar 100%.
Hal ini menunjukkan bahwa belum ada indicator yang memiliki data. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan harus diberikan perhatian khusus dan
direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan ruang dalam rancangan program dan kegiatan DPMD di masa depan dalam rangka mengintegrasikan tujuan
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan daerah. Selain itu, dari total 2 indikator yang menjadi kewenangan DPMD terdapat 1 indikator yang tidak
diketahui ketercapaiannya. Hal ini menjadi catatan bagi DPMD untuk melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.
Tabel 4.9. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Penanaman Modal dengan TPB
Target
No. No. Target(PERP (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator RES 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
8 Meningkatkan Memperkuat 8.10.1* Jumlah (tidak ada Meningkat
Pertumbuhan kapasitas lembaga kantor bank dalam lampiran
Ekonomi yang keuangan domestik dan ATM Perpres
Inklusif dan untuk mendorong dan per 100.000 59/2017)
Berkelanjutan, memperluas akses penduduk
Kesempatan Kerja terhadap perbankan, dewasa
yang Produktif dan asuransi dan jasa
Menyeluruh, serta keuangan bagi
Pekerjaan yang semua.
Layak untuk Semua Memperkuat 8.10.1.(a) Rata-rata Meningkatnya Menurun
kapasitas lembaga jarak perluasan akses (mendekat)
keuangan domestik lembaga permodalan
untuk mendorong dan keuangan dan layanan
memperluas akses (Bank keuangan
terhadap perbankan, Umum). melalui
asuransi dan jasa penguatan
keuangan bagi layanan
semua. keuangan
hingga tahun
2019.

IV-32 | K L H S R P J M D S U L S E L
2. Badan Penannggulangan Bencana Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah memiliki tugas pokok dan fungsi
yang berkaitan erat dengan indikator yang terdapat pada tujuan nomor 1, 11
dan 13. Dari tujuan tersebut terdapat 13 indikator yang menjadi kewenangan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Penanggulangan


Bencana
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh BPBD di Provinsi Sulawesi
Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target
nasional sebanyak 9 indikator, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan
namun belum mencapai target nasional sebanyak 0 indikator, jumlah indikator
yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah sebanyak
1 indikator, sementara indicator yang belum tersedia adalah sebanyak 3
indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah
dilaksanakan oleh BPBD ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah

23,08%

7,69%

69,23%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.17. Implementasi Indikator TPB Badan Penanggulangan Bencana Daerah

IV-33 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 69,23%, persentase
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional sebesar 7,69%, Sementara persentase indikator yang belum tersedia sebesar 23,08%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu
dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya

Tabel 4.10. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Pada tahun 2030, 1.5.1* Jumlah korban (tidak ada Menurun 5598 5598 0 Pemberdayaan Tim 127120000
Kemiskinan membangun meninggal, dalam Reaksi Cepat (TRC)
dalam Segala ketahanan hilang, dan lampiran tanggap darurat
Bentuk masyarakat terkena dampak Perpres bencana
Dimanapun miskin dan bencana per 59/2017)
mereka yang 100.000 orang.
berada dalam 1.5.1.(a) Jumlah lokasi Meningkatnya Meningkat 24 24 0
kondisi rentan, penguatan jumlah lokasi menjadi 39
dan mengurangi pengurangan penguatan daerah
kerentanan risiko bencana pengurangan
mereka terhadap daerah. risiko bencana
kejadian ekstrim daerah pada
terkait iklim dan tahun 2019
guncangan menjadi 39
ekonomi, sosial, daerah (2015:
lingkungan, dan 35 daerah).
bencana. 1.5.1.(e) Indeks risiko Menurunnya Menurun
bencana pada indeks risiko menjadi
pusat-pusat bencana pada 118,6
pertumbuhan pusat-pusat

IV-34 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
yang berisiko pertumbuhan
tinggi. yang berisiko
tinggi dari 58
menjadi 118,6
di 133
Kabupaten/Ko
ta
(2014:169,4).
1.5.2.(a) Jumlah kerugian (tidak ada Menurun
ekonomi dalam
langsung akibat lampiran
bencana. Perpres
59/2017)
1.5.3* Dokumen (tidak ada ada 1 1 0 Penyusunan 154600000
strategi dalam dokumen rencana
pengurangan lampiran kontijensi
risiko bencana Perpres
(PRB) tingkat 59/2017)
nasional dan
daerah.
11 Menjadikan Pada tahun 2020, 11.b.2* Dokumen (tidak ada ada 1 1 0 Penyusunan
Kota dan meningkatkan strategi dalam dokumen rencana
Permukiman secara substansial pengurangan lampiran kontijensi
Inklusif, jumlah kota dan risiko bencana Perpres
Aman, permukiman yang (PRB) tingkat 59/2017)
Tangguh dan mengadopsi dan daerah.
Berkelanjutan mengimplementas
i kebijakan dan
perencanaan yang
terintegrasi

IV-35 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
tentang
penyertaan,
efisiensi sumber
daya, mitigasi dan
adaptasi terhadap
perubahan iklim,
ketahanan
terhadap bencana,
serta
mengembangkan
dan
mengimplementas
ikan penanganan
holistik risiko
bencana di semua
lini, sesuai
dengan the Sendai
Framework for
Disaster Risk
Reduction 2015-
2030.
Pada tahun 2030, 11.5.1* Jumlah korban (tidak ada Menurun 5598 5598 0
secara signifikan meninggal, dalam
mengurangi hilang dan lampiran
jumlah kematian terkena dampak Perpres
dan jumlah orang bencana per 59/2017)
terdampak, dan 100.000 orang.
secara substansial 11.5.1.(a) Indeks Risiko Menurunnya Menurun 24 24 0
mengurangi Bencana Indeks Risiko menjadi 30%
kerugian ekonomi Bencana (IRB)

IV-36 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
relatif terhadap Indonesia mencapai 30%
PDB global yang (IRBI). hingga tahun
disebabkan oleh 2019.
bencana, dengan 11.5.1.(b) Jumlah kota Meningkatnya Meningkat
fokus melindungi tangguh bencana kapasitas
orang miskin dan yang terbentuk. masyarakat
orang-orang dan
dalam situasi kelembagaan
rentan. dalam
membangun
ketahanan kota
terhadap
perubahan
iklim dan
bencana
(urban
resilience).
11.5.1.(c) Jumlah sistem Tersedianya ada 101 75 26 309956602
peringatan dini sistem
cuaca dan iklim peringatan dini
serta cuaca dan
kebencanaan. iklim serta
kebencanaan.
11.5.2.(a) Jumlah kerugian (tidak ada Menurun
ekonomi dalam
langsung akibat lampiran
bencana. Perpres
59/2017)

IV-37 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
13 Mengambil Memperkuat 13.1.1* Dokumen Menurunnya ada 1 1 0 Penyusunan
Tindakan kapasitas strategi Indeks Risiko dokumen rencana
Cepat untuk ketahanan dan pengurangan Bencana kontijensi
Mengatasi adaptasi terhadap risiko bencana melalui
Perubahan bahaya terkait (PRB) tingkat strategi
Iklim dan iklim dan bencana nasional dan pengurangan
Dampaknya alam di semua daerah. risiko bencana
negara. tingkat
nasional dan
daerah hingga
tahun 2019.
13.1.2* Jumlah korban (tidak ada Menurun 5598 5598 0 Pemberdayaan Tim 127120000
meninggal, dalam Reaksi Cepat (TRC)
hilang dan lampiran tanggap darurat
terkena dampak Perpres bencana
bencana per 59/2017)
100.000 orang.

IV-38 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Badan Pendapatan Daerah
Badan Pendapatan Daerah merupakan organisasi perangkat daerah di Provinsi
Sulawesi Selatan yang menangani urusan pendapatan daerah. Badan
Pendapatan Daerah memiliki 3 indikator yang menjadi kewenangannya.
Indikator tersebut merupakan indikator dari tujuan TPB nomor 17. Isu strategis
Badan Pendapatan Daerah adalah memperkuat mobilisasi sumber daya
domestik, termasuk melalui dukungan internasional kepada negara
berkembang, untuk meningkatkan kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak dan
pendapatan lainnya.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Pendapatan Daerah


Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Badan Pendapatan Daerah di
Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan
sudah mencapai target nasional belum ada, jumlah indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional sebanyak 1 indikator,
jumlah indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional
adalah sebanyak 2 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator
yang sudah dilaksanakan oleh BPBD ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.
Badan Pendapatan Daerah

33,33

66,67

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.18. Implementasi Indikator TPB Badan Pendapatan Daerah

IV-39 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional sebesar 33,33% dan persentase
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional sebesar 66,67%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai
target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

Tabel 4.11. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Pendapatan Daerah dengan TPB
Target
Target
No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target No. Indikator Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
17 Menguatkan Memperkuat 17.1.1* Total pendapatan (tidak ada Meningkat 90552789 929295827 237679364
Sarana mobilisasi pemerintah sebagai dalam 07514.25 2501.00 986.75
Pelaksanaan sumber daya proporsi terhadap lampiran
dan domestik, PDB menurut Perpres
Merevitalisas termasuk sumbernya. 59/2017)
i Kemitraan melalui 17.1.1.(a) Rasio penerimaan Tercapainya Di atas 12%
Global untuk dukungan pajak terhadap rasio
Pembanguna internasional PDB. penerimaan
n kepada perpajakan
Berkelanjutan negara terhadap PDB
berkembang, di atas 12%
untuk per tahun
meningkatka (2015:
n kapasitas 10,7%).
lokal bagi 17.1.2* Proporsi anggaran (tidak ada Meningkat
pengumpulan domestik yang dalam
pajak dan didanai oleh pajak lampiran
pendapatan domestik. Perpres
lainnya. 59/2017)

IV-40 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.12. Permasalahan dan Isu Strategis Badan Pendapatan Daerah
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
17.1.1* Total pendapatan Memperkuat mobilisasi
pemerintah sebagai sumber daya domestik,
proporsi terhadap termasuk melalui dukungan
PDB menurut internasional kepada negara
sumbernya. berkembang, untuk
meningkatkan kapasitas lokal
bagi pengumpulan pajak dan
pendapatan lainnya.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah


Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah merupakan organisasi perangkat
daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan penelian dan
pengembangan daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah memiliki
1 indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan
indikator dari tujuan TPB nomor 16.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Penelitian dan


Pengembangan Daerah
Terdapat 1 indikator yang menjadi kewenangan Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa
saat ini dari 1 indikator tersebut, semuanya belum ada yang dilaksanakan dan
belum mencapai target nasional. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah ditunjukkan pada tabel Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah dengan indikator TPB. Indikator-
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional harus
diberikan perhatian khusus dan direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan
ruang dalam rancangan program dan kegiatan Badan Penelitian dan

IV-41 | K L H S R P J M D S U L S E L
Pengembangan Daerah di masa depan dalam rangka mengintegrasikan tujuan
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan di daerah.
Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah

100,00%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.19. Implementasi Indikator TPB Balitbangda

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator


menunjukkan belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional.
Indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus
diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu
dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan
untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-42 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.13. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah dengan TPB

Target
Target
NO. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan

16 Menguatkan Mengembangkan 16.6.2.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat


Masyarakat yang lembaga yang Kepatuhan persentase menjadi:
Inklusif dan Damai efektif, pelaksanaan UU Kepatuhan Kementerian:
untuk Pembangunan akuntabel, dan Pelayanan pelaksanaan UU 100%, Lembaga:
Berkelanjutan, transparan di Publik Pelayanan Publik 100%, Provinsi:
Menyediaan Akses semua tingkat. Kementerian/Le untuk 100%,
Keadilan untuk mbaga dan Kementerian: Kabupaten/Kota:
Semua, dan Pemerintah 100%, Lembaga: 80%
Membangun Daerah 100%, Provinsi:
Kelembagaan yang (Provinsi/ 100%,
Efektif, Akuntabel, Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota:
dan Inklusif di ). 80% pada tahun
Semua Tingkatan 2019.

IV-43 | K L H S R P J M D S U L S E L
5. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) merupakan satu
diantara organisasi perangkat daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. BPKAD
memiliki 4 indikator yang menjadi kewenangannya, yang keduanya
merupakan indikator dari TPB nomor 16 dan 17.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Pengelolaan dan Aset


Daerah
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa tidak ada data yang
tersedia yang terkait dengan indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh BPKAD ditunjukkan pada diagram
dan tabel berikut ini.
Badan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah

100,00%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.20. Implementasi Indikator TPB BPKAD

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator


menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator.
Hal ini menjadi catatan bagi BPKAD untuk melengkapi kekurangan data untuk
penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-44 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.14. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
16 Menguatkan Mengemban 16.6.1* Proporsi (tidak ada dalam Meningkat 17643493 19075949 1432456
Masyarakat yang gkan pengeluaran lampiran Perpres 8201.00 9612.00 1411.00
Inklusif dan lembaga utama 59/2017)
Damai untuk yang efektif, pemerintah
Pembangunan akuntabel, terhadap
Berkelanjutan, dan anggaran yang
Menyediaan transparan disetujui.
Akses Keadilan di semua 16.6.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat
untuk Semua, dan tingkat. peningkatan persentase opini menjadi:
Membangun Opini Wajar Wajar Tanpa Kementerian/Lem
Kelembagaan Tanpa Pengeculian baga: 95%,
yang Efektif, Pengecualian (WTP) atas laporan Provinsi: 85%,
Akuntabel, dan (WTP) atas keuangan pada Kabupaten:60%,
Inklusif di Semua Laporan tahun 2019 untuk Kota: 65%
Tingkatan Keuangan Kementerian/Lemb
Kementerian/ aga: 95%,
Lembaga dan Provinsi: 85%,
Pemerintah Kabupaten:60%,
Daerah Kota: 65% (2015
(Provinsi/Kab untuk K/L: 74%,
upaten/Kota). Provinsi: 52%,
Kabupaten: 30%,
Kota:41%).
17 Menguatkan Mendorong 17.17.1.(a) Jumlah Tersedianya ada
Sarana dan proyek yang alternatif
Pelaksanaan dan meningkatk ditawarkan pembiayaan untuk
Merevitalisasi an untuk pembangunan
Kemitraan Global kerjasama dilaksanakan melalui skema
untuk pemerintah- dengan skema Kerjasama

IV-45 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pembangunan swasta dan Kerjasama Pemerintah Swasta
Berkelanjutan masyarakat Pemerintah (KPS)/Kerjasama
sipil yang dan Badan Pemerintah dengan
efektif, Usaha Badan Usaha
berdasarkan (KPBU). Dalam Penyediaan
pengalaman Infrastruktur
dan (KPBU).
bersumber 17.17.1.(b) Jumlah Tersedianya ada
pada strategi alokasi alokasi dana
kerjasama. pemerintah APBN untuk
untuk penyiapan,
penyiapan transaksi dan
proyek, dukungan
transaksi Pemerintah bagi
proyek, dan proyek
dukungan KPS/KPBU.
pemerintah
dalam
Kerjasama
Pemerintah
dan Badan
Usaha
(KPBU).

IV-46 | K L H S R P J M D S U L S E L
6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memiliki tugas pokok dan
fungsi yang berkaitan erat dengan indikator yang terdapat pada tujuan nomor
1,8,10,11 dan 17. Dari tujuan tersebut terdapat 6 indikator yang menjadi
kewenangan Bappeda. Isu strategis Bappeda diantaranya :

▪ Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi


nasional dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik
bruto per tahun di negara kurang berkembang.
▪ Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan
pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah 40% dari populasi
pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kependudukan dan Catatan


Sipil dan Keluarga Berencana
Berdasarkan total indikator yang telah dilaksanakan oleh Bappeda di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan belum
mencapai target nasional adalah sebanyak 3 indikator, namun jumlah indikator
yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah sebanyak
1 indikator, sementara jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah
sebanyak 2 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Bappeda ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut
ini.

IV-47 | K L H S R P J M D S U L S E L
Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah

33,33%

50%

16,67%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.21. Implementasi Indikator TPB BPKAD

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah 50%, namun
persentase yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional
adalah 16,67%, Sementara persentase indikator yang datanya tidak tersedia
adalah sebesar 33,33%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan
belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan
upaya tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta
menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu,
indikator yang tidak diketahui ketercapaiannya menjadi catatan bagi Bappeda
untuk melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian
TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-48 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.15. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Menjamin mobilisasi 1.a.2* Pengeluaran untuk (tidak ada dalam Meningkat
Kemiskinan yang signifikan terkait layanan pokok lampiran Perpres
dalam Segala sumber daya dari (pendidikan, 59/2017)
Bentuk berbagai sumber, kesehatan dan
Dimanapun termasuk melalui perlindungan sosial)
kerjasama sebagai persentase
pembangunan yang dari total belanja
lebih baik, untuk pemerintah
menyediakan sarana
yang memadai dan
terjangkau bagi negara
berkembang,
khususnya negara
kurang berkembang
untuk melaksanakan
program dan kebijakan
mengakhiri kemiskinan
di semua dimensi.
8 Meningkatkan Mempertahankan 8.1.1* Laju pertumbuhan (tidak ada dalam Meningkat 7.41 9.29
Pertumbuhan pertumbuhan ekonomi PDB per kapita. lampiran Perpres
Ekonomi yang per kapita sesuai 59/2017)
Inklusif dan dengan kondisi 8.1.1.(a) PDB per kapita. Meningkatnya Meningkat 38.02 48.21
Berkelanjutan, nasional dan, Produk Domestik menjadi lebih
Kesempatan khususnya, setidaknya Bruto (PDB) per dari Rp 50
Kerja yang 7 persen pertumbuhan kapita per tahun juta
Produktif dan produk domestik bruto menjadi lebih dari
Menyeluruh, per tahun di negara Rp 50 juta pada
serta Pekerjaan kurang berkembang.

IV-49 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggran
59/2017)
ringkasan
yang Layak tahun 2019 (2015:
untuk Semua. Rp 45,2 juta).
10 Mengurangi Pada tahun 2030, 10.1.1* Koefisien Gini. Koefisien Gini Menurun 0.43 0.36 0.07
Kesenjangan secara progresif pada tahun 2019 menjadi 0,36
Intra- dan mencapai dan menjadi 0,36
Antarnegara mempertahankan (2014: 0,41).
pertumbuhan
pendapatan penduduk
yang berada di bawah
40% dari populasi pada
tingkat yang lebih
tinggi dari rata-rata
nasional.
11 Menjadikan Pada tahun 2030, 11.3.2.(b) Jumlah lembaga Tersedianya ada
Kota dan memperkuat urbanisasi pembiayaan lembaga
Permukiman yang inklusif dan infrastruktur. pembiayaan
Inklusif, Aman, berkelanjutan serta infrastruktur.
Tangguh dan kapasitas partisipasi,
Berkelanjutan. perencanaan
penanganan
permukiman yang
berkelanjutan dan
terintegrasi di semua
negara.
17 Menguatkan Pada tahun 2020, 17.18.1.(d Persentase indikator (tidak ada dalam Meningkat
Sarana meningkatkan ) SDGs terpilah yang lampiran Perpres
Pelaksanaan dukungan relevan dengan 59/2017)
dan pengembangan target.
Merevitalisasi kapasitas untuk negara
Kemitraan berkembang, termasuk

IV-50 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggran
59/2017)
ringkasan
Global untuk negara kurang
Pembangunan berkembang dan negara
Berkelanjutan berkembang pulau
kecil, untuk
meningkatkan secara
signifikan ketersediaan
data berkualitas tinggi,
tepat waktu dan dapat
dipercaya, yang terpilah
berdasarkan
pendapatan, gender,
umur, ras, etnis, status
migrasi, difabilitas,
lokasi geografis dan
karakteristik lainnya
yang relevan dengan
konteks nasional.

IV-51 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.16. Permasalahan dan Isu Strategis Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Laju Mempertahankan pertumbuhan
8.1.1* pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan
PDB per kapita. kondisi nasional dan, khususnya,
setidaknya 7 persen pertumbuhan
8.1.1.(a) PDB per kapita. produk domestik bruto per tahun
di negara kurang berkembang.
Pada tahun 2030, secara progresif
mencapai dan mempertahankan
pertumbuhan pendapatan
Belum tersedia
10.1.1* Koefisien Gini. penduduk yang berada di bawah
target daerah
40% dari populasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari rata-rata
nasional.

7. Biro Organisasi dan Tata Laksana Setda


Bagian Organisasi dan Tata Laksana Setda Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
3 indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan
indikator dari tujuan TPB nomor 12 dan 16.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Biro Organisasi dan Tata


Laksana Setda
Terdapat 3 indikator yang menjadi kewenangan Biro Organisasi dan Tata
Laksanan Setda. Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini
dari 3 indikator tersebut semuanya belum ada yang tersedia. Rincian lengkap
mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Biro Organisasi
ditunjukkan pada tabel Keterkaitan Program dan Kegiatan Bagian Organisasi
dengan indikator TPB.

IV-52 | K L H S R P J M D S U L S E L
Biro Organisasi dan Tata Laksana
Setda

100%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.22. Implementasi Indikator TPB Biro Ortala

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator


menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator. Hal
ini menjadi catatan bagi Biro Organisasi dan Tata Laksana Setda untuk
melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB
yang lebih baik di masa depan.

IV-53 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.17. Keterkaitan Program dan Kegiatan Biro Organisasi dan Tata Laksana Setda dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
12 Menjamin Pola Pada tahun 2030, 12.8.1.(a) Jumlah fasilitas (tidak ada dalam Meningkat
Produksi dan menjamin bahwa publik yang lampiran Perpres
Konsumsi yang masyarakat di mana menerapkan 59/2017)
Berkelanjutan pun memiliki Standar
informasi yang Pelayanan
relevan dan Masyarakat
kesadaran terhadap (SPM) dan
pembangunan teregister.
berkelanjutan dan
gaya hidup yang
selaras dengan alam.
16 Menguatkan Mengembangkan 16.6.1.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat
Masyarakat yang lembaga yang peningkatan persentase Skor B menjadi:
Inklusif dan Damai efektif, akuntabel, Sistem atas Sistem Kementerian/
untuk dan transparan di Akuntabilitas Akuntabilitas Lembaga:
Pembangunan semua tingkat. Kinerja Kinerja Instansi 85%, Provinsi:
Berkelanjutan, Pemerintah Pemerintah 75%,
Menyediaan Akses (SAKIP) (SAKIP) untuk Kabupaten/Ko
Keadilan untuk Kementerian/L Kementerian/Lem ta: 50%
Semua, dan embaga dan baga: 85%,
Membangun Pemerintah Provinsi: 75%,
Kelembagaan yang Daerah Kabupaten/Kota:
Efektif, Akuntabel, (Provinsi/ 50% pada tahun
dan Inklusif di Kabupaten/Kot 2019 (2015: K/L:
Semua Tingkatan a). 60,24%, Provinsi:
30,30%,
Kabupaten/Kota:
2,38%).

IV-54 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
16.6.1.(d) Persentase Meningkatnya Meningkatk Kegiatan
instansi persentase instansi menjadi: Pembinaa
pemerintah pemerintah yang Kementerian/ n
yang memiliki memiliki nilai Lembaga Penerapan
nilai Indeks Indeks Reformasi 75%, Provinsi: Reformasi
Reformasi Birokrasi Baik 60%, Birokrasi
Birokrasi Baik untuk Kabupaten/Ko Pemerinta
Kementerian/L Kementerian/Lem ta: 45% h Provinsi
embaga dan baga menjadi dan
Pemerintah 75%, Provinsi: Kabupaten
Daerah 60%, /Kota se-
(Provinsi/ Kabupaten/Kota: Sulawesi
Kabupaten/Kot 45% pada tahun Selatan.
a). 2019 (2015: untuk
K/L: 47%,
Provinsi: NA,
Kabupaten/Kota:
NA).

IV-55 | K L H S R P J M D S U L S E L
8. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
tugas pokok untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang
pariwisata. Total indikator yang menjadi kewenangan Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan sebanyak 4 indikator, yang merupakan indikator dari TPB
nomor 8. Isu startegis Dinas Pariwisata adalah pada tahun 2030, menyusun dan
melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan
yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk
lokal..

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kebudayaan dan


Pariwisata
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah mencapai
target nasional adalah 2 indikator, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan
namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 1 indikator, dan masih
ada 1 indikator yang belum tersedia. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

25,00

50,00

25,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.23. Implementasi Indikator TPB Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

IV-56 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam hal ini bahwa
tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator. Hal ini menjadi catatan bagi Biro Organisasi dan Tata Laksana Setda untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

Tabel 4.18. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan TPB
Target
TargetT
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
8 Meningkatka Pada tahun 8.9.1* Proporsi Meningkatnya Meningkat 1.32 8 -6.68 Program pengembangan
n 2030, menyusun kontribusi kontribusi menjadi 8% pemasaran pariwisata
Pertumbuhan dan pariwisata pariwisata analisis data kunjungan
Ekonomi melaksanakan terhadap menjadi 8% wisatawan (nusantara
yang Inklusif kebijakan untuk PDB. terhadap PDB dan mancanegara),
dan mempromosikan pada tahun survey pengembangan
Berkelanjutan pariwisata 2019 (2014: pasar
, Kesempatan berkelanjutan 4,2%).
Kerja yang yang 8.9.1.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat 255747 151763 10398 Program pengembangan 166047700
Produktif dan menciptakan wisatawan jumlah menjadi 20 4 pemasaran 0
Menyeluruh, lapangan kerja mancanegara wisatawan juta (skala Tourism, Trade and
serta dan . mancanegara nasional) Invesment Expo
Pekerjaan mempromosikan menjadi 20 Partisipasi ada Bali
yang Layak budaya dan juta pada Beyond Travel Fair
untuk Semua produk lokal. tahun 2019 Partisipasi pada pekan
(2014: 9 juta). raya SULSEL
Partisipasi pada
pameran pembangunan
Partisipasi pada kemilau
Sulawesi
Partisipasi pada Gebyar
Wisata Nusantara
(GWN)

IV-57 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
TargetT
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
8.9.1.(b) Jumlah (tidak ada Meningkat 8367748 6000000 2E+06 Program pengembangan 295363200
kunjungan dalam pemasaran pariwisata 0
wisatawan lampiran
nusantara. Perpres
59/2017)
8.9.1.(c) Jumlah (tidak ada Meningkat
devisa sektor dalam
pariwisata. lampiran
Perpres
59/2017)

Tabel 4.19. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Proporsi kontribusi pariwisata terhadap Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata
8.9.1* Data belum lengkap
PDB. berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal.

IV-58 | K L H S R P J M D S U L S E L
9. Dinas Kelautan dan Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tugas pokok
untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang Hasil laut dan
ekosistem. Total indikator yang menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan
Perikanan sebanyak 4 indikator, yang merupakan indikator dari TPB nomor
14. Tidak terdapat isu startegis Dinas Kelautan dan Perikanan menyusun dan
melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang
menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal.
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kelautan dan Perikanan
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional adalah 4 indikator atau
seluruhnya Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah
dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan ditunjukkan pada
diagram dan tabel berikut ini.

Dinas Kelautan dan Perikanan

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.24. Implementasi Indikator TPB Dinas Kelautan dan Perikanan

IV-59 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 100%. Indikator-
indikator yang belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target
tersebut serta menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

Tabel 4.20. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Capaia Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - n Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan

8 Meningkatkan Pada tahun 8.9.1* Proporsi Meningkatnya Meningkat 1.32 8 -6.68 Program pengembangan
Pertumbuhan 2030, kontribusi kontribusi menjadi 8% pemasaran pariwisata
Ekonomi yang menyusun dan pariwisata pariwisata analisis data kunjungan
Inklusif dan melaksanakan terhadap menjadi 8% wisatawan (nusantara
Berkelanjutan, kebijakan PDB. terhadap PDB dan mancanegara),
Kesempatan Kerja untuk pada tahun 2019 survey pengembangan
yang Produktif dan mempromosik (2014: 4,2%). pasar
Menyeluruh, serta an pariwisata 8.9.1.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat 255747 151763 1039 Program pengembangan 16604770
Pekerjaan yang berkelanjutan wisatawan jumlah wisatawan menjadi 20 84 pemasaran 00
Layak untuk Semua yang mancanega mancanegara juta (skala Tourism, Trade and
menciptakan ra. menjadi 20 juta nasional) Invesment Expo
lapangan kerja pada tahun 2019 Partisipasi ada Bali
dan (2014: 9 juta). Beyond Travel Fair
mempromosik Partisipasi pada pekan
an budaya dan raya SULSEL
produk lokal. Partisipasi pada pameran
pembangunan
Partisipasi pada kemilau
Sulawesi

IV-60 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Capaia Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - n Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan

Partisipasi pada Gebyar


Wisata Nusantara
(GWN)

8.9.1.(b) Jumlah (tidak ada dalam Meningkat 8367748 6000000 2E+0 Program pengembangan 29536320
kunjungan lampiran Perpres 6 pemasaran pariwisata 00
wisatawan 59/2017)
nusantara.

8.9.1.(c) Jumlah (tidak ada dalam Meningkat


devisa lampiran Perpres
sektor 59/2017)
pariwisata.

IV-61 | K L H S R P J M D S U L S E L
10. Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana
Dinas kependudukan, Pencatatan sipil, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
berencana merupakan organisasi perangkat daerah di Provinsi Sulawesi
Selatan yang menganani urusan administrasi kependudukan dan catatan sipil.
Disdukcapil memiliki 2 indikator yang menjadi kewenangannya, yang
merupakan indikator dari TPB nomor 1 dan 17. Isu strategis Disdukcapil
diantaranya adalah Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan
perempuan, khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama
terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar,
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan,
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk
keuangan mikro.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kependudukan dan


Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa indikator yang telah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebanyak 1 indikator dan
indikator yang telah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional
sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Disdukcasip ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.

IV-62 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan
Keluarga Berencana

50,00 50,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.25. Implementasi Indikator TPB Dinas Dukcapil

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 50% dan persentase
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
sebesar 50%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum
mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya
tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta
menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-63 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.21. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana dengan TPB
TARGET
TARGET
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Pada tahun 2030, menjamin 1.4.1.(j) Persentase Kepemilikan Meningkat 66.09 77.4 -11
Kemiskinan bahwa semua laki-laki dan penduduk akte lahir menjadi
dalam Segala perempuan, khususnya umur 0-17 untuk 77,4%.
Bentuk masyarakat miskin dan rentan, tahun dengan penduduk
Dimanapun memiliki hak yang sama kepemilikan 40%
terhadap sumber daya akta kelahiran. berpendapata
ekonomi, serta akses terhadap n terbawah
pelayanan dasar, kepemilikan pada tahun
dan kontrol atas tanah dan 2019
bentuk kepemilikan lain, menjadi
warisan, sumber daya alam, 77,4%.
teknologi baru, dan jasa
keuangan yang tepat, termasuk
keuangan mikro.
17 Menguatkan Pada tahun 2030, 17.19.2.(b Tersedianya (tidak ada ada 2985233
Sarana mengandalkan inisiatif yang ) data registrasi dalam
Pelaksanaan sudah ada, untuk terkait lampiran
dan mengembangkan pengukuran kelahiran dan Perpres
Merevitalisasi atas kemajuan pembangunan kematian 59/2017)
Kemitraan berkelanjutan yang (Vital
Global untuk melengkapi Produk Domestik Statistics
Pembangunan Bruto, dan mendukung Register)
Berkelanjutan pengembangan kapasitas
statistik di negara berkembang.

IV-64 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.22. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Kependudukan, Catatan
Sipil dan Keluarga Berencana
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
1.4.1.(j) Persentase Persentase Pada tahun 2030, menjamin
penduduk penduduk umur 0- bahwa semua laki-laki dan
umur 0-17 17 tahun dengan perempuan, khususnya
tahun dengan kepemilikan akta masyarakat miskin dan
kepemilikan kelahiran belum rentan, memiliki hak yang
akta kelahiran. memenuhi target sama terhadap sumber daya
nasional serta ekonomi, serta akses terhadap
belum menetapkan pelayanan dasar, kepemilikan
target daerah dan kontrol atas tanah dan
bentuk kepemilikan lain,
warisan, sumber daya alam,
teknologi baru, dan jasa
keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.

11. Dinas Kesehatan


Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tugas pokok untuk
melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan diamanatkan
untuk menjalankan 46 indikator yang merupakan indikator TPB nomor 1, 2, 3
dan 5. Isu strategis Dinas Kesehatan diantaranya:

▪ Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang


tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun
2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
▪ Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua
orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi
rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup
sepanjang tahun.
▪ Pada tahun 2030, menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk
pada tahun 2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk

IV-65 | K L H S R P J M D S U L S E L
anak pendek dan kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan
gizi remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula.
▪ Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari
70 per 100.000 kelahiran hidup.
▪ Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat
dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka
Kematian Balita 25 per 1000.
▪ Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan
penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit
bersumber air, serta penyakit menular lainnya.
▪ Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk
penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan.
▪ Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan
seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan
pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan
program nasional.
▪ Meningkatkan secara signifikan pembiayaan kesehatan dan rekrutmen,
pengembangan, pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara
berkembang, khususnya negara kurang berkembang, dan negara
berkembang pulau kecil.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kesehatan


Dalam pencapaian TPB Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan memiliki
peran yang cukup krusial. Dinas Kesehatan bertanggung jawab atas 26
indikator TPB. Jumlah tersebut berkaitan dengan banyaknya indikator
mengenai urusan pelayanan kesehatan. Dari total indikator yang telah
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah
indikator yang telah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional adalah
26 indikator, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan namun belum

IV-66 | K L H S R P J M D S U L S E L
mencapai target nasional adalah sebanyak 12 indikator, sementara jumlah
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
sebanyak 5 indikator dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah
sebanyak 3 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.

Dinas Kesehatan

6,52
10,87

56,52
26,09

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.26. Implementasi Indikator TPB Dinas Kesehatan


Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 56,52%, persentase
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
26,09%, persentase indikator yang belum dilaksanakan adalah 10,87%, dan
persentase indikator yang datanya tidak tersedia adalah sebesar 6,52%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus
diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu
dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan
untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-67 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.23. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Kesehatan dengan TPB
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Menerapkan 1.3.1.(a) Proporsi Meningkatnya Meningkat 70 75 -5 Program Jaminan 105225000
Kemiskina secara nasional peserta persentase menjadi 95% Pemeliharaan
n dalam sistem dan jaminan penduduk yang Kesehatan
Segala upaya kesehatan menjadi peserta Masyarakat
Bentuk perlindungan melalui jaminan 1. Semiloka
Dimanapun sosial yang tepat SJSN kesehatan melalui Pemantapan dan
bagi semua, Bidang SJSN Bidang Pengembangan
termasuk Kesehatan. Kesehatan Kesehatan Gratis
kelompok yang menjadi minimal
paling miskin, 95% pada tahun
dan pada tahun 2019
2030 mencapai
cakupan
substansial bagi
kelompok
miskin dan
rentan.
Pada tahun 1.4.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat 91.11 81 10.1 Sama dengan
2030, menjamin perempuan cakupan menjadi 70% 1 indikator 3.1.2 (a)
bahwa semua pernah persalinan di
laki-laki dan kawin umur fasilitas
perempuan, 15-49 tahun pelayanan
khususnya yang proses kesehatan untuk
masyarakat melahirkan 40% penduduk
miskin dan terakhirnya berpendapatan
rentan, memiliki di fasilitas terbawah pada
hak yang sama kesehatan. tahun 2019
terhadap sumber menjadi 70%

IV-68 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
daya ekonomi, 1.4.1.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat 102.9 63 39.9 Program 202683370
serta akses anak umur cakupan menjadi 63%. Pengendalian
terhadap 12-23 bulan imunisasi dasar Penyakit dan
pelayanan dasar, yang lengkap pada Penyehatan
kepemilikan dan menerima anak usia 12-23 Lingkungan
kontrol atas imunisasi bulan untuk 40% 1. Pemeliharaan Cold
tanah dan dasar penduduk Room dan Distribusi
bentuk lengkap. berpendapatan Vaksin
kepemilikan terbawah pada
lain, warisan, tahun 2019
sumber daya menjadi 63%.
alam, teknologi 1.4.1.(c) Prevalensi Meningkatnya Meningkat 0.7267 0.68 0.04 Program Peningkatan 116168000
baru, dan jasa penggunaa cakupan angka menjadi 65% 67 Pelayanan Kesehatan
keuangan yang n metode pemakaian Ibu, Anak, Balita dan
tepat, termasuk kontrasepsi kontrasepsi semua Lansia
keuangan mikro. (CPR) cara pada 1. Evaluasi sistem
semua cara perempuan usia pelayanan dan
pada 15-49 tahun untuk pencatatan/pelaporan
Pasangan 40% penduduk KB di fasilitas
Usia Subur berpendapatan kesehatan
(PUS) usia terbawah pada
15-49 tahun tahun 2019
yang menjadi 65%.
berstatus
kawin.
2 Menghilan Pada tahun 2.1.1.(a) Prevalensi Menurunnya Menurun 22.8 22.1 0.7 Program Peningkatan 116168000
gkan 2030, kekurangan prevalensi menjadi 17% Pelayanan Kesehatan
Kelaparan, menghilangkan gizi kekurangan gizi Ibu, Anak, Balita dan
Mencapai kelaparan dan (underweig (underweight) Lansia
Ketahanan menjamin akses pada anak balita 1. Evaluasi sistem

IV-69 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pangan dan bagi semua ht) pada pada tahun 2019 pelayanan dan
Gizi yang orang, anak balita. menjadi 17% pencatatan/pelaporan
Baik, serta khususnya orang (2013: 19,6 %). KB di fasilitas
Meningkat miskin dan kesehatan
kan mereka yang
Pertanian berada dalam
Berkelanjut kondisi rentan,
an termasuk bayi,
terhadap
makanan yang
aman, bergizi,
dan cukup
sepanjang tahun.
Pada tahun 2.2.1* Prevalensi (tidak ada dalam Menurun 0.348 0.3386 0.00 2. Peningkatan 326555000
2030, stunting lampiran Perpres 94 Kapasitas Kader
menghilangkan (pendek 59/2017) dalam Pemanfaatan
segala bentuk dan sangat Pangan Lokal dalam
kekurangan gizi, pendek) Mengatasi Gizi
termasuk pada pada anak Kurang
tahun 2025 di bawah
mencapai target lima
yang disepakati tahun/balita
secara .
internasional 2.2.1.(a) Prevalensi Menurunnya Menurun 0.218 0.3386 - 3. Pendampingan 156475000
untuk anak stunting prevalensi menjadi 28% 0.12 Kasus Gizi Buruk
pendek dan (pendek stunting (pendek 06 oleh kader Posyandu
kurus di bawah dan sangat dan sangat
usia 5 tahun, pendek) pendek) pada
dan memenuhi pada anak anak di bawah
kebutuhan gizi di bawah dua tahun/baduta

IV-70 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
remaja dua pada tahun 2019
perempuan, ibu tahun/badut menjadi 28%
hamil dan a. (2013: 32,9%).
menyusui, serta 2.2.2* Prevalensi (tidak ada dalam Menurun 8.70% 0.0725 1.45 4. Bimbingan teknis 252000000
manula. malnutrisi lampiran Perpres % Pendampingan
(berat 59/2017) Surveilans Gizi dan
badan/tingg On Job Training
i badan) KMS baru pada 427
anak pada Puskesmas
usia kurang
dari 5
tahun,
berdasarka
n tipe.
2.2.2.(a) Prevalensi Menurunnya Menurun 0.134 0.285 - 1. Pengadaan Buffer 249730000
anemia prevalensi anemia menjadi 28% 0.15 Stock bahan
pada ibu pada ibu hamil 1 antisipasi kejadian
hamil. pada tahun 2019 ibu hamil KEK
menjadi 28%
(2013: 37,1%).
2.2.2.(b) Persentase Persentase bayi Meningkat 0.73 0.44 0.29 Program Perbaikan 201515000
bayi usia usia kurang dari 6 menjadi 50% Gizi Masyarakat
kurang dari bulan yang 1. Pengawasan
6 bulan mendapat ASI penegakan PERDA
yang eksklusif menjadi No.6 tahun 2010 dan
mendapatk 50% pada tahun Pergub No.68 tahun
an ASI (2013: 38%). 2011 (Perda dan
eksklusif. Pergub ASI)

IV-71 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
3 Menjamin Memperkuat 3.a.1* Persentase (tidak ada dalam Menurun
Kehidupan pelaksanaan the merokok lampiran Perpres
yang Sehat Framework pada 59/2017)
dan Convention on penduduk
Meningkat Tobacco Control umur ≥15
kan WHO di seluruh tahun.
Kesejahtera negara sebagai
an Seluruh langkah yang
Penduduk tepat.
Semua Usia Memperkuat 3.5.1.(e) Prevalensi Terkendalinya Menurun 1.95% 1.95% 0.00 Program 289253000
pencegahan dan penyalahgu laju prevalensi menjadi angka % Pengendalian
pengobatan naan penyalahgunaan 0,02% Penyakit dan
penyalahgunaan narkoba. narkoba pada Penyehatan
zat, termasuk akhir tahun 2019 Lingkungan
penyalahgunaan menjadi angka 1. Sosialisasi Bahaya
narkotika dan 0,02% (2015: Napza dan HIV
penggunaan 0,05%). AIDS bagi Pemuda
alkohol yang Pelajar dengan
membahayakan. Berolahraga (
BKOM)
3.5.2* Konsumsi (tidak ada dalam Menurun 0
alkohol lampiran Perpres
(liter per 59/2017)
kapita) oleh
penduduk
umur ≥ 15
tahun
dalam satu
tahun
terakhir.

IV-72 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Mencapai 3.8.1.(a) Unmet Menurunnya Menurun 0
cakupan need unmeet need menjadi 9,91%
kesehatan pelayanan pelayanan
universal, kesehatan. kesehatan pada
termasuk tahun 2019
perlindungan menjadi 9,91%
risiko keuangan, (2012-
akses terhadap 2013:11,4%).
pelayanan 3.8.2* Jumlah (tidak ada dalam Meningkat 750 700 50 Program Jaminan
kesehatan dasar penduduk lampiran Perpres Pemeliharaan
yang baik, dan yang 59/2017) Kesehatan
akses terhadap dicakup Masyarakat
obat- obatan dan asuransi 1. Semiloka
vaksin dasar kesehatan Pemantapan dan
yang aman, atau sistem Pengembangan
efektif, kesehatan Kesehatan Gratis
berkualitas, dan masyarakat
terjangkau bagi per 1000
semua orang. penduduk.
3.8.2.(a) Cakupan Meningkatnya Meningkat 0.75 0.75 0 2. Desiminasi dan
Jaminan cakupan Jaminan menjadi informasi Pelayanan
Kesehatan Kesehatan minimal 95% Kesehatan Gratis
Nasional Nasional (JKN) 3. Bimtek dan
(JKN). pada tahun 2019 Monitoring Evaluasi
minimal 95% Kesehatan Gratis
(2015:60%). 4. Penyusunan
Petunjuk Teknis
Pelayanan Kesehatan
Gratis
5. Konsultasi dan

IV-73 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Bimtek Pelayanan
Kesehatan Gratis
6. Penunjang
Pokja/Sekretariat
Pelayanan Kesehatan
Gratis
7. Sosialisasi dan
Advokasi Integrasi
Kesehatan Gratis ke
dalam Program
JKN/BPJS
8. Pertemuan
Kemitraan
Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan
Masyarakat
9. Monitoring Data
Kepesertaan Program
Kesehatan
Gratis/Jamkesda
Integrasi ke JKN
10. Sosialisasi dan
Advokasi PEMDA
dalam rangka
Integrasi Kesehatan
Gratis ke dalam
Program JKN/BPJS
11. Konsultasi dan
Bimtek Pemantapan
Kesehatan Gratis

IV-74 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
12. Pertemuan
Evaluasi Integrasi
Program Kesehatan
Gratis ke JKN
13. Pertemuan
Pemutakhiran Data
Kepesertaan Program
Kesehatan Gratis ke
JKN
14. Perubahan
Ranperda Program
Kesehatan Gratis
15. Pertemuan
Sosialisasi
Perubahan Ranperda
Kesehatan Gratis ke
Program JKN
16. Survey Kepuasan
Masyarakat tentang
Pelaksanaan
Kesehatan Gratis ke
JKN
17. Monitoring dan
Evaluasi Pelaporan
Pelayanan Penduduk
Miskin di Puskesmas
18. Konsultasi dan
Bimtek Pemantapan
Pelayanan Kesehatan
Gratis/Jamkesda

IV-75 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Integrasi ke JKN
19. Penyusunan
Petunjuk Teknis
Pelayanan Kesehatan
Gratis Integrasi ke
JKN
20. Perubahan
Pergub Kesehatan
Gratis Integrasi ke
JKN
Mendukung 3.b.1.(a) Persentase (tidak ada dalam Meningkat 0.85 0.83 0.02 Program Pengadaan 117413780
penelitian dan ketersediaa lampiran Perpres Obat, Pengawasan 0
pengembangan n obat dan 59/2017) Obat, Makanan dan
vaksin dan obat vaksin di Pengembangan Obat
penyakit Puskesmas. Asli Indonesia
menular dan 1. Pengadaan Obat
tidak menular dan Perbekalan
yang terutama Kesehatan
berpengaruh 2. Monitoring dan
terhadap negara Evaluasi Pelaksanaan
berkembang, Pengadaan Obat
menyediakan Melalui Sistem e-
akses terhadap Catalog RS
obat dan vaksin 3. Bimbingan Teknis
dasar yang Pemantauan dan
terjangkau, Pelaporan
sesuai the Doha Penggunaan Obat
Declaration Rasional ( POR)
tentang the 4. Pertemuan
TRIPS Pembekalan

IV-76 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Agreement and Pembuatan dan
Public Health, analisis laporan POR
yang bagi Tenaga
menegaskan hak Pengelola POR
negara 5. Monitoring dan
berkembang evaluasi Pelaksanaan
untuk pengadaan obat
menggunakan melalui e- Catalog
secara penuh RS
ketentuan dalam
Kesepakatan
atas Aspek-
Aspek
Perdagangan
dari Hak
Kekayaan
Intelektual
terkait
keleluasaan
untuk
melindungi
kesehatan
masyarakat, dan
khususnya,
menyediakan
akses obat bagi
semua.
Meningkatkan 3.c.1* Kepadatan (tidak ada dalam Meningkat 289 357 -68 Program Peningkatan 233564300
secara signifikan dan lampiran Perpres Kapasitas dan 0
pembiayaan distribusi 59/2017) Kinerja SKPD

IV-77 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
kesehatan dan tenaga 1. Pertemuan
rekrutmen, kesehatan. pengelola Program
pengembangan, SDK (Sumber Daya
pelatihan, dan Kesehatan)
retensi tenaga 2. Pendataan
kesehatan di kebutuhan tenaga
negara Dokter, Dokter Gigi
berkembang, dan Dokter Spesialis
khususnya di RS Pemerintah
negara kurang 3. Pendataan Nakes
berkembang, dan Nakes Asing di
dan negara RS Pemerintah dan
berkembang Swasta
pulau kecil. 4. Pertemuan dalam
rangka fasilitasi
kebutuhan tenaga
kesehatan
berdasarkan beban
kerja
5. Pertemuan
evaluasi perhitungan
kebutuhan tenaga
berdasarkan beban
kerja
6. Pertemuan
evaluasi pelaksanaan
program SDK
Program Standarisasi
Pelayanan Kesehatan
1. Pendataan

IV-78 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
NAKES di
Kabupaten/Kota
2. Pendataan
NAKES Asing di
Kabupaten/Kota
3. Pertemuan
Perencanaan
Kebutuhan NAKES
Berdasarkan Rasio
terhadap Jumlah
Penduduk
4. Sosialisasi
Pemenuhan NAKES
di RS dan Puskesmas
berdasarkan Rasio
5. Pertemuan
Pengelola Program
Sumber Daya
Kesehatan (SDK)
6. Pertemuan
Evaluasi Program
SDK dalam rangka
Pemenuhan Rasio
Tenaga Kesehatan
Terhadap Jumlah
Penduduk
7. Pertemuan
Evaluasi Pemenuhan
Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan

IV-79 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Puskesmas
8. Pertemuan dalam
rangka Pembinaan
dan pengawasan
Tenaga Kesehatan
9. Pembinaan dan
Pengawasan Mutu
Tenaga Kesehatan
10. Sosialisasi
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan
11. Pertemuan
Koordinasi Lintas
Sektor Pemenuhan
Tenaga Kesehatan di
Provinsi
12. Pertemuan
Koordinasi Lintas
Sektor Pemenuhan
Tenaga Kesehatan di
Kab/Kota
13. Pertemuan
Sosialisasi
Pemenuhan SDM di
Provinsi
14. Pertemuan
Sosialisasi
Pemenuhan SDM di
Kab/Kota
15. Monev

IV-80 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pemenuhan SDMK
di 24 Kab/Kota
Pada tahun 3.3.1.(a) Prevalensi Menurunnya Menurun 0.0033 <0,5% -0.17 Program 134597000
2030, HIV pada prevalensi HIV menjadi <0,5% Pengendalian
mengakhiri populasi pada populasi Penyakit dan
epidemi AIDS, dewasa. dewasa tahun Penyehatan
tuberkulosis, 2019 menjadi Lingkungan
malaria, dan <0,5% (2014: 1. Rapid Survey
penyakit tropis 0,46%). Pengetahuan
yang terabaikan, Komprehensif pada
dan memerangi Penduduk Usia 15-24
hepatitis, tahun
penyakit 3.3.2.(a) Insiden Menurunnya Menurun 155 158 -3 1. Pengadaan 9999000
bersumber air, Tuberkulos prevalensi menjadi 245 Laboratorium Supply
serta penyakit is (ITB) per Tuberculosis (TB) TB
menular lainnya. 100.000 per 100.000
penduduk. penduduk pada
tahun 2019
menjadi 245
(2013: 297).
3.3.3* Kejadian (tidak ada dalam Menurun 0.15 <1 -0.85 1. Mass Blood 46350000
Malaria per lampiran Perpres Survey (MBS)
1000 orang. 59/2017)
3.3.3.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat 4 5 -1 2. Survey Darah Jari 59400000
kabupaten/ jumlah menjadi 300
kota yang kabupaten/kota
mencapai dengan eliminasi
eliminasi malaria pada
malaria. tahun 2019

IV-81 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
menjadi 300
(2013: 212).
3.3.4.(a) Persentase (tidak ada dalam Meningkat 0.5 0.3 0.2 1. Advokasi dan 209785440
kabupaten/ lampiran Perpres Sosialisasi Hepatitis
kota yang 59/2017)
melakukan
deteksi dini
untuk
infeksi
Hepatitis B.
3.3.5* Jumlah (tidak ada dalam Menurun 333250.7 338634.6 - 1. Pelatihan 53612000
orang yang lampiran Perpres 5383 tatalaksana kasus
memerluka 59/2017) .93 filariasis
n intervensi
terhadap
penyakit
tropis yang
terabaikan
(Filariasis
dan Kusta).
3.3.5.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat 11 14 -3 2. Monev dan 198810000
provinsi jumlah provinsi menjadi 34 Supervisi Supportif
dengan dengan eliminasi provinsi Program Kusta
eliminasi kusta sebanyak 34
Kusta. provinsi pada
tahun 2019
(2013:20).
3.3.5.(b) Jumlah Meningkatnya Meningkat 2 1 1 1. Pelatihan 53612000
kabupaten/ jumlah menjadi 35. tatalaksana kasus
kota kabupaten/kota filariasis

IV-82 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
dengan dengan eliminasi
eliminasi filariasis pada
filariasis tahun 2019
(berhasil menjadi 35.
lolos dalam
survei
penilaian
transmisi
tahap I).
Pada tahun 3.2.1* Angka (tidak ada dalam Menurun 1151 1151 0 Program Peningkatan 126600000
2030, Kematian lampiran Perpres Pelayanan Kesehatan
mengakhiri Balita 59/2017) Ibu, Anak, Balita dan
kematian bayi (AKBa) per Lansia
baru lahir dan 1000 1. Pertemuan Pokja
balita yang kelahiran AKI/AKB untuk
dapat dicegah, hidup. Penguatan Sistem
dengan seluruh Rujukan dalam
negara berusaha rangka Akselerasi
menurunkan Penurunan AKI dan
Angka AKB
Kematian 3.2.2* Angka (tidak ada dalam Menurun 818 835 -17 2. Pertemuan Tim 32000000
Neonatal Kematian lampiran Perpres Pokja SHK (Skrining
setidaknya Neonatal 59/2017) Hipotyroid
hingga 12 per (AKN) per Kongenital)
1000 KH 1000
(Kelahiran kelahiran
Hidup) dan hidup.
Angka 3.2.2.(a) Angka Menurunnya Menurun 1059 1037 22 3. Penguatan Sistem 55025000
Kematian Balita Kematian angka kematian menjadi 24 Perlindungan Anak
25 per 1000. Bayi bayi per 1000

IV-83 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
(AKB) per kelahiran hidup (Perda Perlindungan
1000 pada tahun 2019 Anak Sulsel)
kelahiran menjadi 24 (2012-
hidup. 2013: 32).
3.2.2.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat 95.83333 85 10.8 Program
kabupaten/ persentase menjadi 95% 3333 Pengendalian
kota yang kabupaten/ kota Penyakit dan
mencapai yang mencapai Penyehatan
80% 80% imunisasi Lingkungan
imunisasi dasar lengkap 1. Pemeliharaan Cold
dasar pada bayi pada Room dan Distribusi
lengkap tahun 2019 Vaksin
pada bayi. menjadi 95%
(2015: 71,2%).
Pada tahun 3.4.1.(a) Persentase Menurunnya Menurun 1.30% 0.06 - Program 200000000
2030, merokok persentase menjadi 5,4% 4.70 Pengendalian
mengurangi pada merokok pada % Penyakit dan
hingga sepertiga penduduk penduduk usia Penyehatan
angka kematian umur ≤18 ≤18 tahun pada Lingkungan
dini akibat tahun. tahun 2019 1. Ranperda
penyakit tidak menjadi 5,4% Kawasan Tanpa
menular, (2013: 7,2%). Asap Rokok (Naskah
melalui Akademik)
pencegahan dan 3.4.1.(b) Prevalensi Menurunnya Menurun 5.02% 19.82% - Program Upaya
pengobatan, tekanan prevalensi menjadi 24,3% 14.8 Kesehatan
serta darah tekanan darah 0% Masyarakat
meningkatkan tinggi. tinggi pada tahun 1. Monev Program
kesehatan 2019 menjadi Indonesia Sehat
mental dan 24,3% (2013: dengan pendekatan
kesejahteraan. 25,8%). keluarga (PIS-PK)

IV-84 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Ke Kab/Kota
2. Pertemuan
Implementasi dan
Evaluasi Program
Indonesia Sehat
dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK)

1. Monev Program
Indonesia Sehat
dengan pendekatan
keluarga (PIS-PK)
Ke Kab/Kota
3.4.1.(c) Prevalensi Tidak Menurun 3.17% 13.60% - Program 59922400
obesitas meningkatnya 10.4 Pengendalian
pada prevalensi 3% Penyakit dan
penduduk obesitas pada Penyehatan
umur ≥18 penduduk usia 18 Lingkungan
tahun. tahun ke atas pada 1. Sosialisasi
tahun 2019 pengendalian Faktor
menjadi 15,4% Resiko obesitas bagi
(2013: 15,4%). SKPD Prov.Sulsel
Program Perbaikan
Gizi Masyarakat
1. Penatalaksanaan
Latihan Fisik pada
Obesitas Lingkup
OPD Pemprov
Sulawesi Selatan
(BKOM )

IV-85 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
3.4.2* Angka (tidak ada dalam Menurun 0 3.7 -3.7 Program Upaya 94400000
kematian lampiran Perpres Kesehatan
(insidens 59/2017) Masyarakat
rate) akibat 1. Bimbingan teknis
bunuh diri. Provinsi Program
Kesehatan Jiwa ke
Kabupaten/Kota
3.4.2.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat 24 24 0 2. Pertemuan dan 255483400
kabupaten/ jumlah menjadi 280 monitoring/evaluasi
kota yang Kabupaten/Kota Program Kesehatan
memiliki yang memiliki Jiwa Provinsi
puskesmas puskesmas yang 3. Pemantauan Kasus
yang menyelenggaraka Pasung di Kab/Kota
menyeleng n upaya kesehatan 4. Sosialisasi dan
garakan jiwa pada tahun Advokasi Kesehatan
upaya 2019 menjadi 280 Jiwa Tingkat
kesehatan (2015: 80). Provinsi
jiwa. 5. Peningkatan
Kapasitas Petugas
Pengelola Program
Kesehatan Jiwa
Kab/Kota
Program Upaya
Kesehatan
Masyarakat
1. Monev Program
Indonesia Sehat
dengan pendekatan
keluarga (PIS-PK) ke
Kab/Kota

IV-86 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
2. Pertemuan
Implementasi dan
Evaluasi Program
Indonesia Sehat
dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK)
Pada tahun 3.1.1* Angka Menurunnya Menurun 115 104 11 Program Peningkatan 126600000
2030, Kematian angka kematian menjadi 306 Pelayanan Kesehatan
mengurangi Ibu (AKI). ibu per 100 ribu Ibu, Anak, Balita dan
rasio angka kelahiran hidup Lansia
kematian ibu pada tahun 2019 1. Pertemuan Pokja
hingga kurang menjadi 306 AKI/AKB untuk
dari 70 per (2010: 346). Penguatan Sistem
100.000 Rujukan dalam
kelahiran hidup. rangka Akselerasi
Penurunan AKI dan
AKB
3.1.2* Proporsi Meningkatnya Meningkat 0.9405 0.96 - Program Peningkatan 100000000
perempuan persentase menjadi 95% 0.01 Pelayanan Kesehatan
pernah persalinan oleh 95 Ibu, Anak, Balita dan
kawin umur tenaga kesehatan Lansia
15-49 tahun terampil pada 1. Peningkatan
yang proses tahun 2019 Pemantapan Petugas
melahirkan menjadi 95 % RS PONEK dan
terakhirnya (2015: 91,51%). Puskesmas PONED
ditolong
oleh tenaga
kesehatan
terlatih.

IV-87 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
3.1.2.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat 0.9111 0.81 0.10 2. Evaluasi 199327560
perempuan persentase menjadi 85 % 11 Pelaksanaan ANC
pernah persalinan di terpadu bagi
kawin umur fasilitas Pengelola
15-49 tahun pelayanan Puskesmas di
yang proses kesehatan pada Kabupaten/Kota
melahirkan tahun 2019
terakhirnya menjadi 85 %
di fasilitas (2015: 75%).
kesehatan.
Pada tahun 3.7.1* Proporsi Meningkatnya Meningkat 1387345 1495547 -
2030, menjamin perempuan angka prevalensi menjadi 66% 1082
akses universal usia pemakaian 02
terhadap reproduksi kontrasepsi suatu
layanan (15-49 cara pada tahun
kesehatan tahun) atau 2019 menjadi
seksual dan pasanganny 66% (2012-2013
reproduksi, a yang :61,9%).
termasuk memiliki
keluarga kebutuhan
berencana, keluarga
informasi dan berencana
pendidikan, dan dan
integrasi menggunak
kesehatan an alat
reproduksi ke kontrasepsi
dalam strategi metode
dan program modern.
nasional. 3.7.1.(a) Angka Meningkatnya Meningkat 0.7267 0.68 0.04
prevalensi cakupan angka menjadi 65% 67

IV-88 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
penggunaa pemakaian
n metode kontrasepsi semua
kontrasepsi cara pada
(CPR) perempuan usia
semua cara 15-49 tahun untuk
pada 40% penduduk
Pasangan berpendapatan
Usia Subur terbawah pada
(PUS) usia tahun 2019
15-49 tahun menjadi 65%.
yang
berstatus
kawin.
3.7.1.(b) Angka Meningkatnya Meningkat 0.14 0.11 0.03
penggunaa angka menjadi 23,5%
n metode penggunaan
kontrasepsi metode
jangka kontrasepsi
panjang jangka panjang
(MKJP) (MKJP) cara
cara modern pada
modern. tahun 2019
menjadi 23,5%
(2012-
2013:18,3%).
3.7.2* Angka Menurunnya Menurun
kelahiran angka kelahiran menjadi 38
pada pada remaja usia
perempuan 15-19 tahun (age
umur 15-19 specific fertility

IV-89 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
tahun (Age rate/ASFR) pada
Specific tahun 2019
Fertility menjadi 38 (2012-
Rate/ASFR 2013: 48).
).
3.7.2.(a) Total Menurunnya Menurun
Fertility Total Fertility menjadi 2,28
Rate Rate (TFR) pada
(TFR). tahun 2019
menjadi 2,28
(2012:2,6).
Pada tahun 3.9.3.(a) Proporsi (tidak ada dalam Menurun
2030, secara kematian lampiran Perpres
signifikan akibat 59/2017)
mengurangi keracunan.
jumlah kematian
dan kesakitan
akibat bahan
kimia
berbahaya, serta
polusi dan
kontaminasi
udara, air, dan
tanah.
5 Mencapai Menjamin akses 5.6.1.(a) Unmet Menurunnya Menurun
Kesetaraan universal need KB unmeet need menjadi 9,9%
Gender dan terhadap (Kebutuhan kebutuhan ber-
Memberda kesehatan Keluarga KB pada tahun
yakan seksual dan Berencana/ 2019 menjadi
reproduksi, dan KB yang

IV-90 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Kaum hak reproduksi tidak 9,9% (2012-2013:
Perempuan seperti yang terpenuhi). 11,4 %).
telah disepakati 5.6.1.(b) Pengetahua Meningkatnya Meningkat
sesuai dengan n dan pengetahuan dan menjadi 85%
Programme of pemahama pemahaman
Action of the n Pasangan Pasangan Usia
International Usia Subur Subur (PUS)
Conference on (PUS) tentang metode
Population tentang kontrasepsi
andDevelopmen metode modern minimal 4
t and the Beijing kontrasepsi jenis pada tahun
Platform serta modern. 2019 menjadi
dokumen- 85% (2012: 79,8
dokumen hasil %).
reviu dari
konferensi-
konferensi
tersebut.

IV-91 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.24. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Kesehatan
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
1.3.1.(a) Proporsi peserta Capaian belum Menerapkan secara nasional sistem
jaminan sesuai dengan dan upaya perlindungan sosial yang
kesehatan target PERPRES tepat bagi semua, termasuk
melalui SJSN kelompok yang paling miskin, dan
Bidang pada tahun 2030 mencapai cakupan
Kesehatan. substansial bagi kelompok miskin
dan rentan.
2.1.1.(a) Prevalensi Pada tahun 2030, menghilangkan
kekurangan gizi kelaparan dan menjamin akses bagi
(underweight) semua orang, khususnya orang
pada anak balita. miskin dan mereka yang berada
dalam kondisi rentan, termasuk
bayi, terhadap makanan yang aman,
bergizi, dan cukup sepanjang tahun.
2.2.1* Prevalensi Pada tahun 2030, menghilangkan
stunting (pendek segala bentuk kekurangan gizi,
dan sangat termasuk pada tahun 2025
pendek) pada mencapai target yang disepakati
anak di bawah secara internasional untuk anak
lima pendek dan kurus di bawah usia 5
tahun/balita. tahun, dan memenuhi kebutuhan
2.2.2* Prevalensi gizi remaja perempuan, ibu hamil
malnutrisi (berat dan menyusui, serta manula.
badan/tinggi
badan) anak
pada usia
kurang dari 5
tahun,
berdasarkan
tipe.
3.1.2* Proporsi Proporsi Pada tahun 2030, mengurangi rasio
perempuan perempuan angka kematian ibu hingga kurang
pernah kawin pernah kawin dari 70 per 100.000 kelahiran
umur 15-49 umur 15-49 tahun hidup.
tahun yang yang proses
proses melahirkan
melahirkan terakhirnya
terakhirnya ditolong oleh
ditolong oleh tenaga kesehatan
tenaga terlatih belum

IV-92 | K L H S R P J M D S U L S E L
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
kesehatan memenuhi target
terlatih. nasional sebesar
0,72%

3.2.2.(a) Angka Pada tahun 2030, mengakhiri


Kematian Bayi kematian bayi baru lahir dan balita
(AKB) per 1000 yang dapat dicegah, dengan seluruh
kelahiran hidup. negara berusaha menurunkan
Angka Kematian Neonatal
setidaknya hingga 12 per 1000 KH
(Kelahiran Hidup) dan Angka
Kematian Balita 25 per 1000.
3.3.3.(a) Jumlah Jumlah Pada tahun 2030, mengakhiri
kabupaten/kota kabupaten/kota epidemi AIDS, tuberkulosis,
yang mencapai yang mencapai malaria, dan penyakit tropis yang
eliminasi eliminasi malaria terabaikan, dan memerangi
malaria. masih perlu hepatitis, penyakit bersumber air,
ditingkatkan. serta penyakit menular lainnya.
3.3.5.* Jumlah orang Jumlah orang
yang yang memerlukan
memerlukan intervensi
intervensi terhadap penyakit
terhadap tropis yang
penyakit tropis terabaikan
yang terabaikan (Filariasis dan
(Filariasis dan Kusta) masih
Kusta). perlu
ditingkatkan.
3.3.5.(a) Jumlah provinsi Jumlah provinsi
dengan dengan eliminasi
eliminasi Kusta. Kusta belum
memenuhi target
nasional sebesar
3.5.1.(e) Prevalensi Tidak ada data Memperkuat pencegahan dan
penyalahgunaan pengobatan penyalahgunaan zat,
narkoba. termasuk penyalahgunaan narkotika
dan penggunaan alkohol yang
membahayakan.

IV-93 | K L H S R P J M D S U L S E L
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
3.7.1* Proporsi Data tidak Pada tahun 2030, menjamin akses
perempuan usia lengkap universal terhadap layanan
reproduksi (15- kesehatan seksual dan reproduksi,
49 tahun) atau termasuk keluarga berencana,
pasangannya informasi dan pendidikan, dan
yang memiliki integrasi kesehatan reproduksi ke
kebutuhan dalam strategi dan program
keluarga nasional.
berencana dan
menggunakan
alat kontrasepsi
metode modern.
3.c.1* Kepadatan dan Tidak ada data Meningkatkan secara signifikan
distribusi tenaga pembiayaan kesehatan dan
kesehatan. rekrutmen, pengembangan,
pelatihan, dan retensi tenaga
kesehatan di negara berkembang,
khususnya negara kurang
berkembang, dan negara
berkembang pulau kecil.

12. Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura


Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura memiliki tugas
pokok dalam menyelenggarakan urusan ketahanan pangan. Dinas Ketahanan
Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura memiliki 4 indikator yang menjadi
kewenangannya, yang merupakan indikator dari TPB nomor 2. Isu strategis
Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura yaitu pada tahun
2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang,
khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan,
termasuk bayi, terhadap makanan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman
serta cukup sepanjang tahun.

IV-94 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Ketahanan Pangan,
Tanaman Pangan dan Hortikultura
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh DKP di Provinsi Sulawesi
Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah mencapai target
nasional adalah 2 indikator, sementara jumlah indikator yang telah
dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah sebanyak 1 indikator
dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah sebanyak 1 indikator.
Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh
DKP ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.

Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman


Pangan dan Hortikultura

25,00

50,00

25,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.27. Implementasi Indikator TPB Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman


Pangan dan Hortikultura

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 50%, sementara
persentase indikator yang telah dilaksanakan dan belum mencapai target
nasional adalah 25% dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah
sebesar 25%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum
mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya
tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta
menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-95 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.25. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura
dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Menghilangka Pada tahun 2030, 2.1.1* Prevalensi (tidak ada Menurun - - - - -
n Kelaparan, menghilangkan Ketidakcuku dalam
Mencapai kelaparan dan pan lampiran
Ketahanan menjamin akses Konsumsi Perpres
Pangan dan bagi semua orang, Pangan 59/2017)
Gizi yang khususnya orang (Prevalence
Baik, serta miskin dan mereka of
Meningkatkan yang berada dalam Undernouris
Pertanian kondisi rentan, hment).
Berkelanjutan termasuk bayi,
terhadap makanan
yang aman, bergizi,
dan cukup
sepanjang tahun.
2 Menghilangka Pada tahun 2030, 2.1.2* Prevalensi (tidak ada Menurun 40% 48.90% -0.089 Pengembnga 1.700.000.00
n Kelaparan, menghilangkan penduduk dalam n 0
Mencapai kelaparan dan dengan lampiran ketersediaan
pangan dan
Ketahanan menjamin akses kerawanan Perpres
penanganan
Pangan dan bagi semua orang, pangan 59/2017)
kerawanan
Gizi yang khususnya orang sedang atau
pangan/anali
Baik, serta miskin dan mereka berat, sis sistem
Meningkatkan yang berada dalam berdasarkan kewaspadaaa
kondisi rentan, pada Skala

IV-96 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pertanian termasuk bayi, Pengalaman n pangan
Berkelanjutan terhadap makanan Kerawanan dan gizi
yang aman, bergizi, Pangan.
dan cukup
sepanjang tahun.
3 Menghilangka Pada tahun 2030, 2.1.2.(a) Proporsi Menurunnya Menurun 16.00% 15.87% 0.0013 Pengembnga 2.750.000.00
n Kelaparan, menghilangkan penduduk proporsi menjadi 8,5 n 0
Mencapai kelaparan dan dengan penduduk % ketersediaan
pangan dan
Ketahanan menjamin akses asupan kalori dengan asupan
penanganan
Pangan dan bagi semua orang, minimum di kalori
kerawanan
Gizi yang khususnya orang bawah 1400 minimum di
pangan/pena
Baik, serta miskin dan mereka kkal/kapita/h bawah 1400 nganan
Meningkatkan yang berada dalam ari. kkal/kapita/har daerah
Pertanian kondisi rentan, i pada tahun rawan
Berkelanjutan termasuk bayi, 2019 menjadi pangan
terhadap makanan 8,5 % (2015:
yang aman, bergizi, 17,4%).
dan cukup
sepanjang tahun
4 Menghilangka Pada tahun 2030, 2.2.2.(c) Kualitas Meningkatnya Meningkat 63.585 57.67 5.915 Pengembang 1.250.000.00
n Kelaparan, menghilangkan konsumsi kualitas menjadi: an konsumsi 0
Mencapai segala bentuk pangan yang konsumsi skor PPH pangan
Ketahanan kekurangan gizi, diindikasikan pangan yang 92,5; tingkat
Pangan dan termasuk pada oleh skor diindikasikan konsumsi
Gizi yang tahun 2025 Pola Pangan oleh skor Pola ikan 54,5

IV-97 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Baik, serta mencapai target Harapan Pangan kg/kapita/tah
Meningkatkan yang disepakati (PPH) Harapan un.
Pertanian secara internasional mencapai; (PPH)
Berkelanjutan untuk anak pendek dan tingkat mencapai 92,5
dan kurus di bawah konsumsi (2014: 81,8),
usia 5 tahun, dan ikan. dan tingkat
memenuhi konsumsi ikan
kebutuhan gizi menjadi 54,5
remaja perempuan, kg/kapita/tahu
ibu hamil dan n pada tahun
menyusui 2019 (2015:
40,9
kg/kapita/tahu
n).

IV-98 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.26. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Ketahanan Pangan,
Tanaman Pangan dan Hortikultura
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
2.1.1* Prevalensi - Pada tahun 2030, menghilangkan
Ketidakcukupan kelaparan dan menjamin akses
Konsumsi Pangan bagi semua orang, khususnya
(Prevalence of orang miskin dan mereka yang
Undernourishment). berada dalam kondisi rentan,
termasuk bayi, terhadap makanan
yang aman, bergizi, dan cukup
sepanjang tahun.

13. Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian


Dinas komunikasi, informatika, statistik dan persandian merupakan organisasi
perangkat daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang menganani urusan
komunikasi, informasi dan persandian. Dinas komunikasi, informatika,
statistic dan persandian memiliki 10 indikator yang menjadi kewenangannya,
yang merupakan indikator dari TPB nomor 5, 9, 16 dan 17. Isu strategis Dinas
komunikasi dan informatika yaitu meningkatkan kerjasama Utara-Selatan,
Selatan-Selatan dan kerjasama triangular secara regional dan internasional
terkait dan akses terhadap sains, teknologi dan inovasi, dan meningkatkan
berbagi pengetahuan berdasar kesepakatan timbal balik, termasuk melalui
koordinasi yang lebih baik antara mekanisme yang telah ada, khususnya di
tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan melalui mekanisme fasilitasi
teknologi global.

IV-99 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Komunikasi, Informatika,
Statistik dan Persandian
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas komunikasi,
informatika, statistic dan persandian di Sulawesi Selatan, jumlah indikator
yang telah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah 1
indikator, sementara jumlah indikator yang belum dilakaksanakan dan belum
mencapai target nasional adalah sebanyak 7 indikator dan jumlah indikator
yang datanya belum tersedia adalah sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap
mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dinas
komunikasi, informatika, statistic dan persandian ditunjukkan pada diagram
dan tabel berikut ini.

Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik


Dan Persandian

11,11 11,11

77,78

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.28. Implementasi Indikator TPB Dinkominfo

IV-100 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah
dilaksanakan dan belum mencapai target nasional sebesar 11,11%, persentase
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
77,78%, Sementara persentase indikator yang datanya tidak tersedia adalah
sebesar 11,11%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum
mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya
tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta
menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu,
indikator yang tidak diketahui ketercapaiannya menjadi catatan bagi Dinas
komunikasi, informatika, statistic dan persandian untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-101 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.27. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian dengan TPB
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mencapai Meningkatkan penggunaan 5.b.1* Proporsi (tidak ada Meningkat
Kesetaraan teknologi yang individu yang dalam
Gender dan memampukan, khususnya menguasai/me lampiran
Memberdayak teknologi informasi dan miliki telepon Perpres
an Kaum komunikasi untuk genggam. 59/2017)
Perempuan meningkatkan pemberdayaan
perempuan.
2 Membangun Secara signifikan 9.c.1* Proporsi (tidak ada Meningkat 100 100
Infrastruktur meningkatkan akses terhadap penduduk dalam
yang Tangguh, teknologi informasi dan yang terlayani lampiran
Meningkatkan komunikasi, dan mobile Perpres
Industri mengusahakan penyediaan broadband. 59/2017)
Inklusif dan akses universal dan
Berkelanjutan, terjangkau internet di negara-
serta negara kurang berkembang
Mendorong pada tahun 2020.
Inovasi
3 Membangun Secara signifikan 9.c.1.(a) Proporsi (tidak ada Meningkat PM PM
Infrastruktur meningkatkan akses terhadap individu yang dalam
yang Tangguh, teknologi informasi dan menguasai/me lampiran
Meningkatkan komunikasi, dan miliki telepon Perpres
Industri mengusahakan penyediaan genggam 59/2017)
Inklusif dan akses universal dan
Berkelanjutan, terjangkau internet di negara-
serta negara kurang berkembang
Mendorong pada tahun 2020.
Inovasi

IV-102 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
4 Membangun Secara signifikan 9.c.1.(b) Proporsi (tidak ada Meningkat
Infrastruktur meningkatkan akses terhadap individu yang dalam
yang Tangguh, teknologi informasi dan menggunakan lampiran
Meningkatkan komunikasi, dan internet Perpres
Industri mengusahakan penyediaan 59/2017)
Inklusif dan akses universal dan
Berkelanjutan, terjangkau internet di negara-
serta negara kurang berkembang
Mendorong pada tahun 2020.
Inovasi
5 Menguatkan Menjamin akses publik 16.10.2.(c Jumlah Meningkatnya Meningkat
Masyarakat terhadap informasi dan ) kepemilikan kualitas
yang Inklusif melindungi kebebasan sertifikat Pejabat
dan Damai mendasar, sesuai dengan Pejabat Pengelola
untuk peraturan nasional dan Pengelola Informasi dan
Pembangunan kesepakatan internasional. Informasi dan Dokumentasi
Berkelanjutan, Dokumentasi (PPID) dalam
Menyediaan (PPID) untuk menjalankan
Akses mengukur tugas dan
Keadilan kualitas PPID fungsi
untuk Semua, dalam sebagaimana
dan menjalankan diatur dalam
Membangun tugas dan peraturan
Kelembagaan fungsi perundang-
yang Efektif, sebagaimana undangan yang
Akuntabel, diatur dalam ditandai
dan Inklusif di peraturan dengan adanya
Semua perundang- sertifikasi
Tingkatan undangan. PPID.

IV-103 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
6 Menguatkan Meningkatkan kerjasama 17.6.2.(b) Tingkat Meningkatnya Meningkat
Sarana Utara-Selatan, Selatan- penetrasi akses penetrasi akses menjadi:
Pelaksanaan Selatan dan kerjasama tetap pitalebar tetap pita lebar Perkotaan
dan triangular secara regional dan (fixed (fixed (20 Mbps)
Merevitalisasi internasional terkait dan broadband) di broadband) 71% rumah
Kemitraan akses terhadap sains, Perkotaan dan pada tahun tangga dan
Global untuk teknologi dan inovasi, dan di Perdesaan. 2019 di: - 30%
Pembangunan meningkatkan berbagi Perkotaan (20 populasi;
Berkelanjutan pengetahuan berdasar Mbps) Perdesaan
kesepakatan timbal balik, menjangkau (10 Mbps)
termasuk melalui koordinasi 71% rumah 49% rumah
yang lebih baik antara tangga (2015: tangga dan
mekanisme yang telah ada, 38%) dan 30% 6% populasi
khususnya di tingkat populasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (2015: 16%). -
(PBB), dan melalui Perdesaan (10
mekanisme fasilitasi Mbps)
teknologi global. menjangkau
49% rumah
tangga (2015:
26%) dan 6%
populasi
(2015: 3%).
7 Menguatkan Meningkatkan kerjasama 17.6.2.(c) Proporsi Meningkatnya Meningkat 100 100 0
Sarana Utara-Selatan, Selatan- penduduk penetrasi akses menjadi:
Pelaksanaan Selatan dan kerjasama terlayani bergerak pita Perkotaan
dan triangular secara regional dan mobile lebar (mobile 100%
Merevitalisasi internasional terkait dan broadband broadband) populasi;
Kemitraan akses terhadap sains, dengan Perdesaan
Global untuk teknologi dan inovasi, dan kecepatan 1

IV-104 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pembangunan meningkatkan berbagi Megabyte per 52%
Berkelanjutan pengetahuan berdasar second (Mbps) populasi.
kesepakatan timbal balik, pada tahun
termasuk melalui koordinasi 2019 di: -
yang lebih baik antara Perkotaan
mekanisme yang telah ada, menjangkau
khususnya di tingkat 100%
Perserikatan Bangsa-Bangsa populasi. -
(PBB), dan melalui Perdesaan
mekanisme fasilitasi menjangkau
teknologi global. 52% populasi.
8 Menguatkan Mengoperasionalisasikan 17.8.1* Proporsi (tidak ada Meningkat PM PM
Sarana secara penuh bank teknologi individu yang dalam
Pelaksanaan dan sains, mekanisme menggunakan lampiran
dan pembangunan kapasitas internet. Perpres
Merevitalisasi teknologi dan inovasi untuk 59/2017)
Kemitraan negara kurang berkembang
Global untuk pada tahun 2017 dan
Pembangunan meningkatkan penggunaan
Berkelanjutan teknologi yang
memampukan, khususnya
teknologi informasi dan
komunikasi.
9 Menguatkan Mengoperasionalisasikan 17.8.1.(a) Persentase Tersedianya 100%
Sarana secara penuh bank teknologi kabupaten 3T jangkauan
Pelaksanaan dan sains, mekanisme yang layanan akses
dan pembangunan kapasitas terjangkau telekomunikas
Merevitalisasi teknologi dan inovasi untuk layanan akses i universal dan
Kemitraan negara kurang berkembang telekomunikas internet
Global untuk pada tahun 2017 dan mencapai

IV-105 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pembangunan meningkatkan penggunaan i universal dan 100% di
Berkelanjutan teknologi yang internet. wilayah
memampukan, khususnya Universal
teknologi informasi dan Service
komunikasi. Obligation
(USO), dengan
prioritas
daerah
terpencil,
terluar, dan
perbatasan.
10 Menguatkan Pada tahun 2020, 17.18.1.(a Persentase (tidak ada Meningkat PM PM
Sarana meningkatkan dukungan ) konsumen dalam
Pelaksanaan pengembangan kapasitas Badan Pusat lampiran
dan untuk negara berkembang, Statistik (BPS) Perpres
Merevitalisasi termasuk negara kurang yang merasa 59/2017)
Kemitraan berkembang dan negara puas dengan
Global untuk berkembang pulau kecil, kualitas data
Pembangunan untuk meningkatkan secara statistik.
Berkelanjutan signifikan ketersediaan data
berkualitas tinggi, tepat
waktu dan dapat dipercaya,
yang terpilah berdasarkan
pendapatan, gender, umur,
ras, etnis, status migrasi,
difabilitas, lokasi geografis
dan karakteristik lainnya
yang relevan dengan konteks
nasional.

IV-106 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.28. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Komunikasi,
Informatika, Statistik dan Persandian
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
17.6.2.(b) Tingkat penetrasi akses Tidak ada data Meningkatkan kerjasama
tetap pitalebar (fixed Utara-Selatan, Selatan-Selatan
broadband) di Perkotaan dan kerjasama triangular
dan di Perdesaan. secara regional dan
internasional terkait dan akses
terhadap sains, teknologi dan
inovasi, dan meningkatkan
berbagi pengetahuan berdasar
kesepakatan timbal balik,
termasuk melalui koordinasi
yang lebih baik antara
mekanisme yang telah ada,
khususnya di tingkat
Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), dan melalui
mekanisme fasilitasi teknologi
global.

14. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah


Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DKUKM) merupakan organisasi
perangkat daerah di Sulawesi yang menangani urusan koperasi, usaha kecil
dan menengah. Urusan tersebut berkaitan dengan indikator-indikator yang
terdapat pada tujuan 8.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani DKUKM


Dari Terdapat 2 indikator yang menjadi kewenangan DKUKM. Kedua
indikator tersebut belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan tersebut harus diberikan
perhatian khusus dan direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan ruang
dalam rancangan program dan kegiatan DKUKM di masa depan dalam rangka
mengintegrasikan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan di
daerah, terutama tujuan 8.

IV-107 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Koperasi & UKM

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.29. Implementasi Indikator TPB Dinas Koperasi dan UKM

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa semua indikator dari Dinas


Koperasi Usaha Menengah dan Kecil masuk dalam kategori C atau belum
dilaksanakan dan belum mencapai target sebanyak 100%. Ini perlu menjadi
perhatian khusus untuk Dinas KUMK agar kedapannya hal tersebut menjadi
prioritas utama.

IV-108 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.29. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan TPB
Target
Target
No No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Meningkatkan Menggalakkan 8.3.1.(c) Persentase Akses 25% 20 20 0 Program peningkatan Rp
Pertumbuhan kebijakan akses UMKM Layanan daya saiang sumber 5.000.000.000
Ekonomi yang pembangunan (Usaha Mikro, Keuangan daya manusia dan
Inklusif dan yang mendukung Kecil, dan formal Usaha peningkatan kepada
Berkelanjutan, kegiatan Menengah) ke Mikro, Kecil sumber daya
Kesempatan produktif, layanan dan Menengah produktif bagi
Kerja yang penciptaan keuangan. (UMKM) 25% KUMKM dengan
Produktif dan lapangan kerja pada tahun kegiatan antara lain:
Menyeluruh, layak, 2019 (2014: -Bimbingan teknis
serta kewirausahaan, 17,8%). peningkatan
Pekerjaan kreativitas dan produktivitas
koperasi sektor
yang Layak inovasi, dan
pertanian,
untuk Semua mendorong
perkebunan,
formalisasi dan
perikanan, dan
pertumbuhan
peternakan
usaha mikro, -Bimbingan teknis
kecil, dan peningkatan daya
menengah, saing UKM dibidang
termasuk melalui makanan dan
akses terhadap minuman
jasa keuangan. -Pelatihan
peningkatan sumber
daya manusia bagi
pelaku usaha

IV-109 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
2 Meningkatkan Memperkuat 8.10.1.(b) Proporsi kredit Meningkatnya Meningkat 20 20 0 Meningkatnya Rp
Pertumbuhan kapasitas lembaga UMKM perluasan perluasan akses 5.000.000.000
Ekonomi yang keuangan terhadap total akses permodalan dan
Inklusif dan domestik untuk kredit. permodalan layanan keuangan
Berkelanjutan, mendorong dan dan layanan melalui penguatan
Kesempatan memperluas akses keuangan layanan keuangan
Kerja yang terhadap melalui hingga tahun 2019.
Produktif dan perbankan, penguatan
Menyeluruh, asuransi dan jasa layanan
serta keuangan bagi keuangan
Pekerjaan semua. hingga tahun
yang Layak 2019.
untuk Semua

IV-110 | K L H S R P J M D S U L S E L
15. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) merupakan organisasi
perangkat daerah (OPD) di Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan
pemberdayaan masyarakat dan desa. DPMD memiliki wewenang terhadap 2
indikator yang berkaitan dengan indikator-indikator yang terdapat pada tujuan
10. Isu strategis DPMD adalah pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan
mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah
40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Penanaman Modal


Terdapat indikator yang menjadi kewenangan. Berdasarkan analisis yang
dilakukan diketahui bahwa saat ini dari 2 indikator tersebut, semuanya belum
ada yang dilaksanakan dan belum mencapai target nasional. Rincian lengkap
mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dinas
Penanaman Modal ditunjukkan pada tabel keterkaitan program dan kegiatan
Dinas Penanaman Modal dengan indikator TPB. Indikator-indikator yang
belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional harus diberikan
perhatian khusus dan direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan ruang
dalam rancangan program dan kegiatan Dinas Penanaman Modal dimasa
depan dalam rangka mengintegrasikan tujuan.

IV-111 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa

50% 50%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.30 Implementasi Indikator TPB DPMD

Berdasarkan diagram implementasi indikator TPB DPMD, diketahui bahwa


persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target
nasional, yakni sebesar 50%, sementara persentase indikator yang belum
terlaksana dan belum mencapai target nasional, yaitu sebesar 50%. Indikator-
indikator yang belum dilaksanakan harus diberikan perhatian khusus dan
direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan ruang dalam rancangan
program dan kegiatan DPMD di masa depan dalam rangka mengintegrasikan
tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan daerah. Selain itu,
dari total 2 indikator yang menjadi kewenangan DPMD terdapat 1 indikator
yang tidak diketahui ketercapaiannya. Hal ini menjadi catatan bagi DPMD
untuk melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian
TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-112 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.30. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Pemberdayaan Masyarkat dan Desa dengan TPB
TARGET
TARGET
NO. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
10 Mengurangi Pada tahun 2030, secara 10.1.1.(b) Jumlah Jumlah daerah 80 Kabupaten
Kesenjangan progresif mencapai dan daerah tertinggal yang (skala nasional)
Intra- dan mempertahankan tertinggal terentaskan
Antarnegara pertumbuhan pendapatan yang sebanyak 80
penduduk yang berada di terentaskan kabupaten pada
bawah 40% dari populasi . tahun 2019.
pada tingkat yang lebih
tinggi dari rata-rata
nasional.
Pada tahun 2030, secara 10.1.1.(e) Rata-rata (tidak ada dalam Meningkat 11.09 0 0
progresif mencapai dan pertumbuh lampiran Perpres
mempertahankan an ekonomi 59/2017)
pertumbuhan pendapatan di daerah
penduduk yang berada di tertinggal.
bawah 40% dari populasi
pada tingkat yang lebih
tinggi dari rata-rata
nasional.

IV-113 | K L H S R P J M D S U L S E L
16. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) merupakan
organisasi perangkat daerah (OPD) di Provinsi Sulawesi Selatan yang
menangani urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. DPPPA
memiliki kewenangan terhadap 16 indikator yang berkaitan dengan indikator-
indikator yang terdapat pada tujuan 5 dan 16.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Pemberdayaan


Perempuan dan Perlindungan Anak
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh
DPPPA di Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebanyak 4 indikator, jumlah
indikator yang sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional
adalah sebanyak 0 indikator, sementara jumlah indikator yang belum
dilaksnakan dan belum mencapai target nasional adalah sebanyak 3 indikator
dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah sebanyak 9 indikator.
Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh
DPPPA ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.

IV-114 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Pemberdayaan dan
Perlindungan Anak

25,00%

56,25%
18,75%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.31. Implementasi Indikator TPB DPPPA


Berdasarkan diagram implementasi indikator TPB DPPPA, diketahui bahwa
persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target
nasional, yakni sebesar 25%, persentase indikator yang sudah dilaksanakan
namun belum mencapai target nasional, yakni sebesar 0%, sementara
persentase indikator yang belum terlaksana dan belum mencapai target
nasional, yaitu sebesar 18,75%, serta indikator yang datanya tidak tersedia
yaitu sebesar 56,25%. Indikator-indikator yang sudah dilaksanakan dan belum
mencapai target harus diberikan upaya tambahan agar dapat segera mencapai
target, sedangkan untuk indikator-indikator yang belum dilaksanakan harus
diberikan perhatian khusus dan direkomendasikan untuk selanjutnya diberikan
ruang dalam rancangan program dan kegiatan DPPPA di masa depan dalam
rangka mengintegrasikan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam
pembangunan daerah. Selain itu, dari total 16 indikator yang menjadi
kewenangan DPPPA terdapat 9 indikator yang tidak diketahui
ketercapaiannya. Hali ini menjadi catatan bagi DPPPA untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-115 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.31. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan TPB
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
5 Mencapai Mengakhiri 5.1.1* Jumlah kebijakan Meningkatnya bertambah 10 10 0 Program 1: 963616499
Kesetaraan segala bentuk yang responsif gender jumlah kebijakan sebanyak 16 Program
Gender dan diskriminasi mendukung yang responsif Peningkata
Memberdayak terhadap kaum pemberdayaan gender mendukung n kualitas
an Kaum perempuan perempuan. pemberdayaan hidup
Perempuan dimanapun. perempuan pada perempuan
tahun 2019
bertambah sebanyak
16 (2015: 19).
Menghapuskan 5.2.1* Proporsi perempuan (tidak ada dalam Menurun -
segala bentuk dewasa dan anak lampiran Perpres
kekerasan perempuan (umur 15- 59/2017)
terhadap kaum 64 tahun) mengalami
perempuan di kekerasan (fisik,
ruang publik seksual, atau
dan pribadi, emosional) oleh
termasuk pasangan atau mantan
perdagangan pasangan dalam 12
orang dan bulan terakhir.
eksploitasi 5.2.1.(a) Prevalensi kekerasan Menurunnya Menurun -
seksual, serta terhadap anak prevalensi kasus menjadi
berbagai jenis perempuan. kekerasan terhadap kurang dari
eksploitasi anak perempuan 20,48%
lainnya. pada tahun 2019
(2013: 20,48 %).
5.2.2* Proporsi perempuan (tidak ada dalam Menurun -
dewasa dan anak lampiran Perpres
perempuan (umur 15- 59/2017)

IV-116 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
64 tahun) mengalami
kekerasan seksual
oleh orang lain selain
pasangan dalam 12
bulan terakhir.
5.2.2.(a) Persentase korban Meningkatnya Meningkat 0.94 0.7 0 Program 1: 341096240
kekerasan terhadap persentase kasus menjadi 70% program 0
perempuan yang kekerasan terhadap perlindunga
mendapat layanan perempuan yang n
komprehensif. mendapat layanan perempuan
komprehensif pada
tahun 2019 menjadi
70% (2015: 50%).
Menghapuskan 5.3.1* Proporsi perempuan (tidak ada dalam Menurun
semua praktik umur 20-24 tahun lampiran Perpres
berbahaya, yang berstatus kawin 59/2017)
seperti atau berstatus hidup
perkawinan usia bersama sebelum
anak, umur 15 tahun dan
perkawinan dini sebelum umur 18
dan paksa, serta tahun.
sunat 5.3.1.(a) Median usia kawin Meningkatnya Meningkat
perempuan. pertama perempuan median usia kawin menjadi 21
pernah kawin umur pertama perempuan tahun
25-49 tahun. (pendewasaan usia
kawin pertama) pada
tahun 2019 menjadi
21 tahun (2012: 20,1
tahun).

IV-117 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
5.3.1.(b) Angka kelahiran pada Menurunnya ASFR Menurun
perempuan umur 15- 15-19 tahun pada menjadi 38
19 tahun (Age tahun 2019 menjadi tahun
Specific Fertility 38 tahun (2012: 48
Rate/ASFR). tahun).
Menjamin akses 5.6.1* Proporsi perempuan (tidak ada dalam Meningkat
universal umur 15-49 tahun lampiran Perpres
terhadap yang membuat 59/2017)
kesehatan keputusan sendiri
seksual dan terkait hubungan
reproduksi, dan seksual, penggunaan
hak reproduksi kontrasepsi, dan
seperti yang layanan kesehatan
telah disepakati reproduksi.
sesuai dengan
Programme of
Action of the
International
Conference on
Population
andDevelopmen
t and the Beijing
Platform serta
dokumen-
dokumen hasil
reviu dari
konferensi-
konferensi
tersebut.

IV-118 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
Menjamin 5.5.1* Proporsi kursi yang Meningkatnya Meningkat 60 orang 60 orang 0 Peningkata 798482500
partisipasi diduduki perempuan keterwakilan oran n kualitas
penuh dan di parlemen tingkat perempuan di DPR g hidup
efektif, dan pusat, parlemen (Hasil Pemilu 2014: perempuan
kesempatan daerah dan 16,6%).
yang sama bagi pemerintah daerah.
perempuan 5.5.2* Proporsi perempuan Meningkatnya Meningkat Peningkata 724429500
untuk yang berada di posisi keterwakilan n kualitas
memimpin di managerial. perempuan sebagai hidup
semua tingkat pengambil perempuan
pengambilan keputusan di
keputusan dalam lembaga eksekutif
kehidupan (Eselon I dan II)
politik, (2014: Eselon I =
ekonomi, dan 20,66% dan Eselon
masyarakat. II = 16,39%).
16 Menguatkan Menghentikan 16.2.1.(a) Proporsi rumah (tidak ada dalam Menurun
Masyarakat perlakuan tangga yang memiliki lampiran Perpres
yang Inklusif kejam, anak umur 1-17 tahun 59/2017)
dan Damai eksploitasi, yang mengalami
untuk perdagangan, hukuman fisik
Pembangunan dan segala dan/atau agresi
Berkelanjutan, bentuk psikologis dari
Menyediaan kekerasan dan pengasuh dalam
Akses penyiksaan setahun terakhir.
Keadilan terhadap anak. 16.2.1.(b) Prevalensi kekerasan Menurunnya Menurun
untuk Semua, terhadap anak laki- prevalensi kekerasan
dan laki dan anak terhadap anak pada
Membangun perempuan. tahun 2019 (2013:
Kelembagaan 38,62% untuk anak

IV-119 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
yang Efektif, laki-laki dan 20,48%
Akuntabel, untuk anak
dan Inklusif di perempuan).
Semua 16.2.3.(a) Proporsi perempuan (tidak ada dalam Menurun
Tingkatan dan laki-laki muda lampiran Perpres
umur 18-24 tahun 59/2017)
yang mengalami
kekerasan seksual
sebelum umur 18
tahun.
Menjamin 16.7.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat 60 orang 60 orang 0 Peningkata 798482500
pengambilan keterwakilan keterwakilan oran n kualitas
keputusan yang perempuan di Dewan perempuan di DPR g hidup
responsif, Perwakilan Rakyat dan DPRD (Hasil perempuan
inklusif, (DPR) dan Dewan Pemilu 2014 untuk
partisipatif dan Perwakilan Rakyat DPR: 16,6%).
representatif di Daerah (DPRD).
setiap tingkatan. 16.7.1.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat
keterwakilan keterwakilan
perempuan sebagai perempuan sebagai
pengambilan pengambil
keputusan di lembaga keputusan di
eksekutif (Eselon I lembaga eksekutif
dan II). (Eselon I dan II)
(2014: Eselon I =
20,66% dan Eselon
II = 16,39%).

IV-120 | K L H S R P J M D S U L S E L
17. Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tugas pokok untuk
melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang pendidikan, kepemudaan
dan olahraga di Provinsi Sulawesi Selatan. Total indikator yang diamanatkan
pada Disdikpora sebanyak 15 indikator, yang merupakan indikator dari TPB
nomor 1, 4 dan 9. Isu startegis Dinas Pendidikan yaitu pada tahun 2030, secara
signifikan meningkatkan pasokan guru yang berkualitas, termasuk melalui
kerjasama internasional dalam pelatihan guru di negara berkembang, terutama
negara kurang berkembang, dan negara berkembang kepulauan kecil.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Pendidikan


Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional adalah 7 indikator, jumlah indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 1
indikator, sementara jumlah indikator yang belum dilaksanakan dan belum
mencapai target nasional adalah sebanyak 3 indikator serta jumlah indikator
yang datanya belum tersedia adalah sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap
mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Disdikpora
ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.

IV-121 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Pendidikan

8,33

25,00

58,33

8,33

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.32. Implementasi Indikator TPB Dinas Pendidikan

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang


sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 58,33%,
persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target
nasional adalah sebesar 8,33%, dan persentase indikator yang belum
dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah 25%, Sementara
persentase indikator yang datanya tidak tersedia adalah sebesar 8,33%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target
harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan
yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu, indikator yang
tidak diketahui ketercapaiannya menjadi catatan bagi Disdikpora untuk
melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian
TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-122 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.32. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Pendidikan dengan TPB
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Pada tahun 2030, menjamin 1.4.1.(i) Angka Meningkatnya Meningkat 70.54% 63.50% 7.04
Kemiskinan bahwa semua laki-laki dan Partisipasi Angka menjadi %
dalam Segala perempuan, khususnya Murni (APM) Partisipasi Kasar 91,63%
Bentuk masyarakat miskin dan rentan, SMA/MA/sed SMA/SMK/MA
Dimanapun memiliki hak yang sama erajat. /Sederajat pada
terhadap sumber daya tahun 2019
ekonomi, serta akses terhadap menjadi 91,63%
pelayanan dasar, kepemilikan (2015: 82,42%).
dan kontrol atas tanah dan
bentuk kepemilikan lain,
warisan, sumber daya alam,
teknologi baru, dan jasa
keuangan yang tepat, termasuk
keuangan mikro.

2 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.1.1.(c) Persentase Meningkatnya Meningkat


Kualitas bahwa semua anak perempuan SMA/MA persentase menjadi
Pendidikan dan laki-laki menyelesaikan berakreditasi SMA/MA 84,6%
yang Inklusif pendidikan dasar dan minimal B. berakreditasi
dan Merata menengah tanpa dipungut minimal B pada
serta biaya, setara, dan berkualitas, tahun 2019
Meningkatka yang mengarah pada capaian menjadi 84,6%
n pembelajaran yang relevan dan (2015:73,5%).
Kesempatan efektif.
Belajar

IV-123 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Sepanjang
Hayat untuk
Semua

3 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.1.1.(f) Angka Meningkatnya Meningkat 110,02 161,00
Kualitas bahwa semua anak perempuan Partisipasi APK menjadi
Pendidikan dan laki-laki menyelesaikan Kasar (APK) SMA/SMK/MA 91,63%
yang Inklusif pendidikan dasar dan SMA/SMK/M /sederajat pada
dan Merata menengah tanpa dipungut A/sederajat. tahun 2019
serta biaya, setara, dan berkualitas, menjadi 91,63%
Meningkatka yang mengarah pada capaian (2015: 76,4%).
n pembelajaran yang relevan dan
Kesempatan efektif.
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua

4 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.1.1.(g) Rata-rata lama Meningkatnya Meningkat 9.13
Kualitas bahwa semua anak perempuan sekolah rata-rata lama menjadi 8,8
Pendidikan dan laki-laki menyelesaikan penduduk umur sekolah penduduk tahun
yang Inklusif pendidikan dasar dan menengah ≥15 tahun. usia di atas 15
dan Merata tanpa dipungut biaya, setara, dan tahun pada tahun
serta berkualitas, yang mengarah pada 2019 menjadi 8,8
Meningkatkan capaian pembelajaran yang tahun (2015: 8,25
Kesempatan relevan dan efektif. tahun).

IV-124 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua
5 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.3.1.(a) Angka Meningkatnya Meningkat 110,02 161,00
Kualitas akses yang sama bagi semua Partisipasi APK SMA/ menjadi
Pendidikan perempuan dan laki-laki, Kasar (APK) SMK/ MA/ 91,63 %
yang Inklusif terhadap pendidikan teknik, SMA/SMK/M sederajat pada
dan Merata kejuruan dan pendidikan A/sederajat. tahun 2019
serta tinggi, termasuk universitas, menjadi 91,63
Meningkatka yang terjangkau dan % (2015: 76,4
n berkualitas. %).
Kesempatan
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua

6 Menjamin Pada tahun 2030, menghilangkan 4.5.1* Rasio Angka 4.1. Rasio Angka Meningkat 82.93 79.9 3
Kualitas disparitas gender dalam Partisipasi Partisipasi Murni
Pendidikan pendidikan, dan menjamin akses Murni (APM) (APM)
yang Inklusif yang sama untuk semua tingkat perempuan/laki- perempuan/laki-
dan Merata pendidikan dan pelatihan laki di (1) laki di
serta kejuruan, bagi masyarakat rentan SD/MI/sederajat SD/MI/paket A
Meningkatkan termasuk penyandang cacat, ; (2) yang setara
Kesempatan SMP/MTs/seder gender pada tahun

IV-125 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Belajar masyarakat penduduk asli, dan ajat; (3) 2019. 4.2 Rasio
Sepanjang anak-anak dalam kondisi rentan. SMA/SMK/MA APM
Hayat untuk /sederajat; dan perempuan/laki-
Semua Rasio Angka laki di SMP/MTs/
Partisipasi Paket B yang
Kasar (APK) setara gender
perempuan/laki- pada tahun 2019.
laki di (4) 4.3 Rasio APK
Perguruan perempuan/laki-
Tinggi. laki di
SMA/SMK/MA
yang setara
gender pada tahun
2019. 4.4 Rasio
APK
perempuan/laki-
laki pada PT dan
PTA yang setara
gender pada tahun
2019.
7 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.6.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat 94.06 93.78
Kualitas bahwa semua remaja dan proporsi angka melek rata-rata angka menjadi
Pendidikan kelompok dewasa tertentu, baik aksara melek aksara 96,1%
yang Inklusif laki-laki maupun perempuan, penduduk umur penduduk usia di
dan Merata ≥15 tahun. atas 15 tahun pada

IV-126 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
serta memiliki kemampuan literasi dan tahun 2019
Meningkatkan numerasi. menjadi 96,1%
Kesempatan (2015: 95,2%).
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua
8 Menjamin Pada tahun 2030, menjamin 4.6.1.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat 94,06 93,78
Kualitas bahwa semua remaja dan proporsi angka melek persentase angka
Pendidikan kelompok dewasa tertentu, baik aksara melek aksara
yang Inklusif laki-laki maupun perempuan, penduduk umur penduduk usia
dan Merata memiliki kemampuan literasi dan 15-24 tahun dan dewasa usia 15-59
serta numerasi. umur 15-59 tahun pada tahun
Meningkatkan tahun. 2019.
Kesempatan
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua
9 Menjamin Membangun dan meningkatkan 4.a.1* Proporsi sekolah (tidak ada dalam Meningkat
Kualitas fasilitas pendidikan yang ramah dengan akses lampiran Perpres
Pendidikan anak, ramah penyandang cacat ke: (a) listrik (b) 59/2017)
yang Inklusif dan gender, serta menyediakan internet untuk
dan Merata lingkungan belajar yang aman, tujuan
serta pengajaran, (c)

IV-127 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Meningkatkan anti kekerasan, inklusif dan komputer untuk
Kesempatan efektif bagi semua. tujuan
Belajar pengajaran, (d)
Sepanjang infrastruktur dan
Hayat untuk materi memadai
Semua bagi siswa
disabilitas, (e)
air minum
layak, (f)
fasilitas sanitasi
dasar per jenis
kelamin, (g)
fasilitas cuci
tangan (terdiri
air, sanitasi, dan
higienis bagi
semua (WASH).
10 Menjamin Pada tahun 2030, secara 4.c.1* Persentase guru (tidak ada dalam Meningkat
Kualitas signifikan meningkatkan pasokan TK, SD, SMP, lampiran Perpres
Pendidikan guru yang berkualitas, termasuk SMA, SMK, 59/2017)
yang Inklusif melalui kerjasama internasional dan PLB yang
dan Merata dalam pelatihan guru di negara bersertifikat
serta berkembang, terutama negara pendidik.
Meningkatkan kurang berkembang, dan negara
Kesempatan berkembang kepulauan kecil.

IV-128 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Belajar
Sepanjang
Hayat untuk
Semua
11 Mencapai Menghapuskan semua praktik 5.3.1.(c) Angka Meningkatnya Meningkat 110,02 161,00
Kesetaraan berbahaya, seperti perkawinan Partisipasi APK menjadi
Gender dan usia anak, perkawinan dini dan Kasar (APK) SMA/SMK/MA 91,63%
Memberdaya paksa, serta sunat perempuan. SMA/SMK/M /sederajat pada
kan Kaum A/ sederajat. tahun 2019
Perempuan menjadi 91,63%
(2015: 75,4%).

12 Membangun Memperkuat riset ilmiah, 9.5.1* Proporsi (tidak ada dalam Meningkat
Infrastruktur meningkatkan kapabilitas anggaran riset lampiran Perpres
yang Tangguh, teknologi sektor industri di semua pemerintah 59/2017)
Meningkatkan negara, terutama negara-negara terhadap PDB.
Industri berkembang, termasuk pada tahun
Inklusif dan 2030, mendorong inovasi dan
Berkelanjutan, secara substansial meningkatkan
serta jumlah pekerja penelitian dan
Mendorong pengembangan per 1 juta orang
Inovasi dan meningkatkan pembelanjaan
publik dan swasta untuk
penelitian dan pengembangan.

IV-129 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.33. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Pendidikan
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
4.c.1* Persentase guru TK, SD, Tidak ada data Pada tahun 2030, secara
SMP, SMA, SMK, dan signifikan meningkatkan pasokan
PLB yang bersertifikat guru yang berkualitas, termasuk
pendidik. melalui kerjasama internasional
dalam pelatihan guru di negara
berkembang, terutama negara
kurang berkembang, dan negara
berkembang kepulauan kecil.

18. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup


Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) memiliki tugas pokok dalam
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang lingkungan. DPLH memiliki
15 indikator yang menjadi kewenangannya, yang merupakan indikator dari
TPB nomor 6, 9, 11, 12, 13 dan 15. Isu strategis DPLH diantaranya:

▪ Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri agar dapat
berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya dan
adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses industri bersih dan ramah
lingkungan, yang dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-
masing.

▪ Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita


yang merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas
udara, termasuk penanganan sampah kota.

▪ Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui


pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Pengelolaan Lingkungan


Hidup
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh DPLH di Sulawesi Selatan,
jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional
adalah 5 indikator, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan namun belum

IV-130 | K L H S R P J M D S U L S E L
mencapai target nasional adalah sebanyak 3 indikator, sementara jumlah
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
sebanyak 5 indikator dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah
sebanyak 2 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh DPLH ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut ini.

Dinas Pengelolaan Lingkungan


Hidup

13,33
33,33

33,33

20,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.33. Implementasi Indikator TPB Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 33,33%, persentase
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
20%, dan persentase indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai
target nasional adalah 33,33%, Sementara persentase indikator yang datanya
tidak tersedia adalah sebesar 13,33%. Indikator-indikator yang belum
dilaksanakan dan belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian
dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai
target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan
kedepannya. Selain itu, indikator yang tidak diketahui ketercapaiannya
menjadi catatan bagi DPLH untuk melengkapi kekurangan data untuk
penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-131 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.34. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan TPB
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Menjamin Pada tahun 2030, 6.3.2.(a) Kualitas Pengelolaan Meningkat
Ketersediaa meningkatkan air danau. kualitas air,
n serta kualitas air dengan baik di sungai,
Pengelolaa mengurangi polusi, waduk, danau,
n Air menghilangkan situ, muara
Bersih dan pembuangan, dan sungai, pantai
Sanitasi meminimalkan termasuk
yang pelepasan material perbaikan
Berkelanjut dan bahan kimia sistem
an berbahaya, monitoring
mengurangi hidrologis dan
setengah proporsi kualitas air
air limbah yang dengan
tidak diolah, dan indikator
secara signifikan membaiknya
meningkatkan daur kualitas air di
ulang, serta 15 danau, 5
penggunaan wilayah
kembali barang sungai.
daur ulang yang
aman secara global.
2 Menjamin Pada tahun 2030, 6.3.2.(b) Kualitas Peningkatan Meningkat Cemar Meningkat Program 1: Pengendalian Rp
Ketersediaa meningkatkan air sungai kualitas air ringan pencemaran dan kerusakan 1,300,000,0
n serta kualitas air dengan sebagai sungai sebagai lingkungan hidup. 00
Pengelolaa mengurangi polusi, sumber air Kegiatan : 1) Pemantauan

IV-132 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
n Air menghilangkan sumber baku menuju kualitas lingkungan; 2)
Bersih dan pembuangan, dan air baku. baku mutu Pengkajian dampak
Sanitasi meminimalkan rata-rata air lingkungan; 3) Monitoring,
yang pelepasan material sungai kelas II. evaluasi dan pelaporan.
Berkelanjut dan bahan kimia Program 2: Program
an berbahaya, peningkatan pengendalian
mengurangi polusi; Kegiatan : 1)
setengah proporsi Pengujian emisi udara
air limbah yang akibat aktivitas Industri; 2)
tidak diolah, dan Pengujian kadar polusi
secara signifikan limbah padat dan cair
meningkatkan daur
ulang, serta
penggunaan
kembali barang
daur ulang yang
aman secara global.
3 Menjamin Pada tahun 2030, 6.4.1.(a) Pengendal Pengendalian ada
Ketersediaa secara signifikan ian dan dan penegakan
n serta meningkatkan penegaka hukum bagi
Pengelolaa efisiensi n hukum penggunaan
n Air penggunaan air di bagi air tanah yang
Bersih dan semua sektor, dan pengguna berlebihan
Sanitasi menjamin an air yang diiringi
yang penggunaan dan tanah. dengan
Berkelanjut pasokan air tawar percepatan
an yang berkelanjutan penyediaan

IV-133 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
untuk mengatasi dan
kelangkaan air, dan pengelolaan
secara signifikan air baku
mengurangi jumlah kawasan
orang yang perekonomian,
menderita akibat dan penerapan
kelangkaan air. kebijakan
pengenaan
tarif air
industri yang
kompetitif.

4 Menjamin Pada tahun 2030, 6.4.1.(b) Insentif Pemberian ada Kegiatan : 1) Pemantauan
Ketersediaa secara signifikan penghema insentif kualitas lingkungan; 2)
n serta meningkatkan tan air penghematan Pengkajian dampak
Pengelolaa efisiensi pertanian/ air lingkungan; 3) Monitoring,
n Air penggunaan air di perkebuna pertanian/perk evaluasi dan pelaporan.
Bersih dan semua sektor, dan n dan ebunan dan Program 2: Program
Sanitasi menjamin industri. industri peningkatan pengendalian
yang penggunaan dan termasuk polusi; Kegiatan : 1)
Berkelanjut pasokan air tawar penerapan Pengujian emisi udara
an yang berkelanjutan prinsip reduce, akibat aktivitas Industri; 2)
untuk mengatasi mengembangk Pengujian kadar polusi
kelangkaan air, dan an reuse dan limbah padat dan cair
secara signifikan recycle, ser-ta
mengurangi jumlah pengembangan
orang yang konsep

IV-134 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
menderita akibat pemanfaatan
kelangkaan air. air limbah
yang aman
untuk
pertanian (safe
use of
astewater in
agriculture).
4 Menjadikan Pada tahun 2030, 11.6.1.(a) Persentas Meningkatnya Meningkat 80 80 0 Program 1 : Pengendalian Rp
Kota dan mengurangi e sampah cakupan menjadi 80% pencemaran dan kerusakan 27,561,618,
Permukima dampak lingkungan perkotaan penanganan lingkungan hidup; Kegiatan 400
n Inklusif, perkotaan per yang sampah : 1) Koordinasi penilaian
Aman, kapita yang tertangani perkotaan kota sehat/adipura; 2)
Tangguh merugikan, . menjadi 80% Penyusunan perencanaan
dan termasuk dengan pada tahun pengembangan kabupaten
Berkelanjut memberi perhatian 2019 (2013: sehat; 3) Pengadaan sarana
an khusus pada 46%). dan prasarana pengendalian
kualitas udara, pencemaran LH; Program 2
termasuk : Pengembangan kinerja
penanganan pengelolaan persampahan;
sampah kota. Kegiatan : 1) Peningkatan
operasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana
persampahan : Operasi
kendaraan pengangkut
sampah (motor); 2)
Peningkatan operasi dan

IV-135 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
pemeliharaan prasarana dan
sarana persampahan :
Operasi kendaraan
pengangkut sampah
(mobil); 3) Operasi tenaga
kebersihan

Program 1 : Pengendalian
pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup; Kegiatan
: 1) Koordinasi penilaian
kota sehat/adipura; 2)
Penyusunan perencanaan
pengembangan kabupaten
sehat; 3) Pengadaan sarana
dan prasarana pengendalian
pencemaran LH; Program 2
: Pengembangan kinerja
pengelolaan persampahan;
Kegiatan : 1) Peningkatan
operasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana
persampahan : Operasi
kendaraan pengangkut
sampah (motor); 2)
Peningkatan operasi dan
pemeliharaan prasarana dan

IV-136 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
sarana persampahan :
Operasi kendaraan
pengangkut sampah
(mobil); 3) Operasi tenaga
kebersihan
5 Menjamin Pada tahun 2030, 6.5.1.(a) Jumlah Internalisasi ada
Ketersediaa menerapkan Rencana 108 Rencana
n serta pengelolaan sumber Pengelola Pengelolaan
Pengelolaa daya air terpadu di an Daerah Daerah Aliran
n Air semua tingkatan, Aliran Sungai
Bersih dan termasuk melalui Sungai Terpadu
Sanitasi kerjasama lintas Terpadu (RPDAST)
yang batas yang tepat. (RPDAST yang sudah
Berkelanjut ) yang disusun ke
an diinternali dalam
sasi ke Rencana Tata
dalam Ruang
Rencana Wilayah
Tata (RTRW).
Ruang
Wilayah
(RTRW).

6 Menjamin Pada tahun 2030, 6.5.1.(c) Jumlah Pembentukan 8 WS


Ketersediaa menerapkan jaringan jaringan
n serta pengelolaan sumber informasi informasi

IV-137 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pengelolaa daya air terpadu di sumber sumber daya
n Air semua tingkatan, daya air air di 8
Bersih dan termasuk melalui yang Wilayah
Sanitasi kerjasama lintas dibentuk. Sungai.
yang batas yang tepat.
Berkelanjut
an

7 Menjamin Pada tahun 2030, 6.5.1.(g) Kegiatan Melanjutkan ada


Ketersediaa menerapkan penataan penataan
n serta pengelolaan sumber kelembag kelembagaan
Pengelolaa daya air terpadu di aan sumber daya
n Air semua tingkatan, sumber air, antara lain
Bersih dan termasuk melalui daya air. dengan:
Sanitasi kerjasama lintas Mensinergikan
yang batas yang tepat. pengaturan
Berkelanjut kewenangan
an dan tanggung
jawab di
semua tingkat
pemerintahan
beserta seluruh
pemang-ku
kepentingan
serta
menjalankann
ya secara

IV-138 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
konsisten;
Meningkatkan
ke-mampuan
komunikasi,
kerjasama, dan
koordinasi
antarlembaga
serta antar-
wadah
koordinasi
pengelolaan
sumber daya
air yang telah
terbentuk; dan
Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
pengelolaan
sumber daya
air.

8 Membangu Pada tahun 2030, 9.4.1* Rasio (tidak ada Menurun


n meningkatkan Emisi dalam
Infrastruktu infrastruktur dan CO2/Emi lampiran
r yang retrofit industri si Gas Perpres
Tangguh, agar dapat Rumah 59/2017)
Meningkat berkelanjutan, Kaca

IV-139 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
kan Industri dengan peningkatan dengan
Inklusif dan efisiensi nilai
Berkelanjut penggunaan tambah
an, serta sumberdaya dan sektor
Mendorong adopsi yang lebih industri
Inovasi baik dari teknologi manufakt
dan proses industri ur.
bersih dan ramah
lingkungan, yang
dilaksanakan semua
negara sesuai
kemampuan
masing-masing.

9 Membangu Pada tahun 2030, 9.4.1(a) Persentas Berkurangnya Menurun 5.12 22.55
n meningkatkan e emisi CO2 menjadi
Infrastruktu infrastruktur dan Perubaha mendekati mendekati
r yang retrofit industri n Emisi 26% pada 26%
Tangguh, agar dapat CO2/Emi tahun 2019.
Meningkat berkelanjutan, si Gas
kan Industri dengan peningkatan Rumah
Inklusif dan efisiensi Kaca.
Berkelanjut penggunaan
an, serta sumberdaya dan
Mendorong adopsi yang lebih
Inovasi baik dari teknologi
dan proses industri

IV-140 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
bersih dan ramah
lingkungan, yang
dilaksanakan semua
negara sesuai
kemampuan
masing-masing.

10 Menjadikan Pada tahun 2030, 11.6.1.(a) Persentas Meningkatnya Meningkat 17.53 80 - Pengelolaan Sampah Rp
Kota dan mengurangi e sampah cakupan menjadi 80% 62.4 3,499,350,0
Permukima dampak lingkungan perkotaan penanganan 7 00
n Inklusif, perkotaan per yang sampah
Aman, kapita yang tertangani perkotaan
Tangguh merugikan, . menjadi 80%
dan termasuk dengan pada tahun
Berkelanjut memberi perhatian 2019 (2013:
an khusus pada 46%).
kualitas udara,
termasuk
penanganan
sampah kota.

11 Menjadikan Pada tahun 2030, 11.6.1.(b) Jumlah Terwujudnya Meningkat/a


Kota dan mengurangi kota hijau kota hijau da
Permukima dampak lingkungan yang yang
n Inklusif, perkotaan per mengemb berketahanan
Aman, kapita yang angkan iklim dan
Tangguh merugikan, dan bencana

IV-141 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
dan termasuk dengan menerapk melalui
Berkelanjut memberi perhatian an green pengembangan
an khusus pada waste di dan penerapan
kualitas udara, kawasan green water,
termasuk perkotaan green waste
penanganan metropolit (pengelolaan
sampah kota. an. sampah dan
limbah melalui
reduce-reuse-
recycle), green
transportation
khususnya di 7
kawasan
perkotaan
metropolitan,
hingga tahun
2019.
12 Menjamin Pada tahun 2020 12.4.2.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat
Pola mencapai limbah pengelolaan menjadi 150
Produksi pengelolaan bahan B3 yang limbah B3 juta ton
dan kimia dan semua terkelola menjadi 150 (skala
Konsumsi jenis limbah yang dan juta ton pada nasional)
yang ramah lingkungan, proporsi tahun 2019
Berkelanjut di sepanjang siklus limbah (2015: 100
an hidupnya, sesuai B3 yang juta ton).
kerangka kerja diolah
internasional yang sesuai

IV-142 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
disepakati dan peraturan
secara signifikan perundan
mengurangi gan
pencemaran bahan (sektor
kimia dan limbah industri).
tersebut ke udara,
air, dan tanah untuk
meminimalkan
dampak buruk
terhadap kesehatan
manusia dan
lingkungan.
13 Menjamin Pada tahun 2030, 12.5.1.(a) Jumlah Meningkatnya 20 ton per 12.9 9 3.9 Program : Pengembangan Rp
Pola secara substansial timbulan pengelolaan hari (skala kinerja pengelolaan 2,100,000,0
Produksi mengurangi sampah sampah nasional) persampahan; Kegiatan : 1) 00
dan produksi limbah yang terpadu Penyediaan prasarana dan
Konsumsi melalui didaur (reduce, reuse, sarana pengelolaan
yang pencegahan, ulang. and persampahan : Bank
Berkelanjut pengurangan, daur recycle/3R) Sampah; 2) Penyediaan
an ulang, dan melalui prasarana dan sarana
penggunaan beroperasinya pengelolaan persampahan :
kembali. 115 unit TPS3R
recycle center
skala kota
dengan
kapasitas 20
ton per hari

IV-143 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
hingga tahun
2019 (2015: 1
unit).
8 Menjamin Mendorong 12.6.1.(a) Jumlah Meningkatnya Meningkat
Pola perusahaan, perusahaa jumlah
Produksi terutama n yang perusahaan
dan perusahaan besar menerapk yang
Konsumsi dan transnasional, an menerapkan
yang untuk mengadopsi sertifikasi sertifikasi SNI
Berkelanjut praktek-praktek SNI ISO ISO 14001
an berkelanjutan dan 14001. (Sistem
mengintegrasikan Manajemen
informasi Lingkungan/S
keberlanjutan ML) hingga
dalam siklus tahun 2019.
pelaporan mereka.
9 Menjamin Mempromosikan 12.7.1.(a) Jumlah Dikembangka Meningkat 0 20 -20 Program : Pengendalian Rp
Pola praktek pengadaan produk nnya produk pencemaran dan kerusakan 1,660,000,0
Produksi publik yang ramah ramah lingkungan hidup; Kegiatan 00
dan berkelanjutan, lingkunga lingkungan : Pengembangan produksi
Konsumsi sesuai dengan n yang berupa ramah lingkungan : IPAL
yang kebijakan dan teregister. kategori/kriteri ternak biogas
Berkelanjut prioritas nasional. a produk yang
an teregister
dalam
pengadaan
publik (Green

IV-144 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Public
Procurement,
GPP) hingga
tahun 2019.
10 Menjamin Pada tahun 2030, 12.8.1.(a) Jumlah (tidak ada Meningkat
Pola menjamin bahwa fasilitas dalam
Produksi masyarakat di mana publik lampiran
dan pun memiliki yang Perpres
Konsumsi informasi yang menerapk 59/2017)
yang relevan dan an
Berkelanjut kesadaran terhadap Standar
an pembangunan Pelayanan
berkelanjutan dan Masyarak
gaya hidup yang at (SPM)
selaras dengan dan
alam. teregister.
11 Mengambil Meningkatkan 13.2.1.(a) Dokumen Terwujudnya ada 1 1 0 Pelaksanaan adaptasi dan Rp
Tindakan pembagian pelaporan penyelenggara mitigasi perubahan iklim 2,868,350,0
Cepat keuntungan yang penuruna an 00
untuk adil dan merata dari n emisi inventarisasi
Mengatasi pemanfaatan gas rumah Gas Rumah
Perubahan sumber daya kaca Kaca (GRK),
Iklim dan genetik, dan (GRK). serta
Dampakny meningkatkan monitoring,
a akses yang tepat pelaporan dan
terhadap sumber dalam
daya tersebut, dokumen

IV-145 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
sesuai kesepakatan Biennial
internasional. Update Report
(BUR) ke-3
hingga tahun
2019 (2015:
dokumen BUR
ke-1).

12 Melindungi Pada tahun 2020, 15.6.1* Tersedian (tidak ada ada


, mengintegrasikan ya dalam
Merestorasi nilai-nilai kerangka lampiran
dan ekosistem dan legislasi, Perpres
Meningkat keanekaragaman administr 59/2017)
kan hayati ke dalam asi dan
Pemanfaata perencanaan kebijakan
n nasional dan untuk
Berkelanjut daerah, proses memastik
an pembangunan, an
Ekosistem strategi dan pembagia
Daratan, penganggaran n
Mengelola pengurangan keuntunga
Hutan kemiskinan. n yang
secara adil dan
Lestari, merata.
Menghenti
kan
Pengguruna

IV-146 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
n,
Memulihka
n Degradasi
Lahan,
serta
Menghenti
kan
Kehilangan
Keanekarag
aman
Hayati

13 Melindungi Pada tahun 2020, 15.9.1.(a) Dokumen Meningkatnya Meningkat 1 1 0 Pengelolaan KEHATI dan Rp
, mengintegrasikan rencana pemanfaatan Plasma Nutfah 2,405,050,0
Merestorasi nilai-nilai pemanfaat keanekaragam 00
dan ekosistem dan an an hayati
Meningkat keanekaragaman keanekara untuk
kan hayati ke dalam gaman mendukung
Pemanfaata perencanaan hayati. pertumbuhan
n nasional dan ekonomi, daya
Berkelanjut daerah, proses saing nasional
an pembangunan, dan
Ekosistem strategi dan kesejahteraan
Daratan, penganggaran masyarakat
Mengelola pengurangan hingga tahun
Hutan kemiskinan. 2019.
secara

IV-147 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No Tujuan No. (PERPRES Target Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Lestari,
Menghenti
kan
Pengguruna
n,
Memulihka
n Degradasi
Lahan,
serta
Menghenti
kan
Kehilangan
Keanekarag
aman
Hayati

IV-148 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.35. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Pengelolaan
Lingkungan Hidup
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
9.4.1(a) Persentase Pada tahun 2030, meningkatkan
Perubahan infrastruktur dan retrofit industri
Emisi agar dapat berkelanjutan, dengan
CO2/Emisi peningkatan efisiensi penggunaan
Gas Rumah sumberdaya dan adopsi yang
Kaca. lebih baik dari teknologi dan
proses industri bersih dan ramah
lingkungan, yang dilaksanakan
semua negara sesuai kemampuan
masing-masing.
11.6.1.(a) Persentase Data tidak Pada tahun 2030, mengurangi
sampah lengkap dampak lingkungan perkotaan per
perkotaan kapita yang merugikan, termasuk
yang dengan memberi perhatian khusus
tertangani. pada kualitas udara, termasuk
penanganan sampah kota.
12.5.1.(a) Jumlah Belum ada Pada tahun 2030, secara
timbulan target daerah substansial mengurangi produksi
sampah yang limbah melalui pencegahan,
didaur ulang. pengurangan, daur ulang, dan
penggunaan kembali.

19. Dinas Perhubungan


Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wewenang
dalam pelaksanaan dan pelayanan di bidang perhubungan. Dishub Provinsi
Sulawesi Selatan bertanggung jawab dalam pelaksanaan 6 indikator TPB yang
terdapat dalam tujuan 9 dan 11. Isu strategis Dinas Perhubungan adalah
mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan
tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas, untuk mendukung
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses
yang terjangkau dan merata bagi semua

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Perhubungan


Berdasarkan kegiatan Dishub Provinsi Sulawesi Selatan, tampak bahwa kedua
fungsi tersebut telah tercakup ke dalam seluruh kegiatan yang mereka
laksanakan. Total indikator TPB yang menjadi tanggung jawab Dishub adalah

IV-149 | K L H S R P J M D S U L S E L
sebanyak 6 indikator. Indikator yang sudah dilaksanakan dan mencapai target
nasional adalah sebanyak 2 indikator, indicator yang sudah dilaksanakan dan
belum mencapai target nasional adalah sebanyak 2 indikator, dan indikator
yang belum dilaksanakan sebanyak 2 indikator. Rincian lengkap mengenai
keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dishub ditunjukkan pada
tabel dan diagram berikut ini.

Dinas Perhubungan

33,33 33,33

33,33

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.34. Implementasi Indikator TPB Dinas Perhubungan

Berdasarkan diagram di atas, persentase indikator yang telah dilaksanakan dan


sudah mencapai target nasional sebesar 33,33%, dan indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 33,33%,
sementara persentase indikator yang tidak memiliki data adalah sebesar
persentase 33,33%. Indikator-indikator yang belum mencapai target harus
diprioritaskan. Indikator-indikator yang sudah dilaksanakan namun belum
mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya
tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta
menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu, dari
total 6 indikator yang menjadi kewenangan Dishub terdapat 2 indikator yang
belum dilaksanakan. Hal ini menjadi catatan bagi Dishub untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-150 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.36. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Perhubungan dengan TPB
Target
Target
No. Tujuan TPB No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
9 Membangun Mengembangkan 9.1.1.(b) Panjang Terbangunnya 1000 Km (skala
Infrastruktur yang infrastruktur yang pembangun jalan tol nasional)
Tangguh, berkualitas, andal, an jalan tol. sepanjang 1.000
Meningkatkan berkelanjutan dan km pada tahun
Industri Inklusif tangguh, termasuk 2019 (2014: 820
dan Berkelanjutan, infrastruktur regional km).
serta Mendorong dan lintas batas, untuk 9.1.1.(c) Panjang Bertambahnya Bertambah 16.10 145.00 - tidak ada
Inovasi mendukung jalur kereta panjang jalur 3.258 km 128.9 indikator
pembangunan api. kereta api 0 terkait
ekonomi dan sepanjang 3.258 hanya
kesejahteraan manusia, km pada tahun sebatas
dengan fokus pada 2019 (2014: 237). komunikas
akses yang terjangkau i
dan merata bagi 9.1.2.(b) Jumlah Meningkatnya Meningkat 80 80 0 rehabilitasi
semua. dermaga jumlah dermaga dan
penyeberan penyeberangan pembangu
gan. menjadi 275 pada nan
tahun 2019 dermaga
(2014: 954 km).
9.1.2.(c) Jumlah Terbangunnya 24 pelabuhan 19 19 0 rehabilitasi
pelabuhan pelabuhan (skala nasional) dan
strategis. strategis untuk pembangu
menunjang tol nan
laut pada 24 dermaga

IV-151 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. Tujuan TPB No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
pelabuhan pada
tahun 2019.
11 Menjadikan Kota Pada tahun 2030, 11.2.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat 22.8 22.8 0 Survey
dan Permukiman menyediakan akses pengguna pangsa pengguna menjadi 32% pemadu
Inklusif, Aman, terhadap sistem moda moda transportasi Moda
Tangguh dan transportasi yang transportasi umum di
Berkelanjutan aman, terjangkau, umum di perkotaan
mudah diakses dan perkotaan. menjadi 32%
berkelanjutan untuk hingga tahun
semua, meningkatkan 2019 (2014:
keselamatan lalu 23%).
lintas, terutama dengan 11.2.1.(b) Jumlah Dikembangkanny ada
memperluas jangkauan sistem a sistem angkutan
transportasi umum, angkutan rel di 10 kota
dengan memberi rel yang besar hingga
perhatian khusus pada dikembang tahun 2019.
kebutuhan mereka kan di kota
yang berada dalam besar.
situasi rentan,
perempuan, anak,
penyandang difabilitas
dan orang tua.

IV-152 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.37. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Perhubungan
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
9.1.1.(c) Panjang jalur kereta Data tidak series Mengembangkan infrastruktur
api. yang berkualitas, andal,
berkelanjutan dan tangguh,
termasuk infrastruktur regional
dan lintas batas, untuk
mendukung pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan
manusia, dengan fokus pada
akses yang terjangkau dan
merata bagi semua.

20. Dinas Perindustrian


Dinas perindustrian Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wewenang dalam
pelaksanaan dan pelayanan di bidang perindustrian. Dinas Perindustrian
Provinsi Sulawesi Selatan bertanggung jawab dalam pelaksanaan 4 indikator
TPB yang terdapat dalam tujuan 9. Isu strategis Dinas Perindustrian adalah
mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun
2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja
dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan meningkatkan
dua kali lipat proporsinya di negara kurang berkembang.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Perhubungan

Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian di


Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional adalah sebanyak 2 indikator, jumlah indikator yang
sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 1
indikator, sementara jumlah indikator yang datanya belum tersedia adalah
sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian ditunjukkan pada diagram dan
tabel berikut ini.

IV-153 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Perindustrian

25,00

50,00

25,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.35. Implementasi Indikator TPB Dinas Perindustrian

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan mencapai target nasional adalah 50%, dan jumlah persentase
indaktor yang sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional
adalah 25%, sementara persentase indikator yang belum tersedia adalah 25%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus
diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu
dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan
untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu, indikator yang tidak diketahui
ketercapaiannya menjadi catatan bagi Dinas Perindustrian untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-154 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.38. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Perindustrian dengan TPB
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indiaktor Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
9 Membangun Mempromosikan 9.2.1* Proporsi nilai (tidak ada dalam Meningkat 13.95 14.25 -0.30 Program 79773885
Infrastruktur industrialisasi inklusif tambah sektor lampiran Perpres Peningkata 000
yang Tangguh, dan berkelanjutan, dan industri 59/2017) n
Meningkatkan pada tahun 2030, secara manufaktur Kemampua
Industri signifikan meningkatkan terhadap PDB n
Inklusif dan proporsi industri dalam dan per kapita. Teknologi
Berkelanjutan, lapangan kerja dan Industri
serta produk domestik bruto, 9.2.1.(a) Laju Meningkatnya laju Lebih tinggi 8.75 9.25 -0.50 Program 55671717
Mendorong sejalan dengan kondisi pertumbuhan pertumbuhan PDB dari Peningkata 000
Inovasi nasional, dan PDB industri industri manufaktur pertumbuhan n Kapasitas
meningkatkan dua kali manufaktur. sehingga lebih tinggi PDB Iptek
lipat proporsinya di dari pertumbuhan Sistem
negara kurang PDB (2015: 4,3%). Produksi
berkembang.
Meningkatkan akses 9.3.1* Proporsi nilai (tidak ada dalam Meningkat 54513 53000 1513 Program 75570220
industri dan perusahaan tambah lampiran Perpres Pengemban 000
skala kecil, khususnya industri kecil 59/2017) gan
di negara berkembang, terhadap total Industri
terhadap jasa keuangan, nilai tambah Kecil dan
termasuk kredit industri. Menengah
terjangkau, dan 9.3.2* Proporsi (tidak ada dalam Meningkat 0
mengintegrasikan ke industri kecil lampiran Perpres
dalam rantai nilai dan dengan 59/2017)
pasar. pinjaman atau
kredit.

IV-155 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.39. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Perindustrian
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Mempromosikan industrialisasi
inklusif dan berkelanjutan, dan pada
tahun 2030, secara signifikan
Laju
meningkatkan proporsi industri dalam
pertumbuhan
9.2.1.(a) lapangan kerja dan produk domestik
PDB industri
bruto, sejalan dengan kondisi
manufaktur.
nasional, dan meningkatkan dua kali
lipat proporsinya di negara kurang
berkembang.

21. Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan


Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki wewenang dalam pelaksanaan dan pelayanan di bidang
perumahan, kawasan permukiman dan pertanahan. Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulawesi Selatan
bertanggung jawab dalam pelaksanaan 13 indikator TPB yang terdapat
dalam tujuan 1 dan 6. Isu strategis Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Pertanahan diantaranya:

▪ Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan,


khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama
terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar,
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan,
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.

▪ Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang
memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air
besar di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan
kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.

IV-156 | K L H S R P J M D S U L S E L
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertanahan
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh DPKKP di Provinsi
Sulawesi Selatan, belum ada jumlah indikator yang sudah mencapai target
nasional, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai
target nasional sebanyak 2, jumlah indicator yang belum dilaksanakan
sebanyak 7 indikator, dan jumlah indikator yang datanya belum tersedia
adalah sebanyak 4 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh DPKPP ditunjukkan pada diagram
dan tabel berikut ini.

Dinas Perumahan Kawasan


Permukiman dan Pertanahan

15,38
30,77

53,85

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.36. Implementasi Indikator TPB DPKPP

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang


sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah 15,38%,
persentase indikator yang belum dilaksanakan sebanyak 53,85%, sementara
persentase indikator yang datanya tidak tersedia adalah sebesar 30,77%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target
harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan
yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-157 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.40. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan dengan TPB
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
1 Mengakhiri Pada tahun 2030, menjamin 1.4.1.(d) Persentase Meningkatnya Meningkat
Kemiskinan bahwa semua laki-laki dan rumah tangga akses air minum menjadi 100%
dalam Segala perempuan, khususnya yang memiliki layak untuk
Bentuk masyarakat miskin dan akses terhadap 40% penduduk
Dimanapun rentan, memiliki hak yang layanan sumber berpendapatan
sama terhadap sumber daya air minum layak terbawah pada
ekonomi, serta akses dan tahun 2019
terhadap pelayanan dasar, berkelanjutan. menjadi 100%.
kepemilikan dan kontrol atas 1.4.1.(e) Persentase Meningkatnya Meningkat 0.842 1 0
tanah dan bentuk rumah tangga akses sanitasi menjadi 100%
kepemilikan lain, warisan, yang memiliki layak untuk
sumber daya alam, teknologi akses terhadap 40% penduduk
baru, dan jasa keuangan yang layanan sanitasi berpendapatan
tepat, termasuk keuangan layak dan terbawah pada
mikro. berkelanjutan. tahun 2019
menjadi 100%.
1.4.1.(f) Persentase Meningkatnya Meningkat
rumah tangga jumlah rumah menjadi 18,6
kumuh tangga juta
perkotaan. berpendapatan
rendah yang
dapat
mengakses
hunian layak
pada tahun 2019

l
IV-158 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
menjadi 18,6
juta untuk 40%
penduduk
berpendapatan
terbawah.
6 Menjamin Pada tahun 2030, mencapai 6.2.1.(a) Proporsi (tidak ada dalam Meningkat
Ketersediaan akses terhadap sanitasi dan populasi yang lampiran
serta kebersihan yang memadai memiliki Perpres
Pengelolaan dan merata bagi semua, dan fasilitas cuci 59/2017)
Air Bersih menghentikan praktik buang tangan dengan
dan Sanitasi air besar di tempat terbuka, sabun dan air.
yang memberikan perhatian 6.2.1.(b) Persentase Meningkatnya Meningkat 0.842 1 0 Program : 311760000
Berkelanjuta khusus pada kebutuhan kaum rumah tangga akses terhadap menjadi 100% Fasilitas 00
n perempuan, serta kelompok yang memiliki sanitasi yang dan
masyarakat rentan. akses terhadap layak pada pengemba
layanan sanitasi tahun 2019 ngan
layak. menjadi 100% infrastrukt
(2014: 60,9%). ur
permukim
an
6.2.1.(c) Jumlah Meningkatnya Meningkat
desa/kelurahan jumlah menjadi
yang desa/kelurahan 45.000 (skala
melaksanakan yang nasional)
Sanitasi Total melaksanakan
Berbasis Sanitasi Total
Berbasis

l
IV-159 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Masyarakat Masyarakat
(STBM). (STBM)
menjadi 45.000
pada tahun 2019
(2015: 25.000).
6.2.1.(d) Jumlah (tidak ada dalam Meningkat
desa/kelurahan lampiran
yang Open Perpres
Defecation Free 59/2017)
(ODF)/ Stop
Buang Air Besar
Sembarangan
(SBS).
6.2.1.(e) Jumlah Terbangunnya Meningkat
kabupaten/kota infrastruktur air menjadi 438
yang terbangun limbah dengan kabupaten/kota
infrastruktur air sistem terpusat .
limbah dengan skala kota,
sistem terpusat kawasan,
skala kota, komunal pada
kawasan dan tahun 2019 di
komunal. 438
kabupaten/kota.
6.2.1.(f) Proporsi rumah (tidak ada dalam Meningkat
tangga yang lampiran
terlayani sistem Perpres
59/2017)

l
IV-160 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
pengelolaan air
limbah terpusat.

Pada tahun 2030, mencapai 6.1.1.(a) Persentase Meningkatnya Meningkat - 87.75 Program : 206173600
akses universal dan merata rumah tangga akses terhadap menjadi 100% Fasilitas 00
terhadap air minum yang yang memiliki layanan air dan
aman dan terjangkau bagi akses terhadap minum layak pengemba
semua. layanan sumber pada tahun 2019 ngan
air minum menjadi 100% infrastrukt
layak. (2014: 70%). ur
permukim
an
6.1.1.(b) Kapasitas Meningkatnya Meningkat - 16 Program 1.83713E+
prasarana air kapasitas menjadi 118,6 1: 11
baku untuk prasarana air m3/detik Pengemba
melayani rumah baku untuk ngan,
tangga, melayani rumah Pengelola
perkotaan dan tangga, an, dan
industri, serta perkotaan dan Konserva
penyediaan air industri pada si Sungai,
baku untuk tahun 2019 Danau,
pulau-pulau. menjadi 118,6 Sumber
m3/detik (2015: air
51,44 m3/detik) lainnya
dan penyediaan
air baku untuk
60 pulau.

l
IV-161 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
6.1.1.(c) Proporsi Meningkatnya Meningkat - - Program :
populasi yang akses terhadap menjadi 100% Pengendal
memiliki akses layanan air ian
layanan sumber minum layak penyakit
air minum aman pada tahun 2019 dan
dan menjadi 100% Penyehata
berkelanjutan. (2014: 70%). n
Lingkung
an
Pada tahun 2030, 6.3.1.(a) Jumlah Peningkatan Meningkat
meningkatkan kualitas air kabupaten/kota kualitas menjadi 409
dengan mengurangi polusi, yang pengelolaan air kabupaten/kota
menghilangkan pembuangan, ditingkatkan limbah sistem
dan meminimalkan pelepasan kualitas setempat
material dan bahan kimia pengelolaan melalui
berbahaya, mengurangi lumpur tinja peningkatan
setengah proporsi air limbah perkotaan dan kualitas
yang tidak diolah, dan secara dilakukan pengelolaan
signifikan meningkatkan pembangunan lumpur tinja
daur ulang, serta Instalasi perkotaan dan
penggunaan kembali barang Pengolahan pembangunan
daur ulang yang aman secara Lumpur Tinja Instalasi
global. (IPLT). Pengolahan
Lumpur Tinja
(IPLT) di 409
kabupaten/kota.

l
IV-162 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Tabel 4.41. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Perumahan Kawasan
Permukiman dan Pertanahan

No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator

Pada tahun 2030, menjamin


bahwa semua laki-laki dan
perempuan, khususnya
masyarakat miskin dan rentan,
Persentase rumah
memiliki hak yang sama
tangga yang Capaian belum
terhadap sumber daya ekonomi,
memiliki akses sesuai dengan
1.4.1.(e) serta akses terhadap pelayanan
terhadap layanan target
dasar, kepemilikan dan kontrol
sanitasi layak dan PERPRES
atas tanah dan bentuk
berkelanjutan.
kepemilikan lain, warisan,
sumber daya alam, teknologi
baru, dan jasa keuangan yang
tepat, termasuk keuangan mikro.
Pada tahun 2030, mencapai
akses terhadap sanitasi dan
kebersihan yang memadai dan
Persentase rumah
merata bagi semua, dan
tangga yang
menghentikan praktik buang air
6.2.1.(b) memiliki akses
besar di tempat terbuka,
terhadap layanan
memberikan perhatian khusus
sanitasi layak.
pada kebutuhan kaum
perempuan, serta kelompok
masyarakat rentan.

22. Dinas Sosial


Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wewenang dalam
pelaksanaan dan pelayanan di bidang sosial. Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Selatan bertanggung jawab dalam pelaksanaan 13 indikator TPB yang terdapat
dalam tujuan 1 dan 10. Isu strategis Dinas Sosial diantaranya:

▪ Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang


tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun
2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.

l
IV-163 | K L H S R P J M D S U L S E L l
▪ Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki,
perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan
di semua dimensi, sesuai dengan definisi nasional.

▪ Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan


pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah 40% dari
populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Sosial


Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional adalah sebanyak 1 indikator, jumlah indikator yang
sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 4
indikator, jumlah indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai
target sebanyak 4 indikator, sementara jumlah indikator yang belum tersedia
adalah sebanyak 4 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator
yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Sosial ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.

Dinas Sosial

7,69

30,77

30,77

30,77

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.37. Implementasi Indikator TPB Dinas Sosial

l
IV-164 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah
dilaksanakan dan sudah mencapa target nasional sebesar 7,69%, persentase
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional adalah
30,77%, persentase indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai
target nasional sebesar 30,77%, sementara persentase indikator yang belum
memiliki data sebesar 30,77%. Indikator-indikator yang belum dilaksanakan
dan belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian
dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu dilakukan untuk mencapai
target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan
kedepannya. Selain itu, indikator yang tidak diketahui ketercapaiannya
menjadi catatan bagi Dinas Sosial untuk melengkapi kekurangan data untuk
penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

l
IV-165 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Tabel 4.42. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Sosial Dengan TPB

Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
1 Mengakhiri Menerapkan secara 1.3.1.(b) Proporsi Meningkatnya Meningkat
Kemiskinan nasional sistem dan peserta Kepesertaan menjadi 62,4
dalam Segala upaya Program Program Sistem juta pekerja
Bentuk perlindungan sosial Jaminan Jaminan Sosial formal; 3,5
Dimanapun yang tepat bagi Sosial Nasional (SJSN) juta pekerja
semua, termasuk Bidang Bidang informal
kelompok yang Ketenaga Ketenagakerjaan
paling miskin, dan kerjaan. pada tahun 2019
pada tahun 2030 menjadi 62,4 juta
mencapai cakupan pekerja formal dan
substansial bagi 3,5 juta pekerja
kelompok miskin informal (2014:
dan rentan. Formal 29,5 juta;
Informal 1,3 juta).
1.3.1.(c) Persentase Meningkatnya Meningkat 1173 1173 0 Program
penyanda persentase menjadi Pembinaan
ng penyandang 17,12% Para
disabilitas difabilitas miskin Penyandan
yang dan rentan yang g Cacat
miskin menerima bantuan
dan rentan pemenuhan
yang kebutuhan dasar
terpenuhi pada tahun 2019
hak menjadi 17,12%
dasarnya (2015: 14,84%).

l
IV-166 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
dan
inklusivita
s.
1.3.1.(d) Jumlah Menurunnya jumlah Menurun 178594 178594 0 Program
rumah keluarga sangat menjadi 2,8 Pemberday
tangga miskin yang juta aan Fakir
yang mendapatkan Miskin,
mendapat bantuan tunai Komunitas
kan bersyarat menjadi Adat
bantuan 2,8 juta pada tahun Terpencil
tunai 2019 (2015: 3 juta). (Kat) Dan
bersyarat/ Penyandan
Program g Masalah
Keluarga Kesejahtera
Harapan.
Menjamin 1.a.1* Proporsi (tidak ada dalam Meningkat 948 435 513 Program
mobilisasi yang sumber lampiran Perpres Pemberday
signifikan terkait daya yang 59/2017) aan Fakir
sumber daya dari dialokasik Miskin,
berbagai sumber, an oleh Komunitas
termasuk melalui pemerinta Adat
kerjasama h secara Terpencil
pembangunan yang langsung (Kat) Dan
lebih baik, untuk untuk Penyandan
menyediakan program g Masalah
sarana yang pemberant Kesejahtera
memadai dan asan

l
IV-167 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
terjangkau bagi kemiskina
negara n.
berkembang,
khususnya negara
kurang
berkembang untuk
melaksanakan
program dan
kebijakan
mengakhiri
kemiskinan di
semua dimensi.
Pada tahun 2030, 1.5.1.(b) Pemenuha Terpenuhinya Meningkat 8 Program
membangun n kebutuhan dasar menjadi 151 (Kebakara Pelayanan
ketahanan kebutuhan korban bencana ribu n) + 1 Dan
masyarakat miskin dasar sosial hingga tahun (kapal Rehabilitas
dan mereka yang korban 2019 menjadi 151 tenggelam i
berada dalam bencana ribu (2015: 43 ribu). ) Kesejahtera
kondisi rentan, dan sosial. an Sosial
mengurangi 1.5.1.(c) Pendampi Terlaksananya Meningkat 8 Program
kerentanan mereka ngan pendampingan menjadi 81,5 (Kekabara Pelayanan
terhadap kejadian psikososia psikososial korban ribu n) + 1 Dan
ekstrim terkait l korban bencana sosial (kapal Rehabilitas
iklim dan bencana hingga tahun 2019 tenggelam i
guncangan sosial. menjadi 81,5 ribu ) Kesejahtera
ekonomi, sosial, (2015: 21,5 ribu). an Sosial

l
IV-168 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
lingkungan, dan 1.5.1.(d) Jumlah Meningkatnya Meningkat
bencana. daerah jumlah daerah menjadi 450
bencana bencana
alam/benc alam/bencana sosial
ana sosial yang mendapat
yang pendidikan layanan
mendapat khusus pada tahun
pendidika 2019 menjadi 450
n layanan (2015: 100).
khusus.
(SMAB=
Sekolah/
Madrasah
Aman
Bencana)
Pada tahun 2030, 1.2.1* Persentase Menurunnya tingkat Menurun 9.32 7 2.32
mengurangi penduduk kemiskinan pada menjadi 7-8%
setidaknya yang tahun 2019 menjadi
setengah proporsi hidup di 7-8% (2015:
laki-laki, bawah 11,13%).
perempuan dan garis
anak-anak dari kemiskina
semua usia, yang n
hidup dalam nasional,
kemiskinan di menurut
semua dimensi, jenis
kelamin

l
IV-169 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
sesuai dengan dan
definisi nasional. kelompok
umur.
10 Mengurangi Mengadopsi 10.4.1.(b) Proporsi Meningkatnya Meningkat
Kesenjangan kebijakan, peserta kepesertaan Sistem menjadi: TK
Intra- dan terutama kebijakan Program Jaminan Sosial formal 62,4
Antarnegara fiskal, upah dan Jaminan Nasional bidang juta; TK
perlindungan Sosial ketenagakerjaan informal 3,5
sosial, serta secara Bidang untuk tenaga kerja juta
progresif mencapai Ketenaga formal pada tahun
kesetaraan yang kerjaan. 2019 menjadi 62,4
lebih besar. juta dan tenaga kerja
informal pada tahun
2019 menjadi 3,5
juta (2014: Formal
29,5 juta; Informal
1,3 juta).
Menjamin 10.3.1.(a) Indeks Meningkatnya Meningkat
kesempatan yang Kebebasa Indeks Kebebasan menjadi 87
sama dan n Sipil. Sipil menjadi 87
mengurangi pada tahun 2019
kesenjangan hasil, (2015: 80,3).
termasuk dengan
menghapus hukum,
kebijakan dan
praktik yang
diskriminatif, dan

l
IV-170 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
mempromosikan
legislasi, kebijakan
dan tindakan yang
tepat terkait
legislasi dan
kebijakan tersebut.
Pada tahun 2030, 10.2.1* Proporsi (tidak ada dalam Menurun
memberdayakan penduduk lampiran Perpres
dan meningkatkan yang 59/2017)
inklusi sosial, hidup di
ekonomi dan bawah 50
politik bagi semua, persen
terlepas dari usia, dari
jenis kelamin, median
difabilitas, ras, pendapata
suku, asal, agama n,
atau kemampuan menurut
ekonomi atau jenis
status lainnya. kelamin
dan
penyanda
ng
difabilitas.
Pada tahun 2030, 10.1.1.(a) Persentase Tingkat kemiskinan Menurun 9,32 7 2.32
secara progresif penduduk pada tahun 2019 menjadi 7-8%
mencapai dan yang menjadi 7-8% dari
mempertahankan hidup di

l
IV-171 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
No. No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
pertumbuhan bawah jumlah penduduk
pendapatan garis (2015:11,13%).
penduduk yang kemiskina
berada di bawah n
40% dari populasi nasional,
pada tingkat yang menurut
lebih tinggi dari jenis
rata-rata nasional. kelamin
dan
kelompok
umur.
10.1.1.(f) Persentase Menurunnya Menurun 15.4 14 1.4
penduduk persentase penduduk menjadi 14%
miskin di miskin di daerah
daerah tertinggal menjadi
tertinggal. 14% pada tahun
2019 (2014:
16,64%).

l
IV-172 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Tabel 4.43. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Sosial

No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Pada tahun 2030,
Persentase
mengurangi setidaknya
penduduk yang Data tidak lengkap
setengah proporsi laki-laki,
hidup di bawah dan diperoleh di
perempuan dan anak-anak
1.2.1* garis kemiskinan instansi lain,
dari semua usia, yang hidup
nasional, menurut dalam bentuk
dalam kemiskinan di semua
jenis kelamin dan publikasi web.
dimensi, sesuai dengan
kelompok umur.
definisi nasional.
Menerapkan secara nasional
sistem dan upaya
Jumlah rumah
perlindungan sosial yang
tangga yang
Capaian belum tepat bagi semua, termasuk
mendapatkan
1.3.1.(d) sesuai dengan kelompok yang paling
bantuan tunai
target PERPRES miskin, dan pada tahun 2030
bersyarat/Program
mencapai cakupan
Keluarga Harapan.
substansial bagi kelompok
miskin dan rentan.
Persentase
penduduk yang Data tidak lengkap
Pada tahun 2030, secara
hidup di bawah dan diperoleh di
progresif mencapai dan
10.1.1.(a) garis kemiskinan instansi lain,
mempertahankan
nasional, menurut dalam bentuk
pertumbuhan pendapatan
jenis kelamin dan publikasi web.
penduduk yang berada di
kelompok umur.
bawah 40% dari populasi
Persentase
pada tingkat yang lebih
penduduk miskin
10.1.1.(f) tinggi dari rata-rata nasional.
di daerah
tertinggal.

l
IV-173 | K L H S R P J M D S U L S E L l
23. Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang
Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang (PSDA CK TR)
merupakan organisasi perangkat daerah (OPD) di provinsi Sulawesi Selatan
yang menangani urusan pengelolaan sumberdaya air. Dinas PSDA CK TR
memiliki wewenang terhadap 11 indikator yang berkaitan dengan indikator-
indikator yang terdapat pada tujuan 6 dan 11.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Sumber Daya Air, Cipta
Karya dan Tata Ruang
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas PSDA CK TR di
Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan
mencapai target nasional adalah sebanyak 1 indikator, jumlah indikator yang
belum dilaksanakan sebanyak 7 indikator, semnetara indikator yang belum
memiliki data sebanyak 3 indikator. indikator-indikator yang belum
dilaksanakan harus diberikan perhatian khusus dan direkomendasikan untuk
selanjutnya diberikan ruang dalam rancangan program dan kegiatan Dinas
Pengelolaan Sumberdaya Air di masa depan dalam rangka mengintegrasikan
tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan daerah. Rincian
lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dinas
Pengelolaan Sumberdaya Air ditunjukkan pada tabel berikut ini.

l
IV-174 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Dinas PSDA CKTR

9,09
27,27

63,64

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.38. Implementasi Indikator TPB Dinas PSDA CKTR

Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional adalah 9,09%, persentase
indikator yang belum dilaksanakan sebanyak 63,64%, sementara persentase
indikator yang datanya tidak tersedia adalah sebesar 27,27%. Indikator-
indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus
diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang
perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya. Selain itu, indikator yang
tidak diketahui ketercapaiannya menjadi catatan bagi Dinas PSDA CK TR
untuk melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian
TPB yang lebih baik di masa depan.

l
IV-175 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Tabel 4.44. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
6 Menjamin Pada tahun 2030, 6.5.1.(a) Jumlah Rencana Internalisasi 108 ada
Ketersediaan menerapkan Pengelolaan Daerah Rencana
serta pengelolaan Aliran Sungai Terpadu Pengelolaan
Pengelolaan Air sumber daya air (RPDAST) yang Daerah Aliran
Bersih dan terpadu di semua diinternalisasi ke Sungai Terpadu
Sanitasi yang tingkatan, dalam Rencana Tata (RPDAST) yang
Berkelanjutan termasuk melalui Ruang Wilayah sudah disusun
kerjasama lintas (RTRW). ke dalam
batas yang tepat. Rencana Tata
Ruang Wilayah
(RTRW).
6.5.1.(c) Jumlah jaringan Pembentukan 8 WS
informasi sumber daya jaringan
air yang dibentuk. informasi
sumber daya air
di 8 Wilayah
Sungai.
6.5.1.(f) Jumlah wilayah sungai Peningkatan 10 WS (skala
yang memiliki partisipasi nasional)
partisipasi masyarakat masyarakat
dalam pengelolaan dalam
daerah tangkapan pengelolaan
sungai dan danau. daerah
tangkapan
sungai dan
danau di 10
Wilayah Sungai

l
IV-176 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
6.5.1.(g) Kegiatan penataan Melanjutkan ada
kelembagaan sumber penataan
daya air. kelembagaan
sumber daya air,
antara lain
dengan:
Mensinergikan
pengaturan
kewenangan dan
tanggung jawab
di semua tingkat
pemerintahan
beserta seluruh
pemang-ku
kepentingan
serta
menjalankannya
secara
konsisten;
Meningkatkan
ke-mampuan
komunikasi,
kerjasama, dan
koordinasi
antarlembaga
serta antar-
wadah
koordinasi
pengelolaan
sumber daya air

l
IV-177 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
yang telah
terbentuk; dan
Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
pengelolaan
sumber daya air.
11 Menjadikan Mempromosikan 11.4.1.(a) Jumlah kota pusaka di Terwujudnya ada
Kota dan dan menjaga kawasan perkotaan kota dan
Permukiman warisan budaya metropolitan, kota kawasan per-
Inklusif, Aman, dunia dan warisan besar, kota sedang dan kotaan layak
Tangguh dan alam dunia. kota kecil. huni melalui
Berkelanjutan pengembangan
kota pusaka
berbasis
karakter sosial
budaya (heritage
city) di kawasan
perkotaan
metropolitan,
kota besar,
sedang, dan
kecil, hingga
tahun 2019.
Pada tahun 2030, 11.3.1.(a) Jumlah kota sedang di Optimalisasi Minimal 20 7 0
memperkuat luar Jawa yang sedikitnya 20 kota sedang
urbanisasi yang diarahkan sebagai kota sedang di (skala nasional)
inklusif dan pengendali (buffer) luar Jawa yang
berkelanjutan arus urbanisasi dan diarahkan
serta kapasitas sebagai

l
IV-178 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
partisipasi, sebagai pusat pengendali
perencanaan pertumbuhan utama. (buffer) arus
penanganan urbanisasi dan
permukiman yang sebagai pusat
berkelanjutan dan pertumbuhan
terintegrasi di utama yang
semua negara. mendorong
keterkaitan kota
dan desa.
11.3.1.(b) Jumlah Metropolitan Terwujudnya 5 metropolitan 1 1 0
baru di luar Jawa pembangunan 5 (skala nasional)
sebagai Pusat Kegiatan Metropolitan
Nasional (PKN). baru di Luar
Jawa sebagai
Pusat Kegiatan
Nasional (PKN)
hingga tahun
2019 (2014: 2).
11.3.2.(a) Rata-rata institusi yang Meningkatnya Meningkat
berperan secara aktif peran swasta,
dalam Forum Dialog organisasi
Perencanaan masyarakat dan
Pembangunan Kota organisasi
Berkelanjutan. profesi secara
aktif, dalam
Forum Dialog
Perencanaan dan
Pembangunan
Kota
Berkelanjutan.

l
IV-179 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Pada tahun 2030, 11.1.1.(b) Jumlah kawasan Terwujudnya 12 kawasan
menjamin akses perkotaan metropolitan pemenuhan perkotaan
bagi semua yang terpenuhi standar standar metropolitan
terhadap pelayanan perkotaan pelayanan (skala nasional)
perumahan yang (SPP). perkotaan kota
layak, aman, yang aman,
terjangkau, dan nyaman dan
pelayanan dasar, layak huni pada
serta menata aspek
kawasan kumuh. permukiman
paling sedikit di
12 Kawasan
Perkotaan
Metropolitan
hingga tahun
2019.
11.1.1.(c) Jumlah kota sedang Terwujudnya Paling sedikit
dan kota baru yang pemenuhan 20 kota sedang
terpenuhi SPP. standar dan 10 kota
pelayanan baru (skala
perkotaan kota nasional)
yang aman,
nyaman dan
layak huni pada
aspek
permukiman
paling sedikit di
20 Kota Sedang
dan 10 Kota

l
IV-180 | K L H S R P J M D S U L S E L l
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
Baru hingga
tahun 2019.
Pada tahun 2030, 11.7.1.(a) Jumlah kota hijau yang Terwujudnya Meningkat/ada
menyediakan menyediakan ruang kota hijau yang
ruang publik dan terbuka hijau di berketahanan
ruang terbuka kawasan perkotaan iklim, melalui
hijau yang aman, metropolitan dan kota penyediaan
inklusif dan sedang. ruang terbuka
mudah dijangkau hijau, paling
terutama untuk sedikit di 12
perempuan dan kawasan
anak, manula dan perkotaan
penyandang metropolitan
difabilitas. dan 20 kota
sedang, hingga
tahun 2019.

l
IV-181 | K L H S R P J M D S U L S E L l
24. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) memiliki tugas
perlindungan tenaga kerja, bursa kerja, kesejahteraan tenaga kerja dan
berbagai fungsi lainnya di bidang ketenagakerjaan. Tugas pokok dan fungsi
Disnaker Provinsi Sulawesi Selatan memiliki keterkaitan erat dengan 12
indikator yang tersebar pada tujuan 2, 4, 8 dan 9. Isu strategis Disnaker
diantaranya.

▪ Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan


produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas
dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro,
kecil, dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.

▪ Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang
tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.

▪ Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan
yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda
dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang
sama nilainya.

▪ Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada


tahun 2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam
lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi
nasional, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang
berkembang.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Tenaga Kerja dan


Transmigrasi
Dari total indikator yang telah dilaksanakan Disnaker oleh Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang telah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional sebanyak 2 indikator, jumlah indikator yang sudah
dilaknasakan namun belum mencapai target nasional sebanyak 5 indikor,
sementara jumlah indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai

IV-182 | K L H S R P J M D S U L S E L
target nasional sebanyak 2 indikator dan jumlah indikator yang datanya
tidak tersedia sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh Disnaker ditunjukkan pada diagram
dan tabel berikut ini.

Dinas Tenaga Kerja dan


Transmigrasi

8,33 16,67

33,33

41,67

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D


Gambar 4.39. Implementasi Indikator TPB DISNAKER

Berdasakan diagram di atas diketahui bahwa dari total 12 indikator yang


menjadi tanggung jawab Disnaker, persentase indikator yang telah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 16,67%,
persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target
nasional dengan sebesar 41,67%, persenetase indikator yang belum
dilaksanakan sebesar 33,33%, sementara persentase indikator yang datanya
tidak tersedia sebesar 8,33%. Indikator yang tidak diketahui
ketercapaiannya menjadi catatan penting bagi Disnaker untuk melengkapi
kekurangan data sebagai penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang
lebih baik di masa depan.

IV-183 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.45. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
2 Menghilangka Pada tahun 2030, 2.3.1* Nilai (tidak ada Meningkat
n Kelaparan, menggandakan Tambah dalam
Mencapai produktivitas pertanian dan Pertanian lampiran
Ketahanan pendapatan produsen dibagi Perpres
Pangan dan makanan skala kecil, jumlah 59/2017)
Gizi yang khususnya perempuan, tenaga
Baik, serta masyarakat penduduk asli, kerja di
Meningkatkan keluarga petani, sektor
Pertanian penggembala dan nelayan, pertanian
Berkelanjutan termasuk melalui akses (rupiah
yang aman dan sama per tenaga
terhadap lahan, sumber kerja).
daya produktif, dan input
lainnya, pengetahuan, jasa
keuangan, pasar, dan
peluang nilai tambah, dan
pekerjaan nonpertanian.
4 Menjamin Pada tahun 2030, 4.4.1* Proporsi (tidak ada Meningkat
Kualitas meningkatkan secara remaja dalam
Pendidikan signifikan jumlah pemuda dan lampiran
yang Inklusif dan orang dewasa yang dewasa Perpres
dan Merata memiliki keterampilan dengan 59/2017)
serta yang relevan, termasuk keterampi
Meningkatkan keterampilan teknik dan lan
Kesempatan kejuruan, untuk pekerjaan, teknologi
Belajar pekerjaan yang layak dan informasi
Sepanjang kewirausahaan. dan

IV-184 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
Hayat untuk komunika
Semua si (TIK).
8 Meningkatkan Mencapai tingkat 8.2.1* Laju Pertumbuhan Meningkat
Pertumbuhan produktivitas ekonomi yang pertumbu PDB riil per
Ekonomi yang lebih tinggi, melalui han PDB orang yang
Inklusif dan diversifikasi, peningkatan per tenaga bekerja
Berkelanjutan, dan inovasi teknologi, kerja/Ting meningkat
Kesempatan termasuk melalui fokus kat hingga tahun
Kerja yang pada sektor yang memberi pertumbu 2019.
Produktif dan nilai tambah tinggi dan han PDB
Menyeluruh, padat karya. riil per
serta Pekerjaan orang
yang Layak bekerja
untuk Semua per tahun.
Menggalakkan kebijakan 8.3.1* Proporsi (tidak ada Meningkat
pembangunan yang lapangan dalam
mendukung kegiatan kerja lampiran
produktif, penciptaan informal Perpres
lapangan kerja layak, sektor 59/2017)
kewirausahaan, kreativitas non-
dan inovasi, dan pertanian,
mendorong formalisasi dan berdasark
pertumbuhan usaha mikro, an jenis
kecil, dan menengah, kelamin.
termasuk melalui akses 8.3.1.(a) Persentas Persentase 0.51 37.63 44.97 -7.34 1). Program
terhadap jasa keuangan. e tenaga tenaga kerja Peningkatan
kerja formal Kualitas dan
formal. mencapai Produktivitas
51% pada Tenaga Kerja
tahun 2019 dengan kegiatan

IV-185 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
(2015: pelatihan
42,2%). kewirausahaan,
peningkatan
produktivitas, dan
2) Program
Perluasan dan
Pengembangan
Kesempatan Kerja
dengan kegiatan
Pembinaan
kelompok usaha
mandiri
8.3.1.(b) Persentas (tidak ada Meningkat 38.67092 39.42015 0.75
e tenaga dalam
kerja lampiran
informal Perpres
sektor 59/2017)
pertanian.
Pada tahun 2020, secara 8.6.1* Persentas Meningkatny Meningkat 21,83
substansial mengurangi e usia a
proporsi usia muda yang muda (15- keterampilan
tidak bekerja, tidak 24 tahun) pekerja
menempuh pendidikan atau yang rentan agar
pelatihan. sedang dapat
tidak memasuki
sekolah, pasar tenaga
bekerja kerja.
atau
mengikuti

IV-186 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
pelatihan
(NEET).
Pada tahun 2030, mencapai 8.5.1* Upah (tidak ada Meningkat
pekerjaan tetap dan rata-rata dalam
produktif dan pekerjaan per jam lampiran
yang layak bagi semua pekerja. Perpres
perempuan dan laki-laki, 59/2017)
termasuk bagi pemuda dan 8.5.2* Tingkat (tidak ada Menurun 5.61 4.56 2.34
penyandang difabilitas, dan pengangg dalam
upah yang sama untuk uran lampiran
pekerjaan yang sama terbuka Perpres
nilainya. berdasark 59/2017)
an jenis
kelamin
dan
kelompok
umur.
8.5.2.(a) Tingkat (tidak ada Menurun 1295011
setengah dalam
pengangg lampiran
uran. Perpres
59/2017)
Pada tahun 2030, 8.9.2* Jumlah (tidak ada Meningkat 12,28
menyusun dan pekerja dalam
melaksanakan kebijakan pada lampiran
untuk mempromosikan industri Perpres
pariwisata berkelanjutan pariwisata 59/2017)
yang menciptakan lapangan dalam
kerja dan mempromosikan proporsi
budaya dan produk lokal. terhadap

IV-187 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap Program/Kegiatan
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Anggaran
59/2017)
ringkasan
total
pekerja.
9 Membangun Mempromosikan 9.2.2* Proporsi (tidak ada Meningkat 262936 287269 -
Infrastruktur industrialisasi inklusif dan tenaga dalam 2433
yang Tangguh, berkelanjutan, dan pada kerja pada lampiran 3
Meningkatkan tahun 2030, secara sektor Perpres
Industri signifikan meningkatkan industri 59/2017)
Inklusif dan proporsi industri dalam manufakt
Berkelanjutan, lapangan kerja dan produk ur.
serta domestik bruto, sejalan
Mendorong dengan kondisi nasional,
Inovasi dan meningkatkan dua kali
lipat proporsinya di negara
kurang berkembang.

IV-188 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.46. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi

No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Menggalakkan kebijakan
Persentase tenaga pembangunan yang mendukung
8.3.1.(a)
kerja formal. kegiatan produktif, penciptaan
lapangan kerja layak,
kewirausahaan, kreativitas dan
Persentase tenaga inovasi, dan mendorong
Belum ada formalisasi dan pertumbuhan
8.3.1.(b) kerja informal sektor
program usaha mikro, kecil, dan menengah,
pertanian.
termasuk melalui akses terhadap
jasa keuangan.
Pada tahun 2030, mencapai
pekerjaan tetap dan produktif dan
Tingkat
pekerjaan yang layak bagi semua
pengangguran
Belum ada perempuan dan laki-laki, termasuk
8.5.2* terbuka berdasarkan
program bagi pemuda dan penyandang
jenis kelamin dan
difabilitas, dan upah yang sama
kelompok umur.
untuk pekerjaan yang sama
nilainya.
Persentase usia muda
Pada tahun 2020, secara
(15-24 tahun) yang
substansial mengurangi proporsi
sedang tidak sekolah, Data belum
8.6.1* usia muda yang tidak bekerja,
bekerja atau lengkap
tidak menempuh pendidikan atau
mengikuti pelatihan
pelatihan.
(NEET).
Mempromosikan industrialisasi
inklusif dan berkelanjutan, dan
pada tahun 2030, secara signifikan
meningkatkan proporsi industri
Proporsi tenaga kerja
Data tidak dalam lapangan kerja dan produk
9.2.2* pada sektor industri
lengkap domestik bruto, sejalan dengan
manufaktur.
kondisi nasional, dan
meningkatkan dua kali lipat
proporsinya di negara kurang
berkembang.

IV-189 | K L H S R P J M D S U L S E L
25. Satuan Polisi Pamong Praja
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan organisasi perangkat
daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan ketenteraman,
ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat. Satpol PP memiliki 3
indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan
indikator dari tujuan TPB nomor 16.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Perhubungan


Terdapat 3 indikator yang menjadi kewenangan Satpol PP. Berdasarkan
analisis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini dari 3 indikator tersebut
semuanya belum ada yang tersedia. Rincian lengkap mengenai keterkaitan
indikator yang sudah dilaksanakan oleh Satpol PP ditunjukkan pada tabel
Keterkaitan Program dan Kegiatan Bagian Organisasi dengan indikator TPB.

Satuan Polisi Pamong Praja

100,00%

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D


Gambar 4.40. Implementasi Indikator TPB Satpol PP
Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator
menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator. Hal
ini menjadi catatan bagi Satpol PP untuk melengkapi kekurangan data untuk
penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-190 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.47. Keterkaitan Program dan Kegiatan Satpol PP Dengan TPB

Target
No. Tujuan TPB No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
16 Menguatkan Secara 16.1.1.(a) Jumlah kasus (tidak ada dalam Menurun
Masyarakat yang signifikan kejahatan lampiran Perpres
Inklusif dan mengurangi pembunuhan pada 59/2017)
Damai untuk segala satu tahun terakhir.
Pembangunan bentuk 16.1.3.(a) Proporsi penduduk (tidak ada dalam Menurun
Berkelanjutan, kekerasan yang menjadi korban lampiran Perpres
Menyediaan dan terkait kejahatan kekerasan 59/2017)
Akses Keadilan angka dalam 12 bulan
untuk Semua, dan kematian terakhir.
Membangun dimanapun. 16.1.4* Proporsi penduduk Meningkatnya upaya Meningkat
Kelembagaan yang merasa aman keberlanjutan
yang Efektif, berjalan sendirian di pembangunan sosial
Akuntabel, dan area tempat yang ditandai
Inklusif di Semua tinggalnya. dengan
Tingkatan terkendalinya
kekerasan terhadap
anak, perkelahian,
Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
(KDRT), dan
meningkatnya
keamanan yang
tercermin dalam
rendahnya konflik
horizontal dan
rendahnya tingkat
kriminalitas.

IV-191 | K L H S R P J M D S U L S E L
26. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) merupakan organisasi
perangkat daerah di Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan
penyusunan kebijakan teknis dan pelaksanaan kebijakan daerah urusan bidang
ideologi dan kewaspadaan, wawasan, kebangsaan, politik, politik dalam nergri,
ketahanan seni, budaya, agama, dan ekonomi. Kesbangpol memiliki 1 indikator
yang menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan indikator dari
tujuan TPB nomor 16.
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Perhubungan
Terdapat 1 indikator yang menjadi kewenangan Kesbangpol. Berdasarkan
analisis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini dari 1 indikator tersebut belum
tersedia. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah
dilaksanakan oleh Kesbangpol ditunjukkan pada table berikut ini.

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.41. Implementasi Indikator TPB Kesbangpol

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator


menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator. Hal
ini menjadi catatan bagi Satpol PP untuk melengkapi kekurangan data untuk
penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih baik di masa depan.

IV-192 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.48. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
16 Menguatkan Secara signifikan 16.1.2.(a) Kematian (tidak ada dalam Menurun
Masyarakat yang mengurangi segala disebabka lampiran Perpres
Inklusif dan bentuk kekerasan dan n konflik 59/2017)
Damai untuk terkait angka per
Pembangunan kematian dimanapun. 100.000
Berkelanjutan, penduduk.
Menyediaan
Akses Keadilan
untuk Semua, dan
Membangun
Kelembagaan
yang Efektif,
Akuntabel, dan
Inklusif di Semua
Tingkatan

IV-193 | K L H S R P J M D S U L S E L
27. Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan organisasi perangkat daerah di


Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan pemerintahan di bidang
statistik. BPS memiliki 5 indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator
tersebut merupakan indikator dari tujuan TPB nomor 17. Isu strategis BPS
adalah Pada tahun 2020, meningkatkan dukungan pengembangan kapasitas
untuk negara berkembang, termasuk negara kurang berkembang dan negara
berkembang pulau kecil, untuk meningkatkan secara signifikan ketersediaan
data berkualitas tinggi, tepat waktu dan dapat dipercaya, yang terpilah
berdasarkan pendapatan, gender, umur, ras, etnis, status migrasi, difabilitas,
lokasi geografis dan karakteristik lainnya yang relevan dengan konteks
nasional.
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Badan Pusat Statistik
Total indikator TPB yang menjadi tanggung jawab BPS adalah sebanyak 5
indikator. Indikator yang sudah dilaksanakan dan mencapai target nasional
adalah sebanyak 4 indikator dan indikator yang sudah dilaksanakan dan belum
mencapai target nasional adalah sebanyak 1 indikator. Rincian lengkap
mengenai keterkaitan indikator yang sudah dilaksanakan oleh Dishub
ditunjukkan pada tabel dan diagram berikut ini.

IV-194 | K L H S R P J M D S U L S E L
Badan Pusat Statistik

20,00

80,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.42. Implementasi Indikator TPB BPS


Berdasarkan diagram di atas, persentase indikator yang telah dilaksanakan dan
sudah mencapai target nasional sebesar 80% dan indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 20%.
Indikator-indikator yang sudah dilaksanakan namun belum mencapai target
harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan
yang perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-195 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.49. Keterkaitan Program dan Kegiatan Badan Pusat Statistik Dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
17 Menguatkan Pada tahun 2020, 17.18.1.(a) Persentase (tidak ada dalam Meningkat 99.16 99.16 0
Sarana meningkatkan konsumen lampiran Perpres
Pelaksanaan dan dukungan Badan Pusat 59/2017)
Merevitalisasi pengembangan Statistik (BPS)
Kemitraan Global kapasitas untuk yang merasa
untuk negara puas dengan
Pembangunan berkembang, kualitas data
Berkelanjutan termasuk negara statistik.
kurang 17.18.1.(b) Persentase (tidak ada dalam Meningkat 85.13 85.13 0
berkembang dan konsumen lampiran Perpres
negara yang 59/2017)
berkembang menjadikan
pulau kecil, untuk data dan
meningkatkan informasi
secara signifikan statistik BPS
ketersediaan data sebagai
berkualitas tinggi, rujukan utama.
tepat waktu dan 17.18.1.(c) Jumlah (tidak ada dalam Meningkat 1 1 0
dapat dipercaya, metadata lampiran Perpres
yang terpilah kegiatan 59/2017)
berdasarkan statistik dasar,
pendapatan, sektoral, dan
gender, umur, ras, khusus yang
etnis, status terdapat dalam
migrasi, Sistem
difabilitas, lokasi Informasi
geografis dan Rujukan
karakteristik

IV-196 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
lainnya yang Statistik
relevan dengan (SIRuSa).
konteks nasional.
Pada tahun 2030, 17.19.2.(c) Jumlah (tidak ada dalam Meningkat 27712 27712 0
mengandalkan pengunjung lampiran Perpres
inisiatif yang eksternal yang 59/2017)
sudah ada, untuk mengakses
mengembangkan data dan
pengukuran atas informasi
kemajuan statistik
pembangunan melalui
berkelanjutan website.
yang melengkapi 17.19.2.(d) Persentase (tidak ada dalam Meningkat 94.05 94.05 0
Produk Domestik konsumen lampiran Perpres
Bruto, dan yang puas 59/2017)
mendukung terhadap akses
pengembangan data Badan
kapasitas statistik Pusat Statistik
di negara (BPS).
berkembang.

IV-197 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.50. Permasalahan dan Isu Strategis Badan Pusat Statistik
No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
Pada tahun 2020, meningkatkan dukungan
pengembangan kapasitas untuk negara
Jumlah metadata berkembang, termasuk negara kurang
kegiatan statistik berkembang dan negara berkembang pulau
dasar, sektoral, dan kecil, untuk meningkatkan secara
khusus yang signifikan ketersediaan data berkualitas
17.18.1.(c)
terdapat dalam tinggi, tepat waktu dan dapat dipercaya,
Sistem Informasi yang terpilah berdasarkan pendapatan,
Rujukan Statistik gender, umur, ras, etnis, status migrasi,
(SIRuSa). difabilitas, lokasi geografis dan
karakteristik lainnya yang relevan dengan
konteks nasional.

28. Biro Hukum dan HAM

Biro Hukum dan HAM merupakan organisasi perangkat daerah di Provinsi


Sulawesi Selatan yang menangani urusan hukum dan hak asasi manusia. Biro
Hukum dan HAM memiliki 2 indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator
tersebut merupakan indikator dari tujuan TPB nomor 10 dan 16.
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Biro Hukum dan HAM
Terdapat 2 indikator yang menjadi kewenangan Biro Hukum dan HAM.
Berdasarkan analisis yang dilakukan diketahui bahwa saat ini dari 2 indikator
tersebut belum ada yang tersedia. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator
yang sudah dilaksanakan oleh Biro Hukum dan HAM ditunjukkan pada tabel
Keterkaitan Program dan Kegiatan Bagian Organisasi dengan indikator TPB.

IV-198 | K L H S R P J M D S U L S E L
Biro Hukum dan HAM

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.43. Implementasi Indikator TPB Biro Hukum dan HAM

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator


menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator.
Hal ini menjadi catatan bagi Biro Hukum dan HAM untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-199 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.51. Keterkaitan Program dan Kegiatan Biro Hukum dan HAM dengan TPB
Target
Target
No. Tujuan No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
10 Mengurangi Menjamin kesempatan 10.3.1.(d) Jumlah kebijakan (tidak ada ada
Kesenjangan Intra- yang sama dan yang diskriminatif dalam
dan Antarnegara mengurangi dalam 12 bulan lampiran
kesenjangan hasil, lalu berdasarkan Perpres
termasuk dengan pelarangan 59/2017)
menghapus hukum, diskriminasi
kebijakan dan praktik menurut hukum
yang diskriminatif, dan HAM
mempromosikan Internasional.
legislasi, kebijakan dan
tindakan yang tepat
terkait legislasi dan
kebijakan tersebut.
16 Menguatkan Menggalakkan dan 16.b.1.(a) Jumlah kebijakan (tidak ada ada
Masyarakat yang menegakkan undang- yang diskriminatif dalam
Inklusif dan Damai undang dan kebijakan dalam 12 bulan lampiran
untuk Pembangunan yang tidak diskriminatif lalu berdasarkan Perpres
Berkelanjutan, untuk pembangunan pelarangan 59/2017)
Menyediaan Akses berkelanjutan. diskriminasi
Keadilan untuk menurut hukum
Semua, dan HAM
Membangun Internasional.
Kelembagaan yang
Efektif, Akuntabel,
dan Inklusif di
Semua Tingkatan

IV-200 | K L H S R P J M D S U L S E L
29. Biro Pembangunan Setda

Biro Pembangunan Setda Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 1 indikator yang


menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan indikator dari tujuan
TPB nomor 16. Isu Strategis Biro Pembangunan Setda adalah
mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua
tingkat.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Biro Pembangunan Setda


Total indikator TPB yang menjadi tanggung jawab Biro Pembangunan Setda
adalah sebanyak 1 indikator. Indikator tersebut sudah dilaksanakan dan belum
mencapai target nasional. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator
yang sudah dilaksanakan oleh Dishub ditunjukkan pada tabel dan diagram
berikut ini.

Biro Pembangunan SETDA

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.44. Implementasi Indikator TPB Biro Pembanguan Setda

Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah


dilaksanakan namun belum mencapai target nasional adalah sebanyak 100%.
Hal ini menjadi catatan bagi Biro Pembangunan Setda untuk melengkapi
kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB yang lebih
baik di masa depan.

IV-201 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.52. Keterkaitan Program dan Kegiatan Biro Pembangunan Setda Dengan TPB

Target
No. No. Target(PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
16 Menguatkan Mengembangkan 16.6.1.(c) Persentase Meningkatnya Menjadi 80% 507 602 Program :
Masyarakat yang lembaga yang penggunaan penggunaan E- paket/kegia paket/keg Koordinasi,
Inklusif dan Damai efektif, E- procurement terhadap tan 100% iatan Pembinaan
untuk Pembangunan akuntabel, dan procuremen belanja pengadaan 100% dan
Berkelanjutan, transparan di t terhadap menjadi 80% pada Pengendali
Menyediaan Akses semua tingkat. belanja tahun 2019 (2013: an
Keadilan untuk pengadaan. 30%). Administra
Semua, dan si
Membangun Pembangun
Kelembagaan yang an
Efektif, Akuntabel,
dan Inklusif di
Semua Tingkatan

Tabel 4.53. Permasalahan dan Isu Strategis Biro Pembangunan Setda

No. Indikator Indikator Permasalahan Isu Strategis

Persentase penggunaan E-procurement terhadap


16.6.1.(c) Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua tingkat.
belanja pengadaan.

IV-202 | K L H S R P J M D S U L S E L
30. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki 7 indikator yang menjadi kewenangannya. Indikator tersebut
merupakan indikator dari tujuan TPB nomor 1 dan 7. Isu Strategis Dinas
ESDM adalah Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan
perempuan, khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama
terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar,
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan,
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk
keuangan mikro.
Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas ESDM
Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas ESDM di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional sebanyak 1 indikator dan jumlah indikator yang
sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional sebanyak 1
indikator, sementara indikator yang belum tersedia adalah sebanyak 5
indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang sudah
dilaksanakan oleh Dinas ESDM ditunjukkan pada diagram dan tabel berikut
ini.
Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral

14,29

14,29

71,43

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D


Gambar 4.45. Implementasi Indikator TPB Dinas ESDM

IV-203 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 14,29%, persentase
indikator yang sudah dilaksanakan dan belum mencapai target nasional sebesar 14,29%, Sementara persentase indikator yang belum tersedia sebesar 71,43%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang perlu
dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

Tabel 4.54. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas ESDM Dengan TPB

Target Target (PERPRES


No. Tujuan No. Target Program/ Alokasi
Target Indikator (PERPRES 59/2017) - Capaian Gap
TPB TPB Indikator Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017) ringkasan
1 Mengakhiri Pada tahun 2030, 1.4.1.(k) Persentase Meningkatnya Meningkat menjadi 92.52 95 -2.48 Program 40872500
Kemiskina menjamin bahwa semua rumah akses penerangan 100% Ketahanan 000
n dalam laki-laki dan perempuan, tangga untuk penduduk energi/Keg
Segala khususnya masyarakat miskin dan 40% iatan
Bentuk miskin dan rentan, rentan yang berpendapatan penyediaan
Dimanapun memiliki hak yang sama sumber terbawah menjadi dan
terhadap sumber daya penerangan 100% pada tahun pemanfaata
ekonomi, serta akses utamanya 2019. n energi
terhadap pelayanan listrik baik terbarukan
dasar, kepemilikan dan dari PLN dan dan
kontrol atas tanah dan bukan PLN. pembangu
bentuk kepemilikan lain, nan
warisan, sumber daya instalasi
alam, teknologi baru, pembangki
dan jasa keuangan yang t listrik
tepat, termasuk
keuangan mikro.
7 Menjamin Pada tahun 2030, 7.3.1* Intensitas Intensitas energi Menurun menjadi
Akses melakukan perbaikan energi primer 463,2 SBM (skala
Energi efisiensi energi di primer. (penurunan 1% nasional)

IV-204 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target Target (PERPRES
No. Tujuan No. Target Program/ Alokasi
Target Indikator (PERPRES 59/2017) - Capaian Gap
TPB TPB Indikator Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017) ringkasan
yang tingkat global sebanyak per tahun)
Terjangkau dua kali lipat. menjadi 463,2
, Andal, SBM pada tahun
Berkelanjut 2019.
an dan Pada tahun 2030, 7.2.1* Bauran Bauran energi 10-16% Program 27472950
Modern meningkat secara energi terbarukan ketanahana 00
untuk substansial pangsa terbarukan. mencapai 10-16% n program
Semua energi terbarukan dalam pada tahun 2019.
bauran energi global.
Pada tahun 2030, 7.1.1* Rasio Meningkatnya Meningkat menjadi 97.33 96.6 0.73
menjamin akses elektrifikasi. rasio elektrifikasi 96,6%
universal layanan energi menjadi 96,6%
yang terjangkau, andal pada tahun 2019
dan modern. (2014: 81,5%).
7.1.1.(a) Konsumsi Meningkatnya Meningkat menjadi
listrik per konsumsi listrik 1.200 KWh
kapita. per kapita
menjadi 1.200
KWh pada tahun
2019 (2014: 843
KWh).
7.1.2.(a) Jumlah Tercapainya 1,1 juta sambungan
sambungan jaringan gas 1,1 rumah tangga
jaringan gas juta sambungan
untuk rumah rumah tangga
tangga. pada tahun 2019
(2014: 200 ribu).
7.1.2.(b) Rasio (tidak ada dalam Meningkat
penggunaan lampiran Perpres
gas rumah 59/2017)
tangga.

IV-205 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.55. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas ESDM

No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
1.4.1.(k) Persentase rumah - Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua
tangga miskin dan laki-laki dan perempuan, khususnya
rentan yang sumber masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak
penerangan yang sama terhadap sumber daya ekonomi,
utamanya listrik serta akses terhadap pelayanan dasar,
baik dari PLN dan kepemilikan dan kontrol atas tanah dan
bukan PLN. bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber
daya alam, teknologi baru, dan jasa
keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.

31. Dinas Kehutanan


Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 8 indikator yang menjadi
kewenangannya. Indikator tersebut merupakan indikator dari tujuan TPB
nomor 6 dan 15. Isu Strategis Dinas Kehutanan adalah Pada tahun 2020,
meningkatkan pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan secara
berkelanjutan, menghentikan deforestasi, merestorasi hutan yang terdegradasi
dan meningkatkan secara signifikan forestasi dan reforestasi secara global.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kehutanan


Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional sebanyak 1 indikator, jumlah indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional sebanyak 1 indikator dan
jumlah indicator yang belum dilaksanakan dan belum mencapi target nasional
adalah sebanyak 3 indikator, sementara indikator yang belum tersedia adalah
sebanyak 3 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.

IV-206 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Kehutanan

12,50

37,50 12,50

37,50

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.46. Implementasi Indikator TPB Dinas Kehutanan


Berdasarkan diagram di atas diketahui bahwa persentase indikator yang sudah
dilaksanakan dan sudah mencapai target nasional sebesar 12,50%, persentase
indikator yang sudah dilaksanakan namun belum mencapai target nasional
sebesar 12,50% dan persentase indicator yang belum dilaksanakan sebanyak
37,50%, sementara persentase indikator yang belum tersedia sebesar 37,50%.
Indikator-indikator yang belum dilaksanakan dan belum mencapai target harus
diperhatikan untuk kemudian dipertimbangkan upaya tambahan dan yang
perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut serta menjadi bahan
pertimbangan untuk arah kebijakan kedepannya.

IV-207 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.56. Keterkaitan Program dan Kegiatan Dinas Kehutanan Dengan TPB

Target
No. Tujuan TPB No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
6 Menjamin Pada tahun 2020, 6.6.1.(d) Luas lahan kritis Mengurangi luasan lahan 5,5 juta ha 11461 6000 5461
Ketersediaan melindungi dan dalam Kesatuan kritis melalui rehabilitasi (skala
serta Pengelolaan merestorasi Pengelolaan di dalam KPH seluas 5,5 nasional)
Air Bersih dan ekosistem terkait Hutan (KPH) juta hektar pada tahun
Sanitasi yang sumber daya air, yang 2019.
Berkelanjutan termasuk direhabilitasi.
pegunungan,
hutan, lahan 6.6.1.(e) Jumlah Daerah Perlindungan mata air 15 DAS
basah, sungai, air Aliran Sungai dan Pemulihan kesehatan Prioritas
tanah, dan danau. (DAS) prioritas sungai di 5 DAS Prioritas
yang dilindungi (DAS Ciliwung, DAS
mata airnya dan Citarum, DAS Serayu,
dipulihkan DAS Bengawan Solo dan
kesehatannya. DAS Brantas) dan 10
DAS prioritas lainnya
sampai dengan tahun
2019.
Pada tahun 2030, 6.5.1.(e) Luas Pemulihan kesehatan Luas areal
menerapkan pengembangan DAS melalui perhutanan
pengelolaan hutan serta pengembangan Hutan sosial sesuai
sumber daya air peningkatan Tanaman Rakyat (HTR), alokasi di
terpadu di semua hasil hutan Hutan Kemasyarakat masing-
tingkatan, bukan kayu (HKm), Hutan Desa masing
termasuk melalui (HHBK) untuk (HD), Hutan Adat dan provinsi
kerjasama lintas pemulihan Hutan Rakyat (HR) serta (lihat peta
batas yang tepat. kawasan DAS. peningkatan Hasil Hutan PIAPS
Bukan Kayu (HHBK) KemenLHK
seluas 12,7 Juta Ha. )

IV-208 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. Tujuan TPB No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
15 Melindungi, Pada tahun 2020, 15.3.1.(a) Proporsi luas Berkurangnya luasan 5,5 juta ha
Merestorasi dan menghentikan lahan kritis yang lahan kritis melalui (skala
Meningkatkan penggurunan, direhabilitasi rehabilitasi seluas 5,5 juta nasional)
Pemanfaatan memulihkan terhadap luas hektar di dalam Kesatuan
Berkelanjutan lahan dan tanah lahan Pemangkuan Hutan
Ekosistem kritis, termasuk keseluruhan. (KPH) dan Daerah Aliran
Daratan, lahan yang Sungai (DAS) Prioritas
Mengelola Hutan terkena hingga tahun 2019 (2015:
secara Lestari, penggurunan, 1,25 juta hektar).
Menghentikan kekeringan dan
Penggurunan, banjir, dan
Memulihkan berusaha
Degradasi Lahan, mencapai dunia
serta yang bebas dari
Menghentikan lahan
Kehilangan terdegradasi.
Keanekaragaman Pada tahun 2020, 15.2.1.(a) Luas kawasan Tercapainya luas Meningkat
Hayati meningkatkan konservasi kawasan konservasi menjadi
pelaksanaan terdegradasi terdegradasi yang 100.000 ha
pengelolaan yang dipulihkan dipulihkan kondisi (skala
semua jenis hutan kondisi ekosistemnya seluas nasional)
secara ekosistemnya. 100.000 ha hingga tahun
berkelanjutan, 2019 (2015:10.000 ha).
menghentikan 15.2.1.(b) Luas usaha Meningkatnya usaha Meningkat
deforestasi, pemanfaatan pemanfaatan hasil hutan menjadi
merestorasi hutan hasil hutan kayu kayu restorasi ekosistem 500.000 ha
yang terdegradasi restorasi seluas 500.000 ha hingga (skala
dan ekosistem. tahun 2019 (2015: nasional)
meningkatkan 100.000 ha).

IV-209 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. Tujuan TPB No. Target (PERPRES (PERPRES Target Program/ Alokasi
Target Indikator Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
ringkasan
secara signifikan 15.2.1.(d) Jumlah (tidak ada dalam lampiran Meningkat 16 22 -6
forestasi dan Kesatuan Perpres 59/2017)
reforestasi secara Pengelolaan
global. Hutan.
Pada tahun 2020, 15.1.1.(a) Proporsi tutupan Meningkatnya kualitas Meningkat 55.65 55.65 0
menjamin hutan terhadap lingkungan hidup melalui
pelestarian, luas lahan peningkatan tutupan
restorasi dan keseluruhan. lahan/hutan hingga tahun
pemanfaatan 2019
berkelanjutan
dari ekosistem
daratan dan
perairan darat
serta jasa
lingkungannya,
khususnya
ekosistem hutan,
lahan basah,
pegunungan dan
lahan kering,
sejalan dengan
kewajiban
berdasarkan
perjanjian
internasional.

IV-210 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.57. Permasalahan dan Isu Strategis Dinas Kehutanan

No.
Indikator Permasalahan Isu Strategis
Indikator
15.2.1.(d) Jumlah Pengelolaah KPH Pada tahun 2020, meningkatkan
Kesatuan oleh provinsi pelaksanaan pengelolaan semua
Pengelolaan dimulai sejak jenis hutan secara berkelanjutan,
Hutan. tahun 2016 menghentikan deforestasi,
merestorasi hutan yang terdegradasi
dan meningkatkan secara signifikan
forestasi dan reforestasi secara
global.

32. Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan


Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan yang menangani urusan dibidang
pengawasan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 1 indikator yang
menjadi kewenangannya. Indikator tersebut merupakan indikator dari tujuan
TPB nomor 16.

Capaian Indikator TPB yang Ditangani Dinas Kehutanan


Dari total indikator yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan di Provinsi
Sulawesi Selatan, jumlah indikator yang sudah dilaksanakan dan sudah
mencapai target nasional sebanyak 1 indikator, jumlah indikator yang sudah
dilaksanakan namun belum mencapai target nasional sebanyak 1 indikator dan
jumlah indicator yang belum dilaksanakan dan belum mencapi target nasional
adalah sebanyak 3 indikator, sementara indikator yang belum tersedia adalah
sebanyak 3 indikator. Rincian lengkap mengenai keterkaitan indikator yang
sudah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan ditunjukkan pada diagram dan tabel
berikut ini.

IV-211 | K L H S R P J M D S U L S E L
Inspektorat Provinsi Sulawesi
selatan

100,00

% Kategori A % Kategori B % Kategori C % Kategori D

Gambar 4.47. Implementasi Indikator TPB Inspektorat


Berdasarkan diagram diatas diketahui bahwa persentase indikator
menunjukkan bahwa data yang tidak tersedia adalah sebanyak 100%, dalam
hal ini bahwa tidak ada satupun data yang tersedia terkait dengan indikator.
Hal ini menjadi catatan bagi Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan untuk
melengkapi kekurangan data untuk penggambaran kondisi ketercapaian TPB
yang lebih baik di masa depan.

IV-212 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 4.58. Keterkaitan Program dan Kegiatan Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan Dengan TPB

Target
Target
No. No. (PERPRES Target Program/ Alokasi
Tujuan TPB Target Indikator (PERPRES Capaian Gap
TPB Indikator 59/2017) - Capaian Kegiatan Anggaran
59/2017)
ringkasan
16 Menguatkan Secara substansial 16.5.1.(a) Indeks Perilaku Meningkatnya Meningkat menjadi
Masyarakat yang mengurangi Anti Korupsi Indeks 4,0
Inklusif dan korupsi dan (IPAK). Perilaku Anti
Damai untuk penyuapan dalam Korupsi
Pembangunan segala bentuknya. (IPAK)
Berkelanjutan, menjadi 4,0
Menyediaan pada tahun
Akses Keadilan 2019 (2015:
untuk Semua, dan 3,6).
Membangun
Kelembagaan
yang Efektif,
Akuntabel, dan
Inklusif di Semua
Tingkatan

IV-213 | K L H S R P J M D S U L S E L
D. Peran Para Pihak dalam Pencapaian TPB/SDGs
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) meniscayakan keterlibatan
para pihak (stakeholder). Hampir bisa dipastikan bahwa TPB tidak mungkin
dicapai secara maksimal tanpa peran dan kontribusi dari berbagai pemangku
kepentingan. Peran yang diharapkan dari setiap stakeholder untuk pencapaian TPB,
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Peran Perguruan Tinggi
▪ Melakukan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pencapaian
TPB;
▪ Melakukan kajian terkait dengan isu-isu TPB;
▪ Menerbitkan policy paper/policy brief terkait TPB.
▪ Mendiseminasikan dan mengadvokasikan hasil kajian kepada para
pengambil kebijakan;
▪ Membantu pemerintah dalam mendesain Rencana Aksi TPB;
▪ Melakukan evaluasi secara independen atas pencapaian TPB;

2. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat/Organisasi Sosial Masyarakat


▪ Menyebarluaskan, mensosialisasikan dan mendiseminasikan informasi
tentang TPB.
▪ Membangun pemahaman publik mengenai TPB.
▪ Memperkuat formulasi program dan kegiatan.
▪ Menfasilitasi pelaksanaan program dan kegiatan terkait dengan pencapaian
TPB.
▪ Mendorong kegiatan-kegiatan afirmatif untuk pencapaian TPB.
▪ Melakukan monitoring dan evaluasi secara independen atas pencapaian
TPB;

3. Peran Dunia Usaha/BUMN


▪ Terlibat aktif dalam aksi-aksi sosial, terutama pemberdayaan masyarakat;
▪ Terlibat aktif dalam isu-isu dan penanganan lingkungan hidup;

IV-214 | K L H S R P J M D S U L S E L
▪ Mengalokasikan dana CSR yang lebih signifikan untuk tujuan-tujuan
pengembangan ekonomi dan sosial masyarakat.

4. Peran Lembaga Filantropis


▪ Memberi dukungan pendanaan dan penganggaran.
▪ Melakukan advoka Menyebarluaskan informasi tentang SDGs.
▪ Membangun pemahaman publik mengenai SDGs.
▪ Melakukan monitoring atas pelaksanaan SDGs.
▪ si, terutama kepada pelaku usaha/dunia bisnis.
▪ Menfasilitasi pertemuan para pihak untuk penajaman program dan
kegiatan.
▪ Mendorong peningkatan kapasitas para pihak yang terlibat dalam
pencapaian TPB.

5. Peran Media
▪ Menyebarluaskan informasi tentang TPB.
▪ Membangun pemahaman publik mengenai TPB.
▪ Melakukan monitoring atas pelaksanaan TPB.

Kondisi Keuangan Daerah dalam Pencapaian TPB


Selama periode 2014-2018, Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari Rp 5,50 triliun pada
tahun 2014 menjadi Rp 9,48 triliun pada tahun 2018, atau bertumbuh rata-rata
15,00 persen per tahun. Dari ketiga komponen Pendapatan Daerah, Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah mencatat pertumbuhan paling tinggi, yaitu rata-rata
75,45 persen per tahun. Namun secara absolut, Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah mencatat angka paling kecil dan pertumbuhan paling tidak stabil. Dana
Perimbangan menempati posisi kedua dengan laju pertumbuhan rata-rata 23,78
persen per tahun. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya bertumbuh
6,65 persen per tahun. Perbedaan pertumbuhan ketiga komponen dalam lima
tahun terakhir telah merubah struktur dan komposisi Pendapatan Daerah Provinsi

IV-215 | K L H S R P J M D S U L S E L
Sulawesi Selatan. Tampak bahwa Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
semakin bergantung pada transfer fiskal dari Pemerintah (Pusat).

10.000.000.000.000
9.000.000.000.000
8.000.000.000.000
7.000.000.000.000 LAIN-LAIN PENDAPATAN
DAERAH YANG SAH
6.000.000.000.000
DANA PERIMBANGAN
5.000.000.000.000
4.000.000.000.000 PAD
3.000.000.000.000
2.000.000.000.000
1.000.000.000.000
0
Realisasi Realisasi Realisasi Target Target
2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.48. Perkembangan Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan, 2014-2018


Sumber: APBD Sulsel berbagai seri

Seperti halnya Pendapatan Daerah, Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Selatan


juga menunjukkan peningkatan yang konsisten dari tahun ke tahun. Dalam
lima tahun terakhir, Belanja Daerah meningkat dari Rp 5,60 triliun pada tahun
2014 menjadi Rp 9,60 triliun pada tahun 2018, atau bertumbuh rata-rata 14,98
persen per tahun, atau hampir sama dengan pertumbuhan Pendapatan Daerah
(rata-rata 15,00 persen per tahun).

Jika diamati lebih lanjut komposisi Belanja Daerah, tampak bahwa Belanja
Tidak Langsung bergerak lebih cepat dibandingkan Belanja Langsung.
Belanja Tidak Langsung meningkat rata-rata 18,49 persen per tahun,
sedangkan Belanja Langsung hanya meningkat rata-rata 8,76 persen per
tahun. Situasi ini telah menyebabkan proporsi Belanja Tidak Langsung
terhadap total Belanja Daerah cenderung meningkat. Pada tahun 2018,
proporsi Belanja Tidak Langsung telah mencapai 69,71 persen, padahal lima
tahun sebelumnya hanya sebesar 61,55 persen. Sebaliknya, proporsi Belanja

IV-216 | K L H S R P J M D S U L S E L
Langsung terhadap total Belanja Daerah terus menurun hingga menjadi
34,58 persen pada tahun 2018. Dalam perspektif keuangan daerah, kondisi
ini kurang baik karena menunjukkan penurunan kapasitas fiskal pemerintah
untuk menyediakan layanan publik, mendorong perekonomian daerah, dan
menyelesaikan berbagai masalah pembangunan daerah.

12.000.000.000.000

10.000.000.000.000

8.000.000.000.000

6.000.000.000.000 BELANJA LANGSUNG


BELANJA TIDAK LANGSUNG
4.000.000.000.000

2.000.000.000.000

0
Realisasi Realisasi Realisasi Target Target
2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.49. Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Selatan, 2014-2018


Sumber: APBD Sulsel berbagai seri

Struktur Belanja Daerah berdasarkan klasifikasi ekonomi juga menyediakan


informasi menarik. Tampak bahwa Belanja Lainnya (belanja bagi hasil, hibah,
bantuan keuangan, bunga, dll.) masih sangat dominan dalam struktur Belanja
Daerah. Proporsi Belanja Lainnya terhadap total Belanja Daerah rata-rata mencapai
42,59 persen per tahun selama periode 2014-2018, dengan kecenderungan yang
menurun. Proporsi Belanja Pegawai menempati posisi kedua, dengan
kecenderungan yang meningkat tajam, dari 18,22 persen pada tahun 2014 menjadi
34,68 persen pada tahun 2018. Meningkatnya proporsi Belanja Pegawai terhadap
total Belanja Daerah akibat pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari
kabupaten/kota ke provinsi, terutama pengalihan beban gaji guru. Proporsi Belanja
Barang dan Jasa cenderung menurun, sedangkan proporsi Belanja Modal stagnan
dikisaran 12 persen dalam lima tahun terakhir.

IV-217 | K L H S R P J M D S U L S E L
100%
90%
80%
70% Lainnya
60%
Modal
50%
40% Barang dan Jasa
30% Pegawai
20%
10%
0%
Realisasi Realisasi Realisasi Target 2017 Target 2018
2014 2015 2016

Gambar 4.50. Proporsi Belanja Daerah Menurut Klarifikasi Ekonomi di Sulawesi


Selatan, 2014-2018
Sumber: APBD Sulsel berbagai seri

Terkait alokasi anggaran untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


(TPB), tampaknya bersesuaian dengan kebijakan anggaran pemerintah Sulawesi
Selatan. Dari 17 tujuan di dalam TPB, semuanya mendapatkan alokasi anggaran dari
pemerintah Sulawesi Selatan meskipun cenderung tidak merata. Tujuan mewujudkan
pendidikan berkualitas mendapatkan alokasi anggaran paling besar. Hampir setengah
dari seluruh anggaran yang dialokasikan untuk mendukung TPB, dialokasikan untuk
tujuan mewujudkan pendidikan berkualitas. Ini mudah dipahami mengingat dalam
satu dekade terakhir, pemerintah Sulawesi Selatan telah menunjukkan komitmen kuat
untuk mendorong kinerja pendidikan melalui kebijakan pendidikan gratis. Tujuan air
bersih dan sanitasi yang layak dan tujuan tanpa kemiskinan masing-masing menempati
posisi kedua dan ketiga dalam hal perolehan alokasi anggaran.

IV-218 | K L H S R P J M D S U L S E L
PENDIDIKAN BERKUALITAS Rp1.045.441.890.500

AIR BERSIH DAN SANITASI LAYAK Rp238.564.261.818

TANPA KEMISKINAN Rp216.259.791.931

INDUSTRI, INOVASI DAN INFRASTRUKTUR Rp210.325.600.370

TANPA KELAPARAN Rp203.446.865.467

KEMITRAAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN Rp108.235.579.206

KOTA DAN PERMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN Rp50.468.505.500

ENERGI BERSIH DAN TERJANGKAU Rp45.932.702.485

PEKERJAAN LAYAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Rp37.659.661.951

KEHIDUPAN SEHAT DAN SEJAHTERA Rp24.711.605.677

EKOSISTEM LAUTAN Rp22.771.712.800

EKOSISTEM DARATAN Rp19.046.702.000

BERKURANGNYA KESENJANGAN Rp5.595.250.000

KESETARAAN GENDER Rp4.819.812.900

KONSUMSI DAN PRODUKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB Rp2.813.000.000

PERDAMAIAN, KEADILAN DAN KELEMBAGAAN YANG… Rp2.216.891.500

PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM Rp1.947.994.100

Gambar 4.51. Alokasi Anggaran Pemerintah Sulawesi Selatan untuk Pencapaian TPB
Dirinci Menurut Tujuan, 2017

Anggaran pemerintah Sulawesi Selatan untuk mendukung pencapaian TPB


terdistribusi ke sejumlah Perangkat Daerah. Dari seluruh perangkat daerah dalam
lingkup pemerintah Sulawesi Selatan, sedikitnya terdapat 37 perangkat daerah
yang terkait secara langsung dengan pencapaian TPB. Dinas Pendidikan memberi
dukungan paling besar terhadap pencapaian TPB. Dari total anggaran yang terkait
dengan TPB sebesar Rp 2,24 trilyun, lebih dari setengahnya dikontribusi oleh
Dinas Pendidikan.

IV-219 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dinas Pendidikan Rp1.129.049.465.500
Dinas Perhubungan Rp207.120.208.950
Dinas SDA, CK, TR Rp184.282.422.180
Dinas ESDM Rp145.913.371.458
Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Rp140.868.627.201
Dinas Kelautan dan Perikanan Rp65.620.712.695
Dinas Koperasi dan UMKM Rp59.100.000.000
Dinas Perumahan, Kawasan, Permukiman Dan Pertanahan Rp51.793.360.000
Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Rp47.040.540.000
Dinas Kesehatan Rp31.089.132.536
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rp29.649.000.000
Dinas Perdagangan Rp23.460.743.587
BPBD Rp23.418.640.032
Dinas Perindustrian Rp17.972.265.740
Dinas Kehutanan Rp13.810.134.300
Bapenda Rp13.389.295.900
Dinas Sosial Rp12.484.000.800
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Rp10.150.000.000
Dinas Kependudukan, Capil,, Pengendalian Penduduk dan KB Rp7.261.006.000
Biro Kesejahteraan Rp6.279.845.445
BAPPEDA Rp5.281.554.450
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rp4.719.812.900
Biro Hukum Rp3.420.000.000
DP3A Rp2.216.891.500
Diskominfo Rp2.132.000.000
Dinas Perkebunan Rp1.960.239.000
Balitbangda Rp774.558.031

Gambar 4.52. Alokasi Anggaran Pemerintah Sulawesi Selatan untuk Pencapaian TPB
Dirinci menurut Perangkat Daerah, 2017

IV-220 | K L H S R P J M D S U L S E L
V-1 | K L H S R P J M D S U L S E L
V-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
A. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Daya dukung lingkungan hidup menggambarkan perbandingan antara
ketersediaan yang disajikan dari pelayanan ekosistem dan kebutuhan masyarakat
terhadap indikator pangan dan air. Informasi status daya dukung lingkungan dapat
menjadi informasi dasar dalam mengkaji perencanaan suatu wilayah agar tidak
berdampak lingkungan. Hasil kajian terhadap status daya dukung lingkungan
hidup di Provinsi Sulawesi Selatan untuk pangan dan air bersih menggunakan
pendekatan sistem grid. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa untuk
status penyediaan bahan pangan di Provinsi Sulawesi Selatan masih cukup bagus
dimana 99,4% wilayahnya belum melampaui ambang batas. Sedangkan untuk
status penyediaan air bersih 100% wilayahnya belum terlampaui. Akan tetapi nilai
tersebut sangat perlu diperhatikan mengingat pertumbuhan penduduk yang
semakin berkembang, sehingga kedepannya jika tanpa pengendalian pemanfaatan
ruang dan lingkungan hidup maka ketersediaan yang ada saat ini akan semakin
defisit.

Analisis status daya dukung lingkungan hidup di Provinsi Sulawesi Selatan


dilakukan dengan teknik pengolahan data spasial, sehingga untuk
membendingkan data ketersediaan dan kebutuhan dilakukan dengan
mengumpulkan data potensi baik pangan dan air serta kebutuhan pangan dan air
berbasis spasial. Untuk kebutuhan pangan dan air dilakukan dengan menghitung
kebutuhan penduduk pada setiap grid yang digunakan dalam menghitung status
daya dukung lingkungan hidup. Jumlah penduduk yang terdapat pada setiap
kecamatan didistribusikan secara spasial ke grid yang digunakan sehingga
diketahui sebaran jumlah populasi persetiap grid.

Hasil distribusi penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan pada setiap grid,


kemudian digunakan untuk menghitung kebutuhan penduduk terhadap bahan
pangan dan air bersih. Adapun standar yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan pangan masyarakat adalah standar anka kecukupan energi (AKE) yaitu
2.150/hari/kapita sedangkan untuk kebutuhan air menggunakan standar 43,2

V-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
m3/tahun/kapita. Adapun hasil perhitungan kebutuhan pangan dan air di Provinsi
Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1. Ketersediaan dan Kebutuhan Bahan Pangan dan Air


di Provinsi Sulawesi Selatan
Daya Dukung Air Daya Dukung Pangan
No Kabupaten Ketersedian air Kebutuhan air Ketersediaan Kebutuhan
(m3) (m3) Pangan (kkal) Pangan (kkal)
1 Bantaeng 13.207.132.029,30 334.276.617,14 381.231.535.589,20 123.154.741.250,00

2 Barru 30.555.654.693,98 545.607.631,74 632.417.004.096,43 185.959.853.250,00

3 Bone 86.853.621.918,66 3.532.169.849,69 3.606.385.505.072,13 1.000.032.037.000,00

4 Bulukumba 35.577.450.403,97 1.102.441.867,51 965.145.139.948,67 345.695.715.750,00

5 Enrekang 28.042.648.239,89 660.428.672,64 871.516.999.291,37 316.700.772.750,00

6 Gowa 51.416.156.653,79 1.208.815.020,19 1.323.334.268.129,08 439.120.988.000,00

7 Jeneponto 32.615.406.153,58 798.752.266,08 925.869.108.918,79 261.674.102.750,00

8 Kota Pare-Pare 2.275.751.598,53 48.446.958,74 52.928.199.277,17 21.196.882.250,00

9 Luwu 31.283.925.765,53 1.218.157.190,96 1.868.257.117.924,51 409.262.820.000,00

10 Luwu Timur 116.297.005.372,44 979.291.990,33 3.680.421.183.912,68 300.910.818.000,00

11 Luwu Utara 100.524.004.886,09 1.448.698.478,77 3.674.996.781.617,69 313.732.848.250,00

12 Makassar 5.102.519.376,17 83.589.912,53 102.340.577.049,49 70.804.068.750,00

13 Maros 27.288.025.525,12 828.980.209,64 807.467.046.487,89 281.485.901.250,00

14 Palopo 3.614.529.014,26 121.702.499,64 173.799.582.855,48 42.190.514.250,00

Pangkajene
15 19.609.838.624,31 548.156.258,38 478.054.522.400,42 171.412.942.500,00
Kepulauan
16 Pinrang 64.175.477.823,26 1.544.949.046,65 1.705.801.653.957,59 435.785.800.500,00

17 Selayar 31.302.709.923,63 191.798.110,70 493.321.663.914,85 87.648.727.500,00

18 Sidenrengrappang 24.054.015.484,03 1.496.493.874,26 1.485.400.950.831,03 405.181.335.250,00

19 Sinjai 22.598.794.834,56 683.842.119,05 593.801.262.153,45 256.939.706.000,00

20 Soppeng 11.682.994.864,81 811.765.910,18 1.022.938.778.905,09 315.472.639.000,00

21 Takalar 19.876.784.917,12 692.269.506,59 530.214.766.865,93 179.929.834.250,00

V-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
Daya Dukung Air Daya Dukung Pangan
No Kabupaten Ketersedian air Kebutuhan air Ketersediaan Kebutuhan
(m3) (m3) Pangan (kkal) Pangan (kkal)
22 Tanatoraja 45.575.264.603,58 553.347.018,36 844.661.408.211,19 250.717.423.250,00

23 Toraja Utara 23.039.425.764,89 571.527.801,69 625.333.077.553,24 224.307.446.750,00

24 Wajo 29.326.878.846,27 2.798.876.683,13 2.905.045.328.720,86 683.382.273.000,00

Sulawesi Selatan 855.896.017.317,75 22.804.385.494,59 29.750.683.463.684,20 7.122.700.191.500,00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk sektor pangan dan air hampir
pada setiap kabupaten belum terlampaui. Analisis terkait perbandingan antara
ketersediaan dan kebutuhan pada setiap kabupaten sangat diperlukan untuk
mengukur berapa ambang batas penyediaan, mengingat pertumbuhan penduduk
semakin meningkat sehingga akan meningkatkan kebutuhan, yang mana yang
akan datang dapat menyebabkan terlampauinya daya dyukung wilayah. Wilayah-
wilayah yang yang diperkirakan akan melampaui ambang batasnya dapat menjadi
zona yang terbatas terhadap program-program perencanaan pembangunan
wilayah dikarenakan dua komponen analisis yang digunakan yakni pangan dan
air merupakan komponen penentu bagi keberlanjutan penghidupan masyarakat
disuatu wilayah. Akan tetapi banyak teknik yang dapat dilakukan ketika terjadi
kekurangan ketersediaan disuatu wilayah yakni dapat dilakukan dengan
mendatangkan sumbernya dari luar wilayah atau dari wilayah-wilayah yang
masih surplus ketersediaanya.

V-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.1. Peta Status Penyediaan Bahan Pangan Sulawesi Selatan

V-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.2. Peta Status Penyediaan Air Bersih di Sulawesi Selatan

V-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
Berdasarkan informasi dari Gambar 5.1 dan 5.2 diatas diperoleh informasi
bahwa terdapat beberapa wilayah yang telah melampaui ambang batas yakni
antara kemampauan alam menyediakan pelayanan dalam hal penyediaan bahan
pangan terhadap kebutuhan yang digambarkan dari besarnya konsumsi pangan
yang dibutuhkan masyarakat diwilayah tersebut. Adapun rincian luasan status
daya dukung wilayah penyedian bahan pangan dan penyediaan air disajikan pada
Tabel berikut.

Tabel 5.2. Status Daya Dukung Lingkungan Hidup Penyediaan Bahan


Pangan di Provinsi Sulawesi Selatan
Status Daya Dukung Pangan
Wilayah yang Masih Wilayah yang Tidak
Kabupaten
Mendukung Mendukung
(Ha) (%) (Ha) (%)
Bantaeng 39.780,51 0,9% 149,64 0,00%
Barru 120.229,51 2,6% 426,40 0,01%
Bone 459.634,90 10,1% 0,00%
Bulukumba 116.518,73 2,6% 217,96 0,00%
Enrekang 185.119,33 4,1% 0,00%
Gowa 175.985,12 3,9% 5.573,47 0,12%
Jeneponto 81.899,50 1,8% 0,00%
Kota Pare-Pare 9.464,33 0,2% 440,31 0,01%
Luwu 305.116,37 6,7% 0,00%
Luwu Timur 679.403,59 14,9% 1.506,46 0,03%
Luwu Utara 739.711,51 16,3% 482,57 0,01%
Makassar 10.419,31 0,2% 6.921,62 0,15%
Maros 139.021,75 3,1% 6.053,87 0,13%
Palopo 24.627,21 0,5% 341,71 0,01%
Pangkajene
82.258,37 1,8% 258,39 0,01%
Kepulauan
Pinrang 187.623,96 4,1% 1.095,86 0,02%
Selayar 116.549,16 2,6% 420,45 0,01%
Sidenrengrappang 176.789,66 3,9% 0,00%
Sinjai 87.928,12 1,9% 257,48 0,01%
Soppeng 137.592,54 3,0% 85,05 0,00%
Takalar 56.199,80 1,2% 187,76 0,00%
Tanatoraja 204.009,53 4,5% 742,31 0,02%
Toraja Utara 121.298,11 2,7% 429,69 0,01%
Wajo 263.831,72 5,8% 171,07 0,00%
Sulawesi Selatan 4.521.012,67 99,4% 25.762,03 0,57%
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

V-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 5.3. Status Daya Dukung Lingkungan Hidup Penyediaan Air
di Provinsi Sulawesi Selatan
Status Daya Dukung Air
Kabupaten Wilayah yang Masih Mendukung
(Ha) (%)
Bantaeng 39.930,15 0,88%
Barru 120.655,90 2,65%
Bone 459.634,90 10,11%
Bulukumba 116.736,69 2,57%
Enrekang 185.119,33 4,07%
Gowa 181.558,59 3,99%
Jeneponto 81.899,50 1,80%
Kota Pare-Pare 9.904,64 0,22%
Luwu 305.116,37 6,71%
Luwu Timur 680.910,05 14,98%
Luwu Utara 740.194,08 16,28%
Makassar 17.340,93 0,38%
Maros 145.075,63 3,19%
Palopo 24.968,91 0,55%
Pangkajene Kepulauan 82.516,76 1,81%
Pinrang 188.719,81 4,15%
Selayar 116.969,61 2,57%
Sidenrengrappang 176.789,66 3,89%
Sinjai 88.185,60 1,94%
Soppeng 137.677,60 3,03%
Takalar 56.387,55 1,24%
Tanatoraja 204.751,83 4,50%
Toraja Utara 121.727,80 2,68%
Wajo 264.002,79 5,81%
Sulawesi Selatan 4.546.774,70 100,00%
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup Provinsi Sulawesi Selatan, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan ini
mampu mendukung kebutuhan pangan dan air diwilayahnya, bahkan untuk saat
ini dapat mengekspor kelebihan potensi pangan dan air ke wilayah disekitarnya.

V-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
B. Layanan Jasa Ekosistem
1. Layanan Jasa Lingkungan
a. Jasa Lingkungan Penyediaan (Provisioning)
1. Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Pangan
Ekosistem memberikan manfaat penyediaan bahan pangan yaitu
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (tanaman dan hewan) dan
air (ikan), baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Jenis-jenis pangan
di Indonesia sangat bervariasi diantaranya seperti beras, jagung, ketela,
gandum, sagu, segala macam buah, ikan, daging, telur dan sebagainya.
Penyediaan pangan oleh ekosistem dapat berasal dari hasil pertanian dan
perkebunan, hasil pangan peternakan, hasil laut dan termasuk pangan dari
hutan.
Tabel 5.4. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan
Pangan Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 1.322,57 0,03% 13.063,79 0,29% 25.472,36 0,57% 39.858,71 0,89%
BARRU 3.505,82 0,08% 45.828,44 1,02% 71.169,90 1,59% 120.504,17 2,69%
BONE 61.424,07 1,37% 122.640,84 2,74% 275.116,92 6,14% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 7.862,39 0,18% 77.693,22 1,74% 31.003,93 0,69% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 6.107,01 0,14% 132.694,35 2,96% 46.317,97 1,03% 185.119,33 4,13%
GOWA 7.946,56 0,18% 49.371,34 1,10% 124.239,12 2,77% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 5.376,09 0,12% 33.323,20 0,74% 41.257,27 0,92% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 1.377,99 0,03% 1.068,30 0,02% 7.429,34 0,17% 9.875,63 0,22%
LUWU 8.195,09 0,18% 71.413,59 1,59% 225.242,37 5,03% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 25.552,95 0,57% 488.410,20 10,91% 154.045,34 3,44% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 9.896,36 0,22% 438.071,96 9,78% 279.602,39 6,24% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 11.580,36 0,26% 217,90 0,00% 5.390,12 0,12% 17.188,38 0,38%
MAROS 6.694,24 0,15% 48.380,75 1,08% 89.903,49 2,01% 144.978,48 3,24%
PALOPO 1.752,58 0,04% 383,63 0,01% 22.784,64 0,51% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 1.385,14 0,03% 32.144,78 0,72% 46.440,97 1,04% 79.970,90 1,79%
PINRANG 5.919,08 0,13% 73.222,22 1,64% 109.134,36 2,44% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 4.608,14 0,10% 68.022,97 1,52% 13.351,83 0,30% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 12.159,64 0,27% 65.695,89 1,47% 98.933,90 2,21% 176.789,43 3,95%
SINJAI 1.226,19 0,03% 30.417,98 0,68% 56.390,28 1,26% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 9.937,41 0,22% 32.406,11 0,72% 95.334,07 2,13% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 4.748,56 0,11% 7.592,03 0,17% 40.843,49 0,91% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 7.182,07 0,16% 107.256,83 2,40% 87.751,43 1,96% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 8.073,28 0,18% 14.541,62 0,32% 98.560,08 2,20% 121.174,98 2,71%
WAJO 38.695,29 0,86% 77.826,65 1,74% 147.417,73 3,29% 263.939,68 5,89%
TOTAL 252.528,90 6% 2.031.688,59 45% 2.193.133,28 49% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan di Provinsi


Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi (tinggi –
sangat tinggi) sebesar 49%. Kategori sedang sebesar 45% dan untuk
kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) sebesar 6% dari total luas
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-10 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.3. Peta Kinerja Ekosistem Penyediaan Pangan Provinsi
Sulawesi Selatan

V-11 | K L H S R P J M D S U L S E L
2. Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Air
Ekosistem memberikan manfaat penyediaan air yaitu ketersediaan air
baik yang berasal dari air permukaan maupun air tanah (termasuk
kapasitas penyimpanannya), bahkan air hujan yang dapat dipergunakan
untuk kepentingan domestik, pertanian, industri maupun jasa. Penyediaan
jasa air sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan dan lapisan tanah atau
batuan yang dapat menyimpan air (akuifer) serta faktor yang dapat
mempengaruhi sistem penyimpanan air tanah seperti bentan lahan.
Tabel 5.5. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Air
Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Penyediaan Air
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 21.912,60 0,49% 17.932,29 0,40% 13,82 0,00% 39.858,71 0,89%
BARRU 58.536,46 1,31% 61.619,31 1,38% 348,39 0,01% 120.504,17 2,69%
BONE 137.376,66 3,07% 319.909,93 7,15% 1.895,24 0,04% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 44.461,68 0,99% 72.086,41 1,61% 11,45 0,00% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 35.939,94 0,80% 148.396,38 3,31% 783,01 0,02% 185.119,33 4,13%
GOWA 64.067,28 1,43% 114.485,27 2,56% 3.004,47 0,07% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 36.252,11 0,81% 43.387,44 0,97% 317,01 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 4.362,76 0,10% 5.426,14 0,12% 86,72 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 107.168,76 2,39% 196.127,65 4,38% 1.554,63 0,03% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 287.980,36 6,43% 301.221,23 6,73% 78.806,90 1,76% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 156.267,99 3,49% 569.512,49 12,72% 1.790,23 0,04% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 14.661,12 0,33% 1.833,43 0,04% 693,82 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 66.444,57 1,48% 77.730,51 1,74% 803,40 0,02% 144.978,48 3,24%
PALOPO 21.346,74 0,48% 3.509,14 0,08% 64,96 0,00% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 40.002,91 0,89% 39.458,19 0,88% 509,80 0,01% 79.970,90 1,79%
PINRANG 46.773,64 1,04% 139.775,15 3,12% 1.726,87 0,04% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 43.197,18 0,96% 42.705,35 0,95% 80,40 0,00% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 72.389,39 1,62% 100.189,28 2,24% 4.210,76 0,09% 176.789,43 3,95%
SINJAI 17.004,73 0,38% 70.669,33 1,58% 360,40 0,01% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 61.410,62 1,37% 75.684,65 1,69% 582,32 0,01% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 29.688,86 0,66% 23.012,79 0,51% 482,41 0,01% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 100.968,58 2,26% 100.621,43 2,25% 600,32 0,01% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 77.873,00 1,74% 43.202,15 0,96% 99,83 0,00% 121.174,98 2,71%
WAJO 130.605,91 2,92% 120.292,38 2,69% 13.041,38 0,29% 263.939,68 5,89%
TOTAL 1.676.693,88 37% 2.688.788,34 60% 111.868,54 2% 4.477.350,76 100%
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Penyediaan Air di


Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi
(tinggi – sangat tinggi) sebesar 2%. Kategori sedang sebesar 60% dan
untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) sebesar 37% dari
total luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-12 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.4. Peta Kinerja Ekosistem Penyediaan Air
Provinsi Sulawesi Selatan

V-13 | K L H S R P J M D S U L S E L
2. Jasa Lingkungan Pengaturan (Regulating)
a. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara
Kualitas udara yang baik merupakan salah satu manfaat yang
diberikan oleh ekosistem. Kualitas udara sangat dipengaruhi oleh interaksi
antar berbagai polutan yang diemisikan ke udara dengan faktor -faktor
meteorologis (angin, suhu, hujan, sinar matahari) dan pemanfaatan ruang
permukaan bumi. Semakin tinggi intensitas pemanfaatan ruang, semakin
dinamis kualitas udara. Kapasitas ekosistem untuk menyerap aerosol dan
bahan kimia dari atmosfer, pada kawasan bervegetasi dan pada daerah
bertopografi tinggi umumnya lebih baik dibanding dengan daerah non
vegetasi.

Tabel 5.6. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Kualitas Udara Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 31.910,39 0,71% 5.800,86 0,13% 2.147,46 0,05% 39.858,71 0,89%
BARRU 57.029,57 1,27% 23.242,99 0,52% 40.231,60 0,90% 120.504,17 2,69%
BONE 172.668,10 3,86% 256.625,76 5,73% 29.887,96 0,67% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 32.091,09 0,72% 81.583,19 1,82% 2.885,26 0,06% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 21.874,35 0,49% 120.822,19 2,70% 42.422,79 0,95% 185.119,33 4,13%
GOWA 61.906,65 1,38% 94.372,38 2,11% 25.277,99 0,56% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 35.390,51 0,79% 44.226,47 0,99% 339,57 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 2.971,65 0,07% 5.791,49 0,13% 1.112,48 0,02% 9.875,63 0,22%
LUWU 112.554,24 2,51% 111.700,18 2,49% 80.596,62 1,80% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 121.727,75 2,72% 107.788,60 2,41% 438.492,14 9,79% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 87.431,04 1,95% 150.493,87 3,36% 489.645,80 10,94% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 15.943,39 0,36% 409,83 0,01% 835,15 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 39.150,02 0,87% 71.198,23 1,59% 34.630,23 0,77% 144.978,48 3,24%
PALOPO 15.218,81 0,34% 2.922,88 0,07% 6.779,16 0,15% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 50.281,88 1,12% 13.727,44 0,31% 15.961,58 0,36% 79.970,90 1,79%
PINRANG 78.864,83 1,76% 84.640,22 1,89% 24.770,62 0,55% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 9.625,07 0,21% 69.029,73 1,54% 7.328,14 0,16% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 63.099,98 1,41% 65.950,05 1,47% 47.739,40 1,07% 176.789,43 3,95%
SINJAI 28.530,10 0,64% 53.751,84 1,20% 5.752,51 0,13% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 53.396,09 1,19% 59.224,54 1,32% 25.056,96 0,56% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 33.048,56 0,74% 19.273,78 0,43% 861,73 0,02% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 71.316,56 1,59% 91.946,07 2,05% 38.927,70 0,87% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 54.101,92 1,21% 34.044,20 0,76% 33.028,85 0,74% 121.174,98 2,71%
WAJO 142.590,86 3,18% 103.943,40 2,32% 17.405,43 0,39% 263.939,68 5,89%
TOTAL 1.392.723,41 31% 1.672.510,21 37% 1.412.117,14 32% 4.477.350,76 100%
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Kualitas


Udara di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang berpotensi
tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 32%. Kategori sedang sebesar 37%
dan untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) sebesar 31% dari
total luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-14 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.5. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Kualitas Udara
Provinsi Sulawesi Selatan

V-15 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Iklim
Secara alamiah ekosistem ini memiliki fungsi jasa pengaturan iklim,
yang meliputi pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, angin, pengendalian
gas rumah kaca & penyerapan karbon. Fungsi pengaturan iklim dipengaruhi
oleh keberadaan faktor biotik khususnya vegetasi, letak dan faktor
fisiografis seperti ketinggian tempat dan bentuk lahan. Kawasan dengan
kepadatan vegetasi yang rapat dan letak ketinggian yang besar seperti
pegunungan akan memiliki sistem pengaturan iklim yang lebih baik yang
bermanfaat langsung pada pengurangan emisi carbon diokasida dan efek
rumah kaca serta menurunkan dampak pemanasan global seperti
peningkataan permukaan laut dan perubahan iklim ekstrim dan gelombang
panas.

Tabel 5.7. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Iklim
Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 7.460,05 0,17% 30.255,67 0,68% 2.142,99 0,05% 39.858,71 0,89%
BARRU 19.070,95 0,43% 80.827,90 1,81% 20.605,31 0,46% 120.504,17 2,69%
BONE 80.799,70 1,80% 371.415,07 8,30% 6.967,06 0,16% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 28.855,22 0,64% 85.024,28 1,90% 2.680,04 0,06% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 3.979,88 0,09% 139.865,59 3,12% 41.273,86 0,92% 185.119,33 4,13%
GOWA 38.154,33 0,85% 138.299,73 3,09% 5.102,96 0,11% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 21.426,63 0,48% 58.422,65 1,30% 107,28 0,00% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 1.757,65 0,04% 8.036,79 0,18% 81,18 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 44.812,77 1,00% 201.364,31 4,50% 58.673,97 1,31% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 56.504,56 1,26% 311.358,17 6,95% 300.145,76 6,70% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 36.808,81 0,82% 280.561,01 6,27% 410.200,89 9,16% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 15.771,37 0,35% 1.417,00 0,03% - 0,00% 17.188,38 0,38%
MAROS 30.562,52 0,68% 99.532,83 2,22% 14.883,12 0,33% 144.978,48 3,24%
PALOPO 4.650,21 0,10% 17.582,59 0,39% 2.688,04 0,06% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 34.063,82 0,76% 32.108,06 0,72% 13.799,02 0,31% 79.970,90 1,79%
PINRANG 66.835,48 1,49% 98.232,98 2,19% 23.207,20 0,52% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 1.153,31 0,03% 77.580,52 1,73% 7.249,10 0,16% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 51.506,52 1,15% 79.960,82 1,79% 45.322,09 1,01% 176.789,43 3,95%
SINJAI 12.066,45 0,27% 72.580,84 1,62% 3.387,17 0,08% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 34.689,92 0,77% 99.837,53 2,23% 3.150,14 0,07% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 28.199,11 0,63% 24.594,44 0,55% 390,53 0,01% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 8.421,55 0,19% 174.946,44 3,91% 18.822,35 0,42% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 25.491,43 0,57% 86.839,50 1,94% 8.844,05 0,20% 121.174,98 2,71%
WAJO 114.054,95 2,55% 136.505,60 3,05% 13.379,13 0,30% 263.939,68 5,89%
TOTAL 767.097,18 17% 2.707.150,34 60% 1.003.103,23 22% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim di


Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi
(tinggi – sangat tinggi) sebesar 22%. Kategori sedang sebesar 60% dan
untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) sebesar 17% dari total
luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-16 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.6. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Iklim
Provinsi Sulawesi Selatan

V-17 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan
Terhadap Bencana Longsor
Ruang lingkup jasa pengaturan pencegahan dan perlindungan terhadap
bencana longsor adalah bahwa ekosistem didalamnya mengandung unsur
pengaturan pada infrastruktur alam untuk pencegahan dan perlindungan dai
beberapa tipe bencana khususnya tanah longsor. Tempat-tempat yang
memiliki liputan vegetasi yang rapat dapat mencegah areanya dari longsor
atau pergerakan tanah. Selain itu bentuklahan secara spesifik berdampak
langsung terhadap sumber bencana, sebagai contoh longsor umumnya
terjadi pada bentuk lahan struktural dan denudasional dengan morfologi
perbukitan.

Tabel 5.8. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Pencegahan dan Perlindungan terhadap Bencana Longsor Provinsi
Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan dari Bencana Longsor
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 35.280,26 0,79% 2.421,64 0,05% 2.156,81 0,05% 39.858,71 0,89%
BARRU 30.403,97 0,68% 74.080,86 1,65% 16.019,34 0,36% 120.504,17 2,69%
BONE 243.742,90 5,44% 211.117,66 4,72% 4.321,27 0,10% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 87.218,49 1,95% 26.253,39 0,59% 3.087,66 0,07% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 22.727,25 0,51% 127.205,62 2,84% 35.186,46 0,79% 185.119,33 4,13%
GOWA 116.294,34 2,60% 60.451,70 1,35% 4.810,98 0,11% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 64.425,63 1,44% 14.882,81 0,33% 648,11 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 3.878,47 0,09% 5.902,21 0,13% 94,95 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 66.513,80 1,49% 200.010,91 4,47% 38.326,33 0,86% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 154.369,27 3,45% 246.275,36 5,50% 267.363,86 5,97% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 137.190,74 3,06% 308.995,06 6,90% 281.384,91 6,28% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 14.239,79 0,32% 2.028,42 0,05% 920,17 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 75.551,07 1,69% 67.693,11 1,51% 1.734,30 0,04% 144.978,48 3,24%
PALOPO 3.884,04 0,09% 19.548,38 0,44% 1.488,44 0,03% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 32.157,66 0,72% 43.082,68 0,96% 4.730,55 0,11% 79.970,90 1,79%
PINRANG 75.617,03 1,69% 96.201,01 2,15% 16.457,62 0,37% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 40.851,81 0,91% 43.384,31 0,97% 1.746,81 0,04% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 74.268,12 1,66% 56.943,99 1,27% 45.577,32 1,02% 176.789,43 3,95%
SINJAI 69.318,72 1,55% 14.940,02 0,33% 3.775,72 0,08% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 66.301,31 1,48% 68.150,94 1,52% 3.225,34 0,07% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 45.289,57 1,01% 6.772,00 0,15% 1.122,51 0,03% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 87.098,59 1,95% 100.779,97 2,25% 14.311,78 0,32% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 65.695,51 1,47% 48.450,53 1,08% 7.028,94 0,16% 121.174,98 2,71%
WAJO 168.718,27 3,77% 76.777,90 1,71% 18.443,51 0,41% 263.939,68 5,89%
TOTAL 1.781.036,60 40% 1.922.350,47 43% 773.963,69 17% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan


dan Perlindungan terhdap Bencana Longsor di Provinsi Sulawesi Selatan
untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar
17%. Kategori sedang sebesar 43% dan untuk kategori kelas rendah (sangat
rendah – rendah) sebesar 40% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan.

V-18 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.7. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan
Perlindungan terhadap Bencana Longsor Provinsi Sulawesi Selatan

V-19 | K L H S R P J M D S U L S E L
d. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan
Terhadap Bencana Banjir

Kinerja jasa pengaturan pencegahan dan perlindungan terhadap


bencana banjir adalah bahwa ekosistem didalamnya mengandung unsur
pengaturan pada infrastruktur alam untuk pencegahan dan perlindungan dai
beberapa tipe bencana khususnya banjir. Tempat-tempat yang memiliki
liputan vegetasi yang rapat dapat mencegah areanya peningkatan aliran
permukaan yang menyebabkan banjir di hilir. Selain itu bentuklahan secara
spesifik berdampak langsung terhadap sumber bencana, sebagai contoh
banjir umumnya terjadi pada bentuk lahan fluvial.

Tabel 5.9. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Pencegahan dan Perlindungan terhadap Bencana Banjir Provinsi
Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan dari Bencana Banjir
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 36.630,00 0,82% 9,35 0,00% 3.219,36 0,07% 39.858,71 0,89%
BARRU 80.134,63 1,79% 137,93 0,00% 40.231,60 0,90% 120.504,17 2,69%
BONE 417.932,30 9,33% 11.634,56 0,26% 29.614,97 0,66% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 113.184,17 2,53% 563,76 0,01% 2.811,61 0,06% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 142.591,71 3,18% 104,83 0,00% 42.422,79 0,95% 185.119,33 4,13%
GOWA 146.421,42 3,27% 4.626,02 0,10% 30.509,58 0,68% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 79.266,55 1,77% 171,36 0,00% 518,65 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 8.763,14 0,20% - 0,00% 1.112,48 0,02% 9.875,63 0,22%
LUWU 223.943,27 5,00% 1.763,66 0,04% 79.144,12 1,77% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 222.748,09 4,97% 11.390,54 0,25% 433.869,86 9,69% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 233.972,03 5,23% 7.396,62 0,17% 486.202,06 10,86% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 16.268,21 0,36% 226,35 0,01% 693,82 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 108.774,78 2,43% 1.331,93 0,03% 34.871,78 0,78% 144.978,48 3,24%
PALOPO 18.141,69 0,41% 59,49 0,00% 6.719,67 0,15% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 63.353,51 1,41% - 0,00% 16.617,39 0,37% 79.970,90 1,79%
PINRANG 162.460,10 3,63% 1.061,58 0,02% 24.753,97 0,55% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 72.556,00 1,62% 6.225,35 0,14% 7.201,59 0,16% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 128.936,39 2,88% 74,01 0,00% 47.779,03 1,07% 176.789,43 3,95%
SINJAI 81.827,82 1,83% 80,90 0,00% 6.125,73 0,14% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 112.391,59 2,51% 215,87 0,00% 25.070,13 0,56% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 52.322,34 1,17% 98,76 0,00% 762,96 0,02% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 163.262,63 3,65% - 0,00% 38.927,70 0,87% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 87.418,32 1,95% 727,81 0,02% 33.028,85 0,74% 121.174,98 2,71%
WAJO 244.206,70 5,45% 376,80 0,01% 19.356,17 0,43% 263.939,68 5,89%
TOTAL 3.017.507,39 67% 48.277,49 1% 1.411.565,88 32% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018


Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan
dan Perlindungan terhdap Bencana Banjir di Provinsi Sulawesi Selatan
untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar
32%. Kategori sedang sebesar 1% dan untuk kategori kelas rendah (sangat
rendah – rendah) sebesar 67% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan.

V-20 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.8. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan
Perlindungan terhadap Bencana Banjir Provinsi Sulawesi Selatan

V-21 | K L H S R P J M D S U L S E L
e. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan
Terhadap Bencana Kebakaran
Kinerja jasa pengaturan pencegahan dan perlindungan terhadap
bencana kebakaran adalah bahwa ekosistem didalamnya mengandung unsur
pengaturan pada infrastruktur alam untuk pencegahan dan perlindungan dai
beberapa tipe bencana khususnya kebakaran.

Tabel 5.10. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Pencegahan dan Perlindungan terhadap Bencana Kebakaran Provinsi
Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan & Perlindungan dari Bencana Kebakaran
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 37.447,61 0,84% 2.339,60 0,05% 71,49 0,00% 39.858,71 0,89%
BARRU 62.683,50 1,40% 41.938,86 0,94% 15.881,81 0,35% 120.504,17 2,69%
BONE 384.195,36 8,58% 58.707,72 1,31% 16.278,75 0,36% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 111.547,74 2,49% 3.035,51 0,07% 1.976,29 0,04% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 138.677,49 3,10% 10.951,73 0,24% 35.490,11 0,79% 185.119,33 4,13%
GOWA 149.156,42 3,33% 28.869,57 0,64% 3.531,03 0,08% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 77.649,40 1,73% 539,36 0,01% 1.767,80 0,04% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 8.005,43 0,18% 1.775,25 0,04% 94,95 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 200.626,59 4,48% 47.367,14 1,06% 56.857,32 1,27% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 211.485,67 4,72% 189.255,68 4,23% 267.267,14 5,97% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 222.305,27 4,97% 218.061,18 4,87% 287.204,26 6,41% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 14.284,77 0,32% 226,35 0,01% 2.677,25 0,06% 17.188,38 0,38%
MAROS 97.237,47 2,17% 33.354,99 0,74% 14.386,01 0,32% 144.978,48 3,24%
PALOPO 15.339,65 0,34% 5.464,84 0,12% 4.116,35 0,09% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 48.239,49 1,08% 12.463,90 0,28% 19.267,51 0,43% 79.970,90 1,79%
PINRANG 144.709,33 3,23% 10.438,75 0,23% 33.127,58 0,74% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 77.981,80 1,74% 7.267,18 0,16% 733,95 0,02% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 126.007,25 2,81% 4.953,66 0,11% 45.828,52 1,02% 176.789,43 3,95%
SINJAI 79.256,14 1,77% 7.420,16 0,17% 1.358,16 0,03% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 98.454,93 2,20% 35.997,32 0,80% 3.225,34 0,07% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 49.866,84 1,11% 236,13 0,01% 3.081,10 0,07% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 157.835,00 3,53% 29.750,80 0,66% 14.604,54 0,33% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 71.715,39 1,60% 42.430,64 0,95% 7.028,94 0,16% 121.174,98 2,71%
WAJO 220.618,72 4,93% 9.872,42 0,22% 33.448,54 0,75% 263.939,68 5,89%
TOTAL 2.805.327,26 63% 802.718,75 18% 869.304,75 19% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan


dan Perlindungan terhdap Bencana Kebakaran di Provinsi Sulawesi Selatan
untuk kategori kelas yang berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar
19%. Kategori sedang sebesar 18% dan untuk kategori kelas rendah (sangat
rendah – rendah) sebesar 63% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan.

V-22 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.9. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan
Perlindungan terhadap Bencana Kebakaran Provinsi Sulawesi
Selatan

V-23 | K L H S R P J M D S U L S E L
f. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air
Siklus hidrologi (hydrology cycle), adalah pergerakan air dalam
hidrosfer yang meliputi proses penguapan (evaporasi), pendinginan massa
udara (kondensasi), hujan (presipitasi), dan pengaliran (flow). Siklus
hidrologi yang terjadi di atmosfer meliputi terbentuknya awan hujan,
terbentuknya hujan, dan evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi. Sedangkan
siklus hidrologi yang terjadi di biosfer dan litosfer yaitu ekosistem air yang
meliputi aliran permukaan. ekosistem air tawar, dan ekosistem air laut.
Siklus hidrologi yang normal akan berdampak pada pengaturan tata air yang
baik untuk berbagai macam kepentingan seperti penyimpanan air,
pengendalian banjir, dan pemeliharaan ketersediaan air. Pengaturan tata air
dengan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh keberadaan tutupan lahan
dan fisiografi suatu kawasan.

Tabel 5.11. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Tata Aliran Air
Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 36.114,94 0,81% 1.586,96 0,04% 2.156,81 0,05% 39.858,71 0,89%
BARRU 66.515,16 1,49% 33.276,78 0,74% 20.712,22 0,46% 120.504,17 2,69%
BONE 303.702,99 6,78% 147.113,58 3,29% 8.365,26 0,19% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 72.491,11 1,62% 41.233,73 0,92% 2.834,70 0,06% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 125.254,59 2,80% 18.590,88 0,42% 41.273,86 0,92% 185.119,33 4,13%
GOWA 139.934,90 3,13% 35.386,15 0,79% 6.235,97 0,14% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 52.623,51 1,18% 26.928,04 0,60% 405,01 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 8.117,23 0,18% 1.671,68 0,04% 86,72 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 207.351,09 4,63% 37.335,52 0,83% 60.164,43 1,34% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 186.718,73 4,17% 169.944,75 3,80% 311.345,01 6,95% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 213.270,46 4,76% 100.092,95 2,24% 414.207,30 9,25% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 14.889,75 0,33% 1.378,46 0,03% 920,17 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 91.419,93 2,04% 37.624,41 0,84% 15.934,14 0,36% 144.978,48 3,24%
PALOPO 14.181,29 0,32% 7.982,91 0,18% 2.756,65 0,06% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 55.766,63 1,25% 9.309,11 0,21% 14.895,16 0,33% 79.970,90 1,79%
PINRANG 156.301,81 3,49% 7.501,19 0,17% 24.472,66 0,55% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 44.304,03 0,99% 34.347,38 0,77% 7.331,52 0,16% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 114.494,78 2,56% 16.287,61 0,36% 46.007,03 1,03% 176.789,43 3,95%
SINJAI 78.966,29 1,76% 5.292,45 0,12% 3.775,72 0,08% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 95.726,64 2,14% 38.419,03 0,86% 3.531,92 0,08% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 38.076,88 0,85% 14.245,47 0,32% 861,73 0,02% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 156.722,80 3,50% 24.360,25 0,54% 21.107,28 0,47% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 84.064,77 1,88% 27.281,79 0,61% 9.828,41 0,22% 121.174,98 2,71%
WAJO 122.929,08 2,75% 121.998,28 2,72% 19.012,32 0,42% 263.939,68 5,89%
TOTAL 2.479.939,41 55% 959.189,34 21% 1.038.222,01 23% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Tata


Aliran Air di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang
berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 23%. Kategori sedang
sebesar 21% dan untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah)
sebesar 55% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-24 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.10. Peta Kinerja Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air
Provinsi Sulawesi Selatan

V-25 | K L H S R P J M D S U L S E L
g. Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air dan Pengolahan
Limbah
Ekosistem yang memiliki kemampuan untuk “membersihkan”
pencemar melalui proses-proses kimia-fisik-biologi yang berlangsung
secara alami dalam badan air. Kemampuan pemurniah air secara alami (self
purification) memerlukan waktu dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
beban pencemar dan teknik pemulihan alam khususnya aktivitas bakteri
alam dalam merombak bahan organik, sehingga kapasitas badan air dalam
mengencerkan, mengurai dan menyerap pencemar meningkat.

Tabel 5.12. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pengaturan


Pemurnian Air dan Pengolahan Limbah Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air dan Pengolahan Limbah
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 36.630,00 0,82% 3.228,71 0,07% - 0,00% 39.858,71 0,89%
BARRU 80.815,18 1,80% 39.511,01 0,88% 177,98 0,00% 120.504,17 2,69%
BONE 406.094,49 9,07% 52.237,07 1,17% 850,26 0,02% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 113.948,67 2,55% 2.610,87 0,06% - 0,00% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 114.197,54 2,55% 70.247,02 1,57% 674,78 0,02% 185.119,33 4,13%
GOWA 153.114,81 3,42% 27.747,21 0,62% 694,99 0,02% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 76.156,24 1,70% 3.778,37 0,08% 21,95 0,00% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 7.317,00 0,16% 2.498,30 0,06% 60,32 0,00% 9.875,63 0,22%
LUWU 139.602,79 3,12% 161.428,13 3,61% 3.820,13 0,09% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 449.305,54 10,04% 140.962,90 3,15% 77.740,05 1,74% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 234.700,99 5,24% 491.798,87 10,98% 1.070,85 0,02% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 16.579,57 0,37% 608,81 0,01% - 0,00% 17.188,38 0,38%
MAROS 119.296,25 2,66% 25.568,37 0,57% 113,85 0,00% 144.978,48 3,24%
PALOPO 6.828,14 0,15% 18.064,55 0,40% 28,16 0,00% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 72.377,35 1,62% 7.583,51 0,17% 10,04 0,00% 79.970,90 1,79%
PINRANG 146.948,20 3,28% 40.882,10 0,91% 445,36 0,01% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 85.603,61 1,91% 379,33 0,01% - 0,00% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 121.795,19 2,72% 34.431,96 0,77% 20.562,28 0,46% 176.789,43 3,95%
SINJAI 82.220,51 1,84% 5.666,34 0,13% 147,61 0,00% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 110.559,18 2,47% 27.041,21 0,60% 77,20 0,00% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 48.217,43 1,08% 4.959,32 0,11% 7,33 0,00% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 126.041,99 2,82% 75.119,57 1,68% 1.028,78 0,02% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 67.649,59 1,51% 53.497,81 1,19% 27,58 0,00% 121.174,98 2,71%
WAJO 239.322,49 5,35% 11.535,44 0,26% 13.081,74 0,29% 263.939,68 5,89%
TOTAL 3.055.322,75 68% 1.301.386,76 29% 120.641,25 3% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018


Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian
Air dan Pengolahan Limbah di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori
kelas yang berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 3%. Kategori
sedang sebesar 29% dan untuk kategori kelas rendah (sangat rendah –
rendah) sebesar 68% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-26 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.11. Peta Kinerja Ekosistem Pemurnian Air dan Pengolahan
Limbah Provinsi Sulawesi Selatan

V-27 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Jasa Lingkungan Pendukung (Supporting)
a. Fungsi Kinerja Ekosistem Pendukung Habitat dan Keanekaragaman
Hayati
Ekosistem telah memberikan jasa keanekaragaman hayati
(biodiversity) di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk
diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-
kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya;
mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem
yang menjadi habitat perkembangbiakan flora fauna. Semakin tinggi karakter
biodiversitas maka semakin tinggi fungsi dukungan ekosistem terhadap
perikehidupan.

Tabel 5.1. Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Pendukung Habitat


dan Keanekaragaman Hayati Provinsi Sulawesi Selatan
Luas Daya Dukung Jasa Ekosistem Pendukung Habitat dan Keanekaragaman Hayati
KABUPATEN Sangat Rendah-Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi Total
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
BANTAENG 34.088,50 0,76% 2.541,50 0,06% 3.228,71 0,07% 39.858,71 0,89%
BARRU 67.290,66 1,50% 12.981,91 0,29% 40.231,60 0,90% 120.504,17 2,69%
BONE 388.984,71 8,69% 40.201,77 0,90% 29.995,35 0,67% 459.181,83 10,26%
BULUKUMBA 112.789,15 2,52% 885,13 0,02% 2.885,26 0,06% 116.559,54 2,60%
ENREKANG 135.637,10 3,03% 7.059,44 0,16% 42.422,79 0,95% 185.119,33 4,13%
GOWA 143.458,75 3,20% 7.780,99 0,17% 30.317,28 0,68% 181.557,02 4,06%
JENEPONTO 76.025,26 1,70% 3.312,40 0,07% 618,89 0,01% 79.956,56 1,79%
KOTA PARE-PARE 7.183,80 0,16% 1.579,35 0,04% 1.112,48 0,02% 9.875,63 0,22%
LUWU 179.937,54 4,02% 44.198,52 0,99% 80.714,99 1,80% 304.851,05 6,81%
LUWU TIMUR 206.055,35 4,60% 22.841,95 0,51% 439.111,19 9,81% 668.008,49 14,92%
LUWU UTARA 214.375,13 4,79% 23.549,78 0,53% 489.645,80 10,94% 727.570,71 16,25%
MAKASSAR 16.175,77 0,36% 92,44 0,00% 920,17 0,02% 17.188,38 0,38%
MAROS 103.511,21 2,31% 6.802,08 0,15% 34.665,19 0,77% 144.978,48 3,24%
PALOPO 8.091,63 0,18% 10.050,05 0,22% 6.779,16 0,15% 24.920,85 0,56%
PANGKAJENE KEPULAUAN 58.273,76 1,30% 5.079,76 0,11% 16.617,39 0,37% 79.970,90 1,79%
PINRANG 155.901,79 3,48% 7.603,26 0,17% 24.770,62 0,55% 188.275,66 4,21%
SELAYAR 65.154,92 1,46% 13.469,47 0,30% 7.358,55 0,16% 85.982,93 1,92%
SIDENRENGRAPPANG 124.520,75 2,78% 4.489,65 0,10% 47.779,03 1,07% 176.789,43 3,95%
SINJAI 79.234,12 1,77% 2.597,77 0,06% 6.202,56 0,14% 88.034,46 1,97%
SOPPENG 109.291,36 2,44% 3.316,10 0,07% 25.070,13 0,56% 137.677,59 3,07%
TAKALAR 48.118,67 1,07% 4.203,68 0,09% 861,73 0,02% 53.184,07 1,19%
TANATORAJA 114.455,43 2,56% 48.807,20 1,09% 38.927,70 0,87% 202.190,33 4,52%
TORAJA UTARA 66.037,75 1,47% 22.165,70 0,50% 32.971,53 0,74% 121.174,98 2,71%
WAJO 230.081,83 5,14% 13.733,83 0,31% 20.124,01 0,45% 263.939,68 5,89%
TOTAL 2.744.674,93 61% 309.343,72 7% 1.423.332,10 32% 4.477.350,76 100%

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil olah data, Jasa Ekosistem Pendukung Habitat dan


Keanekaragaman Hayati di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas
yang berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 32%. Kategori sedang
sebesar 7% dan untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) sebesar
61% dari total luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

V-28 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.12. Peta Kinerja Ekosistem Pendukung Habitat dan
Keanekaragaman Hayati Provinsi Sulawesi Selatan

V-29 | K L H S R P J M D S U L S E L
C. Resiko Dampak Lingkungan
Definisi dampak adalah akibat, imbas atau pengaruh yang terjadi (baik itu
negatif atau positif) dari sebuah tindakan yang dilakukan oleh satu/sekelompok
orang yang melakukan kegiatan tertentu. Namun sebelum dampak dapat terjadi,
makhluk hidup dapat mengenali risiko yang merupakan perkiraan kemungkinan
terjadinya konsekuensi/dampak dari sebuah aksi. Pada konteks lingkungan hidup,
dampak terhadap lingkungan hidup dari kegiatan manusia pada umumnya
seringkali bersifat negatif. Lalu sebagai bentuk dari dampak tersebut, maka akan
terbentuk risiko-risiko yang akan membahayakan tidak hanya lingkungan itu saja,
namun juga manusia. Oleh sebab itu, penting adanya kajian tentang risiko guna
mencegah atau memperkecil dampak.

Risiko yang terjadi kepada lingkungan disebut sebagai risiko ekologis.


Beragam permasalahan dalam lingkup sistem sosial, proses sosial, dan relasi
sosial telah memunculkan tiga macam risiko ekologis, yaitu:

1. Risiko fisik-ekologis (physical-ecological risk), yaitu aneka risiko kerusakan


fisik pada manusia dan lingkungannya.
2. Risiko mental (mental risk), yaitu aneka risiko kerusakan mental akibat
perlakuan buruk pada tatanan psikis.
3. Risiko sosial (social risk), yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya
bangunan dan lingkungan sosial (social-ecological)
Risiko fisik-ekologis dapat disebabkan oleh proses alam atau oleh
kegiatan manusia (manmade risk). Salah satu contohnya adalah banjir yang paling
sering menimbulkan kerusakan fisik-ekologis. Risiko mental dapat meliputi
kerusakan psikis yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal.
Kerusakan parah ekosistem mental disebabkan oleh pembiaran aneka risiko
mental dari berbagai tindakan sosial, misalnya pembiaran kekerasan dan korupsi.
Risiko sosial adalah kerusakan bangunan sosial sebagai akibat dari faktor-faktor
eksternal kondisi alam, teknologi, dan industri. Pada umumnya risiko yang
disebabkan oleh kerusakan lingkungan terhadap komunitas sosial adalah risiko
kesehatan dan kesejahteraan. Tiga macam risiko ekologis tersebut jika dibiarkan

V-30 | K L H S R P J M D S U L S E L
secara terus menerus maka akan menimbulkan efek yang negatif untuk sistem
biosfer dimana manusia dan lingkungan hidup secara berdampingan. Berdasarkan
data capaian memperlihatkan ketahanan daerah Provinsi Sulawesi Selatan
memiliki total nilai prioritas 43,40, dengan berada pada Level 2. Pencapaian level
2 menandakan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan telah melaksanakan beberapa
tindakan pengurangan risiko bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih
belum efektif yang disebabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau
kebijakan sistematis. Capaian level Provinsi Sulawesi Selatan tersebut termasuk
ke dalam kategori rendah memerlukan peningkatan. Ketahanan daerah Provinsi
Sulawesi Selatan minimal harus ditingkatkan untuk pencapaian level berikutnya
terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Komitmen
pemerintah dan beberapa komunitas terkait pengurangan risiko bencana telah
tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis, membutuhkan komitmen dan
kebijakan yang dinilai menyeluruh hingga cukup berarti untuk mengurangi
dampak negatif dari bencana. Rendahnya kapasitas Provinsi Sulawesi Selatan
membutuhkan langkah-langkah strategis dan sistematis terkait prioritas
penanggulangan bencana untuk meningkatan kapasitas daerah. Indeks dan kelas
kapasitas daerah berlaku sama untuk seluruh jenis bahaya di daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.

Kajian risiko bencana Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 telah


mengidentifikasi potensi bencana ang berkemungkinan terjadi. Identifikasi
tersebut meliputi 11 jenis potensi bencana, yaitu bencana banjir, kekeringan,
cuaca ekstrim, tanah longsor, gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi,
kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, konflik sosial, tsunami serta
kebakaran hutan dan lahan. Bencana-bencana berpotensi terjadi tersebut perlu
ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan pengkajian risiko bencana tahun 2016
hingga 2020. Peninjauan tersebut dikarenakan terdapat perubahan data dan
sinkronisasi dengan data konkrit daerah Provinsi Sulawesi Selatan terkini yang
disesuaikan dengan pedoman umum pengkajian risiko bencana dan referensi
pedoman dari kementerian/lembaga di tingkat nasional. Selain itu, penyesuaian
diperlukan terkait penamaan bencana dan lingkup kajian bencana didasarkan pada

V-31 | K L H S R P J M D S U L S E L
kerangka acuan kerja BNPB. Berdasarkan KAK tersebut, penamaan jenis bencana
yang berpotensi di Provinsi Sulawesi Selatan telah disesuaikan. Untuk bencana
konflik sosial dan banjir bandang penjelasannya telah disampaikan pada sub bab
sebelumnya. Adapun bencana-bencana yang berpotensi di Provinsi Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut:
1. Banjir.
2. Kekeringan.
3. Cuaca Ekstrim.
4. Tanah Longsor.
5. Gelombang Ekstrim dan Abrasi.
6. Gempabumi.
7. Kegagalan Teknologi.
8. Epidemi dan Wabah Penyakit.
9. Tsunami.
10. Kebakaran Hutan dan Lahan.
11. Banjir Bandang.
Provinsi Sulawesi Selatan berpotensi terhadap 11 jenis bencana yang
berkemungkinan terjadi. Sebelas potensi bencana tersebut merupakan jenis
bencana yang disepakati untuk dibuatkan pengkajian risiko bencana di Provinsi
Sulawesi Selatan. Pengkajian risiko bencana untuk 11 jenis bencana di Provinsi
Sulawesi Selatan dijabarkan pada bab selanjutnya.

INDEKS PENGKAJIAN RISIKO BENCANA


Indeks pengkajian risiko bencana terdiri dari indeks untuk masing-masing
komponen risiko yaitu indeks bahaya, kerentanan dan kapasitas. Indeks-indeks
tersebut tergantung kepada jenis potensi bahaya, kecuali untuk indeks kapasitas.
Indeks kapasitas dibedakan berdasarkan kawasan administrasi kajian.
Pengkhususan ini disebabkan karena indeks kapasitas difokuskan kepada institusi
pemerintahan di kawasan kajian.

Pengkajian indeks komponen risiko yang di paparkan dalam Dokumen


KRB Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan rekapitulasi tingkat

V-32 | K L H S R P J M D S U L S E L
kabupaten/kota yang terdampak bencana. Hasil kajian tingkat kabupaten/kota
tersebut diperoleh dari rekapitulasi tingkat kecamatan. Oleh karena itu,
pengkajian indeks dalam dokumen ini tidak menampilkan nilai indeks kecuali
kelas untuk masing-masing nilai indeks. Untuk melihat nilai indeks komponen
risiko dan detail hasil kajian risiko bencana serta peta (bahaya, kerentanan,
kapasitas dan risiko). Pengkajian indeks bahaya, kerentanan, dan kapasitas
dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori indeks, yaitu indeks 0–0,333 termasuk
ke dalam kelas rendah, indeks >0,333–0,666 termasuk ke dalam kelas sedang, dan
indeks >0,666–1 termasuk dalam kelas tinggi. Pengelompokkan masing-masing
indeks tersebut disesuikan dengan pedoman umum pengkajian risiko bencana.
Metodologi untuk menterjemahkan berbagai indeks tersebut ke dalam peta dan
kajian dapat menghasilkan tingkat risiko untuk setiap ancaman bencana yang ada
pada suatu daerah.

Pengkajian bahaya dilakukan untuk menentukan indeks bahaya untuk setiap


potensi bencana yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan indeks bahaya
tersebut diketahui berdasarkan probabilitas dan intensitas kejadian setiap potensi
bencana di Provinsi Sulawesi Selatan. Indeks bahaya merupakan komponen
penyusun peta dan tingkat bahaya seluruh bencana berpotensi terjadi. Dari potensi
bencana dan data pengkajian risiko bencana yang ada di Provinsi Sulawesi
Selatan, maka dapat diperkirakan luasan bahaya yang akan terjadi. Pengkajian
bahaya dilakukan hingga tingkat kecamatan di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sedangkan dalam Dokumen KRB ini, pengkajian bahaya merupakan hasil
rekapitulasi tingkat kabupaten/kota yang diperoleh dari rekapitulasi kajian tingkat
kecamatan di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun hasil pengkajian bahaya untuk
setiap potensi bencana per kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan
dijabarkan sebagai berikut.

1. Banjir
Pengkajian bahaya banjir di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap seluruh
wilayah terdampak bencana banjir. Pengkajian tersebut dilakukan berdasarkan
Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di

V-33 | K L H S R P J M D S U L S E L
kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut telah menentukan
parameter ukur dalam penentuan bahaya banjir, yaitu daerah rawan banjir,
kemiringan lereng, jarak dari sungai, serta curah hujan.

Berdasarkan parameter bahaya banjir tersebut, maka dapat ditentukan potensi


luasan bahaya banjir di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun rekapitulasi potensi
luas bahaya banjir tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Berdasarkan Tabel 5.14. diketahui potensi luas bahaya banjir di Provinsi


Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi secara keseluruhan adalah
1,415 juta Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan kelas bahaya tinggi.

Tabel 5.14. Potensi Luas Bahaya Banjir di Provinsi

Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 34.017 TINGGI
2. Bulukumba 66.897 SEDANG
3 Bantaeng 15.932 SEDANG
4 Jeneponto 44.951 SEDANG
5 Takalar 45.846 TINGGI
6 Gowa 44.567 TINGGI
7 Sinjai 8.337 SEDANG
8 Maros 48.001 TINGGI
9 Pangkajene dan Kepulauan 43.634 TINGGI
10 Barru 18.364 TINGGI
11 Bone 218.824 TINGGI
12 Soppeng 52.540 SEDANG
13 Wajo 194.670 TINGGI
14 Sidenrang Rappang 92.880 TINGGI
15 Pinrang 92.495 TINGGI
16 Enrekang 15.363 TINGGI
17 Luwu 74.599 SEDANG
18 Luwu Utara 142.262 TINGGI
19 Luwu Timur 134.209 TINGGI
20 Toraja Utara 962 SEDANG
21 Makassar 17.440 TINGGI
22 Parepare 1.043 TINGGI
23 Palopo 7.942 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 1.415.775 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-34 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5. Peta Risiko Bencana Banjir di Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 5.13. Peta Risiko Bencana Banjir di Provinsi Sulawesi Selatan

V-35 | K L H S R P J M D S U L S E L
2. Kekeringan
Pengkajian bahaya kekeringan di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap
seluruh wilayah terdampak bencana kekeringan. Pengkajian tersebut dilakukan
berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya
yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut telah
menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya kekeringan, yaitu faktor
kekeringan meteorologi (indeks presipitasi terstandarisasi). Berdasarkan
parameter bahaya kekeringan tersebut, maka dapat ditentukan potensi luasan
bahaya kekeringan di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas
bahaya kekeringan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.15. Berdasarkan Tabel
5.15 diketahui potensi luas bahaya kekeringan di Provinsi Sulawesi Selatan. Total
luas bahaya yang berpotensi secara keseluruhan adalah 4,431 juta Ha. Dari
pengkajian tersebut didapatkan bahaya kekeringan berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.15. Potensi Luas Bahaya Kekeringan di Provinsi Sulawesi Selatan

Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 117.916 SEDANG
2. Bulukumba 117.564 SEDANG
3 Bantaeng 39.583 SEDANG
4 Jeneponto 70.652 SEDANG
5 Takalar 56.661 SEDANG
6 Gowa 182.055 SEDANG
7 Sinjai 79.896 SEDANG
8 Maros 145.135 SEDANG
9 Pangkajene dan Kepulauan 88.250 TINGGI
10 Barru 117.471 SEDANG
11 Bone 455.900 SEDANG
12 Soppeng 136.903 SEDANG
13 Wajo 236.051 SEDANG
14 Sidenrang Rappang 188.323 SEDANG
15 Pinrang 191.547 SEDANG
16 Enrekang 178.493 SEDANG
17 Luwu 290.727 SEDANG
18 Tana Toraja 199.022 SEDANG
19 Luwu Utara 750.258 TINGGI
20 Luwu Timur 615.543 TINGGI
21 Toraja Utara 121.555 SEDANG
22 Makassar 18.285 SEDANG
23 Parepare 8.781 RENDAH
24 Palopo 25.299 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 4.431.870 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-36 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.14. Peta Risiko Bencana Kekeringan di Provinsi Sulawesi
Selatan

V-37 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Cuaca Ekstrim
Pengkajian bahaya cuaca ekstrim di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan
terhadap seluruh wilayah terdampak bencana cuaca ekstrim. Pengkajian tersebut
dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman
lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut
telah menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya cuaca ekstrim, yaitu
keterbukaan lahan, kemiringan lereng dan curah hujan tahunan. Berdasarkan
parameter bahaya cuaca ekstrim tersebut, maka dapat ditentukan potensi luasan
bahaya cuaca ekstrim di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun rekapitulasi potensi
luas bahaya cuaca ekstrim tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.16. Berdasarkan
Tabel 5.16 diketahui potensi luas bahaya cuaca ekstrim di Provinsi Sulawesi
Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi secara keseluruhan adalah 3,077 juta
Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan bahaya cuaca ekstrim berada pada kelas
tinggi.
Tabel 5.16. Potensi Luas Bahaya Cuaca Ekstrim di Provinsi
Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 97.070 SEDANG
2. Bulukumba 114.591 SEDANG
3 Bantaeng 37.114 SEDANG
4 Jeneponto 70.652 SEDANG
5 Takalar 56.110 TINGGI
6 Gowa 149.560 TINGGI
7 Sinjai 79.896 SEDANG
8 Maros 109.533 SEDANG
9 Pangkajene dan Kepulauan 70.960 SEDANG
10 Barru 81.437 SEDANG
11 Bone 430.116 SEDANG
12 Soppeng 111.490 SEDANG
13 Wajo 235.989 SEDANG
14 Sidenrang Rappang 142.622 TINGGI
15 Pinrang 167.749 TINGGI
16 Enrekang 143.832 SEDANG
17 Luwu 217.045 SEDANG
18 Tana Toraja 163.239 SEDANG
19 Luwu Utara 242.700 SEDANG
20 Luwu Timur 223.739 TINGGI
21 Toraja Utara 85.543 SEDANG
22 Makassar 17.530 TINGGI
23 Parepare 8.097 SEDANG
24 Palopo 21.185 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 3.077.799 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-38 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.15. Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Provinsi Sulawesi
Selatan

V-39 | K L H S R P J M D S U L S E L
4. Tanah Longsor
Pengkajian bahaya tanah longsor di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan
terhadap seluruh wilayah terdampak bencana tanah longsor. Pengkajian tersebut
dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman
lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut
telah menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya tanah longsor, yaitu
zona kerentanan gerakan tanah (PVMBG) dan kemiringan lereng (di atas 15%).
Berdasarkan parameter bahaya tanah longsor tersebut, maka dapat ditentukan
potensi luasan bahaya tanah longsor di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun
rekapitulasi potensi luas bahaya tanah longsor tersebut dapat dilihat pada Tabel
5.17. Berdasarkan Tabel 5.17 diketahui potensi luas bahaya tanah longsor di
Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi secara keseluruhan
adalah 2,133 juta Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan bahaya tanah berada
pada kelas tinggi.
Tabel 5.17. Potensi Luas Bahaya Tanah Longsor di Provinsi
Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 33.153 TINGGI
2. Bulukumba 11.608 TINGGI
3 Bantaeng 13.625 TINGGI
4 Jeneponto 15.065 TINGGI
5 Takalar 6.527 SEDANG
6 Gowa 95.744 TINGGI
7 Sinjai 38.229 TINGGI
8 Maros 63.948 TINGGI
9 Pangkajene dan Kepulauan 24.414 TINGGI
10 Barru 69.777 TINGGI
11 Bone 122.464 TINGGI
12 Soppeng 47.193 TINGGI
13 Wajo 4.529 SEDANG
14 Sidenrang Rappang 78.825 TINGGI
15 Pinrang 81.482 TINGGI
16 Enrekang 133.428 TINGGI
17 Luwu 191.127 TINGGI
18 Tana Toraja 164.203 TINGGI
19 Luwu Utara 484.846 TINGGI
20 Luwu Timur 340.700 TINGGI
21 Toraja Utara 91.637 TINGGI
22 Parepare 2.547 TINGGI
23 Palopo 18.231 TINGGI
Provinsi Sulawesi Selatan 2.133.302 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-40 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.16. Peta Risiko Bencana Tanah Longsor di Provinsi Sulawesi
Selatan

V-41 | K L H S R P J M D S U L S E L
5. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Pengkajian bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Sulawesi Selatan
dilakukan terhadap seluruh wilayah terdampak bencana gelombang ekstrim dan
abrasi. Pengkajian tersebut dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun
2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat
nasional. Pedoman tersebut telah menentukan parameter ukur dalam penentuan
bahaya gelombang ekstrim dan abrasi, yaitu tinggi gelombang, arus, tipologi
pantai, tutupan vegetasi dan bentuk garis pantai. Berdasarkan parameter bahaya
gelombang ekstrim dan abrasi tersebut, maka dapat ditentukan potensi luasan
bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun
rekapitulasi potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.18. Berdasarkan Tabel 5.18 diketahui potensi luas bahaya
gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya
yang berpotensi secara keseluruhan adalah 49.193 Ha. Dari pengkajian tersebut
didapatkan bahaya gelombang ekstrim dan abrasi berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.18. Potensi Luas Bahaya Gelombang Ekstrim dan Abrasi di


Provinsi Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 15.157 TINGGI
2. Bulukumba 2.544 SEDANG
3 Bantaeng 551 SEDANG
4 Jeneponto 2.201 TINGGI
5 Takalar 2.990 TINGGI
6 Gowa 9 SEDANG
7 Sinjai 799 SEDANG
8 Maros 593 SEDANG
9 Pangkajene dan Kepulauan 6.222 TINGGI
10 Barru 1.939 SEDANG
11 Bone 3.708 SEDANG
12 Wajo 1.825 SEDANG
13 Pinrang 2.198 SEDANG
14 Luwu 2.536 SEDANG
15 Luwu Utara 1.341 SEDANG
16 Luwu Timur 2.489 SEDANG
17 Makassar 1.389 TINGGI
18 Parepare 280 SEDANG
19 Palopo 422 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 49.193 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-42 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.17. Peta Risiko Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi di
Provinsi Sulawesi Selatan

V-43 | K L H S R P J M D S U L S E L
6. Gempabumi
Pengkajian bahaya gempabumi di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap
seluruh wilayah terdampak bencana gempabumi. Pengkajian tersebut dilakukan
berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya
yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut telah
menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya gempabumi, yaitu
parameter kelas topografi, intensitas guncangan di batuan dasar, dan intensitas
guncangan di permukaan. Berdasarkan parameter bahaya gempabumi tersebut,
maka dapat ditentukan potensi luasan bahaya gempabumi di Provinsi Sulawesi
Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya gempabumi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.19. Berdasarkan Tabel 5.19 diketahui potensi luas bahaya
gempabumi di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi
secara keseluruhan adalah 4,431 juta Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan
bahaya gempabumi berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.19. Potensi Luas Bahaya Gempabumi di Provinsi Sulawesi Selatan


Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 117.888 TINGGI
2. Bulukumba 177.562 RENDAH
3 Bantaeng 39.583 RENDAH
4 Jeneponto 70.652 RENDAH
5 Takalar 56.661 RENDAH
6 Gowa 182.055 RENDAH
7 Sinjai 79.896 RENDAH
8 Maros 145.135 RENDAH
9 Pangkajene dan Kepulauan 88.235 TINGGI
10 Barru 117.471 RENDAH
11 Bone 455.900 TINGGI
12 Soppeng 136.903 TINGGI
13 Wajo 236.051 TINGGI
14 Sidenrang Rappang 188.323 TINGGI
15 Pinrang 191.546 TINGGI
16 Enrekang 178.493 SEDANG
17 Luwu 290.726 SEDANG
18 Tana Toraja 199.022 SEDANG
19 Luwu Utara 750.258 TINGGI
20 Luwu Timur 615.548 TINGGI
21 Toraja Utara 121.555 RENDAH
22 Makassar 18.281 RENDAH
23 Parepare 8.781 SEDANG
24 Palopo 25.299 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 4.431.824 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-44 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.18. Peta Risiko Bencana Gempabumi di Provinsi Sulawesi Selatan

V-45 | K L H S R P J M D S U L S E L
7. Kegagalan Teknologi
Pengkajian bahaya kegagalan teknologi di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan
terhadap seluruh wilayah terdampak bencana kegagalan teknologi. Pengkajian
tersebut dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi
pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman
tersebut telah menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya kegagalan
teknologi, yaitu jenis industri (manufaktur (logam) dan kimia) dan kapasitas
industri.

Berdasarkan parameter bahaya kegagalan teknologi tersebut, maka dapat


ditentukan potensi luasan bahaya kegagalan teknologi di Provinsi Sulawesi
Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya kegagalan teknologi tersebut
dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Berdasarkan Tabel 5.20 diketahui potensi luas bahaya kegagalan teknologi di


Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi secara keseluruhan
adalah 2.420 Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan bahaya kegagalan
teknologi berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.20. Potensi Luas Bahaya Kegagalan Teknologi


Provinsi Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Gowa 9 TINGGI
2. Maros 44 TINGGI
3. Pangkajene dan Kepulauan 278 TINGGI
4. Makassar 2.089 TINGGI
Provinsi Sulawesi Selatan 2.420 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-46 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.19. Peta Risiko Bencana Kegagalan Teknologi
di Provinsi Sulawesi Selatan

V-47 | K L H S R P J M D S U L S E L
8. Epidemi dan Wabah Penyakit
Pengkajian bahaya epidemi dan wabah penyakit di Provinsi Sulawesi Selatan
dilakukan terhadap seluruh wilayah terdampak bencana epidemi dan wabah
penyakit. Pengkajian tersebut dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun
2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat
nasional. Pedoman tersebut telah menentukan parameter ukur dalam penentuan
bahaya epidemi dan wabah penyakit, yaitu kepadatan penduduk penderita campak,
kepadatan penduduk penderita malaria, kepadatan penduduk penderita demam
berdarah, kepadatan penduduk penderita HIV/AIDS, dan kepadatan penduduk.
Berdasarkan parameter bahaya epidemi dan wabah penyakit tersebut, maka dapat
ditentukan potensi luasan bahaya epidemi dan wabah penyakit di Provinsi Sulawesi
Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya epidemi dan wabah penyakit
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.21. Berdasarkan Tabel 5.21. diketahui potensi
luas bahaya epidemi dan wabah penyakit di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas
bahaya yang berpotensi secara keseluruhan adalah 53.213 Ha. Dari pengkajian
tersebut didapatkan bahaya epidemi dan wabah penyakit berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.21. Potensi Luas Bahaya Epidemi dan Wabah Penyakit di Provinsi Sulawesi
Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 1.158 RENDAH
2. Bulukumba 4.156 RENDAH
3. Bantaeng 642 RENDAH
4. Jeneponto 8.635 RENDAH
5. Takalar 689 RENDAH
6. Gowa 4.956 RENDAH
7. Sinjai 5.616 RENDAH
8. Maros 772 RENDAH
9. Barru 433 RENDAH
10. Bone 3.862 RENDAH
11. Wajo 2.034 RENDAH
12. Sidenrang Rappang 1.864 RENDAH
13. Pinrang 819 RENDAH
14. Enrekang 254 RENDAH
15. Luwu 3.804 RENDAH
16. Tana Toraja 1.568 TINGGI
17. Luwu Utara 6.369 RENDAH
18. Luwu Timur 1.872 RENDAH
19. Toraja Utara 167 RENDAH
20. Makassar 3.434 RENDAH
21. Parepare 1 RENDAH
22. Palopo 108 RENDAH
Provinsi Sulawesi Selatan 53.213 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-48 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.20. Peta Risiko Bencana Epidemi dan Wabah Penyakit di
Provinsi Sulawesi Selatan

V-49 | K L H S R P J M D S U L S E L
9. Tsunami
Pengkajian bahaya Tsunami di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap
seluruh wilayah terdampak bencana tsunami. Pengkajian tersebut dilakukan
berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya
yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut telah
menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya tsunami, yaitu ketinggian
maksimum tsunami, kemiringan lereng, dan kekasaran permukaan. Berdasarkan
parameter bahaya tsunami tersebut, maka dapat ditentukan potensi luasan bahaya
tsunami di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya
tsunami tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.22. Berdasarkan Tabel 5.22 diketahui
potensi luas bahaya tsunami di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang
berpotensi secara keseluruhan adalah 84.246 Ha. Dari pengkajian tersebut
didapatkan bahaya tsunami berada pada kelas tinggi.

Tabel 5.22. Potensi Luas Bahaya Tsunami di Provinsi


Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 19.269 TINGGI
2. Bulukumba 7.749 TINGGI
3. Bantaeng 1.426 TINGGI
4. Jeneponto 8.254 TINGGI
5. Takalar 10.976 TINGGI
6. Gowa 553 TINGGI
7. Sinjai 616 TINGGI
8. Maros 2.841 RENDAH
9. Pangkajene dan Kepulauan 9.842 TINGGI
10. Barru 2.736 TINGGI
11. Bone 5.953 SEDANG
12. Wajo 326 RENDAH
13. Pinrang 6.553 TINGGI
14. Luwu 327 RENDAH
15. Luwu Utara 654 RENDAH
16. Luwu Timur 1.685 RENDAH
17. Makassar 4.296 TINGGI
18. Parepare 79 TINGGI
19. Palopo 111 RENDAH
Provinsi Sulawesi Selatan 84.246 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-50 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.21. Peta Risiko Bencana Tsunami di Provinsi Sulawesi Selatan

V-51 | K L H S R P J M D S U L S E L
10. Kebakaran Hutan dan Lahan

Pengkajian bahaya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan

dilakukan terhadap seluruh wilayah terdampak bencana kebakaran hutan dan

lahan. Pengkajian tersebut dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun

2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat

nasional. Pedoman tersebut telah menentukan parameter ukur dalam penentuan

bahaya kebakaran hutan dan lahan, yaitu jenis hutan dan lahan, iklim, dan jenis

tanah. Berdasarkan parameter bahaya kebakaran hutan dan lahan tersebut, maka

dapat ditentukan potensi luasan bahaya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya kebakaran hutan dan lahan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 5.23. Berdasarkan Tabel 5.23 diketahui potensi luas

bahaya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas

bahaya yang berpotensi secara keseluruhan adalah 1,918 juta Ha.

Dari pengkajian tersebut didapatkan bahaya kebakaran hutan dan lahan berada

pada kelas tinggi.

Tabel 5.23. Potensi Luas Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan


di Provinsi Sulawesi Selatan

Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Kepulauan Selayar 55.145 TINGGI
2. Bulukumba 8.599 TINGGI
3. Bantaeng 7.110 TINGGI
4. Jeneponto 4.247 TINGGI
5. Takalar 4.400 TINGGI

V-52 | K L H S R P J M D S U L S E L
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
6. Gowa 43.171 TINGGI
7. Sinjai 7.575 TINGGI
8. Maros 41.775 TINGGI
9. Pangkajene dan Kepulauan 24.305 TINGGI
10. Barru 65.080 TINGGI
11. Bone 103.328 TINGGI
12. Soppeng 30.152 TINGGI
13. Wajo 13.723 TINGGI
14. Sidenrang Rappang 75.813 TINGGI
15. Pinrang 45.832 TINGGI
16. Enrekang 74.060 TINGGI
17. Luwu 127.591 TINGGI
18. Tana Toraja 119.237 TINGGI
19. Luwu Utara 566.159 TINGGI
20. Luwu Timur 436.821 TINGGI
21. Toraja Utara 53.675 TINGGI
22. Makassar 1 TINGGI
23. Parepare 2.011 TINGGI
24. Palopo 8.481 SEDANG
Provinsi Sulawesi Selatan 1.918.473 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-53 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.22. Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Sulawesi Selatan

V-54 | K L H S R P J M D S U L S E L
11. Banjir Bandang
Pengkajian bahaya banjir bandang di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan
terhadap seluruh wilayah terdampak bencana banjir bandang. Pengkajian tersebut
dilakukan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman
lainnya yang ada di kementerian/lembaga di tingkat nasional. Pedoman tersebut
telah menentukan parameter ukur dalam penentuan bahaya banjir bandang, yaitu
sungai utama, topografi, dan potensi longsor di hulu sungai (longsoran yang
memiliki kelas tinggi).Berdasarkan parameter bahaya banjir bandang tersebut,
maka dapat ditentukan potensi luasan bahaya banjir bandang di Provinsi Sulawesi
Selatan. Adapun rekapitulasi potensi luas bahaya banjir bandang tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.24.Berdasarkan Tabel 5.24. diketahui potensi luas bahaya
banjir bandang di Provinsi Sulawesi Selatan. Total luas bahaya yang berpotensi
secara keseluruhan adalah 107.356 Ha. Dari pengkajian tersebut didapatkan
bahaya banjir bandang berada pada kelas tinggi.
Tabel 5.24. Potensi Luas Bahaya Banjir Bandang di Provinsi
Sulawesi Selatan
Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Bulukumba 4.055 TINGGI
2. Bantaeng 487 TINGGI
3. Jeneponto 2.953 TINGGI
4. Takalar 3.111 TINGGI
5. Gowa 3.522 TINGGI
6. Sinjai 2.378 TINGGI
7. Maros 3.017 TINGGI
8. Pangkajene dan Kepulauan 998 TINGGI
9. Barru 4.141 TINGGI
10. Bone 7.953 TINGGI
11. Soppeng 6.459 TINGGI
12. Wajo 1.874 TINGGI
13. Sidenrang Rappang 3.597 TINGGI
14. Pinrang 3.685 TINGGI
15. Enrekang 4.575 TINGGI
16. Luwu 8.396 TINGGI
17. Tana Toraja 5.898 TINGGI
18. Luwu Utara 20.730 TINGGI
19. Luwu Timur 14.737 TINGGI
20. Toraja Utara 3.049 TINGGI
21. Parepare 304 TINGGI
22. Palopo 1.437 TINGGI
Provinsi Sulawesi Selatan 107.356 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

V-55 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.23. Peta Risiko Bencana Banjir Bandang di Provinsi Sulawesi
Selatan

V-56 | K L H S R P J M D S U L S E L
Rekapitulasi indeks bahaya setiap potensi bencana per kabupaten/kota di atas
dapat disajikan dalam bentuk rekapitulasi per jenis bencana yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan penjabaran pengkajian indeks bahaya dapat
ditentukan potensi luas bahaya per bencana. Lingkup bencana tersebut
disesuaikan dengan jumlah seluruh bencana berpotensi di Provinsi Sulawesi
Selatan. Rekapitulasi hasil potensi luas bahaya setiap bencana yang mengancam
dapat dilihat pada Tabel 5.25.

Tabel 5.25 menunjukkan hasil kajian bahaya di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil
rekapitulasi kajian bahaya tersebut menunjukkan bahaya di Provinsi Sulawesi
Selatan berada pada kelas tinggi untuk seluruh potensi bencana.

Tabel 5.25. Potensi Luas Bahaya Bencana di Provinsi Sulawesi Selatan


Bahaya
No. Kabupaten/Kota
Luas (Ha) Kelas
1. Banjir 1.415.775 TINGGI
2. Kekeringan 4.431.870 TINGGI
3. Cuaca Ekstrim 3.077.799 TINGGI
4. Tanah Longsor 2.133.302 TINGGI
5. Gelombang Ekstrim dan Abrasi 49.193 TINGGI
6. Gempabumi 4.431.824 TINGGI
7. Kegagalan Teknoogi 2.420 TINGGI
8. Epidemi dan Wabah Penyakit 53.213 TINGGI
9. Tsunami 84.246 TINGGI
10. Kebakaran 1.918.473 TINGGI
11. Banjir Bandang 107.356 TINGGI
Sumber : Dokumen KRB Provinsi Sulawesi Selatan

D. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam


Pemanfaatan Sumber Daya Alam menunjukkan variasi yang terus
berkembang. Untuk konteks pembangunan berkelanjutan perlu memastikan
pemanfaatan sumberdaya alam tetap tersedia dan memberikan manfaat seoptimal
mungkin kepada manusia. Berbagai variabel pemanfaatan yang dikomparasikan
dengan potensi dan daya dukung sumber daya alam harus mampu diketahui
dengan baik. Untuk itu diperlukan kajian mengenai pembangunan berkelanjutan
dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengetahui capaian serta isu strategis

V-57 | K L H S R P J M D S U L S E L
pembangunan berkelanjutan disuatu wilayah yang digunakan sebagai salah satu
acuan dalam pencanangan maupun perencanaan pembangunan berikutnya.
Analisis kajian lingkungan hidup yang telah dimandatkan oleh Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup memberikan arahan bahwa dalam proses pembangunan daerah senantiasa
memperhatikan kondisi lingkungan hidup. Hal ini diperuntukkan untuk
menciptakan keselarasan antara pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dengan
penggunannya. Selain itu, dalam peraturan tersebut juga mengamanatkan adanya
kajian daya dukung dan daya tampung wilayah agar pembangunan berkelanjutan
dari aspek lingkungan hidup dapat direalisasikan dengan baik oleh masing-
masing daerah dan bidang lainnya.
Terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam, setiap proses perencanaan
pembangunan harus mampu menciptakan kepastian dan keseimbangan
pemanfaatan untuk tujuan berkesinambungan dan juga memastikan kelestarian
serta ketersediaannya untuk generasi berikutnya. Sumber daya alam yang secara
garis besar akan habis jika terus dikuras dan dimanfaatkan secara maksimal harus
dikelola dan dimanfaatkan secara bijak dan dipergunakan secara efektif dan
efisien.
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam sangat penting dan harus mampu
diinternalisasikan pada setiap unsur pembangunan, baik dari masing-masing
sektor maupun bidang serta pada setiap level pengelolaan. Efisiensi sumber daya
alam terkait dengan potensi yang sumber daya alam yang dimiliki. Di Sulawesi
Selatan, potensi sumber daya alam cukup tersedia. Akan tetapi, pertumbuhan
populasi yang terus meningkat yang menggerakkan peningkatan kebutuhan akan
sumber daya alam perlu diperhatikan dengan baik. Faktor lain yang mendorong
pemanfaatan sumber daya alam yang efektif adalah faktor potensi dan sebaran
sumber daya alam yang bervariasi di setiap wilayah di Sulawesi Selatan.
Kebijakan pemanfaatan sumber daya alam tertentu pada sebuah wilayah
atau kabupaten tentunya harus berbeda dengan wilayah atau kabupaten lainnya.
Hal ini disebabkan oleh potensi dan daya dukung yang berbeda. Sebaran
kemampuan lahan setiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang bervariasi

V-58 | K L H S R P J M D S U L S E L
tersebut dimulai dari kelas kemampuan lahan terendah (kelas II) dominan dapat
ditemukan di Kabupaten Wajo. Untuk kelas kemampuan lahan kategori kelas III
dominan terdapat di Luwu Timur dan kelas IV dominan di Bone serta kelas V
dominan berada di Luwu Utara. Untuk kelas VI dominan di Luwu Utara, kelas
VII dominan di Luwu Timur dan untuk kelas VIII dominan di Luwu Timur.
Dominansi kelas kemapuan lahan ini tentunya juga mengindikasikan bahwa
dalam sebuah wilayah atau kabupaten, walaupun didominasi oleh kelas
kemampuan lahan tertentu juga terdapat areal atau wilayah yang berada pada
kelas tertentu dengan luasan yang lebih kecil.
Selain kemampuan lahan, faktor tutupan lahan juga menjadi penting dalam
konteks efisiensi pemanfaatan sumber daya alam. Tutupan lahan menggambarkan
banyak faktor tutupan lahan dipermukaan bumi yang juga mencerminkan
aktivitas manusia. Diantara banyak tutupan lahan tersebut (standar Ditjen
Planologi sebanyak 23 tutupan lahan maupun standar SNI) juga memberikan
informasi tertentu. Tutupan lahan hutan misalnya yang mencerminkan beberapa
hal seperti Sebaran pohon dan vegetasi, aspek kelestarian hutan, sebaran lahan
kritis, sebaran satwa, keanekaragaman hayati, potensi hasil hutan kayu maupun
bukan kayu, kandungan karbon, potensi air, dan lainnya. Begitu pula dengan
tutupan lainnya. Dalam konteks KLHS terkait efisiensi pemanfaatan sumber daya
alam tentunya mengharuskan semua aktivitas memanfaatkan sumber daya alam
secara bijak dan terencana. Pemanfaatan saat ini harus dapat di data, dikontrol dan
direncanakan ke depan untuk menjamin kelestariannya.Sebaran penggunaan
lahan di Provinsi Sulawesi Selatan didominasi oleh pertanian lahan kering
bercampur semak seluas 1,565,894.28 ha, disusul hutan lahan kering sekunder
(765,380.40 ha), sawah (605,871.23 ha), hutan lahan kering primer (587,853.85
ha), dan semak/belukar (507,798.62 ha).
Pemanfaatan Sumber Daya Alam menunjukkan variasi yang terus
berkembang. Untuk konteks pembangunan berkelanjutan perlu memastikan
pemanfaatan sumberdaya alam tetap tersedia dan memberikan manfaat seoptimal
mungkin kepada manusia. Berbagai variabel pemanfaatan yang dikomparasikan
dengan potensi dan daya dukung sumber daya alam harus mampu diketahui

V-59 | K L H S R P J M D S U L S E L
dengan baik. Untuk itu diperlukan kajian mengenai pembangunan berkelanjutan
dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengetahui capaian serta isu strategis
pembangunan berkelanjutan disuatu wilayah yang digunakan sebagai salah satu
acuan dalam pencanangan maupun perencanaan pembangunan berikutnya.
Analisis kajian lingkungan hidup yang telah dimandatkan oleh Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
memberikan arahan bahwa dalam proses pembangunan daerah senantiasa
memperhatikan kondisi lingkungan hidup. Hal ini diperuntukkan untuk
menciptakan keselarasan antara pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dengan
penggunannya. Selain itu, dalam peraturan tersebut juga mengamanatkan adanya
kajian daya dukung dan daya tampung wilayah agar pembangunan berkelanjutan
dari aspek lingkungan hidup dapat direalisasikan dengan baik oleh masing-
masing daerah dan bidang lainnya. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya
alam, setiap proses perencanaan pembangunan harus mampu menciptakan
kepastian dan keseimbangan pemanfaatan untuk tujuan berkesinambungan dan
juga memastikan kelestarian serta ketersediaannya untuk generasi berikutnya.
Sumber daya alam yang secara garis besar akan habis jika terus dikuras dan
dimanfaatkan secara maksimal harus dikelola dan dimanfaatkan secara bijak dan
dipergunakan secara efektif dan efisien.
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam sangat penting dan harus mampu
diinternalisasikan pada setiap unsur pembangunan, baik dari masing-masing
sektor maupun bidang serta pada setiap level pengelolaan. Efisiensi sumber daya
alam terkait dengan potensi yang sumber daya alam yang dimiliki. Di Sulawesi
Selatan, potensi sumber daya alam cukup tersedia. Akan tetapi, pertumbuhan
populasi yang terus meningkat yang menggerakkan peningkatan kebutuhan akan
sumber daya alam perlu diperhatikan dengan baik. Faktor lain yang mendorong
pemanfaatan sumber daya alam yang efektif adalah faktor potensi dan sebaran
sumber daya alam yang bervariasi di setiap wilayah di Sulawesi Selatan.
Kebijakan pemanfaatan sumber daya alam tertentu pada sebuah wilayah
atau kabupaten tentunya harus berbeda dengan wilayah atau kabupaten lainnya.
Hal ini disebabkan oleh potensi dan daya dukung yang berbeda. Sebaran

V-60 | K L H S R P J M D S U L S E L
kemampuan lahan setiap kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang bervariasi
tersebut dimulai dari kelas kemampuan lahan terendah (kelas II) dominan dapat
ditemukan di Kabupaten Wajo. Untuk kelas kemampuan lahan kategori kelas III
dominan terdapat di Luwu Timur dan kelas IV dominan di Bone serta kelas V
dominan berada di Luwu Utara. Untuk kelas VI dominan di Luwu Utara, kelas
VII dominan di Luwu Timur dan untuk kelas VIII dominan di Luwu Timur.
Dominansi kelas kemapuan lahan ini tentunya juga mengindikasikan bahwa
dalam sebuah wilayah atau kabupaten, walaupun didominasi oleh kelas
kemampuan lahan tertentu juga terdapat areal atau wilayah yang berada pada
kelas tertentu dengan luasan yang lebih kecil. Selain kemampuan lahan, faktor
tutupan lahan juga menjadi penting dalam konteks efisiensi pemanfaatan sumber
daya alam. Tutupan lahan menggambarkan banyak faktor tutupan lahan
dipermukaan bumi yang juga mencerminkan aktivitas manusia. Diantara banyak
tutupan lahan tersebut (standar Ditjen Planologi sebanyak 23 tutupan lahan
maupun standar SNI) juga memberikan informasi tertentu. Tutupan lahan hutan
misalnya yang mencerminkan beberapa hal seperti Sebaran pohon dan vegetasi,
aspek kelestarian hutan, sebaran lahan kritis, sebaran satwa, keanekaragaman
hayati, potensi hasil hutan kayu maupun bukan kayu, kandungan karbon, potensi
air, dan lainnya. Begitu pula dengan tutupan lainnya. Dalam konteks KLHS
terkait efisiensi pemanfaatan sumber daya alam tentunya mengharuskan semua
aktivitas memanfaatkan sumber daya alam secara bijak dan terencana.
Pemanfaatan saat ini harus dapat di data, dikontrol dan direncanakan ke depan
untuk menjamin kelestariannya.Sebaran penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi
Selatan didominasi oleh pertanian lahan kering bercampur semak seluas
1,565,894.28 ha, disusul hutan lahan kering sekunder (765,380.40 ha), sawah
(605,871.23 ha), hutan lahan kering primer (587,853.85 ha), dan semak/belukar
(507,798.62 ha). Perubahan penggunaan lahan di Provinsi Sulawesi Selatan yang
cukup besar terjadi khususnya perubahan hutan menjadi peruntukan lainnya.
Selain itu, terjadi secara signifikan perubahan sawah menjadi permukiman. Khsus
untuk dinamika perubahan tutupan hutan dan bukan hutan di Sulawesi Selatan
selama periode 1990 hingga 2018 dapat dilihat pada data berikut :

V-61 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 5.26. Dinamika Perubahan Tutupan Hutan Dan Bukan Hutan Di Sulawesi Selatan Selama Periode 1990 Hingga 2018
LUAS KABUPATEN 1990 2018
KABUPATEN
(Ha) HUTAN NON HUTAN HUTAN NON HUTAN
BANTAENG 39705.8 3077.07 36628.73 3193.05 36512.75
BARRU 120776.96 53287.19 67489.77 39782.95 80994.01
BONE 458068.77 29406.25 428662.5 28359.91 429708.9
BULUKUMBA 116427.04 2956.71 113470.3 2907.55 113519.5
ENREKANG 184834.01 47825.76 137008.3 41570.36 143263.7
GOWA 180460.92 34221.34 146239.6 27144.55 153316.4
JENEPONTO 81856.23 1167.78 80688.45 1095.74 80760.49
KOTA PARE-PARE 9913.59 1031.26 8882.33 1023.23 8890.36
LUWU 305143.72 99181.62 205962.1 79406.06 225737.7
LUWU TIMUR 680581.59 464153.7 216427.9 372941.6 307640
LUWU UTARA 740339.84 514801.8 225538 500413.1 239926.8
MAKASSAR 17371.44 341.03 17030.41 229.14 17142.3
MAROS 144430.83 35210.38 109220.5 33711.95 110718.9
PALOPO 25067.36 7454.13 17613.23 6724.3 18343.06
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN 80141.52 16368.76 63772.76 16182.78 63958.74
PANGKAJENE KEPULAUAN 6010.17 3417.31 2592.86 2414.35 3595.82
PINRANG 188798.2 28875.19 159923 23051.23 165747
SELAYAR 118239.54 39015.3 79224.24 7391.94 110847.6
SIDENRENGRAPPANG 176020.11 44277.32 131742.8 43469.49 132550.6
SINJAI 87739.26 6368.01 81371.25 5901.2 81838.06
SOPPENG 137878.34 26970.21 110908.1 24404.44 113473.9
TAKALAR 56499.37 2519.34 53980.03 1014.73 55484.64
TANATORAJA 204668.86 39224.82 165444 39202.23 165466.6
TORAJA UTARA 121689.7 38293.06 83396.64 33480.69 88209.01
WAJO 263155.41 13136.43 250019 6833.74 256321.7
Sumber : Hasil Analisis GIS Tahun 2018

V-62 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel diatas menunjukkan bahwa variasi tutupan hutan maupun bukan hutan
terjadi disetiap kabupaten dengan kecenderungan berbeda. Pada beberapa
kabupaten, telah terjadi kehilangan atau konversi hutan menjadi peruntukan
lainnya. Begitu pula jika dilihat luas yang terkonversi ke penggunaan lainnya.
Variasi tutupan hutan dapat dilihat ada diagram berikut :

Perubahan Tutupan Hutan 1990 - 2018 di Sulawesi Selatan


600000

500000

400000

300000

200000

100000

0
BANTAENG

LUWU TIMUR

SELAYAR
ENREKANG

KOTA PARE-PARE
LUWU

SIDENRENGRAPPANG

TANATORAJA
MAROS

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

PINRANG
LUWU UTARA

SOPPENG

TORAJA UTARA
BARRU

GOWA
BONE

PANGKAJENE KEPULAUAN
PALOPO
JENEPONTO

SINJAI

TAKALAR

WAJO
BULUKUMBA

MAKASSAR

HUTAN 1990 HUTAN 2018

Gambar 5.24. Diagram Variasi Tutupan Hutan


Berdasarkan grafik diatas, terdapat beberapa wilayah yang memiliki luas hutan
yang luas juga mengalami konversi menjadi tutupan lain yang luas pula.
Sebaliknya, pada kabupaten yang memiliki lahan hutan yang kecil juga
mengalami konversi menjadi tutupan bukan hutan atau yang disebut dengan
deforestasi. Pada kabupaten yang hanya memiliki luas hutan kecil dan mengalami
deforestasi yang kelihatannya kecil, sebenarnya lebih berbahaya karena
kabupaten tersebut hanya mempunyai cadangan tutupan hutan kecil. Dalam
penentuan kerawanan deforestasi, biasanya wilayah atau kabupaten seperti ini

V-63 | K L H S R P J M D S U L S E L
masuk dalam kategori rawan. Apalagi jika deforestasi tersebut terjadi pada
periode sekarang.

Untuk perubahan tutupan bukan hutan pada setiap kabupaten dapat dilihat pada
grafik dibawah ini:

Perubahan Tutupan Non Hutan 1990 - 2018 Sulawesi


Selatan
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
BULUKUMBA

GOWA
BARRU

KOTA PARE-PARE

PALOPO
LUWU TIMUR

PINRANG

TAKALAR

WAJO
TANATORAJA
JENEPONTO

SINJAI

TORAJA UTARA
LUWU

LUWU UTARA

PANGKAJENE KEPULAUAN

SELAYAR

SOPPENG
BANTAENG

BONE

MAKASSAR
MAROS
ENREKANG

SIDENRENGRAPPANG
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

Non Hutan 1990 Non Hutan 2018

Gambar 5.25. Diagram Variasi Tutupan Hutan

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat perubahan tutupan non hutan


khususnya yang terjadi di Kabupaten Bone dan Luwu Timur. Di Kabupaten Bone,
tidak terjadi perbedaan yang signifikan perubahan tutupan bukan hutan dari
periode 1990 hingga 2018. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan tutupan hutan
yang dimiliki, maka luasan hutan cenderung kecil disbanding dengan tutupan
bukan hutan. Di kabupaten Luwu Timur dapat dilihat perubahan tutupan bukan
hutan meningkat sangat signifikan dari tahun 1990 hingga 2018 yang juga berarti
bahwa terjadi deforestasi yang besar pula.

V-64 | K L H S R P J M D S U L S E L
Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan efisiensi pemanfaatan
sumberdaya alam di Sulawesi Selatan. Hutan merupakan sumber pelestarian
flasma nutfah, sumber air, penghasil oksigen dan manfaat lainnya. Penutupan
lahan ini juga berhubungan dengan arah pemanfaatan lahan yang mendukung
kebutuhan dan aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Dalam
dokumen KLHS ini dibahas beberapa hal terkait dengan potensi sumber daya
alam, pemanfaatan dan pengelolaannya pada beberapa sektor di setiap kabupaten
di Sulawesi Selatan. Potensi sumber daya alam yang secara umum tidak
terbarukan sangat penting untuk diatur dan di manage lebih hati-hati dan
terencana. Selain itu, upaya memunculkan atau pun memanfaatkan sumber daya
alam konversi juga menjadi penting.

Dalam beberapa tujuan dan indikator Pembangunan Berkelanjutan dapat


dilihat beberapa tujuan yang mencakup sumber daya alam, keairan, kelautan, dan
kehutanan serta lingkungan. Untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (15)
yakni melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan
ekosistem daratan, mengelola hutan secara Lestari, menghentikan penggurunan,
memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman
hayati diatur beberapa indikator yang mengukur potensi, bussines as usual (BAU)
periode tertentu hingga capaian, gap serta proyeksi beberapa tahun ke depan.
Indikator seperti proporsi tutupan hutan terhadap luas lahan keseluruhan, jumlah
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), proporsi luas lahan kritis yang direhabilitasi
terhadap luas lahan keseluruhan, dan dokumen rencana pemanfaatan
keanekaragaman hayati.
Penilaian ini membahas rencana pemanfaatansumber daya alam yang efektif yang
juga menunjukkan kondisi eksisiting saat ini.
Dokumen KLHS terkait RPJMD Sulawesi Selatan diharapkan mampu
memperlihatkan dan menjadi paying dalam pembuatan kegiatan dan program
kerja yang secara optimal mengontrol pemanfaatan sumber daya alam yang
efektif serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan.

V-65 | K L H S R P J M D S U L S E L
E. Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim
Kerentanan adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi
kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya
atau ancaman bencana. Kerentanan (vulnerability) juga didefinisikan sebagai
derajat atau tingkat kemudahan terkena atau ketidakmampuan untuk menghadapi
dampak buruk dari perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan iklim
esktrim (Kljk, 2016). Tinggi rendahnya tingkat kerentanan ini ditentukan oleh
tingkat sensitivitas, tingkat keterpaparan dan kemampuan adaptasi. Tingkat
kerentanan suatu wilayah akan menentukan tingkat risiko bencana wilayah
tersebut sehingga dalam proses perencanaan suatu wilayah dibutuhkan suatu
kajian terkait risiko bencana yang ditentukan oleh tingkat kerentanannya.

Kerentanan suatu wilayah berhubungan langsung dengan bagaimana suatu


wilayah dapat beradaptasi terhadap tantangan perubahan iklim. Kajian risiko
tersebut jika diintegrasikan dalam perencanaan wilayah dapat membantu
menjaga kualitas lingkungan, kehidupan masyarakat dan keberlanjutan
pengelolaan wilayah itu sendiri. Sampai saat ini, kajian risiko bencana telah
banyak dikembangkan oleh berbagai peneliti dan telah diintegrasikan dengan
aspek penataan ruang. Namun metode yang ada masih kurang dapat diterapkan
ke semua sektor wilayah. Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan telah
dilakukan kajian risiko perubahan iklim terkait bencana di kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung yang memiliki karakteristik wilayah berupa
kawasan konservasi (perlindungan keanekaragaman hayati) dan menjadi daerah
penyangga bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Kegiatan kajian ini
didukung oleh United Nation Development Program atau UNDP dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Universitas Hasanuddin di tahun 2016.

Selain itu, Kajian risiko bencana Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011
telah mengidentifikasi potensi bencana yang kemungkinan terjadi. Identifikasi
tersebut meliputi 11 jenis potensi bencana, yaitu bencana banjir, kekeringan,
cuaca ekstrim, tanah longsor, gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi,

V-66 | K L H S R P J M D S U L S E L
kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, konflik sosial, tsunami serta
kebakaran hutan danlahan. Bencana-bencana berpotensi terjadi tersebut perlu
ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan pengkajian risiko bencana tahun 2016
hingga 2020. Peninjauan tersebut dikarenakan terdapat perubahan data dan
sinkronisasi dengan data konkrit daerah Provinsi Sulawesi Selatan terkini yang
disesuaikan dengan pedoman umum pengkajian risiko bencana dan referensi
pedoman darikementerian/lembaga di tingkat nasional. Selain itu, penyesuaian
diperlukan terkait penamaan bencana dan lingkup kajian bencana didasarkan
pada kerangka acuan kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Indikator utama yang perlu diketahui dalam pengkajian tingkat risiko


bencana adalah ancaman bencana, penduduk di daerah terancam, kerugian yang
ditimbulkan, kapasitas pemerintah maupun masyarakat, dan kecendrungan
kejadian bencana. Ancaman atau bahaya tidak akan menjadi bencana apabila
kejadian tersebut tidak menimbulkan kerugian fisik maupun korban jiwa. Begitu
juga jika kapasitas suatu daerah cukup tinggi, maka ancaman bencana juga tidak
akan berubah menjadi bencana. Secara teknis, bencana terjadi karena adanya
ancaman dan kerentanan yang bekerjasama secara sistematis serta dipicu oleh
faktor-faktor luar sehingga menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi
muncul ke permukaan sebagai ancaman nyata. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengkajian yang mendalam terhadap risiko yang berkemungkinan timbul dari
setiap jenis ancaman bencana yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi.

Pengkajian risiko bencana dilakukan terhadap komponen bahaya,


kerentanan dan kapasitas. Komponen ini digunakan untuk memperoleh tingkat
risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi penduduk terpapar,
kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Selain tingkat risiko, kajian
risiko mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada
suatu kawasan. Kajian dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar
yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana.
Di tingkat masyarakat hasil pengkajian dapat dijadikan dasar yang kuat dalam
perencanaan upaya pengurangan risiko bencana.

V-67 | K L H S R P J M D S U L S E L
Risiko terhadap penyimpangan merupakan fungsi dari tingkat kerentanan
dan peluang terjadinyan bencana iklim. Peluang terjadinya bencana iklim
diformulasikan berdasar peluang terjadinya curah hujan melebihi batas tertentu
(untuk bencana banjir) atau peluang curah hujan di bawah nilai tertentu (untuk
bencana kekeringan). Untuk memudahkan dalam memahami tingkat risiko ini
selanjutnya dikategorikan menjadi 9 kelompok seperti disajikan pada Gambar
5.26.

Gambar 5.26. Kategorisasi Risiko Iklim Berdasar Tingkat Kerentanan dan Peluang Bencana Iklim

Secara umum ada 4 tahap perhitungan untuk menentukan kelas kerentana dan
risiko iklim, yaitu :
1. Praproses : tahapan untuk memberikan kode diskret serta normalisasi peubah
atau indicator yang dipergunakan sebelum dimasukkan ke dalam Penghitungan
indek. Pemberian kode diskret adalah untuk beberapa indikator, seperti
misalnya indikator pendidikan, jenis mata pencaharian, jenis permukaan jalan,
dsb. Normalisasi dilakukan pada beberapa indikator, misalnya jumlah KK
yang ada di bantaran sungai dibagi (dinormalisasi) dengan jumlah KK,
indikator luas area sawah dengan luas area Pertanian, dsb.
2. Penghitungan nilai SEI (Sensitivity and Exposure Index), atau IKS (Indek
Keterpaparan dan Sensitifitas), dan nilai ACI (Adaptive Capacity Index) atau
IKA (Indek Kapasitas Adaptif) : Nilai IKS dan IKA merupakan jumlah
terboboti dari semua indikator yang sudah dinormalisasi tersebut di atas. Nilai
bobot dapat ditentukan secara subyektif oleh penggua maupun menggunakan
default yang sudah ada di dalam sistem.

V-68 | K L H S R P J M D S U L S E L
3. Penentuan Kelas Kerentanan : Kelas kerentanan sebagai fungsi dari IKA dan
IKS yang sudah dikonversi ke interval [-0.5,0.5]. Dalam hal ini ada 5 kelas
yang didasarkan pada level IKA dan IKS (Low, Medium, ataupun High), yaitu
(seperti disajikan pada Gambar 5.26):
Kuadran 1 (Veri Low) : ACI High, SEI Low

Kuadran 2 (High) : ACI High, SEI High

Kuadran 3 (Moderat)) : ACI Medium, SEI Medium

Kuadran 4 (Low) : ACI Low, SEI Low

Kuadran 5 (Very High) : ACI Low, SEI High

4. Penentuan Kelas Risiko Iklim: Kelas risiko iklim ditentukan berdasar kelas
kerentanan dan peluang terjadinya penyimpangan iklim (curah hujan). Dalam
hal ini ada dua jenis kelas risiko iklim, yaitu untuk banjir dan kekeringan. Nilai
peluang hujan mencapai (melebihi batas tertentu untuk banjir atau kurang dari
batas tertentu untuk kekeringan) dibagi menjadi 5 kelas, sehingga akan
diperoleh matrik 5x5 (5 dari kelas kerentanan dan 5 dari kelas peluang).
Selanjutnya 25 sel dalam matriks tersebut dikelompokkan menjadi 9 kelas
risiko iklim seperti diperlihatkan pada Gambar 5.26.

Kondisi iklim Provinsi Sulawesi Selatan dilihat berdasarkan pengamatan


di tiga Stasiun Klimatologi (Maros, Hasanuddin dan Maritim Paotere) selama
tahun 2013 rata-rata suhu udara 27,3⁰C di Kota Makassar dan sekitarnya tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Suhu udara maksimum di stasiun
klimatologi Hasanuddin 29,8⁰ C dan suhu minimum 23,4⁰ C. Dilihat dari kondisi
topografi dan iklim, Provinsi Sulawesi Selatan menyimpan potensi bahaya tanah
longsor, kebakaran hutan dan lahan, banjir, banjir bandang, kekeringan dan
cuaca ekstrim. Melihat potensi bahaya yang beragam tersebut, maka Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan perlu melakukan upaya pengurangan risiko terhadap
potensi bahaya tersebut. Hal itu dilakukan untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan jika bahaya yang berpotensi tersebut berubah menjadi bencana.

V-69 | K L H S R P J M D S U L S E L
Pengkajian risiko bencana dilaksanakan dengan melakukan identifikasi,
klasifikasi, dan evaluasi risiko melalui beberapa langkah yaitu:

1. Pengkajian Bahaya
Pengkajian bahaya dimaknai sebagai cara untuk memahami unsur-unsur
bahaya yang berisiko bagi daerah dan masyarakat. Karakter-karakter bahaya
pada suatu daerah dan masyarakatnya berbeda dengan daerah dan masyarakat
lain. Pengkajian karakter bahaya dilakukan sesuai tingkatan yang diperlukan
dengan mengidentifikasikan unsur-unsur berisiko oleh berbagai bahaya di
lokasi tertentu.
2. Pengkajian Kerentanan
Pengkajian kerentanan dapat dilakukan dengan menganalisa kondisi dan
karakteristik suatu masyarakat dan lokasi penghidupan mereka untuk
menentukan faktor-faktor yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat
dalam menghadapi bencana. Kerentanan dapat ditentukan dengan mengkaji
aspek keamanan lokasi penghidupan mereka atau kondisi-kondisi yang
diakibatkan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup yang bisa meningkatkan kerawanan suatu masyarakat
terhadap bahaya dan dampak bencana.
3. Pengkajian Kapasitas
Pengkajian kapasitas dilakukan dengan mengidentifikasikan status
kemampuan individu, masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah
dan aktor lain dalam menangani bahaya dengan sumber daya yang tersedia
untuk melakukan tindakan pencegahan, mitigasi, dan mempersiapkan
penanganan darurat, serta menangani kerentanan yang ada dengan kapasitas
yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
4. Pengkajian dan Pemeringkatan Risiko
Pengkajian dan pemeringkatan risiko merupakan pengemasan hasil
pengkajian bahaya, kerentanan, dan kemampuan/ketahanan suatu daerah

V-70 | K L H S R P J M D S U L S E L
terhadap bencana untuk menentukan skala prioritas tindakan yang dibuat
dalam bentuk rencana kerja dan rekomendasi guna meredam risiko bencana.
Pemetaan risiko bencana dilakukan untuk menggambarkan tingkat risiko
bencana suatu daerah secara visual berdasarkan kajian risiko bencana daerah.
Pemetaan risiko bencana disusun untuk seluruh jenis bencana yang berpotensi
terjadi di daerah. Metode penghitungan dan data yang dibutuhkan untuk
menghitung berbagai indeks akan berbeda untuk setiap jenis bahaya. Metode yang
digunakan dalam pemetaan risiko bencana dapat dilihat pada Gambar 5.27.

Gambar 5.27. Metode Pemetaan Risiko Bencana

V-71 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.27. memperlihatkan bahwa peta risiko dihasilkan berdasarkan
peta bahaya, peta kerentanan dan peta kapasitas. Sedangkan kajian dihasilkan
berdasarkan tingkat yang diturunkan dari peta-peta tersebut. Peta bahaya
menghasilkan tingkat bahaya, peta kerentanan menghasilkan tingkat kerentanan,
dan peta kapasitas menghasilkan tingkat kapasitas. Tingkat-tingkat yang
dihasilkan tersebut digunakan dalam pengkajian risiko bencana hingga
menghasilkan kebijakan dalam rencana penanggulangan bencana daerah.
Mekanisme penyusunan peta risiko bencana saling terkait dengan mekanisme
penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB). Peta risiko bencana
menghasilkan landasan penentuan tingkat risiko bencana yang merupakan salah
satu komponen capaian Dokumen KRB. Selain itu, Dokumen KRB juga
menyajikan kebijakan minimum penanggulangan bencana daerah yang ditujukan
untuk mengurangi jumlah penduduk terpapar, kerugian harta benda, dan
kerusakan lingkungan.

Penyusunan peta risiko bencana untuk tiap-tiap bencana yang mengancam


suatu daerah melalui visualisasi hasil peta yang telah diperhalus untuk lebih
menjelaskan analisa tingkat risiko bencana. Gambaran sebaran risiko untuk
setiap wilayah terdampak bencana di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat
pada Gambar 2.28.Peta Risiko Multi Bahaya di Provinsi Sulawesi Selatan.
Penyusunan peta risiko multi bahaya dilakukan untuk mengetahui wilayah-
wilayah yang rawan terhadap bencana. Penentuan peta risiko multi bahaya
dimaksudkan untuk mengetahui risiko yang berpotensi menimbulkan dampak
(luas bahaya terdampak, kerugian fisik, ekonomi, kerusakan lingkungan, dan
kapasitas daerah) jika berbagai jenis bencana terjadi. Gambaran tersebut dimuat
secara keseluruhan dari potensi bencana di Provinsi Sulawesi Selatan. Peta
Risiko multi bahaya dihasilkan berdasarkan penjumlahan dari indeks-indeks
risiko masing-masing bahaya. Penjumlahan tersebut berdasarkan faktor-faktor
pembobotan dari masing-masing bahaya.

Pemetaan risiko multi bahaya dimaksudkan untuk mengetahui wilayah-


wilayah yang rawan terhadap berbagai bencana, khususnya wilayah yang

V-72 | K L H S R P J M D S U L S E L
memiliki kelas multi bahaya tinggi di Provinsi Sulawesi Selatan. Pemetaan risiko
multi bahaya di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada peta di bawah ini.

Gambar 5.28. Peta Risiko Multi Bahaya di Provinsi Sulawesi Selatan

V-73 | K L H S R P J M D S U L S E L
Salah satu dokumen yang dapat digunakan dalam kajian muatan KLHS
RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan khususnya terkait aspek kerentanan wilayah
terhadap perubahan iklim ini adalah Buku Sistem Informasi Data Indeks
Kerawanan (SIDIK). Latar belakang pembuatan SIDIK ini adalah karena
Pemerintah Indonesia memandang konsep yang terintegrasi antara mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim sebagai upaya dalam membangun ketahanan dan
pengamanan terhadap banjir, ketersediaan air, dan sumber energi, dan telah
melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi
Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang terdiri dari kerangka kerja
untuk inisiatif adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam Rencana
Pembangunan Nasional.

Dengan pemahaman bahwa membangun ketahanan membutuhkan proses


yang panjang, biaya adaptasi perubahan iklim Indonesia akan terus bertambah.
Oleh karena itu, tujuan adaptasi Indonesia adalah untuk mempertahankan
ekonomi masyarakat yang kuat, untuk menjamin keamanan pangan, serta untuk
melindungi mata pencaharian dan kesejahteraan rakyat dengan membangun
ketahanan bagi masyarakat yang terkena dampak serta ketahanan sektor seperti
ketahanan ekosistem, ekonomi dan sistem penghidupan. Tindakan adaptasi akan
diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kapasitas ketahanan dalam mengatasi dampak perubahan iklim.

Tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim ditentukan oleh indikator-


indikator yang mempengaruhi keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptasi
suatu sistem. Ketiga faktor tersebut berubah menurut waktu sejalan dengan
dilaksanakannya kegiatan pembangunan dan upaya-upaya adaptasi. Tingkat
keterpaparan dan tingkat sensitivitas dapat dicerminkan oleh kondisi biofisik dan
lingkungan, serta kondisi sosial-ekonomi.

Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan terhadap Perubahan Iklim ini


menyajikan data dan informasi kerentanan dengan satuan unit desa di seluruh
Indonesia. Saat ini SIDIK memanfaatkan data sosial ekonomi, demografi,
geografi, dan lingkungan infrastruktur dari Pendataan Potensi Desa (PODES).

V-74 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi kerentanan perubahan iklim
untuk mendukung kebijakan pembangunan oleh pemerintah pusat dan
daerah dalam upaya perencanaan adaptasi serta pengurangan resiko dan
dampak perubahan iklim. Di bawah ini adalah bagan proses input dan output
untuk mendapatkan indeks kerentanan suatu wilayah.

Gambar 5.29. Proses Input Dan Output Indeks Kerentanan

Hasil dari proses di atas, maka diperoleh bahwa dari total desa di Indonesia
yaitu 77.961 terdapat desa yang masuk kategori Sangat Rentan sejumlah 2.507
(3%), dan kategori Rentan sejumlah 2.433 (3%). Desa yang masuk kategori
cukup rentan sejumlah 31.875 (41%). Sedangkan desa yang masuk kategori
agak rentan sejumlah 32.999 (42%) dan tidak rentan sejumlah 8.146 (8%).
Berdasarkan distribusinya maka pada provinsi tertentu wilayah yang rentan dan
sangat rentan sangat mendominasi dengan persentase lebih dari 50 % seperti di
Provinsi Papua. Daerah Sulawesi Selatan relatif didominasi Indeks yang agak
rentan hingga rentan. (Tanda Panah Merah)

V-75 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.30. Persentase Jumlah Kerentanan Desa
berdasarkan Indeks Kerentanan Perubahan Iklim per Provinsi

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di posisi geografis ( 0ºLS-8ºLS dan


118º-122ºBT ). Luas wilayah seluas 62.482,54 km² dengan jumlah penduduk
sampai pada tahun 2010 sebanyak 2.635.009 jiwa. Beberapa hasil sumberdaya
alam diantaranya komoditi kakao. Produk pertambangan utama adalah nikel dan
semen.

Berdasarkan perhitungan kerentanan menggunakan SIDIK maka pada


Provinsi Sulawesi Selatan termasuk kategori daerah yang relatif rentan. Gambar
berikut merupakan persentase kerentanan provinsi Sulawesi Selatan. Dari data
PODES tahun 2011, jumlah total desa yang ada di Sulawesi Selatan 2982 di 24
kabupaten/kota. Faktor kerentanan ini sangat diperoleh oleh kondisi fisik suatu
wilayah baik itu luas daerah maupun kondisi topografinya. Kabupaten dengan
jumlah total desa terbanyak adalah Kabupaten Bone sebanyak 372 desa namun
jumlah desa terbanyak yang memiliki desa sangat rentan adalah Kabupaten
Luwu dengan jumlah desa yang sangat rentan yaitu 29 desa disusul Kabupaten
Toraja Utara 14 disusul Kabupaten Bone sebanyak 8 desa. Di bawah ini

V-76 | K L H S R P J M D S U L S E L
deskripsi hasil analisis SIDIK khusus untuk daerah Sulawesi Selatan dalam
bentuk grafik dan table untuk setiap kabupaten/kota.

Gambar 5.31. Persentase Kerentanan Desa Provinsi Sulawesi Selatan


Tabel 5.27. Jumlah Desa yang Rentan Di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Kerentanan Total


No Kabupaten
1 2 3 4 5 Desa
1 Bantaeng 3 53 10 1 67
2 Barru 1 45 8 54
3 Bone 21 251 92 8 372
4 Bulukumba 17 80 26 3 126
5 Enrekang 12 109 8 129
6 Gowa 6 80 80 1 167
7 Jeneponto 14 79 20 113
8 Kota Makassar 53 6 78 6 143
9 Kota Palopo 5 30 13 48
10 Kota Pare-Pare 7 3 12 22
11 Luwu 12 130 56 29 227
12 Luwu Timur 12 52 46 1 1 112
13 Luwu Utara 16 98 58 1 3 176
14 Maros 7 65 27 1 3 103

V-77 | K L H S R P J M D S U L S E L
15 Pangkajene Dan 3 47 50 3 103
Kepulauan
16 Pinrang 13 28 63 104
17 Selayar 18 53 10 81
18 Sidenreng Rappang 10 64 32 106
19 Sinjai 5 60 15 80
20 Soppeng 9 56 5 70
21 Takalar 13 64 16 93
22 Tana Toraja 5 114 36 4 159
23 Toraja Utara 5 82 50 14 151
24 Wajo 6 135 35 176
Jumlah 273 1784 846 9 70 2982

Secara umum dari Peta Indeks Keretanan Perubahan Iklim (SIDIK), dapat
diamati bahwa desa di Sulawesi didominasi dengan status rentan (2) sebanyak
1784 desa dan status agak rentan (3) sebanyak 846 dari total 2982 desa. Secara
visual desa dengan warna merah dominan berada di Kabupaten Luwu, Tana
Toraja dan Kabupaten Bone. Distribusi spasial dengan tingkat kerentanan 5
klaster yaitu tidak rentan (1), rentan (2), agak rentan (3), cukup rentan (4) dan
sangat rentan (5) dapat dilihat pada peta indeks kerentanan desa khusus untuk
Sulawesi Selatan di bawah ini.

V-78 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 3.32. Peta SIDIK Provinsi Sulawesi Selatan

F. Potensi Keanekaragaman Hayati (KEHATI)


Keanekaragaman Hayati Dapat Diterjemahkan Sebagai Semua Makluk
Yang Hidup Di Bumi, Termasuk Semua Spesies Tumbuhan, Binatang Dan
Mikroba. Spesies-Spesies Didalam Keanekaragaman Hayati Saling Berhubungan
Dan Membutuhkan Satu Dengan Yang Lainnya Untuk Tumbuh Dan Berkembang
Sehingga Membentuk Suatu Sistem Kehidupan. Para Ilmuwan Sepakat
Mengelompokkan Keanekaragaman Hayati Menjadi Tiga Kategori, Yaitu
Keanekaragaman Ekosistem, Spesies, Dan Genetika. Keanekaragaman Hayati
Merupakan Komponen Penting Dalam Keberlangsungan Bumi Dan Isinya,

V-79 | K L H S R P J M D S U L S E L
Termasuk Eksistensi Manusia. Berbagai Jasa Dan Layanan Keanekaragaman
Hayati Sudah Dimanfaatkan Sejak Manusia Ada, Mulai Dari Sebagai Sumber
Pangan, Obat-Obatan, Energi Dan Sandang, Jasa Penyedia Air Dan Udara Bersih,
Perlindungan Dari Bencana Alam, Hingga Regulasi Iklim. Keanekaragaman
Hayati Juga Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Umum Untuk Perkembangan Sosial,
Budaya Dan Ekonomi.

Pemeliharaan Proporsi Yang Signifikan Dari Keanekaragaman Hayati


Dunia Saat Ini Hanya Tampak Layak Dengan Memelihara Organisme Di Alam
Liar Mereka Dan Dalam Jangkauan Yang Ada (Mcneely Et Al., 1990; WCMC,
1992). Dengan Kawasan Lindung Berada Di Garis Depan Upaya Untuk
Melestarikan Keanekaragaman Hayati (Wells Dan Brandon, 1992), Komisi Dunia
Untuk Lingkungan Dan Pembangunan (1987) Mengusulkan Untuk
Mempertahankan 12% Permukaan Terestrial, Mewakili Semua Jenis Bioma.
Angka Ini Mungkin Mewakili Minimum (Untuk Diskusi Lebih Rinci Lihat
Myers, 1983; Noss Dan Cooperrider, 1994), Karena Sebagian Besar Kawasan
Lindung Saat Ini Menghadapi Penggunaan Manusia Sedang Hingga Tinggi
(IUCN, 1992; WCMC, 1992) Dan Terpapar Pada Pengaruh , Misalnya, Hujan
Asam Transborder, Pengendapan Nitrogen Troposfer, Atau Perubahan Dalam
Komposisi Atmosfer Dan Iklim (Ehrlich, 1988; Chapin Et Al., 1997). Selain Itu,
Beberapa Kawasan Lindung Hanya Sisa-Sisa Kecil Habitat, Tidak Cukup Besar
Untuk Mempertahankan Semua Spesies Yang Terjadi, Sementara Yang Lain
Tidak Cukup Dikelola Dengan Baik Untuk Mencapai Tujuan Konservasi (Noss
Dan Cooperrider, 1994; Ceballos-Lascura'in, 1996). Namun Demikian,
Melestarikan Traktat Habitat Yang Lebih Luas Tampaknya Sulit Secara Politik
Pada Saat Ini Karena Tidak Adanya Peluang Menghasilkan Pendapatan Yang
Dapat Dipraktekkan Dan Berkelanjutan. Secara Keseluruhan, Konsep Kawasan
Lindung Mungkin Merupakan Respons Yang Diperlukan Pada Saat Hilangnya
Habitat Yang Merajalela, Tetapi Tidak Membahas Penyebab Fundamental
Ekonomi Dan Sosial Dari Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati. Batasan
Yang Masuk Dengan Perlindungan Bahkan Dapat Menunjukkan Bahwa Daerah
Sekitarnya Bebas Untuk Eksploitasi (Mcneely Et Al., 1990). Oleh Karena Itu,

V-80 | K L H S R P J M D S U L S E L
Perlindungan Keanekaragaman Hayati 'Hot Spots' Adalah Kondisi Yang
Diperlukan Tetapi Tidak Cukup Untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati Di
Bawah Tujuan Kebijakan Keberlanjutan Yang Kuat.

Ecoregional Conservation Assessment (ECA) Atau Pengkajian Konservasi


Ekoregional (PKE) - Adalah Suatu Analisis Sistematis Dan Komprehensif
Mengenai Berbagai Kebutuhan Dan Peluang Untuk Melakukan Konservasi Di
Suatu Wilayah Yang Batas-Batasnya Ditentukan Oleh Batas Alami Yang Disebut
Ekoregion. Suatu Ekoregion Adalah Wilayah Daratan Dan Perairan Yang Luas,
Di Dalamnya Terdapat Berbagai Komunitas Alami Yang Khas Secara Geografis,
Yang Sebagian Besar Spesies Anggotanya Pada Dasarnya Hidup Dalam Kondisi
Lingkungan Dan Dinamika Yang Sama.

Pada Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2005 Telah Dilakukan Kajian
Ecoregional Conservation Assessment (ECA) Di Sulawesi. Dalam Pengkajian
Ekoregion Ini, Satwa Dan Tumbuhan Asli Serta Komunitas Alami Di Sulawesi
Dinilai Dalam Konteks Kondisi Sosialekonomi Masyarakat Dan Arah
Kecenderungan Pembangunan Untuk Mengidentifikasi Wilayah-Wilayah Yang
Paling Penting Dan Paling Menjanjikan Untuk Konservasi Keanekaragaman
Hayati Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Dalamnya.

Salah Satu Aspek Terpenting Dari ECA Sulawesi Adalah Kesesuaiannya


Dengan Usaha Pemerintah Dalam Melakukan Perencanaan Yang Efektif. Dengan
Persetujuan Dan Dukungan Dari BAPPENAS, Tim ECA Bekerja Dengan Para
Perencana Di Pemerintah Daerah Tingkat Kabupaten Dan Propinsi Di Lima
Propinsi Di Sulawesi (Pada Saat Itu). Tujuannya Adalah Untuk Menemukan
Cara-Cara Yang Paling Efektif Untuk Mengelola Sumber Daya Alam,
Melestarikan Keanekaragaman Hayati Dan Mendukung Kehidupan Masyarakat
Yang Sehat. Karena Aksi Konservasi Harus Diselaraskan Dengan Berbagai
Bentuk Pemanfaatan Lahan Dan Kegiatan Pembangunan Lainnya, Bagaimana
Kita Dapat Menetapkan Target Konservasi Sehingga Manfaat Yang Diperoleh
Paling Besar Bagi Semua Komponen Yang Penting Tersebut? Dengan Membuat
Peta Lokasi Terpenting Untuk Aksi Konservasi, Proses ECA Dapat Dijadikan

V-81 | K L H S R P J M D S U L S E L
Sumber Informasi Untuk RTRW Dan Rencana Tata Ruang Lainnya Yang
Disiapkan Oleh Pemerintah. Misalnya, Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur,
Pemerintah Kabupaten Telah Memadukan Lokasi Yang Diidentifikasi Dalam
Proses ECA Ke Dalam Perencanaan Tata Ruang Mereka. Upaya Ini Di Sulawesi
Belum Terlihat Dengan Nyata, Termasuk Di Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengkajian ECA Telah Dapat Mengidentifikasi 21 Lokasi Lokasi Yang


Memiliki Kepentingan Keanekaragaman Hayati Di Sulawesi Selatan, Mulai Dari
Yang Terluas Area Utama Untuk Endemik Air Tawar. Danau-Danau Cukup Utuh,
Dikelilingi Oleh Hutan-Hutan Berkualitas Tinggi, Termasuk Sebagian Dari Satu-
Satunya Dataran Rendah Yang Tersisa Di Sulawesi. Tidak Diinventarisasi
Dengan Baik, Tetapi Kemungkinan Besar Untuk Belukar Yang Besar (Key Area
For Freshwater Endemics. Lakes Are Reasonably Intact, Surrounded By Large
Tracts Of High-Quality Forests, Including Some Of The Only Lowland Old-
Growth Left On Sulawesi. Poorly Inventoried, But Likely Haven For Large
Verts.) Sampai Dengan Yang Tersempit Sisa Hutan Pantai Yang Baik Di Daerah
Tersebut. Konektivitas Ke Selat Makassar (Only Decent Coastal Forests In The
Area. Connectivity To Makassar Straits). Tabel 5.28, Menggambarkan Lokasi
Dengan Kepentingan Keanekaragaman Hayati Sulawesi Selatan, Dan Gambar
5.33Menunjukan Penyebarannya Secara Spasial.

Tabel 5.28. Lokasi Dengan Kepentingan Keanekaragaman Hayati


di Sulawesi Selatan.
KEANEKARAGAMAN Sum of
No. BIODIVERSITY
HAYATI LUASHA
1 Only decent coastal forests in the Sisa hutan pantai yang baik di
area. Connectivity to Makassar daerah tersebut. Konektivitas ke 2,22
Straits Selat Makassar
2 Lowland forest in old-growth and Hutan dataran rendah
good condition pertumbuhan-tua dan kondisi 1.352,19
baik
3 An island of hi-quality upland Sebuah pulau hutan dataran
forest in an otherwise degraded tinggi berkualitas tinggi di 4.776,60
area. Headwaters of Sadang and daerah yang sebaliknya

V-82 | K L H S R P J M D S U L S E L
KEANEKARAGAMAN Sum of
No. BIODIVERSITY
HAYATI LUASHA
Masupu rivers. Provides a terdegradasi. Hulu sungai
stepping stone between central Sadang dan Masupu.
Sulawesi and the southern arm. Menyediakan batu loncatan
antara Sulawesi tengah dan
lengan selatan.
4 Fragments of decent forest. Fragmen hutan yang kondisi
baik. 8.468,37
5 Fragments of decent forest at Fragmen hutan yang layak
south end of SulSel dipertahankan di ujung selatan 8.907,69
SulSel
6 Smaller karst area Lokasi karst kecil kecil
13.732,05
7 Forested karst area--laregest and Kawasan karst yang dihutankan
most intact lowland forests in hutan - hutan dataran rendah 13.918,20
SulSel laregest dan paling utuh di
SulSel
8 Existing nature reserve Kawasan suaka alam yang telah
ditetapkan 17.956,43
9 Remaining mangroves connected Hutan bakau yang tersisa
to good forests and completing terhubung dengan hutan yang 20.639,67
Poso-Bone connection. baik dan melengkapi koneksi
Poso-Bone.
10 Fragments of decent upland forest Fragmen hutan dataran tinggi
yang unik 24.360,29
11 A complete watershed system, Sistem DAS yang lengkap,
with coral reefs offshore and dengan terumbu karang di lepas 65.977,27
reasonably intact forests pantai dan hutan yang cukup
throughout the watershed. utuh di seluruh DAS.
12 Lowland and river system up to Dataran rendah dan sistem
Gn. Kambuna, including Sumpang sungai hingga Gn. Kambuna, 70.710,54
Karama & Pasang Kayu rivers termasuk sungai Sumpang
Karama & Pasang Kayu
13 Existing high-quality nature Keberadaan cagar alam
reserve at Faruhumpenai, forests berkualitas tinggi di 82.534,11
buffer east side of Lake Poso. Faruhumpenai, hutan
Includes good lowland fragments. penyangga sisi timur Danau
Poso-Bone connectivity. Poso. Termasuk fragmen
dataran rendah yang baik.
Konektivitas Poso-Bone.
14 Unique watershed, high-quality DAS unik, hutan dataran tinggi
upland forests berkualitas tinggi 94.671,38
15 Gn. Quarles is where Mountain Gn. Quarles adalah tempat anoa
anoa was described. River Gunung digambarkan. Koridor 103.335,64
corridor and high quality montane sungai dan habitat pegunungan
habitat, plus patches of good berkualitas tinggi, ditambah
lowland forest. Connectivity to patch hutan dataran rendah
Makassar Straits. yang baik. Konektivitas ke
Selat Makassar.

V-83 | K L H S R P J M D S U L S E L
KEANEKARAGAMAN Sum of
No. BIODIVERSITY
HAYATI LUASHA
16 High quality upland forests Hutan dataran tinggi berkualitas
buffering entire west side of Lake tinggi menyangga seluruh sisi 124.148,08
Poso, including old growth. Anoa barat Danau Poso, termasuk
present. Connectivity both N-S pertumbuhan tua. Anoa hadir.
between Tl. Poso & Tl Bone, and Konektivitas kedua N-S antara
E-W between LLNP and Lake Tl. Poso & Tl Bone, dan E-W
Poso. antara LLNP dan Danau Poso.
17 Lowlands, river corridor, good Dataran rendah, koridor sungai,
remaining patch of mangroves at sisa hutan bakau yang tersisa di 138.369,69
coast pantai
18 Small island of decent forest. Hutan khas tersebar dalam
kelompok kelompok kecil 176.217,07
19 Karst and lowland forest Karst dan hutan dataran rendah
236.513,53
20 Best forest left in Southern arm. Hutan terbaik tersisa di lengan
Upland old-growth, anoa. Selatan. Pertumbuhan tua 267.575,95
dataran tinggi, anoa.
21 Key area for freshwater endemics. Area utama untuk endemik air
Lakes are reasonably intact, tawar. Danau-danau cukup 302.660,45
surrounded by large tracts of high- utuh, dikelilingi oleh hutan-
quality forests, including some of hutan berkualitas tinggi,
the only lowland old-growth left termasuk sebagian dari satu-
on Sulawesi. Poorly inventoried, satunya dataran rendah yang
but likely haven for large verts. tersisa di Sulawesi. Tidak
diinventarisasi dengan baik,
tetapi kemungkinan besar untuk
belukar yang besar.
Grand Total 1.776.827,43

V-84 | K L H S R P J M D S U L S E L
V-85 | K L H S R P J M D S U L S E L
Gambar 5.34. Sebaran Lokasi dengan Kepentingan Keanekaragaman Hayati
di Sulawesi Selatan.

V-86 | K L H S R P J M D S U L S E L
Penebangan pohon bernilai ekonomis secara berlebihan akan menyebabkan rusaknya
eksositem yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati,
termasuk di dalamnya adalah jenis jenis endemik. Kondisi ini terjadi pula di Sulawesi
Selatan yang seharusnya dapat dihindari bila perencanaan wilayahnya dilakukan
dengan benar, minimal dengan memperhatikan kawasan kawasan yang telah
ditetapkan sebagai kawasan konsevasi dan kawasan hutan lindung. Pada Gambar 5.34.
ditampilkan contoh hilangnya jenis endemik di Sulawesi Selatan karena perubahan
fungsi hutan dan eksploitasi berlebihan. Jenis endemik, seperti Agalmyla hanya dapat
ditemukan di lahan kering primer pada gunung yang tinggi, G. Lompobatang dan G.
Latimojong.

Gambar 5.34. Peta Jenis Jenis Endemik di Sulawesi Selatan.

V-87 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kondisi tutupan lahan pada lokasi lokasi dengan kepentingan keaneka ragaman hayati
dapat dilihat pada Tabel 5.29. sebagai berikut.
Tabel 5.29. Kondisi Penutupan/Penggunaan Lahan pada Lokasi dengan
Kepentingan Keanekaragaman Hayati.
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
A complete watershed system, with coral reefs Hutan Lahan Kering Primer 9.472,80
offshore and reasonably intact forests
throughout the watershed.
Hutan Lahan Kering Sekunder 13.948,06
Pemukiman 210,81
Pertanian Lahan Kering 1.473,44
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 34.906,76
Rumput 529,28
Sawah 1.170,27
Semak Belukar 3.333,21
Tanah Terbuka 434,82
Tubuh Air 497,83
An island of hi-quality upland forest in an Hutan Lahan Kering Primer 2.147,71
otherwise degraded area. Headwaters of
Sadang and Masupu rivers. Provides a
stepping stone between central Sulawesi and
the southern arm.

Hutan Lahan Kering Sekunder 43,86


Pertanian Lahan Kering Campur Semak 1.923,79
Sawah 14,81
Semak Belukar 646,44
Best forest left in Southern arm. Upland old- Hutan Lahan Kering Primer 2.499,86
growth, anoa.
Hutan Lahan Kering Sekunder 103.522,06
Hutan Tanaman 2.906,25
Pemukiman 2.039,87
Pertambangan 106,98
Pertanian Lahan Kering 7.939,60
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 59.716,96
Rumput 3.818,03
Sawah 37.942,62
Semak Belukar 42.991,83
Tambak 2.004,22
Tanah Terbuka 1.561,45
Tubuh Air 526,21

V-88 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
Existing high-quality nature reserve at Hutan Lahan Kering Primer 70.909,36
Faruhumpenai, forests buffer east side of Lake
Poso. Includes good lowland fragments.
Poso-Bone connectivity.
Hutan Lahan Kering Sekunder 8.569,61
Pertanian Lahan Kering 153,96
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 1.004,58
Rumput 467,88
Semak Belukar 1.280,58
Tanah Terbuka 148,14
Existing nature reserve Hutan Lahan Kering Primer 10,52
Hutan Lahan Kering Sekunder 6.544,78
Hutan Mangrove Primer 52,35
Hutan Mangrove Sekunder 48,60
Pemukiman 37,34
Perkebunan 261,69
Pertanian Lahan Kering 322,18
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 3.205,37
Rumput 3.881,55
Semak Belukar 3.267,21
Semak Belukar Rawa 16,44
Tambak 129,25
Tanah Terbuka 149,49
Tubuh Air 29,69
Forested karst area--laregest and most intact Hutan Lahan Kering Sekunder 7.868,64
lowland forests in SulSel

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 5.069,37


Sawah 295,07
Semak Belukar 645,56
Tanah Terbuka 39,56
Fragments of decent forest at south end of Pemukiman 168,89
SulSel
Pertanian Lahan Kering 4.783,83
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 3.914,98
Tambak 39,99
Fragments of decent forest. Hutan Lahan Kering Sekunder 6.810,49
Pertanian Lahan Kering 35,39
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 261,55
Sawah 10,56
Semak Belukar 1.317,37

V-89 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
Tanah Terbuka 33,00
Fragments of decent upland forest Perkebunan 166,05
Pertanian Lahan Kering 3.698,84
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 20.467,19
Semak Belukar 28,22
Gn. Quarles is where Mountain anoa was Hutan Lahan Kering Primer 39.524,67
described. River corridor and high quality
montane habitat, plus patches of good lowland
forest. Connectivity to Makassar Straits.
Hutan Lahan Kering Sekunder 59.392,23
Pertanian Lahan Kering 70,98
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 300,05
Rumput 756,96
Sawah 11,59
Semak Belukar 3.181,90
Semak Belukar Rawa 18,35
Tubuh Air 78,91
High quality upland forests buffering entire Hutan Lahan Kering Primer 54.232,34
west side of Lake Poso, including old growth.
Anoa present. Connectivity both N-S between
Tl. Poso & Tl Bone, and E-W between LLNP
and Lake Poso.

Hutan Lahan Kering Sekunder 35.384,34


Pemukiman 464,15
Perkebunan 2.296,87
Pertanian Lahan Kering 89,74
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 16.087,98
Rumput 2.705,16
Sawah 6.541,90
Semak Belukar 4.554,21
Tanah Terbuka 144,83
Transmigrasi 1.109,96
Tubuh Air 536,60
Karst and lowland forest Hutan Lahan Kering Primer 8.959,36
Hutan Lahan Kering Sekunder 33.341,88
Hutan Tanaman 3.086,80
Pemukiman 563,01
Pertambangan 74,93
Pertanian Lahan Kering 2.825,13
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 117.593,94

V-90 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
Rumput 1.065,32
Sawah 22.936,07
Semak Belukar 42.860,16
Tanah Terbuka 729,71
Tubuh Air 2.477,23
Key area for freshwater endemics. Lakes are Bandara/ Pelabuhan 29,06
reasonably intact, surrounded by large tracts of
high-quality forests, including some of the
only lowland old-growth left on Sulawesi.
Poorly inventoried, but likely haven for large
verts.

Hutan Lahan Kering Primer 32.306,01


Hutan Lahan Kering Sekunder 119.104,32
Hutan Mangrove Sekunder 1,80
Hutan Rawa Sekunder 23,97
Pemukiman 609,05
Pertambangan 2.882,73
Pertanian Lahan Kering 2.605,75
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 19.260,32
Rumput 794,65
Sawah 3.111,75
Semak Belukar 36.160,09
Tanah Terbuka 9.558,01
Tubuh Air 76.212,94
Lowland and river system up to Gn. Kambuna, Hutan Lahan Kering Primer 58.449,87
including Sumpang Karama & Pasang Kayu
rivers
Hutan Lahan Kering Sekunder 10.641,89
Pemukiman 50,39
Perkebunan 31,00
Pertanian Lahan Kering 317,21
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 558,32
Rumput 21,05
Semak Belukar 531,34
Tanah Terbuka 55,11
Tubuh Air 54,37
Lowland forest in old-growth and good Hutan Lahan Kering Sekunder 848,70
condition
Pertanian Lahan Kering 57,43
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 446,06

V-91 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
Lowlands, river corridor, good remaining Hutan Lahan Kering Primer 40.591,93
patch of mangroves at coast

Hutan Lahan Kering Sekunder 30.248,94


Hutan Mangrove Sekunder 1.124,88
Pemukiman 2.998,97
Perkebunan 4.403,71
Pertanian Lahan Kering 4.138,27
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 29.239,45
Rumput 24,69
Sawah 6.989,64
Semak Belukar 16.360,03
Tambak 1.652,07
Tanah Terbuka 14,76
Tubuh Air 582,37
Only decent coastal forests in the area. Hutan Lahan Kering Sekunder 2,22
Connectivity to Makassar Straits

Remaining mangroves connected to good Hutan Lahan Kering Sekunder 705,70


forests and completing Poso-Bone connection.

Hutan Mangrove Sekunder 2.341,80


Pemukiman 543,82
Perkebunan 520,39
Pertanian Lahan Kering 1.370,97
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 5.090,76
Rumput 28,90
Sawah 1.083,94
Semak Belukar 671,86
Semak Belukar Rawa 220,89
Tambak 7.289,50
Tubuh Air 771,14
Small island of decent forest. Hutan Lahan Kering Primer 92.719,86
Hutan Lahan Kering Sekunder 17.768,63
Hutan Tanaman 104,68
Pemukiman 44,79
Pertanian Lahan Kering 10.298,36
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 37.411,12
Rumput 1.487,62
Sawah 615,52
Semak Belukar 13.359,72

V-92 | K L H S R P J M D S U L S E L
Kepentingan Biodiversity Penutupan/Penggunaan Lahan 2017 Luas (ha)
Tanah Terbuka 2.360,77
Tubuh Air 46,00
Smaller karst area Hutan Lahan Kering Sekunder 260,76
Pemukiman 10,39
Perkebunan 4.012,00
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 7.840,59
Sawah 1.463,19
Semak Belukar 145,11
Unique watershed, high-quality upland forests Hutan Lahan Kering Primer 49.471,43
Hutan Lahan Kering Sekunder 32.246,35
Pemukiman 25,03
Perkebunan 455,36
Pertanian Lahan Kering 7.751,04
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 685,49
Rumput 52,26
Sawah 380,52
Semak Belukar 3.136,55
Tanah Terbuka 304,17
Tubuh Air 163,17

Gambaran sebagaimana di ditampilkan pada Tabel 5.29. mengkomfirmasi hasil


penelitian LIPI pada tahun 2014 sebagaimana digambarkan pada Gambar 5.35.

V-93 | K L H S R P J M D S U L S E L
VI-1 | K L H S R P J M D S U L S E L
VI-2 | K L H S R P J M D S U L S E L
A. Perumusan Skenario, Alternatif dan Rekomendasi
Dalam rangka mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, segala bentuk perencanaan dan kebijakan tata ruang diharuskan
memilliki Tujuan dan Sasaran yang jelas sebagai wujud dari implementasi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, khususnya
pada pasal 11. Dalam hal ini Pemerintah daerah mempunyai kewenangan penting
dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah baik dalam bentuk pembangunan jangka panjang,
menengah, maupun pembangunan yang sifatnya jangka pendek. Disisi lain,
pemerintah juga dituntut untuk menghadirkan produk tata ruang yang bersifat
berkelanjutan dan menjamin ketersediaan ruang dimasa mendatang.
Pembangunan wilayah pada dasarnya memiliki Tujuan untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini telah dipertegas pada Tujuan Bangsa Indonesia
yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh
tumpah darah Indonesia dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan
perdamaian abadi. Seiring dengan perkembangannya yang pesat serta dengan
semakin kompleksnya persoalan dan tantangan yang dihadapi, beberapa daerah
di Indonesia mulai melakukan upaya dalam mengantasipasi hal tersebut, tidak
terkecuali pada Tujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (TPB) atau
SDGs.
Mekanisme Perumusan Skenario Pembangunan Berkelanjutan
Skenario pembangunan berkelanjutan merupakan rencana pencapaian Tujuan
pembangunan berkelanjutan (TPB) yang dibuat berdasarkan alternatif proyeksi
kondisi pencapaian indikator TPB. Alternatif proyeksi kondisi pencapaian
indikator TPB berupa pencapaian Tujuan pembangunan berkelanjutan tanpa
upaya tambahan dan/atau dengan upaya tambahan. Alternatif proyeksi tersebut
disusun dengan jangka waktu yang menyesuaikan masa berakhirnya periode
RPJMD dengan tetap memperhatikan masa pencapaian Tujuan pembangunan
berkelanjutan.

VI-3 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target TPB /
Proyeksi dengan
upaya tambahan
Capaian indikator TPB

Proyeksi tanpa
Target indikator
TPB dalam upaya tambahan

Perpres 59/2017

Kondisi existing

capaian indikator TPB

Sekarang 2019 2030

Baseline capaian
indikator TPB

Gambar 6.1. Proyeksi Capaian TPB Tanpa dan Dengan Upaya Tambahan.

Selanjutnya alternatif Proyeksi Capaian Indikator TPB dijadikan dasar dalam


merumuskan Isu Strategis, permasalahan, dan Sasaran strategis daerah. Isu
Strategis adalah rumusan isu utama dalam pencapaian Tujuan pembangunan
berkelanjutan. Permasalahan yang dimaksud berupa tantangan pelaksanaan
Tujuan pembangunan berkelanjutan. Adapun Sasaran strategis merupakan
kondisi pencapaian Tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan Isu Strategis
dan permasalahan.

Proyeksi Capaian Indikator TPB Tanpa Upaya Tambahan

Proyeksi Capaian Indikator TPB tanpa upaya tambahan merupakan gambaran


pencapaian indikator TPB yang diperoleh berdasarkan tren historis data capaian
indikator TPB yang telah dilaksanakan sebelumnya (business as usual).
Metodologi yang digunakan untuk memproyeksi data baseline adalah trend
projection atau trend forecasting (Anderson et al., 2012; Diebold, 2007;

VI-4 | K L H S R P J M D S U L S E L
Wooldridge, 2013 dalam Alisjahbana et al. 2017). Proyeksi dilakukan dengan
melakukan regresi variabel tak bebas (independent variable) yang nilainya ingin
diprediksi pada masa depan. Terdapat tiga model regresi yang dapat dipilih untuk
melakukan proyeksi baseline, yaitu: regresi linear, regresi eksponensial, dan
regresi logaritmik. Spesifikasi model masing-masing regresi dapat dilihat pada
Tabel Variabel Tak Bebas (independent variable)berikut.

Tabel 6.1 Variabel Tak Bebas (independent variable)

Jenis Regresi Spesifikasi Model Regresi

Linear 𝑦𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑡 + 𝜀𝑡

Eksponensial 𝐿𝑛(𝑦𝑡 ) = 𝐿𝑛(𝛽0 ) + 𝛽1 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑡 + 𝜀𝑡

Logaritmik 𝑦𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑛(𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢𝑡 ) + 𝜀𝑡

Sumber: Anderson et al., 2012; Diebold, 2007; Wooldridge, 2013 dalam Alisjahbana et al. 2017

Selain menggunakan model regresi, proyeksi juga dapat dilakukan dengan cara
menghitung rata-rata data baseline dengan asumsi bahwa pertumbuhan capaian
indikator TPB tertentu sama setiap tahun. Berdasarkan capaian TPB 2014-2017
dilakukan proyeksi dalam keadaan BAU untuk mengetahui pemenuhan Target
TPB tahun 2019, 2023 dan 2030.

Proyeksi Capaian Indikator TPB Tanpa Upaya dengan Tambahan

Proyeksi Capaian Indikator TPB dengan upaya tambahan disusun dalam rangka
percepatan pencapaian Target Tujuan pembangunan berkelanjutan. Upaya
tambahan tersebut disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pencapaian Target tanpa upaya tambahan;
b) Pencapaian Target yang ditetapkan secara Daerah;
c) Potensi, daya saing dan inovasi daerah;
d) Daya dukung dan daya tampung daerah; dan
e) Pertimbangan lain sesuai kebutuhan daerah.

VI-5 | K L H S R P J M D S U L S E L
Upaya tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan capaian indikator TPB
sehingga dapat mencapai Target baik yang ditentukan dalam Perpres No. 59
Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030.
Dalam memproyeksi capaian indikator dengan upaya tambahan, variabel yang
diproyeksi adalah variabel-variabel bebas (independent variables) yang
mempengaruhi variabel tak bebas (independent variable) dalam rumus
perhitungan indikator. Indikator TPB yang tidak terpenuhi Target TPB-nya
ditahun 2019, 2023 dan 2030 dengan proyeksi BAU, selanjutnya dilakukan
proyeksi dengan upaya tambahan.
Skenario dan Rekomendasi Indikator TPB yang Terkait DDTLH

Uraian skenario dan Rekomendasi untuk setiap indikator TPB yang terkait
DDTLH dijelaskan dalam matriks dibawah :

1. Indikator : Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan


Daerah, menurut jenis kelamin dan kelompok umur.

Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Menurunnya tingkat kemiskinan pada tahun 2019 menjadi 7-8% (2015:
11,13%).(Menurun menjadi 7-8%)
SDGs :
Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki,
perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di
semua dimensi, sesuai dengan definisi Daerah.
Nomor Indikator : 1.2.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan Daerah, menurut jenis kelamin dan kelompok umur sampai pada
tahun 2016 adalah 9,32%. Capaian ini belum mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di
tahun 2030 yaitu 7-8%. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan
2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014
s/d 2016. Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam
kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan
indikator ini sudah dapat memenuhi Target yaitu pada tahun 2019 sebesar

VI-6 | K L H S R P J M D S U L S E L
8,50%., pada tahun 2023 sebesar 7,51%. dan pada tahun 2030 sebesar 6,06%.
Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan
proyeksi dengan upaya tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan
pada tabel dan gambar dibawah ini :

Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tahun
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 9,91
2015 9,77
2016 9,32 9,32
2017 -
Proyeksi
2019 8,50 8,00
2023 7,51 6,50
2030 6,06 4,50

Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan


nasional, menurut jenis kelamin dan kelompok umur.
10
9,32 9,32
9
8,50
8 8,00
7,51
Capaian (%)

7
6,50
6 6,06
Target Nasional 2019 ;
5 Menurun menjadi 7-8%
4,50
4

3
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Berdasrkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa untuk pencapaian penurunan


tingkat kemiskinan dapat menurun secara signifikan, hal ini memberikan
informasi bahwa walaupun tanpa upaya tambahan, penurunan tingkat
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan secara time series dan proyeksi di
masa mendatang dapat terus menurun dan mencapai Target Daerah maupun
Target global (SDGs), dan bila menggunakan proyeksi tambahan, penurunan
tingkat kemiskinan dapat terjadi lebih cepat.

VI-7 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Masih tingginya presentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Rekomendasi :
a. Sasaran :
Mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki, perempuan dan anak-
anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di semua dimensi,
sesuai dengan definisi daerah.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Memberikan perlindungan sosial dan jaminan sosial kepada penduduk
miskin;
• Menghantarkan berbagai bentuk layanan publik kepada penduduk
miskin;
• Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap sumberdaya ekonomi.
Arah Kebijakan
• Mendorong keikutsertaan penduduk miskin dalam program jaminan
kesehatan;
• Mengintegrasikan Dana Desa dengan pembangunan sanitasi di wilayah
perdesaan;
• Bekerja sama dengan rumah sakit bersalin, puskesmas dan bidan desa
dalam penyediaan akte kelahiran;
• Mendorong lembaga-lembaga non-pemerintah untuk terlibat dalam
penyediaan energi listrik di wilayah pelosok;
• Mendorong keterlibatan dunia usaha/BUMN, melalui dana CSR, dalam
penyediaan bantuan modal dan keterampilan;
c. Program/Kegiatan :
• Program penyediaan layanan kepesertaan jaminan kesehatan;
• Program penyediaan dokumen kependudukan dan catatan sipil;
• Program penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman
(sanitasi, air bersih, listrik, dll.);
• Program penyediaan bantuan modal;
• Program pendidikan dan pelatihan keterampilan;
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Kesehatan
• Dinas Pendidikan
• Badan Penanggulangan Bencana Daerah
• Dinas Sosial
• Dinas Koperasi dan UMK
• Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan
• Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana

VI-8 | K L H S R P J M D S U L S E L
2. Indikator : Proporsi peserta jaminan kesehatan melalui SJSN Bidang
Kesehatan
Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun

Target yang ingin dicapai, berdasarkan :


Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017: Meningkatnya persentase penduduk
yang menjadi peserta jaminan kesehatan melalui SJSN Bidang Kesehatan menjadi
minimal 95% pada tahun 2019
SDG’s (2030) : Menerapkan secara Daerah sistem dan upaya perlindungan sosial
yang tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun
2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
Nomor Indikator : 1.3.1(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator peserta jaminan kesehatan melalui SJSN bidang kesehatan yang
tercover sampai dengan tahun 2017, yaitu sebesar 75%. Capaian ini belum
mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59 tahun 2017 di tahun 2019,
yaitu minimal sebesar 95% akan tetapi telah mencapai Target pada tahun 2030. Oleh
karena itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan proyeksi
capaian yang akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Business Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang dilakukan,
menunjukkan bahwa indikator ini belum dapat memenuhi Target Perpres no 59
tahun 2017 di tahun 2019, yaitu minimal 95%. Sehingga, dilakukan proyeksi
capaian dengan melakukan upaya tambahan yang dimaksudkan sebagai upaya
percepatan Target indikator TPB.
Hasil proyeksi yang dilakukan dengan menggunakan upaya tambahan menunjukkan
Target indikator yang mengacu pada Perpres no 59 tahun 2017 dapat tercapai.
Untuk itu, diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar capaian program dapat
tercapai di tahun 2019. Jumlah kepesertaan JKN-SJSN di Provinsi Sulawesi selatan
memiliki rata-rata yang cukup tinggi, yaitu berkisar hingga 70%. Bahkan
berdasarkan data BPJS Kesehatan Wilayah I (SulselBar, Sultra dan Maluku), dari
24 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi selatan, terdapat dua daerah dengan jumlah
kepesertaan JKN-SJSN mencapai 100%, yaitu Pare-pare dan Luwu timur. Per
Desember 2017, jumlah peserta JKN-KIS di provinsi Sulawesi Selatan telah
mencapai 7.216.398 jiwa atau sekitar 75,3%, artinya terdapat 24,7% yang belum
tergabung dalam program JKN-KIS. Sehingga, sangat memungkinkan untuk
mencapai Target 95% di tahun 2019.
Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tahun
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 65
2015 67
2016 70
2017 75 75

VI-9 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proyeksi
2019 82,50 96
2023 99,85 99,85
2030 139,43 100

Proporsi peserta jaminan kesehatan melalui SJSN


Bidang Kesehatan.
140 139,4340555

130

120

110 Target Nasional 2019 ;


Capaian (%)

Meningkat menjadi 95% 99,85207101


100 100,00
95,00 99,85
90
82,5074569
80
75 75
70

60
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS sering kali diabaikan di beberapa fasilitas
kesehatan, seperti penolakan oleh pihak rumah sakit, penolakan obat, pelayanan
yang kurang memadai sehingga defisit anggaran tidak dapat dihindarkan. Selain itu,
tidak adanya upaya promotif terkait BPJS Kesehatan
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Melakukan upaya peningkatan pelayanan serta upaya promotif terhadap peserta
BPJS serta perbaikan sistem pembiayaan yang diterapkan oleh pihak BPJS
sebagai pelaksana JKN-SJSN di bidang kesehatan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Meningkatkan pelayanan peserta BPJS di berbagai fasilitas kesehatan sekaligus
memberikan upaya promotif sehingga akan berdampak pada perbaikan sistem
pendanaan di BPJS Kesehatan sebagai upaya pencapaiaan universal health
coverage di tahun 2019.
c. Outcome/Program :
Perluasan kerjasama dengan berbagai fasilitas kesehatan dan penegasan terhadap
standar pelayanan bagi peserta BPJS di setiap fasilitas kesehatan, dan
penyebarluasan informasi di kalangan masyarakat.
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
• Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
• Dinas Sosial;

VI-10 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Dinas Kesehatan;
• Badan Pengelolaan Keuangan Daerah;
e. Kegiatan
• Rasionalisasi untuk penetapan standar pelayanan peserta BPJS Kesehatan di
berbagai fasilitas kesehatan
• Fokus dalam pemberian sosialisasi warga sebagai upaya dalam mendorong
para stakeholder untuk aktif mengoptimalkan pelaksanaan JKN-SJSN
• Membuat Mou dengan berbagai pemerintah daerah sebagai upaya percepatan
Target UHC di tahun 2019
• Melakukan Kegiatan canvassing (menyisir lokasi usaha secara terencana,
menginformasikan hak dan kewajiban badan usaha, mendata tenaga kerja,
serta meminta komitmen pelaksanaan kewajiban pendaftaran atau pelaporan
data secara lengkap dan benar) bagi sektor swasta, sebagai salah satu
komponen kepesertaan yang tergolong cukup banyak

3. Indikator : Jumlah rumah tangga yang mendapatkan bantuan tunai


bersyarat/Program Keluarga Harapan.

Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun.
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Menurunnya jumlah keluarga sangat miskin yang mendapatkan bantuan
tunai bersyarat menjadi 2,8 juta pada tahun 2019 (2015: 3 juta)
(Menurun menjadi 2,8 juta)
SDGs :
Menerapkan secara Daerah sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat
bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun 2030
mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
Nomor Indikator : 1.3.1.(d)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian bantuan
sosial bersyarat kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ditetapkan
sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Program ini, merupakan upaya
percepatan dan diharapkan menjadi tulang punggung penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Dinas Sosial, telah
memulai PKH ini sejak Tahun 2007. Di dunia internasioanal program
semacam ini disebut dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) yang
telah terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi permasalahan
kemiskinan yang dihadapi oleh berbagai negara, terutama di negara sedang
berkembang. Dengan PKH, para KPM didorong untuk memiliki akses dan
memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan

VI-11 | K L H S R P J M D S U L S E L
gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai
program perlindungan sosial lainnya yang merupakan program
komplementer secara berkelanjutan. PKH ini dimaksudkan sebagai salah
satu model pengentasan kemiskinan yang mensinergikan berbagai program
perlindungan dan pemberdayaan sosial Daerah.
Secara Daerah, jumlah KPM pada Tahun 2015 sebanyak 3 juta KPM dan
Target penurunan jumlah KPM selama 5 tahun menjadi 2,8 juta pada Tahun
2019. Dengan kata lain diharapkan pada Tahun 2019 jumlah KPM
berkurang sebanyak 200.000 (6,67%) atau rata-rata penurunan KPM
sebanyak 40.000 (1,33%) setiap tahun.
Kondisi jumlah KPM di Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 terlihat jelas bahwa jumlah KPM di daerah ini dari tahun ke
tahun mengalami pertambahan jumlah. Penambahan jumlah KPM
sebagaimana tertera pada Tabel 1 berati jumlah keluarga yang mendapatkan
bantuan tunai bersyarat semakin banyak. Pertambahan angka ini memberi
gambaran bahwa kondisi kemiskinan di Sulawesi Selatan semakin
memburuk. Sementara Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan KPM
dari 3 juta pada Tahun 2015 menjadi 3 juta pada Tahun 2019 sebagai
dijelaskan di atas.

Tabel 1. Jumlah Keluarga Penerima Manfaat pada Program Keluarga


Harapan di Propinsi Sulawesi Selatan, 2014-2017
INDIKATOR CP CP CP CP
2014 2015 2016 2017
Jumlah rumah tangga yang
mendapatkan bantuan tunai 74.178 100.473 100.473 178.594
bersyarat/Program Keluarga Harapan.
Persentase (%) Jumlah KPM di
Sulawesi Selatan dari Target Daerah 2,74 3,35 3,35 5,95
2019
*Asumsi: Capaian sama dengan tahun sebelumnya.

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 74178
2015 100473
2016 100473
2017 178594 178594
Proyeksi
2019 320819,94 178594
2023 1035262,19 140000
2030 8043241,18 100000

VI-12 | K L H S R P J M D S U L S E L
Dari data pada Tabel 1 dilakukan proyeksi untuk memperkirakan jumlah
KPM di Sulawesi Selatan pada 3 titik waktu di masa yang akan datang yaitu
pada Tahun 2019 jumlahnya diperkirakan sebanyak 320.820 KPM.
Sementara pada Tahun 2023 diperkirakan mencapai 1.035.262 KPM dan
yang terakhir pada Tahun 2030 angka proyeksi bertambah, yang mencapai
8.043.241 KPM (Gambar 1). Angka proyeksi ini jika dibiarkan dalam
keadaan BAU (business as usual), maka jumlah KPM akan mengalami
peningkatan yang cenderung linear-meningkat tajam. Oleh karena itu
diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar jumlah KPM tidak
berjalan dengan kondisi BAU. Keadaan yang diharapkan ke depan adalah
mempertahankan agar tidak terjadi peningkatan jumlah KPM dengan
mempertahankan jumlah KPM seperti keadaan pada Tahun 2017 selama 3
tahun titik proyeksi (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Jumlah rumah tangga yang mendapatkan bantuan tunai
bersyarat/Program Keluarga Harapan.

8100000 8043241

2700000
Target Nasional 2019 ;
Capaian (%)

Menurun menjadi 2,8 juta


1035262
900000

300000 320820
178594
178594
178594 140000

100000 100000
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Isu Strategis dari meningkatnya KPM dari tahun ke tahun di Sulawesi
Selatan adalah masalah kemiskinan (rendahnya pendapatan dari usaha yang
mereka kerjakan) baik di perkotaan maupun di perdesaan. KPM adalah
kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah, yang kehidupannya
dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan formal yang dicapainya,
kurang dan rendahnya skill/keterampilan yang dimiliki, modal kerja yang
kurang dan akses terhadap sumber-sumber modal kerja terbatas, dan rentan
terhadap “penyakit sosial”, seperti gizi buruk, kurang berdaya, tidak punya
pekerjaan tetap, dan lain-lain. Dengan demikian penanganannyapun
memerlukan pendekatan multi-sektor.

VI-13 | K L H S R P J M D S U L S E L
Rekomendasi:
a. Sasaran :
Menahan laju penambahan jumlah KPM dalam keadaan BAU dengan
melakukan intervensi kebijakan dengan berbagai bentuk program dan
Kegiatan pembangunan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi KPM secara langsung
serta peningkatan nilai tambah bagi usaha yang dikerjakan oleh KPM.
c. Outcome/Program :
LABOUR INTENSIVE PROGRAM, yaitu dengan memperluas dan
menambah volume dan jenis pekerjaan para KPM dan keluarganya,
sehingga mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih dari 1 (satu)
sumber pendapatan, melalui pengembangan kapasitas dan skill tertentu
bagi para PKM.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Dinas Pertanian dan; Dinas
Keuangan; Dinas Sosial;
Dinas Kesehatan; Pemerintah Daerah Provinsi; Pemerintah
Daerah/Kabupaten/Kota.
e. Kegiatan
• Pelatihan peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian bagi
PKM di perdesaan dengan penggunaan Pupuk Organik Hayati, yang
merupakan terobosan baru dalam bidang pertanian.
• Kegiatan diversifikasi jenis usaha bagi PKM dan anggota keluarga baik
di perkotaan dan perdesaan.
• Melibatkan peran serta LSM, Perusahaan Swasta, Lembaga
Pendidikan dll., dalam suatu Kegiatan LINK & MATCH dalam rangka
perluasan kesempatan kerja bagi PKM dan anggota keluarganya,
terutama di perkotaan.

4. Indikator : Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap


layanan sanitasi layak dan berkelanjutan.

Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Meningkatnya akses sanitasi layak untuk 40% penduduk berpendapatan
terbawah pada tahun 2019 menjadi 100%. (Meningkat menjadi 100%)

VI-14 | K L H S R P J M D S U L S E L
SDGs :
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan,
khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap
sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan
dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya
alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.
Nomor Indikator : 1.4.1.(e)
Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pengaturan
Pemurnian Air dan Pengolahan Limbah. Berdasarkan hasil analisis
DDDTLH jasa ekosistem Pengaturan Pemurnian Air dan Pengolahan
Limbah memiliki tingkat pengaturan Pemurnian Air dan Pengolahan
Limbah dengan kategori rendah seluas 3.055.322,75 Ha(68% %), sedang
1.301.386,76 Ha (29%), Tinggi 120.641,25 Ha (3%). Sehingga secara umum
daya dukung lingkungan hidup tidak mencukupi.
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap
layanan sanitasi layak dan berkelanjutan sampai pada tahun 2017 adalah
84,2%. Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres
No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 yang Meningkat menjadi 100%. Untuk
mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi
capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini
dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis
Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini belum dapat
memenuhi Target yaitu 95,68% di tahun 2019, 98,50% ditahun 2023 dan
1,93252997 ditahun 2030. Dan dalam rangka percepatan pencapaian Target
indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil
proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target indikator akan dapat
dipenuhi pada tahun 2019 dengan nilai 1,91 % ditahun 2019, 2,47% ditahun
2023 dan 100% ditahun 2030. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada
tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 0,6951
2015 0,7297
2016 0,7236
2017 0,842 0,842
Proyeksi
2019 95,68 95,68
2023 123,54 98,50
2030 193,25 100

VI-15 | K L H S R P J M D S U L S E L
Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap
layanan sanitasi layak dan berkelanjutan.
190,00%
193,25%
170,00%

Capaian (%)
Target Nasional 2019 ;
150,00%

130,00% 123,55%

110,00%
95,68%
98,50% 100,00%
90,00% 95,68%
84,20%
84,20%
70,00%
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Belum tercapainya 100% rumah tangga yang memiliki akses terhadap
layanan sanitasi layak dan berkelanjutan..
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menerapkan secara Daerah sistem dan upaya perlindungan sosial yang
tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan mencapai
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Memberikan perlindungan sosial dan jaminan sosial kepada penduduk
miskin;
• Menghantarkan berbagai bentuk layanan publik kepada penduduk
miskin;
• Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap sumberdaya ekonomi.
Arah Kebijakan
• Perluasan dan peningkatan pelayanan dasar. Pemenuhan kebutuhan
dasar dilaksanakan melalui (i) perluasan penyediaan sarana dan
prasarana dasar, (ii) peningkatan pelayanan dasar yang inklusif, dan (iii)
peningkatan pemanfaatan Basis Data Terpadu untuk menyasar
kebutuhan dasar 40,0% penduduk berpendapatan terendah, seperti
kepemilikan dokumen kependudukan dan perumahan
• Mengintegrasikan Dana Desa dengan pembangunan sanitasi di wilayah
perdesaan;
c. Program dan Kegiatan:
• Program penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman
(sanitasi, air bersih, listrik, dll.);

VI-16 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman;
• Penyehatan lingkungan;
• Pengembangan perumahan;
• Pengembangan pembiayaan perumahan;
• Pemberdayaan sosial;
• Penyediaan perumahan layak;
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Kesehatan
• Dinas Sosial
• Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan

5. Indikator : Persentase penduduk umur 0-17 tahun dengan kepemilikan


akta kelahiran.

Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun.
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Kepemilikan akte lahir untuk penduduk 40% berpendapatan terbawah pada
tahun 2019 menjadi 77,4%. (Meningkat menjadi 77,4%)
SDGs :
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan,
khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap
sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan
dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya
alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.
Nomor Indikator :
1.4.1.(j)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator persentase penduduk umur 0-17 tahun dengan
kepemilikan akta kelahiran. sampai pada tahun 2017 adalah 66,09%.
Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59
Tahun 2017 di tahun 2019 yang meningkat menjadi 77,4%. Untuk
mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi
capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017.

VI-17 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator
ini dapat memenuhi Target yaitu 88,16% di tahun 2019, 100% ditahun 2023
dan 100% ditahun 2030. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel
dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 -
2015 -
2016 57,22
2017 66,09 66,09
Proyeksi
2019 88,16 -
2023 100 -
2030 100 -

Persentase penduduk umur 0-17 tahun dengan


kepemilikan akta kelahiran.
100 100 100
95
90 88,16
Capaian (%)

85
80 Target Nasional 2019 ;
75 Meningkat menjadi 77,4%.
70
66,09
65
60
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU

Isu Strategis :
Masih belum tercapainya 100% penduduk umur 0-17 tahun dengan
kepemilikan akta kelahiran.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menerapkan secara Daerah sistem dan upaya perlindungan sosial yang
tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan mencapai
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Penyelenggaraan perlindungan sosial yang lebih komprehensif
• Memberikan perlindungan sosial dan jaminan sosial kepada penduduk
miskin;

VI-18 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Menghantarkan berbagai bentuk layanan publik kepada penduduk
miskin;
• Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap sumberdaya ekonomi.
Arah Kebijakan
• Mengajukan dispensasi untuk pengurusan akta kelahiran bagi
masyarakat miskin
• Mendorong keikutsertaan penduduk miskin dalam program jaminan
kesehatan;
• Bekerja sama dengan rumah sakit bersalin, puskesmas dan bidan desa
dalam penyediaan akte kelahiran;
c. Program dan Kegiatan:
Program penyediaan dokumen kependudukan dan catatan sipil;
d. Instansi Pelaksana
Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana

6. Indikator : Persentase rumah tangga miskin dan rentan yang sumber


penerangan utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN.

Tujuan :
Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Dimanapun
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Meningkatnya akses penerangan untuk penduduk 40% berpendapatan
terbawah menjadi 100% pada tahun 2019. (Meningkat menjadi 100%)
SDGs :
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan,
khususnya masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap
sumber daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan
dan kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya
alam, teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.
Nomor Indikator :
1.4.1.(k)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator persentase rumah tangga miskin dan rentan yang sumber
penerangan utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN.. sampai pada
tahun 2017 adalah 92,52%. Capaian ini belum mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 yang meningkat
menjadi 100%. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka
dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017.
Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator

VI-19 | K L H S R P J M D S U L S E L
ini dapat memenuhi Target yaitu 94,78% di tahun 2019, 99,49% ditahun
2023 dan 108,28% ditahun 2030. Dan dalam rangka percepatan pencapaian
Target indikator TPB maka tidak perlu dilakukan proyeksi dengan upaya
tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar
dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 89,22
2015 90,2
2016 91,65
2017 92,52 92,52
Proyeksi
2019 94,78753461 95
2023 99,49068808 100
2030 108,2896741 100
Persentase rumah tangga miskin dan rentan yang sumber
penerangan utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN.
110
108 108,29
106
Target Nasional 2019 ;
104
Meningkat menjadi 100%
Capaian (%)

102
100 100
100
98 99,49
96 95
94
92,52 94,79
92 92,52
90
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan
Isu Strategis :
Belum tercapainya 100% rumah tangga miskin dan rentan yang sumber
penerangan utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menerapkan secara Daerah sistem dan upaya perlindungan sosial yang
tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan mencapai
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Perluasan dan peningkatan pelayanan dasar. Pemenuhan kebutuhan
dasar dilaksanakan melalui
• Perluasan penyediaan sarana dan prasarana dasar,
• Peningkatan pelayanan dasar yang inklusif, dan

VI-20 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Peningkatan pemanfaatan basis data terpadu untuk menyasar kebutuhan
dasar 40,0% penduduk berpendapatan terendah, seperti kepemilikan
dokumen kependudukan dan perumahan
Arah Kebijakan
• Mendorong lembaga-lembaga non-pemerintah untuk terlibat dalam
penyediaan energi listrik di wilayah pelosok;
• Mendorong keterlibatan dunia usaha/BUMN, melalui dana CSR, dalam
penyediaan bantuan modal dan keterampilan;
c. Program dan Kegiatan:
• Pembinaan, Pengaturan dan Pengawasan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik dan Pengembangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
• Penyusunan Kebijakan dan Program serta Evaluasi Pelaksanaan
Kebijakan Ketenagalistrikan
• Program penyediaan sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman
(sanitasi, air bersih, listrik, dll.);
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
• Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan

7. Indikator : Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita.

Tujuan : Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi


yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan

Target : Berdasarkan Target Sasaran Daerah RPJMN 2015-2019 yang


tertuang dalam Perpres 59/2017, menurunnya prevalensi kekurangan gizi
(underweight) pada anak balita pada tahun 2019 menjadi 17% (2013 :
19,6%). Sedangkan menurut Target global yang tertuang dalam SDGs
(2030), pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi
semua orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam
kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi dan
cukup sepanjang tahun.
Nomor Indikator : 2.1.1 (a)
Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pangan.
Berdasarkan hasil analisis DDDTLH jasa ekosistem penyediaan pangan
dengan kategori rendah seluas 252.528,90 Ha(6 %), sedang 2.031.688,59 Ha
(45 %), Tinggi 2.193.133,28Ha (49%). Sehingga secara umum daya dukung
lingkungan hidup mencukupi.
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
di Sulawesi Selatan sampai tahun 2017 adalah sebesar 22,8%. Angka ini
belum mencapai Target Daerah tahun 2019 yaitu 17%, maupun Target global
di tahun 2030. Berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017, dilakukan
proyeksi untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023, dan 2030. Proyeksi
capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi BAU

VI-21 | K L H S R P J M D S U L S E L
(Business as usual). Hasil proyeksi BAU menunjukkan bahwa, pada tahun
2019 indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 20, 8%, dan Target
Daerah berdasarkan proyeksi ini dapat dicapai pada tahun 2023. Dalam
rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan
proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan
menunjukkan bahwa Target Daerah indikator dapat dipenuhi pada tahun
2019. Adanya gab antara proyeksi BAU dan proyeksi dengan upaya
tambahan, menjadi tantangan dalam menyediakan upaya-upaya yang lebih
pada tahun-tahun yang akan datang untuk mencapai Target sesuai proyeksi
dengan upaya tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel
dan gambar dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 26,1
2015 20,05
2016 25,2
2017 22,8 22,8
Proyeksi
2019 20,8 17,0
2023 17,4 14,0
2030 12,7 10,0
Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
25
23
22,8 22,8
Target Nasional 2019 ;
21 20.8
Menurun menjadi 17%
19
Capaian (%)

17 17.0 17.4
15
14.0
13 12.7
11
10.0
9
7
5
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis:
Masih tingginya prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang,
khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan,
termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi dan cukup
sepanjang tahun.

VI-22 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
• Tercapainya konsumsi pangan yang aman, merata dan berkualitas
• Terjaminnya penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Tercapainya sistem pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
merata
• Perbaikan status gizi pada anak balita
• Menjaring keikutsertaan yang lebih luas dari berbagai lintas sektor,
stakeholder, serta transdisiplin baik dalam tanggung jawab
pelaksanaan maupun pencapaian Sasaran, melalui aktivitas yang
dimungkinkan
• Mengoptimalkan daya dukung sumber daya yang tersedia
c. Outcome/Program :
• Peningkatan aksebilitas pangan
• Peningkatan pola asuh pada anak balita
• Peningkatan ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat
• Peningkatan kesejahteraan masyarakat
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Kesehatan
• Dinas PU
• BKKBN
• Dinas Pendidikan
• Dinas Sosial
e. Kegiatan
• Pengumpulan data balita Underweight secara total coverage, dalam
rangka penanganan balita gizi buruk secara tepat Sasaran (by name by
address). Kegiatan ini berada dalam koordinasi Dinas Kesehatan
• Penyediaan fasilitas sanitasi dan air bersih yang terjangkau bagi semua
masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah penyakit infeksi
(terutama diare) yang dapat memperparah terjadinya gizi buruk pada
anak balita. Kegiatan ini berada dalam koordinasi Dinas PU
• Peningkatan Akses kepada fasilitas kesehatan apabila anak sakit
melalui edukasi penanganan infeksi yang tepat di rumah dan upaya
mencari pelayanan kesehatan sedini mungkin. Kegiatan ini berada
dalam koordinasi Dinas Kesehatan dan Dinas sosial, melalui program
kartu sehat.
• Pemantauan pola makan bayi dan balita (pola pemberian ASI sejak
lahir sampai berumur 2 tahun), melalui Kampanye pemberian ASI
yang optimal sejak lahir (IMD), ASI eksklusif, dan ASI sampai dua
tahun. Kegiatan ini berkoordinasi antara pihak Dinas Kesehatan
dengan BKKBN.
• Pemantauan pola pemberian makanan pendamping ASI (sejak
berumur 6 bulan sampai 2 tahun) dan pemantauan pola makan sampai
pada umur 5 tahun baik kuantitas maupun kualitasnya, melalui edukasi
dan pemberian MP-ASI yang berkualitas dengan sumber pangan lokal

VI-23 | K L H S R P J M D S U L S E L
dengan frekuensi yang adequate. Kegiatan ini bersinergi antara Dinas
Kesehatan dengan pihak Dinas Sosial terkait bantuan makanan melalui
program keluarga harapan (PKH), serta Dinas Pendidikan dalam
menyiapkan modul-modul sederhana untuk sekolah informal dalam
pemberian ASI, MP-ASI, dan pola asuh.
• Peningkatan kapasitas keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan
dan perbaikan ekonomi keluarga
• Monitoring dan evaluasi pencapaian seluruh Sasaran

8. Indikator : Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah


1400 kkal/kapita/hari
Tujuan :
Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan
Target :
Berdasarkan Target Sasaran Daerah RPJMN 2015-2019 yang tertuang dalam
Perpres 59/2017, menurunnya proporsi penduduk dengan asupan kalori
minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari pada tahun 2019 menjadi 8,5%
(2015 : 17,4%). Sedangkan menurut Target global yang tertuang dalam
SDGs (2030), pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin
akses bagi semua orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada
dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi
dan cukup sepanjang tahun.
Nomor Indikator : 2.1.2 (a)
Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pangan.
Berdasarkan hasil analisis DDDTLH jasa ekosistem penyediaan pangan
dengan kategori rendah seluas 252.528,90 Ha (6%), sedang 2.031.688,59 Ha
(45 %), Tinggi 2.193.133,28 Ha (49%). Sehingga secara umum daya dukung
lingkungan hidup mencukupi.
Proyeksi Capaian Indikator TPB:
Capaian indikator proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di
bawah 1400 kkal/kapita pada anak balita di Sulawesi Selatan sampai tahun
2017 adalah sebesar 16,0%. Angka ini belum mencapai Target Daerah tahun
2019 yaitu 8,5%, maupun Target global di tahun 2030. Berdasarkan baseline
data tahun 2014 s/d 2017, dilakukan proyeksi untuk mengetahui capaian
tahun 2019, 2023, dan 2030. Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya
tambahan atau dalam kondisi BAU (Business as usual). Hasil proyeksi BAU
menunjukkan bahwa, tanpa upaya tambahan, pada tahun 2019 indikator ini
tidak akan memenuhi Target Daerah bahkan sangat jauh dari Target Daerah,
yaitu 17,62%. Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB
maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan
upaya tambahan menunjukkan Target Daerah indikator dapat dipenuhi pada
tahun 2019 sebesar 8,5%. Meskipun pada tahun 2019, Target Daerah dapat
dicapai pada tahun 2019, namun berdasarkan proyeksi ini, indikator ini

VI-24 | K L H S R P J M D S U L S E L
menunjukkan kecenderungan meningkat sampai tahun 2030. Adanya gab
antara proyeksi BAU dan proyeksi dengan upaya tambahan, serta
kecenderungan peningkatan setelah dilakukan proyeksi dengan usaha
tambahan, menjadi tantangan dalam menyediakan upaya-upaya yang lebih
pada tahun-tahun yang akan datang untuk mencapai Target sesuai proyeksi
dengan upaya tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel
dan gambar dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya


Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 13,84
2015 14,34
2016
2017 16,0 16,0
Proyeksi
2019 17,62 8,50
2023 21,38 9,50
2030 31,08 10,0
Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah
1400 kkal/kapita/hari.
45
40
Target Nasional 2019 = Menurun menjadi 8,5
35
31,08
30
Capaian (%)

25 21,38

20 17,62
16
15 16
10,00
10 8,50 9,50

5
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis : Belum tercapainya proporsi penduduk dengan asupan kalori


minimum di bawah 1400 kkal/kapita/hari
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang,
khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan,
termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup
sepanjang tahun.

VI-25 | K L H S R P J M D S U L S E L
b. Strategi dan Arah Kebijakan:
• Perbaikan kualitas konsumsi pangan,
• Percepatan perbaikan gizi masyarakat
• Menjaring keikutsertaan yang lebih luas dari berbagai lintas sektor,
stakeholder, serta transdisiplin baik dalam tanggung jawab
pelaksanaan maupun pencapaian Sasaran, melalui aktivitas yang
dimungkinkan
• Mengoptimalkan daya dukung sumber daya yang tersedia
c. Outcome/Program:
• Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian/Perkebunan
• Peningkatan ketahanan pangan dari sumber kelautan
• Peningkatan perbaikan konsumsi pangan
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Pertanian
• Dinas Ketahanan Pangan
• Dinas Kelautan dan Perikanan
• Dinas Perdagangan
• Dinas Sosial
e. Kegiatan
• Pembekalan pengetahuan mengenai pangan jajanan sekolah yang
bergizi
• Analisis dan penyusunan pola konsumsi dan suplai pangan
• Analisis jumlah penduduk terhadap jumlah kebutuhan pangan
• Pemantauan dan analisis akses pangan masyarakat
• Pemantauan dan analisis akses harga pangan pokok
• Penyusunan indikator dan pemetaan wilayah rawan pangan
• Monitoring dan evaluasi pencapaian seluruh Sasaran

9. Indikator : Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak di


bawah lima tahun/balita.

Tujuan :
Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan
Target :
Target Sasaran Daerah RPJMN 2015-2019 yang tertuang dalam Perpres
59/2017, menurunnya prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada
anak di bawah dua tahun/baduta pada tahun 2019 menjadi 28% (2013:
19,6%). Meskipun dalam Perpres disebutkan bahwa Sasaran indikator ini
adalah anak baduta, data ini dapat digunakan sebagai acuan Target untuk
menurunkan masalah stunting pada balita. Sedangkan menurut Target global
yang tertuang dalam SDGs (2030), Pada tahun 2030, menghilangkan segala
bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun 2025 mencapai Target yang
disepakati secara interdaerah untuk anak pendek dan kurus di bawah usia 5

VI-26 | K L H S R P J M D S U L S E L
tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil dan
menyusui, serta manula.
Nomor Indikator : 2.2.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator prevalensi stunting (kurus dan sangat kurus) pada anak
balita di Sulawesi Selatan sampai tahun 2017 adalah sebesar 34,8%. Angka
ini belum mencapai Target Daerah tahun 2019 yaitu 28%, maupun Target
global di tahun 2030. Berdasarkan baseline data tahun 2015 s/d 2017,
dilakukan proyeksi untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023, dan 2030.
Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Business as usual). Hasil proyeksi BAU menunjukkan bahwa, pada
tahun 2019 indikator ini belum dapat memenuhi Target, bahkan sangat jauh
dari Target Daerah yaitu 34, 1%, dan Target Daerah berdasarkan proyeksi
ini tidak dapat dicapai pada tahun 2030 sesuai dengan Target global. Dalam
rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan
proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan
menunjukkan bahwa Target Daerah indikator ini dapat dipenuhi pada tahun
2019. Adanya gab antara proyeksi BAU dan proyeksi dengan upaya
tambahan, menjadi tantangan dalam menyediakan upaya-upaya yang lebih
pada tahun-tahun yang akan datang untuk mencapai Target sesuai proyeksi
dengan upaya tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel
dan gambar dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Tambahan Proyeksi Dengan Upaya


(BAU) Tambahan
Base Line
2014
2015 34,1
2016 35,6
2017 34,8 34,8
Proyeksi
2019 34,1 28,0
2023 32,7 14,4
2030 30,4 0
Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak di
bawah lima tahun/balita.
Target Nasional 2019 ; Menurun menjadi 28%
40
35 34,8 34,1 32,7
34,8 30,4
30 28
Capaian (%)

25
20
14,4
15
10
5
0 0
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-27 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis:
Masalah stunting merupakan suatu kondisi gangguan gizi yang bersifat
kronis, yang dimulai sejak ibu hamil sampai anak yang dilahirkan berusia
dua tahun. Oleh karena itu penting memaksimalkan upaya penanganan
stunting pada 1000 HPK (hari pertama kehidupan), yang difokuskan secara
holistik sejak masa pra konsepsi sampai anak berusia dua tahun. Akan tetapi,
Isu Strategis terkait masalah ini yaitu belum maksimalnya pelaksanaan
program-program penanganan stunting pada anak balita. Program-program
yang telah ada selama ini masih belum dilakukan secara komprehensif, yang
nampak dari kurangnya koordinasi dan harmonisasi program-program
terkait penanganan masalah stunting antara para pihak yang terkait.
Rekomendasi:
a. Sasaran:
• Tercapainya pola konsumsi pangan yang aman, merata dan berkualitas
terutama pada kelompok rentan masalah gizi (ibu hamil, ibu menyusui,
baduta dan balita)
• Terjaminnya penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Tercapainya sistem pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
merata
• Tercapainya perbaikan status gizi pada kelompok rentan masalah gizi
b. Strategi dan Arah Kebijakan:
• Menjaring keikutsertaan yang lebih luas dari berbagai lintas sektor,
stakeholder, serta trans disiplin baik dalam tanggung jawab
pelaksanaan maupun pencapaian Sasaran, melalui aktivitas yang
dimungkinkan
• Mengoptimalkan program pada 1000 hari pertama kehidupan secara
terpadu
• Penggabungan atau pengintegrasian program Kegiatan yang ada di
berbagai SKPD yang difokuskan pada Tujuan yang sama, penurunan
prevalensi stunting
• Mengoptimalkan daya dukung sumber daya yang tersedia dengan
memfokuskan penanganan masalah stunting pada daerah yang
bermasalah
c. Outcome/Program
• Peningkatan perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan
• Peningkatan aksebilitas pangan
• Peningkatan ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Peningkatan kesejahteraan masyarakat
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Kesehatan
• Dinas PU
• BKKBN
• Dinas Pendidikan
• Dinas Sosial

VI-28 | K L H S R P J M D S U L S E L
e. Kegiatan
• Pemantauan status gizi dan pola makan wanita pra konsepsi, ibu hamil
dan ibu menyusui
• Penyediaan fasilitas sanitasi dan air bersih yang terjangkau bagi semua
masyarakat.
• Peningkatan Akses kepada fasilitas kesehatan apabila anak sakit
melalui edukasi penanganan infeksi yang tepat di rumah dan upaya
mencari pelayanan kesehatan sedini mungkin.
• Penguatan ketahanan pangan keluarga
• Pemantauan pola makan bayi dan balita (pola pemberian ASI sejak
lahir sampai berumur 2 tahun), melalui Kampanye pemberian ASI
yang optimal sejak lahir (IMD), ASI eksklusif, dan ASI sampai dua
tahun.
• Pemantauan pola pemberian makanan pendamping ASI (sejak
berumur 6 bulan sampai 2 tahun) dan pemantauan pola makan sampai
pada umur 5 tahun baik kuantitas maupun kualitasnya, melalui edukasi
dan pemberian MP-ASI yang berkualitas dengan sumber pangan lokal
dengan frekuensi yang adequate.
• Pemantauan kesejahteraan dan perbaikan ekonomi keluarga dengan
balita stunting
• Monitoring dan evaluasi pencapaian seluruh Sasaran

10. Prevalensi malnutrisi (berat badan/tinggi badan) anak pada usia kurang
dari 5 tahun, berdasarkan tipe.
Tujuan :
Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan
Target :
Target Sasaran Daerah RPJMN 2015-2019 yang tertuang dalam Perpres
59/2017, menurunnya prevalensi wasting (kurus)pada anak balita pada tahun
2019 menjadi 9,5% (2013: 12%). Dalam ilmu gizi, Istilah malnutrisi dengan
indikator berat badan menurut tinggi badan (berat badan/tinggi badan) sama
dengan istilah wasting (kurus) seperti yang disebutkan dalam Perpres
59/2017, sehingga Target untuk indikator ini, mengambil dari indikator yang
berasal dari Perpres 59/2017 dengan istilah wasting. Sedangkan menurut
Target global yang tertuang dalam SDGs (2030), Pada tahun 2030,
menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk pada tahun 2025
mencapai Target yang disepakati secara interDaerah untuk anak pendek dan
kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja
perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula.

Nomor Indikator: 2.2.2


Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator prevalensi malnutrisi (berat badan/tinggi badan) pada
anak balita di Sulawesi Selatan sampai tahun 2017 adalah sebesar 8,7%.
Angka ini telah melampaui Target Daerah tahun 2019 yaitu 9,5%. Bahkan

VI-29 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target Daerah telah dicapai pada tahun 2016 yaitu 9,4%. Meskipun telah
melampaui Target Daerah, proyeksi perlu dibuat sebagai pedoman untuk
membuat upaya-upaya agar masalah ini tidak mengalami kenaikan dan juga
untuk dapat mencapai Target di tahun 2030. Berdasarkan baseline data tahun
2015 s/d 2017, dilakukan proyeksi untuk mengetahui capaian tahun 2019,
2023, dan 2030. Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau
dalam kondisi BAU (Business as usual). Hasil proyeksi BAU menunjukkan
bahwa, pada tahun 2019 indikator ini telah melampaui Target Daerah yaitu
6, 33%. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar
dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 10,2
2015 10,9
2016 9,4
2017 8,7
Proyeksi
2019 7,82 -
2023 6,33 -
2030 4,37 -
Prevalensi malnutrisi (berat badan/tinggi badan) anak pada usia
kurang dari 5 tahun, berdasarkan tipe.

14,00%

12,00% Target Nasional 2019 ; 9,5%


10,00%
Capaian (%)

8,70%
7,82%
8,00%
6,33%
6,00%
4,37%
4,00%

2,00%

0,00%
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU

Isu Strategis:
Mempertahankan agar masalah malnutrisi/wasting terus mengalami
penurunan dan tidak mengalami peningkatan
Rekomendasi :
a. Sasaran :
• Peningkatan pola konsumsi pangan yang aman, merata dan berkualitas
terutama pada kelompok (ibu hamil, ibu menyusui, baduta dan balita)

VI-30 | K L H S R P J M D S U L S E L
dan wilayah rentan masalah gizi (daerah dengan prevalensi tinggi
masalah malnutrisi (wasting)
• Terjaminnya penyediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Peningkatan sistem pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
merata
• Peningkatan perbaikan status gizi pada kelompok dan wilayah rentan
masalah gizi
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
• Menjaring keikutsertaan yang lebih luas dari berbagai lintas sektor,
stakeholder, serta trans disiplin baik dalam tanggung jawab
pelaksanaan maupun pencapaian Sasaran, melalui aktivitas yang
dimungkinkan
• Penggabungan atau pengintegrasian program Kegiatan yang ada di
berbagai SKPD yang difokuskan pada Tujuan yang sama, penurunan
prevalensi wasting
• Mengoptimalkan daya dukung sumber daya yang tersedia dengan
memfokuskan penanganan masalah wasting pada daerah yang
bermasalah
c. Outcome/Program
• Peningkatan perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan
• Peningkatan aksebilitas pangan
• Peningkatan ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi
• Peningkatan kesejahteraan masyarakat
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Kesehatan
• Dinas PU
• BKKBN
• Dinas Pendidikan
• Dinas Sosial
e. Kegiatan
• Pemantauan pola konsumsi (ASI Eksklusif sejak lahir sampai usia 6
bulan, ASI sampai 2 tahun, dan Makanan pendamping ASI sejak usia
6 bulan) dan status gizi anak balita.
• Penguatan dan peningkatan partisipasi ibu dan keluarga dalam
pemantauan status gizi dan status kesehatan anak balita
• Penyediaan fasilitas sanitasi dan air bersih yang terjangkau bagi semua
masyarakat.
• Penguatan ketahanan pangan keluarga
• Peningkatan kesejahteraan dan perbaikan ekonomi keluarga
• Monitoring dan evaluasi pencapaian seluruh Sasaran

VI-31 | K L H S R P J M D S U L S E L
11. Indikator: Proporsi perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun yang
proses melahirkan terakhirnya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Target :
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017: Meningkatnya persentase persalinan
oleh tenaga kesehatan terampil pada tahun 2019 menjadi 95 %
SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga
kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup.
Nomor Indikator : 3.1.2
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator untuk proses persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih pada perempuan pernah kawin umur 15 – 49 tahun, sampai dengan tahun
2017 belum memenuhi Target, yaitu sebesar 0,9405% = 94,05%. Capaian bahkan
belum memenuhi Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59 tahun 2017 di tahun
2019, yaitu sebesar 95% dan Target PBB pada tahun 2030 dalam mengurangi rasio
angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena
itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan proyeksi capaian yang
akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Business
Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang dilakukan, menunjukkan bahwa
indikator ini belum memenuhi Target Perpres no 59 tahun 2017 di tahun 2019, 2023
dan 2030, yaitu sebesar 94,8%. Sehingga, dilakukan proyeksi capaian dengan
melakukan upaya tambahan yang dimaksudkan sebagai upaya percepatan Target
indikator TPB. Hasil proyeksi yang dilakukan dengan menggunakan upaya
tambahan menunjukkan Target indikator yang mengacu pada Perpres no 59 tahun
2017 dapat tercapai pada tahun 2019, sebesar 95%. Untuk itu, diperlukan upaya-
upaya dari berbagai sektor agar capaian program dapat tercapai di tahun 2019.

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya


Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 0,9279
2015 0,9402
2016 0,929
2017 0,9405 =94,05 94,05
Proyeksi
2019 94,89 95
2023 96,62 98
2030 99,71 02

VI-32 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proporsi perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun yang proses
melahirkan terakhirnya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
100% 100%
100%
99%
Target Nasional 2019 ;
98% Meningkat menjadi 95% 98%
Capaian (%)

97%
97%
96%
95%
95% 95%
94%
94% 94%

93%
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Sebagai data tambahan dalam penggambaran proyeksi, khususnya di daerah


Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan data Kemenkes RI (2017), cakupan
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 144,995 atau 81,7%.
Isu Strategis :
Pelaporan dan pencatatan dari pihak fasilitas kesehatan terkait persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan belum maksimal. Rendahnya pelaksanaan
monitoring dan evaluasi terkait program preventif dan promotif terkait KIA.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Perbaikan sumber daya manusia di fasilitas kesehatan terkait manajemen data
dalam pelaksanaan pelaporan dan pencatatan serta peningkatan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi terkait program preventif promotif KIA di masyarakat.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Realisasi kebijakan terkait pembimbingan teknis dan manajemen SDM ditingkat
faskes bahkan kabupaten/kota serta pelaksanaan survailance KIA
c. Outcome/Program :
Pelaksanaan workshop dan pelatihan terhadap SDM serta pemerataan
pemahaman terkait KIA di masyarakat.
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappenas; Badan Pengelolaan
Keuangan; Dinas Kesehatan;
e. Kegiatan
• Melakukan aksi operasional di level faskes hingga kabupaten/kota terkait
penerapan kebijakan pelaksanaan teknis dan manajemen yang dilakukan SDM
• Melakukan upaya preventif dan promotif dengan menggunakan pendekatan
lintas sektor (one health)
• Memaksimalkan pelaksanaan program Bina upaya kesehatan serta gizi KIA
• Memperbaiki program perencanaan monitoring dan evaluasi
• Masih tetap berfokus pada sosialisasi dan pemahaman tentang pentingnya KIA

VI-33 | K L H S R P J M D S U L S E L
12. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup.
Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Target :
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 : Menurunnya angka kematian bayi per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2019 menjadi 24 (2012-2013: 32).
SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita
yang dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka
Kematian Balita 25 per 1000.
Nomor Indikator : 3.2.2(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Nilai capaian Target AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017, yaitu sebesar
1059. Angka ini tergolong sangat besar mengingatkan capaian indikator yang
ditentukan oleh Perpres No. 59 tahun 2017, sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup
dan Target PBB tahun 2030 sebesar 25 balita per 1000 kelahiran hidup. Sehingga
capaian indikator tersebut pada tahun 2017 dikatakan belum memenuhi Target.
Oleh karena itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan proyeksi
capaian yang akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Business Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang dilakukan,
menunjukkan bahwa indikator ini belum dapat memenuhi Target Perpres no 59
tahun 2017 di tahun 2019, 2023 dan 2030.
Sehingga, dilakukan proyeksi capaian dengan melakukan upaya tambahan yang
dimaksudkan sebagai upaya percepatan Target indikator TPB. Hasil proyeksi yang
dilakukan dengan menggunakan upaya tambahan menunjukkan Target indikator
yang mengacu pada Perpres no 59 tahun 2017 dapat tercapai di tahun 2019. Untuk
itu, diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar capaian program dapat
tercapai.
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 0,9279
2015 0,9402
2016 0,929
2017 0,9405 0,9405
Proyeksi
2019 1024,46 24
2023 958,73 23
2030 853,69 22

10000 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup.

1000 10591059 1024,46 958,73 853,69


Capaian (%)

100
24 23 22
10
Target Nasional 2019 ; Menurun menjadi 24
1
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-34 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis : Pelaksanaan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih masih belum terlaksana merata serta pelaksanaan antenatal care bagi ibu
yang mengalami kehamilan yang juga belum optimal.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Peningkatan kunjungan antenatal care dan tindakan persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Penerapan aturan di kabupaten/kota bagi ibu hamil untuk melakukan persalinan
di tenaga kesehatan dan pelaksanaan pendekatan secara individual.
c. Outcome/Program :
Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak dan fokus sosialisasi sebagai upaya
preventif kepada pasangan suami istri tentang pentingnya KIA, khususnya
pelaksanaan antenatal care dan persalinan oleh NaKes.
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappenas; Badan Pengelolaan
Keuangan; Dinas Kesehatan
e. Kegiatan
• Penerapan kebijakan KIA
• Sosialisasi door to door terhadap ibu hamil dan pasutri sebagai upaya untuk
memaksimalkan sosialisasi antenatal care dan pelaksanaan persalinan oleh
tenaga kesehatan terlatih.
• Pembinaan Kesehatan Bayi, Anak dan Remaja

13. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.


Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Target :
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 : Meningkatnya jumlah kabupaten/kota
dengan eliminasi malaria pada tahun 2019 menjadi 300 (2013: 212).
SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria,
dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber
air, serta penyakit menular lainnya.
Nomor Indikator : 3.3.3(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian Target dengan indikator Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi
malaria belum mencapai Target pada tahun 2017. Capaian Target indikator tersebut,
juga belum mencapai Target sesuai PBB tahun 2030, yaitu sebesar 24 Kab/Kota.
Oleh karena itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan proyeksi
capaian yang akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Business Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang dilakukan,
menunjukkan bahwa indikator ini belum dapat memenuhi Target Perpres no 59
tahun 2017 di tahun 2019, 2023 dan 2030.
Sehingga, dilakukan proyeksi capaian dengan melakukan upaya tambahan yang
dimaksudkan sebagai upaya percepatan Target indikator TPB. Hasil proyeksi yang
dilakukan dengan menggunakan upaya tambahan menunjukkan Target indikator
yang mengacu pada Perpres no 59 tahun 2017 dapat tercapai di tahun 2019. Untuk
itu, diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar capaian program dapat
tercapai.

VI-35 | K L H S R P J M D S U L S E L
3.3.3.(a) Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.
Proyeksi Dgn Upaya
Tahun Proyeksi BAU
Tambahan
2017 4 4
2019 0,326530612 24
2023 0,002175964 24
2030 3,38201E-07 24
Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.

100
24 24 24
10 4 4
1
2017 20190,326530612 2023 2030
0,1
Capaian (%)

0,01
0,001 0,002175964
0,0001 Target Nasional 2019 ;
Meningkat menjadi 300
0,00001
0,000001
0,0000001 3,38201E-07

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis : Akses terhadap pelayanan kesehatan masih tergolong sulit di daerah
terpencil dan pedalaman terhadap penanganan penyakit malaria.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Perbaikan akses ke pelayanan kesehatan dalam penanganan malaria di daerah
terpencil dan pedalaman
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Meningkatkan pembangunan infrastuktur terhadap akses jalan maupun transportasi
serta melakukan kerja sama lintas sektor
c. Outcome/Program :
Realisasi pembangunan akses jalan dan pengadaan transportasi bagi pasien di
daerah terpencil dan pedalaman dan program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan.
e. Kegiatan
• Pembangunan akses jalan dan transportasi
• Menggalangkan kerja sama lintas sektor dan investasi
• Pemberian sosialisasi terkait penanganan pertama kepada masyarakat terhadap
malaria
• Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonotik

VI-36 | K L H S R P J M D S U L S E L
14. Jumlah orang yang memerlukan intervensi terhadap penyakit tropis yang
terabaikan (Filariasis dan Kusta).
Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Target : Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan
penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air,
serta penyakit menular lainnya..
Nomor Indikator : 3.3.5*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian Target dengan indikator penyakit tropis malaria dan filariaris belum
mencapai Target pada tahun 2017. Capaian Target indikator tersebut, juga belum
mencapai Target sesuai PBB tahun 2030, yaitu sebesar 0 jiwa. Oleh karena itu,
berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan proyeksi capaian yang akan
dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Business
Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang dilakukan, menunjukkan bahwa
indikator ini belum dapat memenuhi Target Perpres no 59 tahun 2017 di tahun 2019,
2023 dan 2030.
Sehingga, dilakukan proyeksi capaian dengan melakukan upaya tambahan yang
dimaksudkan sebagai upaya percepatan Target indikator TPB. Hasil proyeksi yang
dilakukan dengan menggunakan upaya tambahan menunjukkan Target indikator
yang mengacu pada Perpres no 59 tahun 2017 dapat tercapai di tahun 2019. Untuk
itu, diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar capaian program dapat
tercapai.

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Tambahan Proyeksi Dengan Upaya


(BAU) Tambahan
Base Line
2014 422382
2015 253796
2016 283942
2017 333250,7068 333250,7068
Proyeksi
2019 284543,1907 -
2023 207444,7428 -
2030 119322,5005 -
Jumlah orang yang memerlukan intervensi terhadap
penyakit tropis yang terabaikan (Filariasis dan Kusta).
333250,7068
319322,5

284543,1907
269322,5 Target Nasional 2019 ;
Capaian (%)

Menurun
219322,5
207444,7428
169322,5

119322,5 119322,5005
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU

VI-37 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis : penggerakan, pelaksanaan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanan,
akses masyarakat pada pelayanan, sumber daya, sarana, prasarana, dukungan
swasta, dan lembaga masyarakat pada penanganan penyakit tropis
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Perbaikan terhadap cakupan pelayanan, akses masyarakat (sarana dan prasarana)
serta menambah kerja sama dengan swasta dan LSM setempat
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan terkait
penanganan penyakit tropis dan filariasis serta memperbaiki anggapan
masyarakat terkait penyakit tersebut.
c. Outcome/Program :
Melakukan aksi penggerakan terhadap perbaikan layanan dan kualitas pelayanan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sosialisasi penanganan filariasis serta
kusta dan Realisasi pembangunan akses jalan dan pengadaan transportasi bagi
pasien di daerah terpencil dan pedalaman dan program pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan.
e. Kegiatan
• Kerja sama lintas sektor khususnya dalam mendapat dukungan pihak swasta
• Pengembangan kapasitas layanan dari tenaga kesehatan
• Peningkatan akses bagi fasilitas kesehatan
• Pendekatan melalui sosialisasi dan interpersonal terkait anggapan penyakit
filariasis dan kusta.
• Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonotik

15. Indikator: Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta


Tujuan :
Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh
Penduduk Semua Usia
Target :
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017: Meningkatnya jumlah provinsi dengan
eliminasi kusta sebanyak 34 provinsi pada tahun 2019 (2013:20).
SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria,
dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber
air, serta penyakit menular lainnya.
Nomor Indikator : 3.3.5.(a)

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator untuk Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta sampai dengan
tahun 2017, belum mencapai Target . Jika Target Daerah mengeliminasi kusta tahun
2019 pada 34 provinsi di Indonesia, maka sulawesi selatan sebagai salah satu
provinsi penyumbang kusta terbanyak harus bebas penyakit tersebut pada tahun
2019 pada setiap kabupaten dan kota. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan
menunjukkan bahwa terdapat penurunan penyakit kusta tahun 2019 menjadi 8
kabupaten, 2023 menjadi 6 kabupaten, dan 2030 menjadi 4 kabupaten di Sulawesi

VI-38 | K L H S R P J M D S U L S E L
selatan. Sulitnya eliminasi kusta karena berbagai faktor seperti pengetahuan,
informasi, hingga stigma dan akses pelayanan kesehatan.

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya


Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 11
2015 9
2016 12
2017 11 11
Proyeksi
2019 11 13
2023 11 18
2030 11 24

Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta.


25
23 24
Target Nasional 2019 ;
21
Meningkat menjadi 34 provinsi
Capaian (%)

19
17 18
15
13 13
11 11 11 11 11 11
9
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Penggerakan, pelaksanaan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanan, akses
masyarakat pada pelayanan, sumber daya, sarana, prasarana, dukungan swasta, dan
lembaga masyarakat pada penanganan penyakit kusta
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Perbaikan terhadap cakupan pelayanan, akses masyarakat (sarana dan prasarana)
serta menambah kerja sama dengan swasta dan LSM setempat
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan terkait
penanganan penyakit kusta serta memperbaiki perilaku masyarakat terkait
penyakit tersebut.
c. Outcome/Program :
Melakukan aksi penggerakan terhadap perbaikan layanan dan kualitas pelayanan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sosialisasi penanganan kusta
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan

VI-39 | K L H S R P J M D S U L S E L
e. Kegiatan
• Kerja sama lintas sektor khususnya dalam mendapat dukungan pihak swasta
• Pengembangan kapasitas layanan dari tenaga kesehatan
• Peningkatan akses bagi fasilitas kesehatan
• Pendekatan melalui sosialisasi dan interpersonal terkait anggapan penyakit
kusta.
• Mendukung organisasi orang yang pernah mengalami kusta dan Kegiatanya
• Membuat Sistem informasi bagi penderita kusta agar penanganannya berbasis
bukti yang terekam dengan baik.
• Pengendalian Penyakit Menular Langsung

16. Indikator: Prevalensi penyalahgunaan narkoba


Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017: Terkendalinya laju prevalensi
penyalahgunaan narkoba pada akhir tahun 2019 menjadi angka 0,02% (2015:
0,05%).
SDG’s (2030): Memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat,
termasuk penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan.
Nomor Indikator : 3.5.1(e)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Prevalensi penyalahgunaan narkoba sampai dengan tahun 2017,
yaitu sebesar 0.0195%. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa Prevalensi
penyalahgunaan narkoba perlu upaya tambahan untuk memenuhi Target 0.02 %
pada tahun 2019. Data kasus penegakan hukum narkoba Polda Sulsel dan BNN pada
tahun 2016 sebanyak 1.613 kasus, sedangkan pada tahun 2017 mengalami
penurunan sebanyak 1.442 kasus. sedangkan jumlah bandar dan pengedar pada
tahun 2016 sebanyak 12.423 orang. Tahun 2017, mengalami peningkatan sebanyak
19.514 orang. Dari bidang rehabilitasi penaggulangan narkoba pada tahun 2016
sejumlah 1.214 residen telah menjalani rehabilitasi, sedangkan pada tahun 2017
mengalami penurunan sebanyak 794 residen. Tingginya penyalahgunaan narkoba
di Sulsel menunjukkan peredaran obat obat terlarang di daerah ini semakin bebas
diperjualbelikan. Selain itu, sejumlah kasus mencirikan bahwa kalangan pelajar
menjadi Sasaran peredaran narkoba.
Prevalensi penyalahgunaan narkoba.

Target Nasional 2019 ;


0,0195 Menurun menjadi
Capaian (%)

0,0195 0,02
angka 0,02%

0,01
0,005
0 0 0 0
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-40 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Belum terkendalinya laju prevalensi penyalahgunaan narkoba
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Meningkatnya daya tangkal masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan
narkoba
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Mengintensifkan upaya sosialisasi bahaya penyelahgunaan narkoba (demand
side); Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi pecandu dan korban
penyalahgunaan narkoba (demand side); dan meningkatkan efektifitas
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (supply side).
c. Outcome/Program :
Memberikan pemahaman masyarakat terhadap bahaya penyalahgunaan
narkotika, menambah Jumlah fasilitas rehabilitasi yang telah memenuhi standar
layanan minima
d. Instansi Pelaksana
Badan Narkotika Nasional, Dinas Kesehatan, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan Daerah; Dinas Kesehatan
e. Kegiatan
• Menyelenggarakan Kegiatan Penyuluhan Dengan Melibatkan Seluruh Unsur
Terkait Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba;
• Mengoptimalkan Peran Masyarakat Melalui Komunitas Peduli Dan Anti
Narkoba, Untuk Menanamkan Mindset Bahwa Narkoba Merupakan Public
Enemy;
• Mengoptimalkan Peran Media Sebagai Sarana Penyebaran Informasi Tentang
Bahaya Narkoba, Termasuk Menyelenggarakan Kegiatan Seminar Anti
Narkoba;
• Mengoptimalkan Kegiatan Patroli Terpadu di Daerah Yang Rawan Peredaran
Gelap Narkoba Dengan Melibatkan Beberapa Fungsi Kepolisian Maupun
Instansi Terkait Lainnya;
• Meningkatkan Fungsi Pengawasan Di Pintu Masuk Perbatasan Negara Baik
Di Darat, Laut Maupun Udara, Bekerjasama Dengan Instansi Terkait.

17. Proporsi perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) atau pasangannya


yang memiliki kebutuhan keluarga berencana dan menggunakan alat
kontrasepsi metode modern
Tujuan : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan
Seluruh Penduduk Semua Usia
Target yang ingin dicapai, berdasarkan :
• Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 : Meningkatnya angka prevalensi
pemakaian kontrasepsi suatu cara pada tahun 2019 menjadi 66% (2012-2013
:61,9%).
• SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan
kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan
pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program
Daerah.
Nomor Indikator : 3.7.1

VI-41 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator untuk pasangan dengan kebutuhan keluarga berencana dan
menggunakan alat kontrasepsi metode modern sampai dengan tahun 2017 belum
mencapai, yaitu sebesar 1387345 jiwa. Data terkait indikator tersebut tidak
memiliki baseline pertahun sejak tahun 2014 – 2015 tidak tersedia dan tidak normal
untuk diproyeksikan, sehingga proyeksi tentang Target capaian tidak dapat
ditetapkan dan gambar tidak dapat dibuat.

Proporsi perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) atau


3.7.1* pasangannya yang memiliki kebutuhan keluarga berencana dan
menggunakan alat kontrasepsi metode modern.
Proyeksi Dgn Upaya
Tahun Proyeksi BAU
Tambahan
2017 1387345 1387345
2019 0 2302992,7
2023 0 3822967,882
2030 0 6346126,684

Proporsi perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) atau


pasangannya yang memiliki kebutuhan keluarga berencana dan
menggunakan alat kontrasepsi metode modern.

6346126,684
5549380
Target Nasional 2019 ;
Capaian (%)

Meningkat menjadi 66% 3822967,882

2774690

2302992,7

1387345
1387345
1…
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
• Lemahnya koordinasi SKPD lintas sektor terkait yang menangani pengendalian
penduduk dan KB dalam penyediaan alat kontrasepsi bagi masyarakat untuk
mendukung keterpaduan program KB tingkat pelaksanaan di Kab/kota.
• Masih kurangnya kepesertaan KB laki-laki karena rendahnya pemahaman
pentingnya bagi laki-laki ikut ber KB disamping masih terbatasnya pilihan alat
kontrasepsi bagi kaum laki-laki
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Memperkuat koordinasi SKPD terkait dalam penyediaan alat konstrasepsi bagi
masyarakat dan peningkatan pemahaman dan kepesertaan KB bagi laki-laki
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Menjalin kerjasama lintas sektor terkait program KB dan penyediaan alat
kontrasepsi serta peningkatan peran serta kaum lagi-laki untuk penggunaan alat
kontrasepsi

VI-42 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Outcome/Program :
Pembuatan Mou kerjasama dalam rangka mensukseskan program KB di setiap
kabupaten/kota dalam rangka capaian Target Perpres no. 59 tahun 2017 serta
pemberian sosialisasi kepada pasangan suami istri terlebih kepada pihak laki-
laki tentang penggunaan alat kontrasepsi laki-laki dan program kependudukan,
kb, dan pembangunan keluarga
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan
e. Kegiatan
• Pembuatan Mou kerjasama lintas sektor SKPD terkait
• Pengoptimalan program KB secara teknis melalui kinerja Kegiatan dan SDM
• Sosialisasi dan pendampingan pasutri terkhusus pihak laki-laki dalam
pemberian pemahaman kontrasepsi bagi laki-laki dalam upaya peningkatan
kepesertaan KB laki-laki.
• Peningkatan Pembinaan Kesertaan ber-KB Jalur Pemerintah
• Peningkatan Advokasi dan KIE Program Kependudukan, KB, dan
pembangunan keluarga

18. Indikator : Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan


Tujuan :
Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh
Penduduk Semua Usia

Target yang ingin dicapai, berdasarkan:


SDG’s (2030): Meningkatkan secara signifikan pembiayaan kesehatan dan
rekrutmen, pengembangan, pelatihan, dan retensi tenaga kesehatan di negara
berkembang, khususnya negara kurang berkembang, dan negara berkembang pulau
kecil.
Nomor Indikator: 3. c. 1
Proyeksi Capaian Indikator TPB:
Capaian Target untuk indikator kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan sdh
tercapai mulai dari tahun 2014 – 2017, yaitu sebesar 222, 280, dan 299 tenaga
kesehatan. Adapun Target capaian distirbusi tenaga kesehatan khususnya di negera
kurang berkembang dan negara berkembang pulau kecil, adalah sebanyak 100 orang
pada tahun 2019. Oleh karena itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017,
dibuatkan proyeksi capaian yang akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau
dalam kondisi BAU (Business Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang
dilakukan, menunjukkan bahwa indikator ini akan terus mengalami peningkatan di
tahun 2019, 2023, dan 2030, yaitu sebesar 364, 542 dan 1086 tenaga kesehatan.
Sebagai tambahan referensi data, di Provinsi Sulawesi selatan telah terdapat 14354
tenaga kesehatan yang terdistribusi di 24 kabupaten/kota yang ada. Adapun tenaga
kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: dokter umum, dokter gigi,
perawat, bidan, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, farmasi, dan gizi.

VI-43 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 222
2015 280
2016 299
2017 299 299
Proyeksi
2019 364,65 -
2023 542,38 -
2030 1086,55 -

Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan.


1099 1086,550998

999

899 Target Nasional 2019 ;


Meningkat
799
Capaian (%)

699

599
542,3849322
499

399 364,6559724
299
299
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU

Isu Strategis :
Distribusi tenaga kesehatan yang belum merata di wilayah-wilayah daerah terpencil
dan kepulauan yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Serta
belum optimalnya penggunaan teknologi di bidang kesehatan dikarenakan
keterbatasan sumber daya manusia yang menguasai teknologi bidang kesehatan

Rekomendasi :
a. Sasaran :
Pemerataan distribusi tenaga kesehatan di wilayah-wilayah daerah terpencil dan
kepulauan serta peningkatan keahlian tenaga kesehatan berdasarkan profesi dan
bidanng ahli.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Pencatatan dan penjaringan tenaga kesehatan agar dapat terdistribusi merata di
berbagai wilayah, baik yang terpencil maupun daerah pesisir dan pulau serta
menerapkan standar keahlian bagi para tenaga kesehatan.

VI-44 | K L H S R P J M D S U L S E L
c. Outcome/Program :
Pemetaan wilayah agar tenaga kesehatan dapat terdistribusi secara merata
bahkan di wilayah terpencil serta daerah pesisir dan kepulauan. Serta pelatihan
pengembangan soft dan hard skill bagi para tenaga kesehatan sebagai bentuk
peningkatan kemampuan di bidang teknologi kesehatan.
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan.
e. Kegiatan
• Melakukan kerjasama lintas sektor terkait sebagai upaya percepatan
pemretaan distribusi tenaga kesehatan
• Workshop peningkatan keahlian bagi tenaga kesehatan
• Pelatihan penggunaan alat teknologi kesehatan modern bagi tenaga kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian.

19. Indikator : Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/sederajat.


Tujuan :
Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan
kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017: Meningkatnya APK SMA/ SMK/ MA/
sederajat pada tahun 2019 menjadi 91,63 % (2015: 76,4 %). (Meningkat
menjadi 91,63 %)
SDGs : Pada tahun 2030, menjamin akses yang sama bagi semua perempuan
dan laki-laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi,
termasuk universitas, yang terjangkau dan berkualitas
Nomor Indikator : 4.3.1.(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/sederajat.
sampai pada tahun 2017 adalah 110,02% Capaian ini telah mencapai Target
yang ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun
PBB di tahun 2030 yaitu Meningkat menjadi 91,63 % dan ada tahun 2030,
menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap
pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas,
yang terjangkau dan berkualitas. Untuk mengetahui capaian tahun 2019,
2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data
tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan tanpa upaya tambahan
atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU
menunjukkan indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 114,34% di
tahun 2019, 123,50% ditahun 2023, dan 141,34% ditahun 2030.dengan
kondisi ini, maka tidak diperlukan adanya upaya tambahan. Proyeksi capaian
indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

VI-45 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 103,84
2015 108,69
2016 109,92
2017 110,02 0
Proyeksi
2019 114,34 0
2023 123,50 0
2030 141,34 0

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/sederajat.


140 141,3411017
135
130
Target Nasional 2019 ;
Meningkat menjadi 91,63 %
Capaian (%)

125
123,5052909
120
115 114,3430085
110 110,02
105
100
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU
Isu Strategis :
Belum tercapainya upaya mengurangi proporsi usia muda yang tidak
bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.

Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-laki, terhadap
pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk universitas,
yang terjangkau dan berkualitas. .
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Arah kebijakan pembangunan pendidikan dalam rangka pencapaian
TPB/SDGs, adalah sebagai berikut: (1) Pelaksanaan Wajib Belajar 12
Tahun dengan menjamin hak seluruh anak Indonesia untuk dapat
menyelesaikan pendidikan dasar, dan memperluas dan meningkatkan
akses pendidikan menengah yang berkualitas, antara lain melalui
penyediaan bantuan untuk anak dari keluarga kurang mampu, pemberian
peluang lebih besar bagi anak di daerah pasca konflik, etnik minoritas dan
di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), dan perluasan pendidikan
khusus dan layanan khusus termasuk pendidikan inklusif sebagai upaya

VI-46 | K L H S R P J M D S U L S E L
pemenuhan hak anak untuk mendapatkan layanan pendidikan; (2)
Peningkatan kualitas pembelajaran, melalui penguatan jaminan kualitas
(quality assurance) pelayanan pendidikan, penguatan kurikulum dan
pelaksanaannya; dan penguatan sistem penilaian pendidikan yang
komprehensif dan kredibel; (3) Peningkatan kualitas, profesionalisme,
pengelolaan dan penempatan guru yang merata; (4) Peningkatan
pemerataan akses dan kualitas serta relevansi dan daya saing pendidikan
tinggi; (5) Peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan dan
pelatihan keterampilan kerja; (6) Peningkatan akses dan kualitas
pendidikan anak usia dini dalam rangka meningkatkan kesiapan anak
bersekolah untuk mendukung peningkatan kualitas Wajib Belajar 12
Tahun; (7) Peningkatan kualitas pendidikan karakter dan pendidikan
kewargaan; (8) Penumbuhan budaya sekolah yang kondusif bagi
penciptaan lingkungan belajar yang baik bagi siswa; dan (9) Peningkatan
tata kelola pendidikan dan efisiensi pembiayaan pendidikan.
c. Program dan Kegiatan:
Program dan Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain: 1) program-
program terkait peningkatan kualitas dan akses pendidikan dasar dan
menengah; 2) program terkait peningkatan akses, kualitas, relevansi dan
daya saing pendidikan tinggi; 3) program terkait peningkatan akses dan
kualitas pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat; 4) program
terkait penilaian mutu satuan pendidikan; 5) program terkait peningkatan
kapasitas dosen, guru, dan tenaga kependidikan; 6) program terkait
penyediaan/pemberian bantuan pendidikan untuk penduduk; 7) program
terkait pengembangan dan pembinaan, dan pelindungan bahasa; 8)
program terkait peningkatan kualitas kelembagaan, tata kelola, dan
layanan pendidikan
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Pendidikan
• Dinas Sosial

20. Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi
layak
Tujuan :
Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
Berkelanjutan
Target yang ingin dicapai, berdasarkan :
Perpres No. 59 tahun 2017 : Meningkatnya akses terhadap sanitasi yang layak
pada tahun 2019 menjadi 100% (2014: 60,9%).
SDG’s (2030) : Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan
yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar
di tempat terbuka, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan,
serta kelompok masyarakat rentan.
Nomor Indikator : 6.2.1(b)
Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pengaturan
Pengolahan dan penguraian limbah. Berdasarkan hasil analisis DDDTLH jasa

VI-47 | K L H S R P J M D S U L S E L
ekosistem Pengaturan Pengolahan dan penguraian limbah dengan kategori rendah
seluas 3.055.322,75 Ha (68%), sedang 1.301.386,76 Ha (29 %), Tinggi 120.641,25
Ha (3%). Sehingga secara umum daya dukung lingkungan hidup tidak mencukupi.
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian Target untuk indikator rumah tangga yang memiliki akses layanan sanitasi
layak belum tercapai di tahun 2017, yaitu sebesar 84,2%. Adapun Target capaian
akses layanan sanitasi yang layak bagi rumah tangga di tahun 2019 adalah sebesar
100%. Oleh karena itu, berdasarkan data baseline tahun 2014 – 2017, dibuatkan
proyeksi capaian yang akan dilakukan tanpa adanya upaya tambahan atau dalam
kondisi BAU (Business Analysis Ussually). Dari hasil proyeksi BAU yang
dilakukan, menunjukkan bahwa indikator ini belum mencapai Target di tahun 2019,
yaitu sebesar 95%. Sehingga, dilakukan proyeksi capaian dengan melakukan upaya
tambahan yang dimaksudkan sebagai upaya percepatan Target indikator TPB. Hasil
proyeksi yang dilakukan dengan menggunakan upaya tambahan menunjukkan
Target indikator yang mengacu pada Perpres no 59 tahun 2017 dapat tercapai di
tahun 2019. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya dari berbagai sektor agar capaian
program dapat tercapai di tahun 2019. Untuk cakupan layanan air bersih di Provinsi
Sulawesi Selatan masih tergolong rendah, yaitu masih dibawah angka 50%. Hal ini
dikemukan oleh Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI)
Sulselbar. Sedangkan untuk luas kawasan permukiman kumuh di daerah
provinsi Sul-sel mencapai 6.314 hektar atau 0,14 persen dari total luas lahan
4.268,270 hektar. Berdasarkan hal tersebut, sehingga, diperlukan upaya
percepatan untuk mencapai Target di tahun 2019.

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya


Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 69,51
2015 72,97
2016 72,36
2017 84,2 84,2
Proyeksi
2019 95,68 95,86
2023 123,54 100
2030 193,25 100
Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap
layanan sanitasi layak. 193%
184%

Target Nasional 2019 ;


Capaian (%)

Meningkat menjadi 100%


124%

96% 100% 100%


84% 95%
84% 8…
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-48 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
1. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tidak berbanding lurus
dengan luas wilayah yang tersedia untuk pemukiman.
2. Kebijakan yang berpihak pada masyarakat dalam aspek kesehatan pemukiman
sehat belum diterapkan secara maksimal.
3. Pengelolaan PDAM umumnya kurang profesional sehingga menimbulkan
inefisiensi dalam manajemen.
4. Banyaknya aspek zat pencemar membuat kualitas dari badan air untuk perluan
air bersih dan minum semakin menurun.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menciptakan keseimbangan dalam penataan tata ruang wilayah pemukiman
dan jumlah penduduk serta peningkatan kualitas dari sumber air bersih dan
minum yang didistribusikan di masyarakat.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Menerapkan kebijakan terkait pemukiman yang seharusnya dimiliki oleh
masyarakat dalam rangka pemenuhan sanitasi yang layak bagi rumah tangga
serta pengoptimalan kinerja dari pihak PDAM.
c. Outcome/Program :
Realisasi aksi pemerataan pemukiman sehat dengan sanitasi yang layak bagi
masyarakat dan melakukan monitoring evaluasi terkait program penyediaan air
bersih dan minum yanng dilakukan oleh pihak PDAM, Kegiatan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Program Pengelolaan Sumber
Daya Air yang dilaksanakan melalui Kegiatan Penyediaan dan Pengelolaan Air
Baku, Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
d. Instansi Pelaksana
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah; Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah; Dinas Kesehatan.
e. Kegiatan
• Melakukan kerjasama lintas sektor terkait dengan SKPD yang memiliki
program dan capaian yang sama.
• Pembangunan pemukiman layak bagi masyarakat dengan memperhatikan
aspek sanitasi.
• Monitoring dan evaluasi terkait program air bersih yang dilaksanakan oleh
pihak PDAM yang dilakukan secara berkala
• Pemeriksaan kualitas baku mutu air bersih dan minum yang akan
didistribusikan.

21. Laju pertumbuhan PDB per kapita


Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua.
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
(tidak ada dalam lampiran Perpres 59/2017) (Meningkat)

VI-49 | K L H S R P J M D S U L S E L
SDGs :
Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi
Daerah dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik
bruto per tahun di negara kurang berkembang.
Nomor Indikator :
8.1.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Laju pertumbuhan PDB per kapita..sampai pada tahun
2017 adalah 7,4%. Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan
dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030
yaitu meningkat. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030
maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d
2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi
BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator
ini belum dapat memenuhi Target yaitu 6,86% ditahun 2019, 6,63% ditahun
2023, 6,23 % ditahun 2030. Dalam rangka percepatan pencapaian Target
indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil
proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target indikator dapat
dipenuhi pada tahun 2023. Untuk mencapai Target sesuai proyeksi dengan
upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada tahun-
tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara
proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian
indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya


Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 7,54
2015 7,17
2016 7,41
2017 - 7,41
Proyeksi
2019 6,86 7,8
2023 6,63 8
2030 6,23 8,5

11 Laju pertumbuhan PDB per kapita.


10 Target Nasional 2019 ; Meningkat
Capaian (%)

9
8,50
8 7,80 8,00
7 7,41 7,41
6,86 6,63
6 6,24

5
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-50 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Menurunnya laju pertumbuhan PDB per kapit
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Mempertahankan Pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan
kondisi Daerah dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan
produk domestik bruto per tahun di negara kurang berkembang.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
• Pertumbuhan Ekonomi Makro
• Penciptaan Lapangan Kerja yang Layak dan Produktif
• Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
• Peningkatan Promosi Pariwisata Berkelanjutan
• Penguatan Kapasitas Lembaga Keuangan
c. Program dan Kegiatan:
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung
perekonomian daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Pendapatan Daerah
• Dinas Perindustrian
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Perdagangan

22. PDB per kapita.


Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua

VI-51 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 :
Meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita per tahun menjadi
lebih dari Rp 50 juta pada tahun 2019 (2015: Rp 45,2 juta).
(Meningkat menjadi lebih dari Rp 50 juta)
SDGs :
Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi
Daerah dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik
bruto per tahun di negara kurang berkembang
Nomor Indikator : 8.1.1.(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator PDB per kapita sampai pada tahun 2017 adalah 38,02 juta.
Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59
Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu meningkat
menjadi lebih dari Rp 50 juta. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023
dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun
2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam
kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan
indikator ini dapat memenuhi Target yaitu 53,52 juta ditahun 2019, 74,98
juta ditahun 2023, 135,30 juta ditahun 2030. Hasil proyeksi dengan tanpa
upaya tambahan menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun
2023, untuk itu tidak diperlukan Proyeksi dengan upaya tambahan. Proyeksi
capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 32,12
2015 35,11
2016 38,02
2017 - -
Proyeksi
2019 53,52 -
2023 74,98 -
2030 135,30 -

160 PDB per kapita.


140
Target Nasional 2019 ; Meningkat 135,31
120
Capaian (%)

menjadi lebih dari Rp 50 juta


100
80
74,99
60
53,52
40 38,02
20
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU

VI-52 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Masih rendahnya PDB per kapita.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Mempertahankan Pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan
kondisi Daerah dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan
produk domestik bruto per tahun di negara kurang berkembang.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
• Pertumbuhan Ekonomi Makro
• Penciptaan Lapangan Kerja yang Layak dan Produktif
• Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
• Peningkatan Promosi Pariwisata Berkelanjutan
• Penguatan Kapasitas Lembaga Keuangan
c. Program dan Kegiatan:
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung perekonomian
daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Pendapatan Daerah
• Dinas Perindustrian
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Perdagangan

23. Persentase tenaga kerja formal.


Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua.

VI-53 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 : Persentase tenaga kerja formal mencapai 51%
pada tahun 2019 (2015: 42,2%). 0,51
SDGs :
Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung Kegiatan
produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan
inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil,
dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
Nomor Indikator :
8.3.1.(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase tenaga kerja formal sampai pada tahun 2017
adalah 37,63%. Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam
Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu
mencapai 51%. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka
dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017.
Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi BAU
(Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini
belum dapat memenuhi Target yaitu 38,43 % ditahun 2019, 40,10% ditahun
2023, 43,20% ditahun 2030. Dalam rangka percepatan pencapaian Target
indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil
proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target indikator dapat
dipenuhi pada tahun 2019. Untuk mencapai Target sesuai proyeksi dengan
upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada tahun-
tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara
proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian
indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 36,45
2015 36,95
2016 35,11
2017 37,63 37,63
Proyeksi
2019 38,43 51
2023 40,10 54
2030 43,20 58

VI-54 | K L H S R P J M D S U L S E L
Persentase tenaga kerja formal.
60
Target Nasional 2019 ; 58
55 Mencapai 51 %
54
51
Capaian (%)
50

45
43,20093929
40 40,10583748
38,43781352
37,6337,63
35
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan


Isu Strategis :
• Belum tercapainya penyediaan pekerjaan tetap dan produktif dan
pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi
pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan
yang sama nilainya.
• Belum optimalnya penyusunan dan pelaksanaan kebijakan untuk
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan
kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung Kegiatan
produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan
inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil,
dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaanc.
c. Program dan Kegiatan:
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung perekonomian
daerah;
• Program pemberdayaan industri;

VI-55 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;

d. Instansi Pelaksana
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Sosial

24. Persentase tenaga kerja informal sektor pertanian.


Tujuan :
Persentase tenaga kerja informal sektor pertanian.
Target :
Perpres No. 59 Tahun 2017 : Meningkat
SDGs :
Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung Kegiatan
produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan
inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil,
dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
Nomor Indikator :
8.3.1.(b)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase tenaga kerja informal sektor pertanian sampai
pada tahun 2017 adalah 38,67%. Capaian ini belum mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di
tahun 2030 yaitu Meningkat. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023
dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun
2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam
kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan
indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 36,71% ditahun 2019,
33,08% ditahun 2023, 27,57% ditahun 2030. Dalam rangka percepatan
pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya
tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target
indikator dapat dipenuhi pada tahun 2023. Untuk mencapai Target sesuai
proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang
lebih pada tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang
besar antara proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan.
Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

VI-56 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 41,81
2015 41,73
2016 39,76
2017 38,6709175 38,6709175
Proyeksi
2019 36,71 40
2023 33,08 42
2030 27,57 46

Persentase tenaga kerja informal sektor pertanian.


60
55
Target Nasional 2019 ;
50
Meningkat 46
45
42
38,6709175 40
Capaian (%)

40
38,6709175
35 36,71025056
30 33,08210179
27,57421435
25
20
15
10
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Masih rendahnya persentase tenaga kerja informal sektor pertanian.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung Kegiatan
produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan
inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil,
dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan..
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.

VI-57 | K L H S R P J M D S U L S E L
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
c. Program dan Kegiatan:
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung perekonomian
daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Sosial
• Dinas Ketahanan Pangan

25. Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin dan kelompok


umur.
Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua
Target :
Peraturan Presiden No.59 Tahun 2017; Menurun
Target SDGS; Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan
pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi
pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan
yang sama nilainya.
Nomor Indikator : 8.5.2*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin
dan kelompok umur sampai pada tahun 2017 adalah 5,61%. Capaian ini
belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017
di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu menurun mencapai t. Untuk
mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi
capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini

VI-58 | K L H S R P J M D S U L S E L
dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis
Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini belum dapat
memenuhi Target yaitu 6,01% ditahun 2019, 6,92% ditahun 2023, 8,84%
ditahun 2030. Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB
maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan
upaya tambahan menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun
2019. Untuk mencapai Target sesuai proyeksi dengan upaya tambahan
diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada tahun-tahun yang akan
didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara proyeksi BAU dan
Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan
pada tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 5,05
2015 5,83
2016 4,74
2017 5,61 5,61
Proyeksi
2019 6,01 4
2023 6,92 3
2030 8,84 2
Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin
10 dan kelompok umur.
9 8,848560437
8
7 6,923183257
6,017422654
Capaian (%)

6 5,61
5 5,61
4
4
3
3
2 Target Nasional 2019 ; 2
1
0
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Belum tercapainya penyediaan pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan
yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan
penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama
nilainya.

VI-59 | K L H S R P J M D S U L S E L
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi
semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang
difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
b. Strategi dan Kebijakan
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
c. Program dan Kegiatan
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung
perekonomian daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Sosial
• Dinas Pendidikan
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Koperasi dan UMK
• Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana

26. Persentase usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja
atau mengikuti pelatihan (NEET).
Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua
Target :
PERPRES 59/2017: Meningkatnya keterampilan pekerja rentan agar dapat
memasuki pasar tenaga kerja (meningkat)

VI-60 | K L H S R P J M D S U L S E L
SDGs (2030) : Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi
usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.
Nomor Indikator : 8.6.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak
sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan (NEET) sampai pada tahun 2017
adalah 21,83%. Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam
Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu
meningkat. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka
dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017.
Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi BAU
(Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan ditahun 2019
pencapaian menurun sebesar 18,81%, dithun 2023 menurun 15,44% dan
ditahun 2030 menurun hingga mencapai 10,92%. Untuk itu dalam rangka
pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya
tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target
indikator dapat dipenuhi pada tahun 2019. Untuk mencapai Target sesuai
proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang
lebih pada tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang
besar antara proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan.
Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 -
2015 24.,10
2016 22,21
2017 21,83 21,83
Proyeksi
2019 18,81 23
2023 15,44 25
2030 10,92 28
Persentase usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak
sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan (NEET).
29
28
24 25
Capaian (%)

21,83 23
21,83
19 18,81
15,44
14 Target Nasional 2019 ;
Meningkat 10,92
9
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-61 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Belum tercapainya penyediaan pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan
yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan
penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama
nilainya.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh
pendidikan atau pelatihan.
b. Strategi dan Kebijakan
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
c. Program dan Kegiatan
• Program penataan pelayanan dan perizinan usaha;
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung
perekonomian daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
• Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja;
• Program perlindungan dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan;
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Sosial
• Dinas Pendidikan
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana

27. Proporsi kontribusi pariwisata terhadap PDB.


Tujuan :
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
Layak untuk Semua

VI-62 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target :
PERPRES 59/2017 : Meningkatnya kontribusi pariwisata menjadi 8%
terhadap PDB pada tahun 2019 (2014: 4,2%).
SDGs (2030) : Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan
untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan
kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal.
Nomor Indikator : 8.9.1*

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator Proporsi kontribusi pariwisata terhadap PDB sampai pada
tahun 2016 adalah 1,32%. Capaian ini belum mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di
tahun 2030 yaitu menurun mencapai 8%. Untuk mengetahui capaian tahun
2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline
data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan
atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU
menunjukkan indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 1,29%
ditahun 2019, 1,25% ditahun 2023, 1,18% ditahun 2030. Dalam rangka
percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi
dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan
menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun 2019. Untuk
mencapai Target sesuai proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan upaya-
upaya skenario yang lebih pada tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan
adanya Gap yang besar antara proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan
Tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar
dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 1,38
2015 1,34
2016 1,32
2016 - 1,32
Proyeksi
2019 1,290558307 8
2023 1,252321672 12
2030 1,18811331 16

VI-63 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proporsi kontribusi pariwisata terhadap PDB.

15
16
Target Nasional 2019 ;

Capaian (%)
Meningkat menjadi 8% 12
10
8
5

1,32 1,290558307 1,252321672 1,18811331


0 1,32
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Belum optimalnya penyusunan dan pelaksanaan kebijakan untuk
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja
dan mempromosikan budaya dan produk lokal.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan
pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan
mempromosikan budaya dan produk lokal.
b. Strategi dan Kebijakan
Strategi
• Menciptakan iklim usaha yang kondusif;
• Mendorong aktifitas ekonomi di berbagai sektor;
• Meningkatkan kualitas SDM tenaga kerja.
Arah Kebijakan
• Menyediakan berbagai kemudahan dalam berinvestasi dan berusaha;
• Mengembangkan sentra-sentra industri kecil dan mikro di berbagai
wilayah;
• Mengintegrasikan industri kecil dan mikro dengan pasar modern;
• Mengembangkan lembaga-lembaga pembinaan ketenagakerjaan
c. Program dan Kegiatan
• Pengembangan Kepariwisataan
• Program pembangunan sarana dan prasarana pendukung
perekonomian daerah;
• Program pemberdayaan industri;
• Program pengembangan kemitraan usaha;
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Pendapatan Daerah
• Dinas Pariwisata
• Dinas Koperasi dan UMK

VI-64 | K L H S R P J M D S U L S E L
28. Indikator : Panjang jalur kereta api
Tujuan :
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif
dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
Target :
Perpres Bertambahnya panjang jalur kereta api sepanjang 3.258 km pada
tahun 2019 (2014: 237). Target pada RTRW Provinsi Sulawesi Selatan pada
Tahun 2028 adalah 135 Km untuk Jalur Utama poros Pare-Pare ke Mkassar.
Selainitu terdapat jalur-jalur lain yang belum secara jelas ditetapkan dalam
indikasi program RTRWP Sulawesi Selatan tahun 2009, meliputi
Pembangunan rel KA lintas utama Selatan Makassar – Bulukumba, yang
seharusnya telah mulai dilaksanakan pada periode tahun 2014-2018, dan
Pembangunan rel KA poros lintas utama Timur Bulukumba - Palopo – Malili
dan Pembangunan rel KA lintas cabang Parepare - Sajoanging, Wajo yang
seharusnya dimulai pada periode 2019 – 2023. Selain Pembangunan rel KA
lintas utama Barat Makassar – Parepare, poros-poros yang lain belum mulai
dilaksanakan. Karenanya pada pembahasan ini hanya akan dijelaskan poros
Makassar – Pare-Pare sepanjang 135 Km.
Nomor Indikator : 9.1.1.(c)
Analisis DDDTLH: Inidkator ini terkait dengan jasa ekosistem penyediaan
pangan dan air.Berdasarkan hasil Analisis DDDTLH jasa ekosistem
penyediaan panag yang akan terdampak adalah sebagai berikut. Sangat
Rendah 3 Km (2%); Rendah 12 Km (9%); Sedang 21 Km (15%); Tinggi 28
Km (21%) dan Sangat Tinggi 71 Km (53%). Untuk jasa ekosistem penyedia
air yang akan terdampak adalah sebagi berikut. Sangat Rendah 3 Km (2%);
Rendah 40 Km (30%); Sedang 91 Km (67%); Tinggi 0 Km (0%) dan Sangat
Tinggi 1 Km (1%).
Proyeksi Capaian Indikator TPB:
Secara umum tidak dinyatakan Target capain per periode, namun bila dikalkulasi
secara rata rata. Capaian indikator per periode 45 Km sampai pada tahun 2017
adalah 1 Km untuk Rel terpasang dan 44 Km baru merupakan timbunan. Capaian
ini dapat dikatakan belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59
Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030. Data berkenaan
pembangunan pertahun sejak 2014 sampai dengan 2018 tidak tersedia, sehingga
proyeksi tidak dapat ditetapkan dan gambar tidak dapat dibuat. dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014
2015
2016
2017 1+44 Km penimbunan

VI-65 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proyeksi
2019 45 Km 45Km+poros lainnya
2023 90 Km 90Km+poros lainnya
2030 135 Km 135Km+poros lainnya.
Isu Strategis : Pembiayaan pembangunan Rel Kereta Api diharapkan berasal
dari APBN &/ APBP &/ swasta. Kondisi keuangan negara yang belum
membaik akan berpengaruh pada ketersediaan dana dari APBN dan kesiapan
investor dalam berpartisipasi.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Melakukan penyelesaian terhadap Target pengembangan infrastruktur
jalur kereta api. Tercapainya Target pembangunan rel poros utama 90 Km
pada tahun 2023.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Meningkatkan pembangunan infrastruktur regional yang mendukung
pembangunan ekonomi dengan fokus pada akses yang terjangkau dan
merata bagi semua
c. Outcome/Program :
Realisasi pembangunan infrastruktur jalur kereta dengan
mempertimbangkan feasibility studi dan rencana tata ruang wilayah.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, PT. Kereta Api Indonesia
e. Kegiatan
• Rasionalisasi Target pembangunan poros-poros yang lain melalui revisi
RTRWP.
• Pembangunan infrastruktur jalur kereta dengan mempertimbangkan
kajian lingkungan wilayah yakni menghindari daerah yang memiliki
daya dukung penyediaan pangan dan air yang sangat tinggi & tinggi
sedapat mungkin dan menghindari wilayah yang memiliki daya dukung
pengaturan khususnya terkait bencana yang rendah.
• Mengkaji ulang DED.
• Meningkatkan penggalangan dana investor.

29. Jumlah dermaga penyeberangan.


Tujuan :
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif
dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
Target :
PERPRES 59/2017 : Meningkatnya jumlah dermaga penyeberangan menjadi
275 pada tahun 2019 (2014: 954 km).

VI-66 | K L H S R P J M D S U L S E L
SDGs (2030) : Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal,
berkelanjutan dan tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas,
untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia,
dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi semua.
Nomor Indikator : 9.1.2.(b)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Khusus untuk pembangunan dermaga, diharapkan bahwa keseluruhan 38
Dermaga Penyeberangan di Sulsel dapat terpenuhi sebagai bagian dari TPB
pada tahun 2030 mendatang. Selama 12 tahun ke depan diperlukan
pembangunan 25 Dermaga Penyeberangan. Pengalam selama tuga tahun
terakhir menunjukkan bahwa pertambahan dermaga penyeberangan hanya
mencapai 1 (satu) dermaga di Sulsel. Bila kondisi BAU (Business As Usual)
ini dibiarkan tanpa intervensi, maka 12 tahun ke depan maksimal didapatkan
12 dermaga tambahan. Dengan demikian, dibutuhkan intervensi penaikan
kapasitas membangun dermaga 2X (dua kali) lipat untuk memenuhi Target
25 Dermaga tambahan, sehingga bisa didapatkan 38 Dermaga
Penyeberangan pada tahun 2030.
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 13
2015 13
2016 13
2017 13 13
Proyeksi
2019 13 16
2023 13 25
2030 13 38

40 Jumlah dermaga penyeberangan


38,00

30 Target Nasional 2019 ;


Capaian (%)

Meningkat 25,00

20
16,00
13
13 13 13 13
10
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-67 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Belum optimalnya pengembangan infrastruktur yang berkualitas, andal,
berkelanjutan dan tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas,
untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia,
dengan fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi semua.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan
tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas, untuk
mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan
fokus pada akses yang terjangkau dan merata bagi semua.
b. Strategi dan Kebijakan
• Mempercepat pembangunan Sistem Transportasi Multimoda yang
andal;
• Mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan
industri Daerah untuk mendukung Sistem Logistik Daerah dan
penguatan konektivitas Daerah ;
• Menjaga keseimbangan antara transportasi yang berorientasi Daerah
dengan transportasi yang berorientasi lokal dan kewilayahan;
• Membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk
mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri
Khusus, Kompleks Industri, dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di
wilayah nonkoridor ekonomi;
• Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang ramah
lingkungan dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan;
• Meningkatkan pelayanan yang berorientasi pada pelanggan secara adil
dan profesional, aman dan nyaman;
• Meningkatkan kapasitas dan kualitas lembaga pengembangan SDM;
• Mentransformasi kewajiban pelayanan universal (Universal Service
Obligation) menjadi broadband ready;
c. Program dan Kegiatan
Program Penguatan konektifitas daerah;
Kegiatan Pengelolaan dan penyelenggaraan transportasi laut
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Perhubungan
• Dinas Kelautan dan Perikanan

30. Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur.


Tujuan :
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif
dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
Target :
PERPRES 59/2017: Meningkatnya laju pertumbuhan PDB industri
manufaktur sehingga lebih tinggi dari pertumbuhan PDB (2015: 4,3%).

VI-68 | K L H S R P J M D S U L S E L
SDGs (2030): Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan,
dan pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri
dalam lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi
Daerah, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang
berkembang.
Nomor Indikator : 9.2.1.(a)

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur sampai pada
tahun 2017 adalah 8,75%. Capaian ini telah mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di
tahun 2030 yaitu meningkat. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023
dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun
2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam
kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan
indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 8,58% ditahun 2019,
8,27% ditahun 2023, dan terus mengalami penurunan hingga 7,74% ditahun
2030. Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB maka
dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya
tambahan menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun 2019
yaitu mengalami peningkatan. Untuk mencapai Target sesuai proyeksi
dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada
tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara
proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian
indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 9
2015 6,80
2016 8,15
2017 8,75 8,75
Proyeksi
2019 8,58 8,85
2023 8,27 9
2030 7,74 9,5

VI-69 | K L H S R P J M D S U L S E L
Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur.
10
Target Nasional 2019 ; 9,5
9,5 Lebih tinggi dari pertumbuhan PDB

9
9
8,85
Capaian (%)

8,75
8,75
8,5 8,587203377
8,270640432
8

7,744476659
7,5

7
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Belum optimalnya peningkatan infrastruktur dan retrofit industri agar dapat
berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya dan
adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses industri bersih dan ramah
lingkungan, yang dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-
masing.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada
tahun 2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam
lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi
Daerah, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang
berkembang.
b. Strategi dan Kebijakan
Pengembangan sdm industri dan peningkatan kompetensi tenaga kerja
dan produktivitas terkait dengan sdm industri, serta penumbuhan dan
pengembangan industri kecil dan menengah terkait pengembangan usaha
kecil dan menengah.
c. Program dan Kegiatan
• Program peningkatan perdagangan antar daerah;
• Kegiatan pengelolaan industri dan perdagangan
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Pendapatan Daerah
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Koperasi dan UMK
• Dinas Perindustrian
• Dinas Perdagangan

VI-70 | K L H S R P J M D S U L S E L
31. Proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur.
Tujuan :
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif
dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
Target :
PERPRES 59/2017 : (tidak ada dalam lampiran Perpres 59/2017).
Meningkat
SDGs (2030) : Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan,
dan pada tahun 2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri
dalam lapangan kerja dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi
Daerah, dan meningkatkan dua kali lipat proporsinya di negara kurang
berkembang.
Nomor Indikator : 9.2.2*

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator Proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur.
sampai pada tahun 2017 adalah 262.936. Capaian ini belum mencapai Target
yang ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun
PBB di tahun 2030 yaitu menurun mencapai t. Untuk mengetahui capaian
tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan
baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya
tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi
BAU menunjukkan indikator ini dapat memenuhi Target yaitu 313.457 jiwa
ditahun 2019, 445.486 jiwa ditahun 2023, 824.106 jiwa ditahun 2030, sehingga
tidak diperlukan proyeksi dengan upaya tambahan. Proyeksi capaian
indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini:
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 202.003
2015 230.459
2016 296.882
2017 262.936 0
Proyeksi
2019 313.457 0
2023 445.486 0
2030 824.106 0

VI-71 | K L H S R P J M D S U L S E L
Proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur.

850000,00 824105,97

750000,00

650000,00 Capaian (%) Target Nasional 2019 ; Meningkat

550000,00

450000,00 445486,47

350000,00 313457,17
262936,00
250000,00
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU

Isu Strategis :
Masih rendahnya proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja dan produk
domestik bruto, sejalan dengan kondisi daerah.
b. Strategi dan Kebijakan
Pengembangan SDM industri dan peningkatan kompetensi tenaga kerja
dan produktivitas terkait dengan sdm industri, serta penumbuhan dan
pengembangan industri kecil dan menengah terkait pengembangan usaha
kecil dan menengah.
c. Program dan Kegiatan
• Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen;
• Program peningkatan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas
• Kegiatan Peningkatan kualitas SDM Industri
• Kegiatan Peningkatan KualitasPendidikan Vokasi Industri
• Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pelatihan Kerja dan
Produktivitas
• Kegiatan peningkatan Kompetensi Instruktur dan Tenaga Kepelatihan
d. Instansi Pelaksana
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Perindustrian

VI-72 | K L H S R P J M D S U L S E L
32. Persentase Perubahan Emisi CO2/Emisi Gas Rumah Kaca
Tujuan :
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan Industri Inklusif dan
Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi
Nomor Indikator : 9.4.1(a)
Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pengaturan iklim.
Berdasarkan hasil analisis DDDTLH jasa ekosistem Pengaturan iklim dengan
kategori rendah seluas 767.097,18 Ha (17%), sedang 2.707.150,34 Ha (60 %),
Tinggi 1.003.103,23 Ha (22%). Sehingga secara umum daya dukung lingkungan
hidup mencukupi

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Berkurangnya emisi CO2 mendekati 26% pada tahun 2019. (Perpres 59/2015).
Target SDG’s 2030 : Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur dan retrofit
industri agar dapat berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan
sumberdaya dan adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses industri bersih
dan ramah lingkungan, yang dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan
masing-masing.
Telah dilakukan perhitungan ulang untuk merevisi targer 26% pada tahun 2020
dengan usaha sendiri, menjadi 29% pada tahun 2030.
Proyeksi tidak dapat dilakukan karena hanya terdapat 1 data pada tahun 2015, yaitu
penurunan emisi sebesar 5,12% dengan usaha sendiri. Tidak terdapat data yang
pasti ketercapaian Target ini.
Hasil perhitungan sementara penurunan Target emisi di Provinsi Sulawesi Selatan
dapat dilihat pada tabel berikut.

% %
BAU (ton Mitigasi (Ton
SEKTOR Penurunan penurunan
CO2 Eq) CO2 eq)
persektor total
Kehutana
n 16.887.156 2.792.501 16,54 9,01
Pertanian 7.063.483 70.849 1,00 0,23
Energi 6.243.890 472.989 7,58 1,53
Limbah 793.800 201.630 25,40 0,65

Total 30.988.328,99 3.537.968,22 11,42


Sumber data : Draft Akhir Kaji Ulang Rencana Aksi Daerah RAD-GRK
Data sementara per September 2018.

Secara keseluruhan penurunannya masih belum memenuhi Target Daerah sebesar


29%, namun Target yang terlalu ambisius dikhawatirkan tidak dapat tercapai.
Berdasarkan penelitian Irawan (2016), pada tahun 2014, Target 20% yang
dicanangkan akan tercapai pada tahun 2020, baru tercapai sekitar 11% (dalam
pertengahan kurun waktu).
Gambaran mitigasi emisi GRK pada masa lalu berdasarkan Target tahun 2020
adalah sebagai berikut.

VI-73 | K L H S R P J M D S U L S E L
12.000.000,00

10.000.000,00

8.000.000,00

6.000.000,00

4.000.000,00

2.000.000,00

-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
(2.000.000,00)

Capaian Mitigasi Emisi Target Mitigasi Emisi RAD-GRK


Kehutanan dan Land Use Pertanian
Limbah Energi
Transportasi Trend Total Mitigasi
Trend Kehutanan Trend Pertanian
Trend Limbah Trend Energi
Trend Transportasi

Isu Strategis : Data yang digunakan dalam perhitungan berasal dari kabupaten dan
kota di Provinsi Sulsel. Koordinasi dalam pengumpulan data sangat sulit dapat
dilaksanakan. Selain itu pencatatn pada masing-masing instansi juga tidak secara
rutin dilakukan.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Optimalisasi penurunan emisi GRK dengan melibatkan 6 sektor terkait emisi.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
- Mengendalikan Kegiatan yang memproduksi GRK yang teridentifikasi dari
berbagai sektor pembangunan.
- Mengoptimalkan penggunaan lahan untuk mengurangi GRK.
c. Outcome/Program :
Menyelesaikan revisi kaji ulang Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca untuk
mengidentifikasi sektor-sektor yang memiliki emisi GRK tinggi
Membangun basis data emisi di sektor Kehutanan, Pertanian, Peternakan,
Energi sektor Perhubungan, Enaergi sektor Sumberdaya Mineral, _Pengelolaan
lingkungan hidup (sampah).
d. Instansi Pelaksana
OPD Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.
OPD Pertanian.
OPD Peternakan.
OPD Energi dan Sumberdaya Mineral.
OPD Perhubungan.
OPD Lingkungan Hidup.

VI-74 | K L H S R P J M D S U L S E L
e. Kegiatan
Bidang Kehutanan & Lahan:
• Pengembangan agroforestry
• Rehabilitasi Hutan dan Lahan
• Rehabilitasi Mangrove
• Perhutanan Sosial
• Perlindungan Hutan
• Pemeliharaan Batas Kawasan Hutan
Bidang Energi:
• Pembangunan PLTMH Off Grid
• Pembangunan Instalasi Bio Gas Rumah
• Pembangunan PLTS Terpusat
• Pengadaan Lampu Jalan Tenaga Surya
• Pengadaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)
• Pembangunan PLTBm Off Grid
• Pembangunan ITS/ATCS
• Reformasi Sistem Transit (BRT/semi BRT) dan angkutan umum
• Peremajaan angkutan umum
• Car free Day
• Pelatihan dan Sosialisasi Smart Driving
Bidang Limbah:
• Kegiatan Pembangunan Fasilitas pengelolaan Sampah
• Kegiatan Penangkapan Metan
• Kegiatan Daur Ulang dan 3R
• Kegiatan Pengurangan Open Burning
• Pembangunan Fasilitas Pengelolaan Air Limbah
Bidang Pertanian:
• Pengembangan desa organik
• Sistem Pertanian Terintegrasi Jagung, Ternak dan Pengolahan
Limbah
• Tumpang Sari Jagung dan Kakao
• Pengembangan Bio Gas
• Penambahan Pakan Konsentrat
• Pengembangan HMT (Hijauan Makanan Ternak)
Program Program tersebut di atas merupakan masukan dari masing
masing opd yang termasuk dalam pokja penghitungan ulang RAD
GRK Sulsel.

33. Koefisien Gini.


Tujuan :
Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara
Target :
PERPRES 59/2017: Koefisien Gini pada tahun 2019 menjadi 0,36 (2014:
0,41).
SDGs (2030): Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan
mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah
40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata Daerah.

VI-75 | K L H S R P J M D S U L S E L
Nomor Indikator : 10.1.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan merupakan salah satu
masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Para ahli ekonomi
pembangunan menggunakan Koefisien Gini (Gini Ratio) untuk mengukur
tingkat kesenjangan pendapatan suatu negara/daerah. Koefisien Gini
berkisar antara 0 sampai 1, di mana angka 0 menunjukkan distribusi
pendapatan masyarakat yang sempurna (perfect equality). Sementara angka
1 menunjukkan ketimpangan/kesenjangan yang perfect inequality. Pada
Tabel 1 disajikan Koefisien Gini Provinsi Sulawesi dan Indonesia, Tahun
2014-2017.
Tabel 1. Koefisien Gini di Propinsi Sulawesi Selatan, 2014-2017

INDIKATOR CP CP CP CP
2014 2015 2016 2017
Gini Ratio Provinsi
0.45 0.4 0.4 0.43
Sulawesi Selatan
Gini Ratio Indonesia 0.41 0.41 0.40 0,391*
*Nilai Gini Ratio, September, 2017

Pada Tabel 1 terlihat bahwa Koefisien Gini di Sulawesi Selatan pada Tahun
2014 sebesar 0,45. Angka ini lebih tinggi dari angka nasional, yang berarti
ketimpangan pendapatan masyarakat di Sulawesi Selatan lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata daerah lain di Indonesia. Selanjutnya angka
Koefisien Gini di daerah ini mengalami penurunan menjadi 0,40, dua tahun
berturut-turut. Hal ini menrupakan indikasi membaiknya distribusi
pendapatan di Sulawesi Selatan. Bahkan pada Tahun 2015 Koefisien Gini
provinsi ini (0,40) lebih baik dibandingkan dengan angka Koefisien Gni
Indonesia (0,41). Namun demikian penurunan Koefisien Gini di Provinsi
Sulawesi Selatan tidak konsisten. Pada Tahun 2017 angkanya naik menjadi
0,43, yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data Koefisien
Gini Sulawesi Selatan selama 4 tahun terakhir, dilakukan proyeksi beberapa
tahun ke depan sebagai mana disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar 1
terlihat bahwa proyeksi Koefisien Gini di Sulawesi Selatan cenderung
menurun dalam keadaan BAU, yaitu dari angka 0,43 pada Tahun 2017
menjadi 0,35 pada Tahun 2030. Kecenderungan ini menunjukkan hal yang
positif, namun belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai contoh, pada
Tahun 2019 target yang diharapkan di tingkat nasional sesuai dengan
Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 adalah 0,36. Sementara Koefisien
Gini di daerah ini diproyeksi sebesar 0,42. Oleh karena itu, diperlukan
kebijakan pembangunan ekonomi, yang dituangkan dalam berbagai program
dan kegiatan pembangunan, yang dapat mengurangi kesenjangan pendapatan
masyarakat di daerah ini.

VI-76 | K L H S R P J M D S U L S E L
0,5 Koefisien Gini.

0,430,43 0,42
0,39
Capaian (%) 0,36 0,35
0,3 0,30
Target Nasional 2019
0,20
Menurun menjadi 0,36
0,1
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan
Isu Strategis :
Kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat di Provinsi Sulawesi
Selatan masih relatif tinggi yang ditunjukkan oleh Koefisien Gini pada
Tahun 2017 sebesar 0,43. Angka ini menunjukkan distribusi pendapatan
yang relatif buruk yang sekaligus juga lebih buruk dari Koefisien Gini
Indonesia (0,391).
REKOMENDASI:
a. Sasaran :
Menurunkan Koefisien Gini dalam keadaan BAU dengan melakukan
intervensi kebijakan dengan berbagai bentuk program dan kegiatan
pembangunan.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi dan arah kebijakan pembanguan daerah yang mampu memacu
pertumbuhan ekonomi wilayah yang inklusif, yaitu pertumbuhan
ekonomi daerah yang ditopang oleh kelompok masyarakat yang
mayoritas, yang pada umumnya bergerak di sektor pertanian dan
UMKM. Dengan demikian diharapkan kesenjangan pendapatan antar
golongan dapat direduksi.
c. Outcome/Program:
• Program Kemudahan Investasi bagi UMKM di Perkotaan. Program ini
diharapkan dapat memacu pertumbuhan jumlah pengusaha muda yang
melakukan investasi, sehingga geliat perekonomian yang ditopang
dari penduduk mayoritas bisa meningkat.
• Program Pemberdayaan Masyarakat Berpendapatan Rendah di
Perdesaan. Program ini bisa dilakukan dengan berbagai pelatihan yang
dapat meningkatkan produksi dan produktivitas hasil pertanian
mereka.
• 3LABOUR INTENSIVE PROGRAM, yaitu dengan memperluas dan
menambah volume dan jenis pekerjaan bagi kelompok berpendapatan
rendah, sehingga mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih dari

VI-77 | K L H S R P J M D S U L S E L
1 (satu) sumber pendapatan, melalui pengembangan kapasitas dan
skill tertentu baik di perkotaan maupun di perdesaan.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas
Perindustrian, Dinas Kesehatan; Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota.
e. Kegiatan
• Pelatihan peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian
bagi petani di perdesaan dengan penggunaan Pupuk Organik Hayati,
yang merupakan terobosan baru dalam bidang pertanian.
• Kegiatan diversifikasi jenis usaha bagi kelompok berpendapatan
rendah dan anggota keluarganya baik di perkotaan dan perdesaan.
• Melibatkan peran serta LSM, Perusahaan Swasta, Lembaga
Pendidikan dll., dalam suatu kegiatan LINK & MATCH dalam
rangka perluasan kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat
berpendaptan rendah dan anggota keluarganya, terutama di
perkotaan.
• Penguatan modal kerja UMKM.

34. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan Daerah,


menurut jenis kelamin dan kelompok umur
Tujuan :
Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara
Target :
PERPRES 59/2017 : Tingkat kemiskinan pada tahun 2019 menjadi 7-8%
dari jumlah penduduk (2015:11,13%).
SDGs (2030) : Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan
mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah
40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata Daerah.
Nomor Indikator : 10.1.1.(a)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan Daerah, menurut jenis kelamin dan kelompok umur sampai pada
tahun 2016 adalah 9,32%. Capaian ini belum mencapai Target yang
ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di
tahun 2030 yaitu menurun mencapai 7-8%. Untuk mengetahui capaian tahun
2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline
data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan
atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU
menunjukkan indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu 8,38%
ditahun 2019, 7,41% ditahun 2023, 5,97% ditahun 2030. Dan tanpa

VI-78 | K L H S R P J M D S U L S E L
memerlukam upaya tambahan, Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada
tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 9,91
2015 9,77
2016 9,32
2017 - 0
Proyeksi
2019 8,38 0
2023 7,41 0
2030 5,97 0

Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan


nasional, menurut jenis kelamin dan kelompok umur.
10
9,5 9,32
9
8,5 8,380119436
Capaian (%)

8
7,5 7,411988283
7 Target Nasional 2019 ;
6,5
Menurun menjadi 7-8%
6 5,979056077
5,5
5
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU
Isu Strategis :
Belum optimalnya sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan belum tercapainya
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mencapai dan mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk
yang berada di bawah 40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi
dari rata-rata Daerah.
b. Strategi dan Kebijakan
Strategi: (1) Penyempurnaan sistem perlindungan sosial yang
komprehensif untuk mempertahankan daya beli dan menjaga tingkat
pertumbuhan konsumsi; (2) Perluasan dan peningkatan pelayanan dasar
bagi masyarakat miskin dan rentan dalam rangka meningkatkan kapasitas

VI-79 | K L H S R P J M D S U L S E L
pengelolaan kehidupan terhadap berbagai goncangan ekonomi dan sosial;
serta (3) Pengembangan penghidupan berkelanjutan untuk
menumbuhkan kemampuan ekonomi produktif berdasarkan lima aset
dasar yang dimiliki (aset alam, SDM, fisik, finansial, dan sosial).
Kebijakan: Penguatan kebijakan ketenagakerjaan, peningkatan akses
terhadap lahan dan modal bagi penduduk miskin dan rentan, peningkatan
konektivitas antarwilayah terutama antara wilayah perkotaan dan
perdesaan, serta wilayah-wilayah tertinggal dan khusus pada kantong
kemiskinan
c. Program dan Kegiatan
• Program koordinasi pengembangan kebijakan pembangunan manusia
dan kebudayaan
• Kegiatan koordinasi kebijakan dan jaminan sosial
• Kegiatan koordinasi kebijakan dan penanganan kemiskinan
• Kegiatan koordinasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Sosial
• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
• Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana

35. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal.


Tujuan :
Mengurangi Kesenjangan Intra- dan Antarnegara
Target :
PERPRES 59/2017 : Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah
tertinggal menjadi 14% pada tahun 2019 (2014: 16,64%).
SDGs(2030) : Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan
mempertahankan pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada di bawah
40% dari populasi pada tingkat yang lebih tinggi dari rata-rata Daerah.
Nomor Indikator : 10.1.1.(f)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Pengentasan kemiskinan di Indonesia bukan merupakan pekerjaan yang
mudah bagi pemerintah pusat maupun daerah. Lokasi mukim penduduk
miskin pada umumnya berada di daerah tertinggal yang kondisi geografis
pada umumnya sulit terjangkau. Mereka berada di wilayah yang aksesnya
sulit dicapai dengan kenderaan bermotor, berada di wilayah perbatasan,
pedalaman, dan di pulau kecil dan pulau terluar. Oleh karena itu, pemerintah
pusat dan daerah harus melakukan terobosan dengan menggenjot
pembangunan ekonomi di daerah tertinggal. Pada Tabel 1 disajikan

VI-80 | K L H S R P J M D S U L S E L
Persentase Penduduk Miskin di Daerah Tertinggal di Propinsi Sulawesi
Selatan, 2014-2017.
Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin di Daerah Tertinggal
di Propinsi Sulawesi Selatan, 2014-2017
INDIKATOR CP 2014 CP 2015 CP 2016 CP 2017

Persentase penduduk
miskin di daerah
15.31 15.18 15.49 15.40
tertinggal di Provinsi
Sulawesi Selatan
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase penduduk miskin yang berada
di daerah tertinggal sebanyak 15,31% pada Tahun 2014. Sedikit menurun
pada Tahun 2015 menjadi 15,18%. Kemudian naik lagi pada Tahun 2016
menjadi 15,49% dan 15,40% pada Tahun 2017. Penurunannya bersifat
fluktuatif/tidak konsisten. Angka ini relatif lebih rendah dari angka nasional
pada Tahun 2014, dimana persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
di Indonesia pada tahun sebesar 16,64%. Meskipun demikian
kecenderungannya relatif naik/memburuk. Hal ini bisa dilihat dari proyeksi
yang dihasilkannya, yaitu persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
di Sulawesi Selatan cenderung meningkat secara linear (lihat Gambar 1).
Selain itu, dari angka proyeksi terlihat bahwa pada Tahun 2019 persentase
penduduk miskin di daerah tertinggal di daerah ini diperkirakan sebanyak
15,46%. Angka ini masih lebih tinggi dari target nasional sebanyak 14%.
Pada Gambar 1 juga dapat dilihat bahwa angka tersebut mempunyai
kecenderungan yang meningkat dalam keadaan BAU. Dengan demikian,
diperlukan upaya intervensi untuk menahan laju pertambahan jumlah relatif
penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Selatan

Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal.


20
19 Target Nasional 2019
18
Menurun menjadi 14%
17
Capaian (%)

16 15,4 15,46029373 15,58159031 15,79615372


15 15,4
14 14,00
13 13,00
12 12,00
11
10
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

VI-81 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Belum optimalnya sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan belum tercapainya
cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.
REKOMENDASI:
a. Sasaran :
Menahan laju penambahan persentase penduduk miskin di daerah
tertinggal dalam keadaan BAU dengan melakukan intervensi kebijakan
dengan berbagai bentuk program dan kegiatan pembangunan, baik
pembangunan infrastruktur fisik maupun pembangunan SDM.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Strategi dan arah kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
penurunan persentase penduduk miskin di daerah tertinggal adalah
kebijakan pembangunan infrastruktur fisik terutama akses jalan,
dermaga/pelabuhan untuk menghubungkan pusat perekonomian dengan
daerah tertinggal. Pembukaan dan perbaikan akses
jalan/dermaga/pelabuhan dapat meningkatkan mobilitas barang dan
hasil-hasil pertanian dan hasil perikanan (darat/laut) yang dihasilkan di
daerah tertinggal ke pusat perekonomian terdekat.
Selain itu, kebijakan pengembangan SDM di daerah tertinggal sangat
penting, agar mereka dapat mengelola sumberdaya alamnya dengan baik.
Dengan demikian, masalah kemiskinan di daerah tertinggal dapat diatasi.
c. Outcome/Program :
Program perluasan dan pengembangan infrastruktur fisik (terutama akses
jalan, dermaga/pelabuhan) dan pengembangan infrastruktur pasar
komoditas hasil pertanian dan hasil laut. Selain itu, program
pengembangan SDM di daerah tertinggal sangat penting dilakukan.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas
Perindustrian, Dinas Kesehatan; Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota.
e. Kegiatan
• Pembangunan akses jalan/dermaga/pelabuhan yang menghubungkan
daerah tertinggal dengan pusat perekonomian terdekat.
• Pendidikan dan latihan bagi penduduk miskin, terutama yang
berkaitan dengan peningkatan produksi hasil pertanian mereka,
peningkatan produksi hasil perikanan (darat/laut) dan hasil tangkapan.
• Melibatkan peran serta LSM, Perusahaan Swasta, Lembaga
Pendidikan dll., dalam suatu kegiatan LINK & MATCH dalam rangka
perluasan kesempatan kerja bagi penduduk miskin dan anggota
keluarganya.

VI-82 | K L H S R P J M D S U L S E L
36. Indikator : Persentase sampah perkotaan yang tertangani
Tujuan :
Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan Berkelanjutan
Nomor Indikator : 11.6.1.(a)
Tidak terkait Daya Dukung, namun lebih mempengaruhi Daya Tampung. Dalam
kajian ini belum dilakukan anlisis kuantitatif untuk daya tampung.

Analisis DDDTLH : Indikator ini terkait dengan jasa ekosistem Pengaturan


Pengolahan dan penguraian limbah. Berdasarkan hasil analisis DDDTLH jasa
ekosistem Pengaturan Pengolahan dan penguraian limbah dengan kategori rendah
seluas 3.055.322,75 Ha (68%), sedang 1.301.386,76 Ha (29 %), Tinggi 120.641,25
Ha (3%). Sehingga secara umum daya dukung lingkungan hidup tidak mencukupi.
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Persentase sampah perkotaan yang tertangani sampai pada tahun
2017 adalah 17,53% Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam
Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu 80%
dan 100%. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan
proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian
ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis
Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini belum dapat memenuhi
Target yaitu 80% pada tahun 2019 dan 100% pada tahun 2030. Dalam rangka
percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi dengan
upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan Target
indikator dapat dipenuhi pada tahun 2023. Untuk mencapai Target sesuai proyeksi
dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada tahun-
tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara proyeksi BAU
dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan
pada tabel dan gambar dibawah ini :

11.6.1.(a) Persentase sampah perkotaan yang tertangani.


Tahun Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan
2017 17,53 17,53
2019 18,77 80,00
2023 21,52 90,00
2030 27,34 100,00

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Daerah dari


Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehuitanan, sampah yang terkelola di Kota
Makassar sudah mencapai 70%.
Sebagai Informasi Pula menurut UU 23 Tahun 2014 kewenangan Provinsi dalam
pengelolaan sampah adalah pada TPA regional, yang saat ini belum dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Selatan.

VI-83 | K L H S R P J M D S U L S E L
Persentase sampah perkotaan yang tertangani.

100 Target Nasional 2019 ; 100,00


Meningkat menjadi 20 ton/hari 90,00
90
80,00
80
70
Capaian (%)

60
50
40
30 27,34904355
21,52448603
17,53 18,77149552
20
17,53
10
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis : Pengelolaan sampah di Kabupaten/Kota bukan merupakan


kewenangan Provinsi. TPA Regional belum tersedia untuk Provinsi Sulawesi
Selatan.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Meningkatnya angka penanganan sampah
Meningkatnya pengelolaan sampah terpadu melalui konsep 3R (reduce, reuse
and recycle).
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Membangun tempat pengolahan sampah regional Mamminasata sebagai
percontohan.
Mengubah sampah menjadi rupiah. (meningkatkan nilai sampah).
c. Outcome/Program :
• Pembangunan fasilitas pengelolaan sampah Regional secara terpadu
• Kerjasama pengelolaan sampah lintas kota/kabupaten, utamanyan
Metropolitan Mamminasata, untuk transformasi sampah menjadi energi
listrik.
• Penyusunan panduan manajemen pengelolaan sampah untuk wilayah
perkotaan kabupaten dan kota.
d. Instansi Pelaksana
OPD Pekerjaan Umum, OPD Lingkungan Hidup, OPD ESDM dan PLN.
e. Kegiatan
• Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan, termasuk
didalamnya pembangunan TPA Regional ramah lingkungan.
• Penyusunan kebijakan kerjasama pengelolaan persampahan.
• Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan.
• Pengembangan teknologi pengolahan persampahan, sampah menjadi
energi listrik.
• Bimbingan teknis pengolahan persampahan.

VI-84 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Peningkatan kemampuan aparat pengelolaan persampahan tingkat
regional.
• Koordinasi pengelolaan persampahan, utamanya Metropolitan
Mamminasata.
• Koordinasi pengelolaan sampah antar daerah.
• Sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan.
• Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan

37. Indikator : Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang.


Tujuan :
Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan
Nomor Indikator : 12.5.1.(a)
Tidak terkait Daya Dukung, namun lebih mempengaruhi Daya Tampung. Dalam
kajian ini belum dilakukan anlisis kuantitatif untuk daya tampung.

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator Persentase sampah perkotaan yang tertangani sampai pada tahun
2017 adalah 15,29ton/hari. Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan
dalam Perpres No. 59 Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu
20 ton/hari. Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan
proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi capaian
ini dilakukan tanpa upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis Analysis
Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini belum dapat memenuhi
Target yaitu 15,5 ton/hari pada tahun 2019 dan 17 ton/hari pada tahun 2030. Dalam
rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi
dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan menunjukkan
Target indikator dapat dipenuhi pada tahun 2023. Untuk mencapai Target sesuai
proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario yang lebih pada
tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap yang besar antara
proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian indikator
ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

12.5.1.(a) Persentase sampah perkotaan yang tertangani.


Tahun Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan
2017 15,29 17,53
2019 15,59 20
2023 16,23 25
2030 17,40 30

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Daerah dari


Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehuitanan, sampah yang terkelola di Kota
Makassar sudah mencapai 70%.

VI-85 | K L H S R P J M D S U L S E L
Sebagai Informasi Pula menurut UU 23 Tahun 2014 kewenangan Provinsi dalam
pengelolaan sampah adalah pada TPA regional, yang saat ini belum dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang.
50
45 Target Nasional 2019 ;
40 20 ton per hari (skala nasional)
35
Capaian (%)

30 30,00
25,00
25
20 20,00
15,29 17,40308941
15 15,59755558 16,23135044
15,29
10
5
0
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis : Pengelolaan sampah di Kabupaten/Kota bukan merupakan


kewenangan Provinsi. TPA Regional belum tersedia untuk Provinsi Sulawesi
Selatan.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Meningkatnya angka penanganan sampah
Meningkatnya pengelolaan sampah terpadu melalui konsep 3R (reduce, reuse
and recycle).
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
Membangun tempat pengolahan sampah regional Mamminasata sebagai
percontohan.
Mengubah sampah menjadi rupiah. (meningkatkan nilai sampah).
c. Outcome/Program :
• Pembangunan fasilitas pengelolaan sampah Regional secara terpadu
• Kerjasama pengelolaan sampah lintas kota/kabupaten, utamanyan
Metropolitan Mamminasata, untuk transformasi sampah menjadi energi
listrik.
• Penyusunan panduan manajemen pengelolaan sampah untuk wilayah
perkotaan kabupaten dan kota.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas ESDM dan PLN.
e. Kegiatan
• Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan, termasuk
didalamnya pembangunan TPA Regional ramah lingkungan.
• Penyusunan kebijakan kerjasama pengelolaan persampahan.
• Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan.
• Pengembangan teknologi pengolahan persampahan, sampah menjadi
energi listrik.

VI-86 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Bimbingan teknis pengolahan persampahan.
• Peningkatan kemampuan aparat pengelolaan persampahan tingkat
regional.
• Koordinasi pengelolaan persampahan, utamanya Metropolitan
Mamminasata.
• Koordinasi pengelolaan sampah antar daerah.
• Sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan.
• Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan

38. Indikator : Jumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan


Tujuan :
Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan Ekosistem
Daratan, Mengelola Hutan secara Lestari, Menghentikan Penggurunan,
Memulihkan Degradasi Lahan, serta Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman
Hayati
Nomor Indikator : 15.2.1.(d)
Analisis untuk jumlah KPH tidak dapat menggunakan rumus pertumbuhan atau
metode proyeksi tertentu. Selain itu, tidak ada dalam lampiran Perpres 59/2017.
KPH (kesatuan Pengelolaan Hutan) merupakan lembaga pengelolaan hutan pada
tingkat tapak yang meruakan perpanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Selatan di daerah. Terkait dengan jumlah KPH, Sulawesi Selatan
membentuk KPH dengan alasan tertentu yang cukup berbeda dengan wilayah
lainnya di Indonesia. Karena perpanjangan tangan urusan pengelolaan termasuk
perizinan di daerah, seyognya pembentukan KPH mengikuti batas DAS (Daerah
Aliran Sungai) yang ada atau pilihan berdasarkan batas administrasi kabupaten
untuk kemudahan pengelolaan dan pertimbangan aksesibitas pengelolaan dan
pengamanan serta perizinan.
Di wilayah lain di Indonesia, pembentukan nKPH diawali dengan pembentukan
KPH Model. Setelah itu, jumlah KPH langsung dibentuk berdasarkan dua
pertimbangan tadi yakni wilayah kelola berdasarkan DAS atau administrasi sesuai
jumlah kabupaten/kota di suatu provinsi.
Di Sualwesi Selatan sangat terlambat dalam merumuskan jumlah KPH jika
dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Dalam perjalanan pembentukan
KPH, sempat ingin dibentuk melebihi jumlah saat ini (16), dan setelah ingin dibuat
dengan membentuk 10 KPH model. Akan tetapi semua tertahan dan baru kemudian
terbentuk pada tahun 2017 yang operasional Kegiatan baru dimulai tahun 2018.
Selain itu, ada beberapa kondisi yang melemahkan fungsi kerja KPH yang ada saat
ini yakni hanya berjumlah 16 KPH saja. Selain jumlahnya tidak berimbang dengan
wilayah kelola, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan juga membentuk CDK
( Cabang Dinas Kehutanan) semacam UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) dulu.
Ketidak jelasan wilayah kelola dan fungsi koordinasi yang tidak jelas diserta
dengan pendanaan yang tidak mencukupi semakin memberikan pengaruh terhadap
tidak berjalannya pengelolaan hutan yang optimal di daerah atau di tingkat tapak.

Cara Perhitungan : Untuk perhitungan jumlah KPH dengan tetap membandingkan


dengan julahnya saat ini, maka diupayakan untuk membentuk KPH pada setiap

VI-87 | K L H S R P J M D S U L S E L
wilayah kelola yang beririsan dengan batas administrasi dan juga tetap
mempertimbangkan batas ekologi atau DAS. Untuk itu, CDK di Rekomendasikan
untuk ditiadakan dan dilebur kedalam KPH yang dibentuk. Sehingga pada tahun
2019, 2023 dan 2030 diharapkan KPH yang terbentuk sebanyak 22 KPH.

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Tata kelola hutan menjadi optimal melalui KPH Tabel jumlah KPH per tahun
melalui Kegiatan BAU (Bussines as Usual) dan proyeksi dengan perlakuan tertentu
sebagai berikut :

Jumlah KPH
Tahun BAU Proyeksi dengan Perlakuan
2017 16 16
2018 16 16
2019 16 22
2023 16 22
2030 16 22
Grand Total 80 98

Sebaran pertumbuhan KPH dengan dua skenario diatas dapat dilihat pada grafik
berikut:

Proyeksi Jumlah KPH Provinsi Sulawesi Selatan


25

20
Jumlah KPH

15
Sum of BAU
10
Sum of Proyeksi dengan
5
Perlakuan
0
2017 2018 2019 2023 2030 Tahun

Isu Strategis :
Efektifitas dan efisiensi pengelolaan KPH
Rekomendasi :
a. Sasaran :
• Hutan lestari pada tiap pengelolaan KPH
• Kesejahteraan masyarakat meningkat
• Pengelolaan yang efektif dan efisien
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
• Optimalisasi tata kelola KPH yang efektif dan efisien
• Mendorong peningkatan hasil produk unggulan setiap KPH berbasis
potensinya

VI-88 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Mendorong pemberdayaan dan penguatan pengelolaan KPH di setiap
wilayah
c. Outcome/Program :
• Peningkatan jumlah KPH di Sulawesi Selatan
• Optimalisasi peran KPH pada setiap tapak
• Peningkatan dan penguatan tata kelola hutan melaui KPH
d. Instansi Pelaksana
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan
e. Kegiatan
• Pembentukan KPH berbasis DAS atau wilayah administrasi kabupaten
• Peningkatan fungsi dan pengelolaan KPH di setiap tapak
• Pengadaan sarana prasarana pendukung dalam penguatan peran dan fungsi
KPH

39. Persentase penggunaan E-procurement terhadap belanja pengadaan.


Tujuan :
Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediaan Akses Keadilan untuk Semua, dan Membangun
Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di Semua Tingkatan
Target :
PERPRES 59/2017 : Meningkatnya penggunaan E-procurement terhadap
belanja pengadaan menjadi 80% pada tahun 2019 (2013: 30%).
SDGs (2030): Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan
transparan di semua tingkat.
Nomor Indikator : 16.6.1.(c)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin
dan kelompok umur sampai pada tahun 2017 adalah 5,07%. Capaian ini
belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017
di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu meningkat mencapai 80%.
Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka dilakukan
proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017. Proyeksi
capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi BAU (Bisnis
Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini belum
dapat memenuhi Target yaitu 3,20% ditahun 2019, 1,74% ditahun 2023,
0,59% ditahun 2030. Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator
TPB maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Untuk itu diperlukan
tingakan khusus dan upaya tambhan untuk mendongkrak pencapaian
menjadi meningkat. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan
gambar dibawah ini :

VI-89 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan Upaya
Tambahan (BAU) Tambahan
Base Line
2014 -
2015 6,88
2016 5,25
2017 5,07 5,07
Proyeksi
2019 3,20 40
2023 1,74 60
2030 0,59 80

Persentase penggunaan E-procurement terhadap belanja


pengadaan.
90
80
80,00
70
Target Nasional 2019 ;
60 60,00
Menjadi 80%
Capaian (%)

50
40 40,00
30
20
10 5,07 3,207282695 1,741711756
0 5,07 0,598335274
2017 2019 2023 2030

Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan


Isu Strategis :
Belum terwujudnya jaminan bagi semua laki-laki dan perempuan, khususnya
masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber
daya ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan
kontrol atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam,
teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di
semua tingkat.
b. Strategi dan Kebijakan
Peningkatan proses yang adil melalui transparansi dan profesionalisme
dalam pengadaan barang dan jasa
c. Program dan Kegiatan
Program pengembangan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
d. Instansi Pelaksana
Biro Pembangunan Setda

VI-90 | K L H S R P J M D S U L S E L
40. Total pendapatan pemerintah sebagai proporsi terhadap PDB menurut
sumbernya.
Tujuan :
Menguatkan Sarana Pelaksanaan dan Merevitalisasi Kemitraan Global untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Target :
PERPRES 59/2017 : Meningkat
SDGs (2030) : Memperkuat mobilisasi sumber daya domestik, termasuk
melalui dukungan interDaerah kepada negara berkembang, untuk
meningkatkan kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak dan pendapatan
lainnya.
Nomor Indikator : 17.1.1*
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin
dan kelompok umur sampai pada tahun 2017 adalah Rp. 9.055.278.907.514
Capaian ini belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59
Tahun 2017 di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu mengalami
peningkatan Untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka
dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data tahun 2014 s/d 2017.
Proyeksi capaian ini dilakukan upaya tambahan atau dalam kondisi BAU
(Bisnis Analysis Usualy). Hasil proyeksi BAU menunjukkan indikator ini
belum dapat memenuhi Target yaitu Rp. 12.621.032.501.326 ditahun 2019,
Rp. 24.517.771.468.170 ditahun 2023, Rp. 78.371.233.234.223 ditahun
2030. Dan tidak memerlukan upaya tambahan. Proyeksi capaian indikator
ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan


Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 Rp. 5.503.161.406.066
2015 Rp. 6.105.815.095.558
2016 Rp. 7.162.588.691.183
2017 Rp. 9.055.278.907.514 Rp. 9.055.278.907.514
Proyeksi
2019 Rp. 12.621.032.501.326 0
2023 Rp. 24.517.771.468.170 0
2030 Rp. 78.371.233.234.223 0

VI-91 | K L H S R P J M D S U L S E L
Total pendapatan pemerintah sebagai proporsi terhadap PDB
menurut sumbernya.
Rp89.055.278.907.514

Rp79.055.278.907.514 Rp78.371.233.234.223
Rp69.055.278.907.514

Capaian (%)
Rp59.055.278.907.514
Target Nasional 2019 ;
Rp49.055.278.907.514 Meningkat
Rp39.055.278.907.514

Rp29.055.278.907.514 Rp24.517.771.468.170

Rp19.055.278.907.514
Rp12.621.032.501.326
Rp9.055.278.907.514
Rp9.055.278.907.514
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU

Isu Strategis :
Belum optimalnya upaya memperkuat mobilisasi sumber daya domestik,
termasuk melalui dukungan interdaerah kepada negara berkembang, untuk
meningkatkan kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak dan pendapatan
lainnya.
Rekomendasi :
a. Sasaran
Memperkuat mobilisasi sumber daya domestik, termasuk melalui
dukungan interDaerah kepada negara berkembang, untuk meningkatkan
kapasitas lokal bagi pengumpulan pajak dan pendapatan lainnya.
b. Strategi dan Kebijakan
• Mobilisasi sumberdaya domestik;
• Kerjasama multipihak termasuk kemitraan global dan kerjasama
antara pemerintah dengan swasta;
• Peningkatan dan saling berbagi dalam bidang teknologi khususnya
informasi dan komunikasi;
• Perdagangan nasional dan internasional yang menitikberatkan pada
ekspor dan peranannya dalam stabilitas makroekonomi
c. Program dan Kegiatan
• Program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak,
• Pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang kepabeanan dan
cukai,
• Perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan,
• Pengelolaan anggaran negara,
• Program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja,
• Program pengelolaan biaya dan risiko
d. Instansi Pelaksana
• Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
• Dinas Pendapatan Daerah
• Badan pengelolaan keuangan Daerah

VI-92 | K L H S R P J M D S U L S E L
41. Jumlah metadata Kegiatan statistik dasar, sektoral, dan khusus yang
terdapat dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik (SIRuSa).
Tujuan :
Menyediakan informasi metadata Kegiatan statistik yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan, dalam rangka menunjang terbentuknya Sistem Statistika
Daerah (SSN)
Target :
Target PERPRES : Meningkat
Nomor Indikator : 17.18.1.(c)
Proyeksi Capaian Indikator TPB :
Capaian indikator pita lebar sampai pada tahun 2017 adalah 1. Tidaka ada
Target dalam Perpres No. 59 Tahun 2017. Data tidak lengkap setiap tahun
sehingga untuk mengetahui capaian tahun 2019, 2023 dan 2030 maka
dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data yang ada yaitu tahun
2015 s/d 2017. Dalam rangka percepatan pencapaian Target indikator TPB
maka dilakukan proyeksi dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan
upaya tambahan menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun
2023 sebesar 3. Sementara diproyeksi capaian pada tahun 2030 adalah 4.
Untuk mencapai Target sesuai proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan
upaya-upaya skenario yang lebih pada tahun-tahun yang akan didatang
dikarenakan adanya Gap yang besar antara proyeksi BAU dan Proyeksi
dengan Upayan Tambahan. Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada
tabel dan gambar dibawah ini :
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Tambahan Proyeksi Dengan Upaya
(BAU) Tambahan
Base Line
2014 -
2015 8
2016 9
2017 1 1
Proyeksi
2019 0.04 2.00
2023 0.00069 3.00
2030 4.77E-07 4.00
Jumlah metadata kegiatan statistik dasar, sektoral, dan khusus
yang terdapat dalam Sistem Informasi Rujukan Statistik (SIRuSa).
6,842092
2,2806973 2,00 3,00 4,00
0,7602324 1 1
0,2534108 2017 2019 2023 2030
0,0844703
0,044194174
Capaian (%)

0,0281568
0,0093856
0,0031285
0,0010428
0,0003476 0,000690534
0,0001159 Target Nasional 2019 ;
3,862E-05
1,287E-05
4,292E-06
1,431E-06
4,768E-07
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan
4,77E-07

VI-93 | K L H S R P J M D S U L S E L
Isu Strategis :
Minimnya informasi metadata Kegiatan statistik yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan, terjadinya duplikasi Kegiatan statistik.
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Tersedianya metadata statistik dasar, metadata statistik sektoral, dan
metadata statistik khusus.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
• Kegiatan statistik seperti survei tidak hanya dilakukan oleh BPS saja,
tetapi juga dapat dilakukan oleh instansi pemerintah lainnya
• semua instansi pemerintah, baik Dinas maupun lembaga pemerintah
non Dinas yang memperoleh dana dari APBN dan atau APBD wajib
memberitahukan, mengikuti Rekomendasi dari BPS, dan
menyerahkan hasil penyelenggaraan survei mereka.
• Termasuk survei yang dilaksanakan oleh konsultan-konsultan yang
bekerjasama dengan instansi pemerintah
c. Outcome/Program :
Lima sektor prioritas pembangunan pitalebar yaitu e-Pemerintahan, e-
Pendidikan, e-Kesehatan, e-Logistik, dan e-Pengadaan.
d. Instansi Pelaksana
BPS, Instansi Pemerintah, Konsultan
e. Kegiatan
• BPS memberi Rekomendasi yang menyatakan Kegiatan yang
bersangkutan layak atau tidak untuk dilanjutkan.
• Surveyor bertanggung jawab untuk menyampaikan pemberitahuan
rencana survei kepada BPS menyangkut informasi tentang survei yang
diajukan (diusulkan) oleh instansi pemerintah dan menjadi tanggung
jawab mereka, juga memeriksa dan memonitor informasi tentang
survei-survei yang dilakukan instansi pemerintah lainnya yang berada
dalam metadatabase BPS.
• Hasil pengumpulan data statistik sektoral yang wajib diserahkan ke
BPS dapat berupa publikasi, media komputer, atau media lainnya
• Pada saat melakukan survei wajib mengikuti format yang telah
ditetapkan oleh BPS.

42. Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar (fixed broadband) di Perkotaan


dan di Perdesaan
Tujuan :
Membangun prasarana pita lebar, meningkatkan adopsi dan kualitas
penggunaan sehingga terjamin konektivitas selalu tersambung, terjamin
ketahanan dan keamanan informasinya serta memiliki kemampuan triple-
play dengan kecepatan minimal 2 Mbps untuk akses tetap (fixed) dan 1 Mbps
untuk akses bergerak (mobile)

VI-94 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target :
Perpres Meningkatnya penetrasi akses tetap pita lebar (fixed broadband)
pada tahun 2019 di: - Perkotaan (20 Mbps) menjangkau 71% rumah tangga
(2015: 38%) dan 30% populasi (2015: 16%). - Perdesaan (10 Mbps)
menjangkau 49% rumah tangga (2015: 26%) dan 6% populasi (2015: 3%).
Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar (fixed broadband) di Perkotaan dan di
Perdesaan Provinsis Sulawesi Selatan pada tahun 2030 mencapai 13.730
berdasarkan proyeksi tanpa upaya tambahan (BAU) dan 19.496 berdasarkan
proyeksi dengan upaya tambahan.
Tingkat penetrasi dihitung menggunakan formulasi:
PFB = (JRTFB/JRT) x 100%
Dimana: PFB = Tingkat penetrasi akses tetap pita lebar diperkotaan dan di
pedesaan, JRTFB = Jumlah rumah tangga terkoneksi pita lebar, JRT =
Jumlah rumah tangga.

Nomor Indikator : 17.6.2.(b)

Proyeksi Capaian Indikator TPB :


Capaian indikator pita lebar sampai pada tahun 2017 adalah 63% Capaian ini
belum mencapai Target yang ditentukan dalam Perpres No. 59 Tahun 2017
di tahun 2019 maupun PBB di tahun 2030 yaitu 71%. Data tidak tersedia
secara lengkap setiap tahun sehingga untuk mengetahui capaian tahun 2019,
2023 dan 2030 maka dilakukan proyeksi capaian berdasarkan baseline data
yang ada yaitu tahun 2014 dan 2016. Hasil proyeksi BAU menunjukkan
indikator ini belum dapat memenuhi Target yaitu sebesar 8%. Dalam rangka
percepatan pencapaian Target indikator TPB maka dilakukan proyeksi
dengan upaya tambahan. Hasil proyeksi dengan upaya tambahan
menunjukkan Target indikator dapat dipenuhi pada tahun 2023. Sementara
diproyeksi capaian pada tahun 2030 adalah 19469. Untuk mencapai Target
sesuai proyeksi dengan upaya tambahan diperlukan upaya-upaya skenario
yang lebih pada tahun-tahun yang akan didatang dikarenakan adanya Gap
yang besar antara proyeksi BAU dan Proyeksi dengan Upayan Tambahan.
Proyeksi capaian indikator ditunjukkan pada tabel dan gambar dibawah ini :

VI-95 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tahun Proyeksi Tanpa Upaya Proyeksi Dengan
Tambahan (BAU) Upaya Tambahan
Base Line
2014 44
2015 -
2016 63
2017 - 63
Proyeksi
2019 265 376
2023 1113 1580
2030 13730 19496
Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar (fixed
broadband) di Perkotaan dan di Perdesaan.
36450
19496
12150 13730
Target Nasional 2019 ; Meningkat menjadi:
Perkotaan (20 Mbps) 71% rumah tangga dan
30% populasi; Perdesaan (10 Mbps)
4050
49% rumah tangga dan 6% populasi
Capaian (%)

1580
1350
1113

450 376
265
150

63 63
50
2017 2019 2023 2030
Proyeksi BAU Proyeksi Dgn Upaya Tambahan

Isu Strategis :
Masih rendahnya Tingkat penetrasi akses tetap pitalebar (fixed broadband)
di Perkotaan dan di Perdesaan
Rekomendasi :
a. Sasaran :
Melakukan penyelesaian terhadap Target pengembangan infrastruktur
jalur kereta api. Tercapainya Target pembangunan rel poros utama 90 Km
pada tahun 2023.
b. Strategi dan Arah Kebijakan :
• Mentransformasi Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau
Universal
• Mengoptimalkan pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit sebagai sumber daya terbatas
• Mendorong pembangunan akses tetap pitalebar

VI-96 | K L H S R P J M D S U L S E L
• Mendorong dunia usaha sebagai pelaku utama dalam pembangunan
pitalebar
• Membangun prasarana pitalebar di daerah perbatasan negara
• Memberikan perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta
kualitas dan keamanan informasi kepada pengguna layanan.
Adapun kebijakan adopsi dan penggunaan pitalebar dibagi dalam lima
kelompok, yaitu: (1) Mempercepat implementasi e-Pemerintahan; (2)
Pemerintah sebagai fasilitator untuk mendorong penggunaan pitalebar;
(3) Mendorong tingkat literasi TIK; (4) Mendorong kemandirian dan
daya saing industri TIK dalam negeri; dan (5) Mendorong adopsi
TIK untuk rumah tangga.
c. Outcome/Program :
Lima sektor prioritas pembangunan pitalebar yaitu e-Pemerintahan, e-
Pendidikan, e-Kesehatan, e-Logistik, dan e-Pengadaan.
d. Instansi Pelaksana
Dinas Komunikasai, informatika, statistik, dan persandian
e. Kegiatan
• Proyek Ring Palapa: Pembangunan serat optik ke seluruh
kabupaten/kota.
• Proyek Pipa Bersama: Pipa bersama untuk mengakomodasi serat
optik dari berbagai operator telekomunikasi.
• Percontohan Konektivitas Nirkabel Untuk Pitalebar Perdesaan.
• Jaringan Dan Pusat Data Pemerintah Terpadu: Pembangunan
jaringan komunikasi intranet pemerintah yang aman, khusus
diperuntukkan bagi komunikasi pemerintah (dedicated),dan
kecepatan tinggi, serta pusat data yang terkonsolidasi
• Reformasi pengelolaan dana Kewajiban Pelayanan Universal (KPU)
• Program pengembangan sdm dan Industri tik Daerah: Bertujuan
untuk meningkatkan kualitas SDM TIK Daerah dalam rangka
mempercepat adopsi dan utilisasi pitalebar serta memperkuat
manufaktur TIK Daerah.

VI-97 | K L H S R P J M D S U L S E L
B. Gambaran Pengintegrasian Hasil KLHS ke RPJMD Sulawesi Selatan
Berdasarkan hasil perumusan skenario pencapaian indikator TPB, maka direkomendasikan indikator TPB dan targetnya yang akan
diintegrasikan kedalam dokumen RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan 2018-2023 dan RPJPD Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun indikator
dan targetnya diperlihatkan pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. 2 Gambaran Pengintegrasian Hasil KLHS ke RPJMD Sulawesi Selatan Berdasarkan Indikator Yang Terkait DDDTLH
Target Target
No. No. No. Baseline Target
Indikator Target SDGs PERPRES RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) RPJPD
59/2017 Tahun 2023
Indikator yang terkait DDDTLH
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua
laki-laki dan perempuan, khususnya
Persentase rumah
masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak Butuh Upaya
tangga yang
yang sama terhadap sumber daya ekonomi, Meningkat Tambahan
memiliki akses
1 1 1.4.1.(e) serta akses terhadap pelayanan dasar, 0,842 menjadi 98,50% 100% untuk
terhadap layanan
kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk 100% percepatan
sanitasi layak dan
kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, peningkatan
berkelanjutan.
teknologi baru, dan jasa keuangan yang tepat,
termasuk keuangan mikro.
Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan
Butuh Upaya
Prevalensi dan menjamin akses bagi semua orang,
Menurun Tambahan
kekurangan gizi khususnya orang miskin dan mereka yang
2 2 2.1.1.(a) 22,8 menjadi 14% 10% untuk
(underweight) pada berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi,
17% percepatan
anak balita. terhadap makanan yang aman, bergizi, dan
penurunan
cukup sepanjang tahun.
Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan
Proporsi penduduk
dan menjamin akses bagi semua orang,
dengan asupan Menurun
khususnya orang miskin dan mereka yang Butuh Upaya
3 2 2.1.2.(a) kalori minimum di 0,16% menjadi 8,5 9,50% 10%
berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi, Tambahan
bawah 1400 %
terhadap makanan yang aman, bergizi, dan
kkal/kapita/hari.
cukup sepanjang tahun.

VI-98 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target Target
No. No. No. Baseline Target
Indikator Target SDGs PERPRES RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) RPJPD
59/2017 Tahun 2023
Indikator yang terkait DDDTLH
Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap
Persentase rumah sanitasi dan kebersihan yang memadai dan
tangga yang merata bagi semua, dan menghentikan praktik Meningkat
Tanpa Upaya
4 6 6.2.1.(b) memiliki akses buang air besar di tempat terbuka, 84% menjadi 100% 100%
Tambahan
terhadap layanan memberikan perhatian khusus pada kebutuhan 100%
sanitasi layak. kaum perempuan, serta kelompok masyarakat
rentan.
Mengembangkan infrastruktur yang
berkualitas, andal, berkelanjutan dan tangguh,
termasuk infrastruktur regional dan lintas
Panjang jalur kereta Bertambah Butuh Upaya
5 9 9.1.1.(c) batas, untuk mendukung pembangunan 16,1Kn 90Km 135Km
api. 3.258 km Tambahan
ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan
fokus pada akses yang terjangkau dan merata
bagi semua.
Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur
dan retrofit industri agar dapat berkelanjutan,
Persentase Menurun
dengan peningkatan efisiensi penggunaan
Perubahan Emisi menjadi Butuh Upaya
6 9 9.4.1(a) sumberdaya dan adopsi yang lebih baik dari 5,12% 11,00% 20%
CO2/Emisi Gas mendekati Tambahan
teknologi dan proses industri bersih dan ramah
Rumah Kaca. 26%
lingkungan, yang dilaksanakan semua negara
sesuai kemampuan masing-masing.
Pada tahun 2030, mengurangi dampak
Persentase sampah lingkungan perkotaan per kapita yang Meningkat
Butuh Upaya
7 11 11.6.1.(a) perkotaan yang merugikan, termasuk dengan memberi 17,53 menjadi 90 100
Tambahan
tertangani. perhatian khusus pada kualitas udara, 80%
termasuk penanganan sampah kota.

VI-99 | K L H S R P J M D S U L S E L
Tabel 6. 3 Gambaran Pengintegrasian Hasil KLHS ke RPJMD Sulawesi Selatan Berdasarkan Indikator Yang Tidak Terkait DDDTLH
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Persentase penduduk Butuh Upaya
Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya
yang hidup di bawah Tambahan
setengah proporsi laki-laki, perempuan dan
garis kemiskinan Menurun menjadi
8 1 1.2.1* nasional, menurut
anak-anak dari semua usia, yang hidup 9,32 6,5 4,5 untuk
dalam kemiskinan di semua dimensi, sesuai 7-8%
jenis kelamin dan percepatan
dengan definisi nasional. penurunan
kelompok umur.
Menerapkan secara nasional sistem dan Butuh Upaya
Proporsi peserta upaya perlindungan sosial yang tepat bagi Tambahan
jaminan kesehatan semua, termasuk kelompok yang paling Meningkat
9 1 1.3.1.(a) melalui SJSN Bidang miskin, dan pada tahun 2030 mencapai
75% 98,50% 100% untuk
menjadi 95%
Kesehatan. cakupan substansial bagi kelompok miskin percepatan
dan rentan. peningkatan
Menerapkan secara nasional sistem dan
Jumlah rumah tangga
upaya perlindungan sosial yang tepat bagi
yang mendapatkan
semua, termasuk kelompok yang paling Menurun menjadi Butuh Upaya
10 1 1.3.1.(d) bantuan tunai
miskin, dan pada tahun 2030 mencapai
178.594 140.000 100.000
bersyarat/Program 2,8 juta Tambahan
cakupan substansial bagi kelompok miskin
Keluarga Harapan.
dan rentan.
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua
laki-laki dan perempuan, khususnya
masyarakat miskin dan rentan, memiliki
Persentase penduduk hak yang sama terhadap sumber daya Tanpa Upayah
umur 0-17 tahun ekonomi, serta akses terhadap pelayanan Meningkat Tambahan
11 1 1.4.1.(j) dengan kepemilikan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah
66,09 100 100
menjadi 77,4%. Target
akta kelahiran. dan bentuk kepemilikan lain, warisan, Tercapai
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa
keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.

VI-100 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua
laki-laki dan perempuan, khususnya
Persentase rumah Butuh Upaya
masyarakat miskin dan rentan, memiliki
tangga miskin dan Tambahan
hak yang sama terhadap sumber daya
rentan yang sumber
ekonomi, serta akses terhadap pelayanan Meningkat Untuk
12 1 1.4.1.(k) penerangan 92,52% 100% 100%
dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah menjadi 100% Percepatan
utamanya listrik baik
dan bentuk kepemilikan lain, warisan, Pencapaian
dari PLN dan bukan
sumber daya alam, teknologi baru, dan jasa Target
PLN.
keuangan yang tepat, termasuk keuangan
mikro.

Pada tahun 2030, menghilangkan segala


Prevalensi stunting bentuk kekurangan gizi, termasuk pada Butuh upaya
(pendek dan sangat tahun 2025 mencapai target yang disepakati tambahan
13 2 2.2.1* pendek) pada anak di secara internasional untuk anak pendek dan 34, 8% Menurun 14,4% 0% untuk
bawah lima kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi mempercepat
tahun/balita. kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu pencapaian
hamil dan menyusui, serta manula.

Pada tahun 2030, menghilangkan segala


Prevalensi malnutrisi
bentuk kekurangan gizi, termasuk pada Tanpa Upayah
(berat badan/tinggi
tahun 2025 mencapai target yang disepakati
badan) anak pada Tambahan
14 2 2.2.2* usia kurang dari 5
secara internasional untuk anak pendek dan 8,7% Menurun 6,33% 4,37%
kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi Target
tahun, berdasarkan Tercapai
kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu
tipe.
hamil dan menyusui, serta manula.
Proporsi perempuan
pernah kawin umur Butuh upaya
15-49 tahun yang Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka tambahan
Meningkat
15 3 3.1.2* proses melahirkan kematian ibu hingga kurang dari 70 per 94% 98% 100% untuk
terakhirnya ditolong 100.000 kelahiran hidup. menjadi 95%
mempercepat
oleh tenaga pencapaian
kesehatan terlatih.

VI-101 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi
baru lahir dan balita yang dapat dicegah, Butuh Upaya
Angka Kematian dengan seluruh negara berusaha Tambahan
Menurun menjadi
16 3 3.2.2.(a) Bayi (AKB) per 1000 menurunkan Angka Kematian Neonatal 1059 23% 22% untuk
kelahiran hidup. setidaknya hingga 12 per 1000 KH 24%
memperjelas
(Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian data
Balita 25 per 1000.

Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi


Jumlah
AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit
kabupaten/kota yang Meningkat 24 Butuh Upaya
17 3 3.3.3.(a) mencapai eliminasi
tropis yang terabaikan, dan memerangi 4 Kab/Kota 24 Kab/Kota
hepatitis, penyakit bersumber air, serta menjadi 300 Kab/Kota Tambahan
malaria.
penyakit menular lainnya.

Jumlah orang yang


Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi Tanpa Upayah
memerlukan
AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit
intervensi terhadap 333250,7068 207444,7428 119322,50 Tambahan
18 3 3.3.5* penyakit tropis yang
tropis yang terabaikan, dan memerangi Menurun
hepatitis, penyakit bersumber air, serta Jiwa Jiwa 05 Jiwa Target
terabaikan (Filariasis Tercapai
penyakit menular lainnya.
dan Kusta).
Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi
Jumlah provinsi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit Meningkat
24 Butuh Upaya
19 3 3.3.5.(a) dengan eliminasi tropis yang terabaikan, dan memerangi 11 Kab/Kota menjadi 34 18 Kab/Kota
Kusta. hepatitis, penyakit bersumber air, serta Kab/Kota Tambahan
provinsi
penyakit menular lainnya.

Butuh Upaya
Memperkuat pencegahan dan pengobatan Tambahan
Prevalensi
penyalahgunaan zat, termasuk Menurun menjadi
20 3 3.5.1.(e) penyalahgunaan
penyalahgunaan narkotika dan penggunaan
0,02% 0,01% 0,005% untuk
narkoba. angka 0,02%
alkohol yang membahayakan. memperjelas
data

VI-102 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Proporsi perempuan
usia reproduksi (15-
Pada tahun 2030, menjamin akses universal Butuh Upaya
49 tahun) atau
terhadap layanan kesehatan seksual dan Tambahan
pasangannya yang
reproduksi, termasuk keluarga berencana, Meningkat 3822967,882 6346126,6
21 3 3.7.1* memiliki kebutuhan
informasi dan pendidikan, dan integrasi
1387345 Jiwa untuk
keluarga berencana menjadi 66% jiwa 84 jiwa
kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan memperjelas
dan menggunakan data
program nasional.
alat kontrasepsi
metode modern.

Meningkatkan secara signifikan


pembiayaan kesehatan dan rekrutmen, Tanpa Upayah
Kepadatan dan
pengembangan, pelatihan, dan retensi Tambahan
22 3 3.c.1* distribusi tenaga
tenaga kesehatan di negara berkembang,
299 Meningkat 542,38 1086,55
kesehatan. Target
khususnya negara kurang berkembang, dan Tercapai
negara berkembang pulau kecil.

Pada tahun 2030, menjamin akses yang Tanpa Upayah


Angka Partisipasi
sama bagi semua perempuan dan laki-laki,
Kasar (APK) Meningkat Tambahan
23 4 4.3.1.(a) terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan 110,02 100 100
SMA/SMK/MA/sede menjadi 91,63 % Target
pendidikan tinggi, termasuk universitas,
rajat. Tercapai
yang terjangkau dan berkualitas.

Mempertahankan pertumbuhan ekonomi


per kapita sesuai dengan kondisi nasional
Laju pertumbuhan Butuh Upaya
24 8 8.1.1* dan, khususnya, setidaknya 7 persen 7,41 Meningkat 8% 8,5%
PDB per kapita. Tambahan
pertumbuhan produk domestik bruto per
tahun di negara kurang berkembang.

VI-103 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Mempertahankan pertumbuhan ekonomi Tanpa Upayah
per kapita sesuai dengan kondisi nasional Meningkat
135,31 Tambahan
25 8 8.1.1.(a) PDB per kapita. dan, khususnya, setidaknya 7 persen 38,02 Juta menjadi lebih dari 74,99 Juta
pertumbuhan produk domestik bruto per Juta Target
Rp 50 juta
tahun di negara kurang berkembang. Tercapai
Menggalakkan kebijakan pembangunan
yang mendukung kegiatan produktif, Butuh upaya
penciptaan lapangan kerja layak, tambahan
Persentase tenaga kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan
26 8 8.3.1.(a) 37,63% 0,51 54% 58% untuk
kerja formal. mendorong formalisasi dan pertumbuhan
usaha mikro, kecil, dan menengah, mempercepat
termasuk melalui akses terhadap jasa pencapaian
keuangan.
Menggalakkan kebijakan pembangunan
yang mendukung kegiatan produktif,
penciptaan lapangan kerja layak,
Persentase tenaga
kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan Butuh Upaya
27 8 8.3.1.(b) kerja informal sektor
mendorong formalisasi dan pertumbuhan
39% Meningkat 42% 46%
pertanian. Tambahan
usaha mikro, kecil, dan menengah,
termasuk melalui akses terhadap jasa
keuangan.
Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap
Tingkat
dan produktif dan pekerjaan yang layak
pengangguran
bagi semua perempuan dan laki-laki, Butuh Upaya
28 8 8.5.2* terbuka berdasarkan
termasuk bagi pemuda dan penyandang
5,61% Menurun 3% 2%
jenis kelamin dan Tambahan
difabilitas, dan upah yang sama untuk
kelompok umur.
pekerjaan yang sama nilainya.

VI-104 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Persentase usia muda
(15-24 tahun) yang Pada tahun 2020, secara substansial
sedang tidak sekolah, mengurangi proporsi usia muda yang tidak Butuh Upaya
29 8 8.6.1* bekerja atau bekerja, tidak menempuh pendidikan atau
21,83% Meningkat 25% 28%
Tambahan
mengikuti pelatihan pelatihan.
(NEET).
Pada tahun 2030, menyusun dan
Proporsi kontribusi melaksanakan kebijakan untuk
Meningkat Butuh Upaya
30 8 8.9.1* pariwisata terhadap mempromosikan pariwisata berkelanjutan 1,32% 12% 16%
PDB. yang menciptakan lapangan kerja dan menjadi 8% Tambahan
mempromosikan budaya dan produk lokal.
Mengembangkan infrastruktur yang
berkualitas, andal, berkelanjutan dan
tangguh, termasuk infrastruktur regional
Jumlah dermaga Butuh Upaya
31 9 9.1.2.(b) penyeberangan.
dan lintas batas, untuk mendukung 80 Meningkat 25 38
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan Tambahan
manusia, dengan fokus pada akses yang
terjangkau dan merata bagi semua.
Mempromosikan industrialisasi inklusif dan
berkelanjutan, dan pada tahun 2030, secara
Laju pertumbuhan signifikan meningkatkan proporsi industri
Lebih tinggi dari Butuh Upaya
32 9 9.2.1.(a) PDB industri dalam lapangan kerja dan produk domestik 8,75% pertumbuhan PDB
9% 9,5%
manufaktur. bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan Tambahan
meningkatkan dua kali lipat proporsinya di
negara kurang berkembang.
Mempromosikan industrialisasi inklusif dan
berkelanjutan, dan pada tahun 2030, secara Tanpa Upayah
Proporsi tenaga kerja signifikan meningkatkan proporsi industri
445486,46 824105,96 Tambahan
33 9 9.2.2* pada sektor industri dalam lapangan kerja dan produk domestik 262936 jiwa Meningkat
manufaktur. bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan jiwa jiwa Target
meningkatkan dua kali lipat proporsinya di Tercapai
negara kurang berkembang.

VI-105 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH

Pada tahun 2030, secara progresif mencapai Butuh upaya


dan mempertahankan pertumbuhan tambahan
Menurun menjadi
34 10 10.1.1* Koefisien Gini. pendapatan penduduk yang berada di bawah 0,43% 0,30% 0,20% untuk
40% dari populasi pada tingkat yang lebih 0,36
mempercepat
tinggi dari rata-rata nasional. pencapaian

Persentase penduduk
Pada tahun 2030, secara progresif mencapai Tanpa Upayah
yang hidup di bawah
dan mempertahankan pertumbuhan
garis kemiskinan Menurun menjadi Tambahan
35 10 10.1.1.(a) nasional, menurut
pendapatan penduduk yang berada di bawah 9,32% 7,41% 5,97%
40% dari populasi pada tingkat yang lebih 7-8% Target
jenis kelamin dan Tercapai
tinggi dari rata-rata nasional.
kelompok umur.

Pada tahun 2030, secara progresif mencapai


Persentase penduduk dan mempertahankan pertumbuhan
Menurun menjadi Butuh Upaya
36 10 10.1.1.(f) miskin di daerah pendapatan penduduk yang berada di bawah 15,40% 13% 12%
tertinggal. 40% dari populasi pada tingkat yang lebih 14% Tambahan
tinggi dari rata-rata nasional.

Pada tahun 2030, secara substansial


Jumlah timbulan
mengurangi produksi limbah melalui 20 ton per hari Butuh Upaya
37 12 12.5.1.(a) sampah yang didaur 15,29 25 30
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan (skala nasional) Tambahan
ulang.
penggunaan kembali.

Pada tahun 2020, meningkatkan


pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan
secara berkelanjutan, menghentikan
Jumlah Kesatuan Butuh Upaya
38 15 15.2.1.(d) Pengelolaan Hutan.
deforestasi, merestorasi hutan yang 16 Meningkat 22 22
terdegradasi dan meningkatkan secara Tambahan
signifikan forestasi dan reforestasi secara
global.

VI-106 | K L H S R P J M D S U L S E L
Target
No. No. No. Baseline Target PERPRES Target
Indikator Target SDGs RPJMD Skenario
TPB Indikator (Eksisting) 59/2017 RPJPD
Tahun 2023
Indikator yang tidak terkait DDDTLH
Persentase
penggunaan E-
Mengembangkan lembaga yang efektif, Butuh Upaya
39 16 16.6.1.(c) procurement
akuntabel, dan transparan di semua tingkat.
5,07% Menjadi 80% 60% 80%
terhadap belanja Tambahan
pengadaan.
Memperkuat mobilisasi sumber daya
Total pendapatan Rp Tanpa Upayah
domestik, termasuk melalui dukungan Rp Rp
pemerintah sebagai
internasional kepada negara berkembang, 78.371. Tambahan
40 17 17.1.1* proporsi terhadap
untuk meningkatkan kapasitas lokal bagi
9.055.278.907. Meningkat 24.517.771.
PDB menurut 233.234.2 Target
pengumpulan pajak dan pendapatan 514 468.170
sumbernya. 23 Tercapai
lainnya.
Pada tahun 2020, meningkatkan dukungan
pengembangan kapasitas untuk negara
Jumlah metadata berkembang, termasuk negara kurang
kegiatan statistik berkembang dan negara berkembang pulau
dasar, sektoral, dan kecil, untuk meningkatkan secara signifikan
Butuh Upaya
41 17 17.18.1.(c) khusus yang terdapat ketersediaan data berkualitas tinggi, tepat 1% Meningkat 3% 4%
dalam Sistem waktu dan dapat dipercaya, yang terpilah Tambahan
Informasi Rujukan berdasarkan pendapatan, gender, umur, ras,
Statistik (SIRuSa). etnis, status migrasi, difabilitas, lokasi
geografis dan karakteristik lainnya yang
relevan dengan konteks nasional.
Meningkatkan kerjasama Utara-Selatan,
Selatan-Selatan dan kerjasama triangular Meningkat
secara regional dan internasional terkait dan menjadi: Perkotaan
Tingkat penetrasi akses terhadap sains, teknologi dan inovasi, (20 Mbps) 71% Butuh Upaya
akses tetap pitalebar dan meningkatkan berbagi pengetahuan rumah tangga dan Tambahan
42 17 17.6.2.(b) (fixed broadband) di berdasar kesepakatan timbal balik, termasuk 63% 30% populasi; 1580% 19496% untuk
Perkotaan dan di melalui koordinasi yang lebih baik antara Perdesaan (10 memperjelas
Perdesaan. mekanisme yang telah ada, khususnya di Mbps) 49% rumah data
tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tangga dan 6%
dan melalui mekanisme fasilitasi teknologi populasi
global.

VI-107 | K L H S R P J M D S U L S E L
VI-108 | K L H S R P J M D S U L S E L

Anda mungkin juga menyukai