Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN

PENANGANAN KECELAKAAN
BAHAN INFEKSIUS

(…./PAN/K3/RSUI/IX/2018)

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS INDONESIA


UNIT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DEPOK
OKTOBER 2018
PANDUAN
PENANGANAN KECELAKAAN BAHAN INFEKSIUS

I. Pengertian
Penanganan kecelakaan bahan infeksius adalah salah satu upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi terhadap petugas yang tertusuk benda yang memiliki sudut
tajam atau runcing yang menusuk, memotong, melukai kulit seperti jarum suntik,
jarum jahit bedah, pisau, skalpel, gunting, atau benang kawat bekas pasien atau
terpercik bahan infeksius.

II. Ruang Lingkup


Ruang lingkup Panduan Penangangan Kecelakaan Bahan Infeksius ini meliputi:
a. Tata laksana pertolongan pertama
b. Tata laksana penanganan lanjutan
c. Tata laksana tindak lanjut penanganan medis

III. Tata Laksana


A. Pertolongan Pertama
1. Jangan panik
2. Penanganan lokasi terpapar :
a. Bila tertusuk jarum, segera bilas dengan air mengalir dan sabun/ cairan
antiseptic sampai bersih
b. Bila darah atau cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
c. Bila darah atau cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-
kumur dengan air beberapa kali
d. Bila terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi),
dengan posisi kepala miring kea rah mata yang terpercik
e. Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan
dengan air
f. Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan
mulut.

B. Penanganan Lanjutan
1. Korban melakukan laporan ke penanggung jawab unit atau penanggung
jawab shift di unit kerja masing-masing.
2. Penanggungjawab unit atau penanggungjawab shift di unit kerja
membawa korban ke Unit Gawat Darurat (UGD) untuk mendapatkan
pemeriksaan lebih lanjut. Setelah itu, membuat laporan awal kecelakaan
sesuai dengan Formulir No. 04/FOR/K3/RSUI/IX/2018.
3. Penanggung jawab unit atau shift melaporkan dan menyerahkan laporan
awal kecelakaan tersebut ke Unit K3 dan Komite PPI untuk diinvestigasi.

C. Tindak Lanjut Penanganan Medis


1. Dokter IGD melakukan telaah kecelakaan:
a. Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah perlukaan kulit,
pajanan pada selaput mukosa, dan pajanan melalui kulit yang luka
b. Bahan pajanan
Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi: darah, cairan
bercampur darah yang kasat mata, cairan yang potensial terineksi
(semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan synovia, cairan
pleura, cairan peritoneal, cairan erikardial, cairan amnion), virus yang
terkonsentrasi)
c. Status infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan. Bila belum diketahui, lakukan
pemeriksaan:
1) HbsAg untuk Hepatitis B
2) Anti HCV untuk Hepatitis C
3) Anti HIV untuk HIV
4) Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya factor risiko
yang tinggi dari ketiga infeksi di atas
d. Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara:
1) Pernahkah mendapat vaksinasi Hepatitis B
2) Status serologi HBV (Titer Anti HBs) bila pernah mendapat vaksin
3) Pemeriksaan Anti HCV (Untuk Hepatitis C)
4) Anti HIV (Untuk infeksi HIV)
5) Apakah sedang hamil atau menyusui
6) Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa
inkubasi tidak perlu tindakan khusus untuk karyawan, tetapi bila
diragukan dapat dilakukan konseling

2. Pemberian Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)


a. Menetapkan memenuhi syarat untuk PPP HIV
Evaluasi apakah korban memenuhi syarat untuk PPP HIV adalah
meliputi penilaian keadaan berikut: Waktu terpajan, status HIV korban
terpajan, jenis dan risiko pajanan, dan status HIV sumber pajanan.
1) Waktu memulai PPP HIV
PPP harus diberikan secepat mungkin setelah pajanan dalam 4 jam
pertama dan tidak boleh lebih dari 72 jam setelah terpajan. Dosis
pertama atau bahkan lebih baik lagi paket PPP HIV harus tersedia
di IGD untuk orang yang potensial terpajan setelah sebelumnya
dilakukan tes HIV dengan hasil negatif.
2) Infeksi HIV yang sebelumnya sudah ada
Selidiki kemungkinan apakah korban yang terpajan sudah
mendapat infeksi HIVsebelum kecelakaan. Jika korban telah
mendapat infeksi HIV sebelumnya, maka PPP tidak boleh
diberikan dan tindakan pengobatan dan semua paket perawatan
seperti skrining TB, IMS, penentuan stadium klinis dll sesuai
dengan pedoman ARV mutlak perlu dilakukan
3) Penilaian pajanan HIV
Korban yang terpajan pada membrane mukosa (melalui pajanan
seksual atau percikan ke mata, hidung atau rongga mulut) atau
kulit yang tidak utuh (melalui suntikan perkutaneus atau abrasi
kulit) terhadap cairan tubu yang potensial infeksius dari sumber
terinfeksi HIV atau yang tidak diketahui statusnya harus diberikan
PPP HIV. Jenis pajanan harus dikaji lebih rinci untuk menentukan
risiko penularan. Dokter perlu menerapkan algoritma penilaian
risiko untuk membantu dalam proses penentuan memenuhi
syaratnya.
4) Penilaian status HIV dari sumber pajanan
Mengetahui status HIV sumber pajanan sangat membantu. Jika
sumber pajanan HIV negative PPP jangan diberikan. Pemberian
informasi singkat mengenai HIV dan tes HIV standar harus diikuti
yang meliputi persetujuan tes HIV (dapat diberikan secara verbal)
dan menjaga kerahasiaan hasil tes.
b. Memberikan informasi singkat mengenai HIV untuk mendapatkan
persetujuan (informed consent)
Informasi yang diberikan meliputi pentingnya kepatuhan dan
kemungkinan efek samping, serta konseling penurunan risiko
penularan kepada mitra seksual dan penerima donor darah, jika korban
terpajan telah menjadi terinfeksi.
c. Memastikan bahwa korban tidak menderita infeksi HIV dengan
melakukan tes HIV terlebih dahulu
d. Pemberian obat- obatan untuk PPP HIV
1) Paduan obat ARB untuk PPP HIV
Paduan obat pilihan yang diberikan adalaah 2 obat NRTI dan 1
obat PI (LPV/r)
2) Efek samping
Efek samping yang sering dilaporkan adalah mual dan lelah.
Penanganan efek samping dapat berupa obat anti mual atau
mengajurkan minum obat bersama makanan.
3) Profilaksis pasca pajanan untuk Hepatitis B
Sebelum memberi obat PPP untuk hepatitis B, perlu dikaji keadaan
berikut:
a) Pernahkah mendapat vaksinasi hepatitis B.
Jika belum pernah, segera vaksinasi sesuai standar
b) Lakukan pemeriksaan HBsAg
c) Lakukan pemeriksaan anti HBs jika pernah mendapat vaksin
- Anti HBs (+), titer ≤ 10, lakukan Booster
- Anti HBs (+), Titer ≥ 10, lakukan observasi
d) Jika HbsAg (+), rujuk ke Gastrohepatologi Penyakit Dalam untuk
penanganan lebih lanjut
4) Strategi Pemberian Obat
a) Dosis awal
Dosis pertama PPP harus ditawarkan secepat mungkin setelah
kecelakaan, jika perlu tanpa menunggu konseling dan tes HIV
atau hasil tes dari sumber pajanan. Lama pemberian ARV
untuk PPP adalah 28 hari.
b) Paket awal PPP HIV
Paket awal perlu disediakan di IGD RSUI, berisi obat untuk
minimal 7 hari pertama dan diresepkan atas kondisi bahwa
korban akan kembali ke klinik yang dirunjuk dalam 1-3 hari
untuk menjalani penilaian risiko dan konseling dan tes HIV
serta untuk memperoleh sisa obat. PPP HIV dihentikan jika
selanjutnya orang terpajan diketahui HIV positif.
c) Penambahan dosis
Pemberian obat PPP HIV untuk 2 minggu setiap kunjungan
untuk pemantauan kepatuhan, efek samping obat dan
pemberian konseling dan dukungan.
d) Paket Obat Lain
Paket PPP HIV sebaiknya mencakup obat yang berpotensi
dapat meringankan efek samping tersering dari ARV sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan. Misalnya, obat untuk
mengurangi mual, sakit kepala (jika menggunakan zidovudine)

e. Evaluasi Laboratorium
1) Tes HIV
Tes antibodi HIV untuk orang terpajan harus dilakukan, karena
PPP tidak diberikan pada orang yang telah terinfeksi. Orang
terinfeksi harus mendapatkan pengobatan bukan pencegahan.
Namun tes HIV tidak wajib dilakukan dan pemberian PPP HIV
tidak wajib diberikan jika orang terpajan tidak mau diberikan obat
untuk profilaksis. Pemeriksaan tes HIV dengan tes cepat (rapid) –
yang memberikan hasil dalam 1 jam – merupakan pilihan utama
baik untuk orang terpajan maupun sumber pajanan.
2) Pemeriksaan Laboratorium Lain
Pemeriksaan haemoglobin (Hb) perlu dilakukan, terutama jika
memberikan zidovudine dalam PPP HIV. Pemeriksaan penyakit
yang ditularkan melalui darah (bloodborne) – seperti Hepatitis B
dan C – juga penting dilakukan, tergantung kepada jenis risiko dan
prevalensi setempat.
f. Pencatatan
Pencatatan meliputi kapan dan bagaimana terjadinya pajanan,
mengidentifikasi keselamatan dan kemungkinan tindakan
pencegahan, dan menjaga kerahasiaan data korban.
g. Follow up dan Dukungan
Tes HIV diulang pada 4-6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan setelah
pajanan.
h. Follow Up Konseling
Dukungan piskososial yang tepat dan/atau bantuan pengobatan
selanjutnya harus ditawarkan ke orang terpajan yang menerima PPP.
Korban terpajan harus menyadari layanan dukungan yang ada dan
mengetahui bagaimana untuk mengaksesnya. Petugas perlu
menyarankan orang terpajan sejak terjadinya pajanan sampai 6 bulan
kedepan untuk tidak melakukan perilaku berisiko (penggunaan
kondom saat berhubungan seks, tidak berbagi alat suntik), dan tidak
mendonorkan darah, plasma, organ, jaringan atau air mani.
i. Follow Up PPP Untuk Hepatitis B
1) Lakukan pemeriksaan Anti HBs 1-2 bulan setelah dosis vaksin
yang terakhir; anti HBs tidak dapat dipastikan jika HBIG diberikan
dalam waktu 6-8 minggu.
2) Menyarankan korban terpajan sejak terjadinya pajanan sampai 6
bulan kedepan, tidak melakukan perilaku berisiko (penggunaan
kondom saat berhubungan seks, tidak berbagi alat suntik), dan
tidak mendonorkan darah, plasma, organ, jaringan atau air mani.

Anda mungkin juga menyukai