Anda di halaman 1dari 34

1.

Pengertian Bank
Bank secara istilah berasal dari bahasa Italia yakni banque atau banca yang artinya
bangku atau tempat penukaran uang. Istilah ini merujuk pada para bankir Florence di masa
Renaissans yang melakukan transaksi dengan duduk di bangku yang berada di belakang
meja penukaran uang.

Pengertian bank ialah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang biasanya


didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang serta
menertibkan promes atau yang lebih dikenal dengan banknote.

Sedangkan menurut undang-undang perbankan yang berlaku, bank ialah badan


usaha yang menghimpun dana dari masyarakat ke dalam bentuk simpanan serta
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya
dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat luas.

Baca Juga
 Pengertian Pertumbuhan Penduduk Dan Faktor Yang Mempengaruhinya
Terlengkap
 Materi Pengertian Resesi Beserta Akibat, Penyebab, Dampak dan Cara
Mengatasi Resesi Ekonomi Di Indonesia Terlengkap
 Materi Pengertian Entrepreneur Beserta Ciri dan Sifat Yang Harus Dimiliki
Entrepreneur Menurut Para Ahli Terlengkap

Industri perbankan pun telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun
terakhir. Industri perbankan menjadi lebih kompetitif dikarenakan deregulasi peraturan.
Pada masa saat ini, bank mempunyai fleksibilitas pada berbagai layanan yang mereka
tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi serta tarif yang mereka bayar untuk simpanan
deposan.

2. Sejarah Bank
Bank yang pertama kali didirikan berbentuk bentuk seperti sebuah firma pada
umumnya pada tahun 1690, saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun
kembali kekuatan armada lautnya guna bersaing dengan kekuatan armada laut
Perancis, namun pemerintahan Inggris saat itu tidak memiliki kemampuan pendanaan,
kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang lalu oleh Charles Montagu
direalisasikan menjadi membentuk suatu lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya
bisa memenuhi dana pembiayaan itu hanya dalam waktu dua belas hari.
Sejarah mencatat mulanya dikenalnya kegiatan perbankan ialah pada zaman kerajaan
tempo dulu di daratan Eropa. Lalu, usaha perbankan tersebut berkembang ke Asia
Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan tersebut Asia, Afrika serta Amerika
dibawa oleh bangsa Eropa ketika melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia,
Afrika ataupun benua Amerika.

Jika ditelusuri sejarah dikenalnya perbankan di mulai dari jasa penukaran uang.
Sehingga dalam sejarah perbankan, pengertian bank dikenal sebagai meja tempat
penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan saat masa dahulu penukaran uangnya
dilakukan antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran tersebut
sekarang dikenal dengan sebutan Pedagang Valuta Asing (Money Changer).

Lalu dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang


lagi menjadi tempat penitipan uang ataupun yang disebut pada masa ini kegiatan simpanan.
Selanjutnya kegiatan perbankan bertambah dengan adanya peminjaman uang. Uang yang
disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang
membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya pun menyusul sesuai dengan perkembangan
zaman serta kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

BACA JUGA: PENGERTIAN, KATEGORI DAN JENIS-JENIS SAHAM

3. Jenis-jenis Bank dan Fungsinya


Tiga kelompok utama dalam Institusi keuangan yakni bank komersial, lembaga
tabungan, dan credit unions yang juga disebut sebagai lembaga penyimpanan sebab
sebagian besar dananya berasal dari simpanan nasabah. Bank-bank komersial ialah
kelompok terbesar lembaga penyimpanan jika diukur dengan besarnya aset. Mereka
melakukan fungsi serupa dengan lembaga-lembaga tabungan serta credit unions, yaitu
menerima deposito (kewajiban) serta membuat pinjaman ( Tetapi, mereka berbeda dalam
komposisi aktiva serta kewajiban, yang jauh lebih bervariasi).

Perbandingan konsentrasi aset ukuran bank, menunjukkan bahwa konsolidasi


perbankan tampaknya sudah mengurangi pangsa aset bank terkecil (aset di bawah $ 1
miliar). Bank-bank tersebut dengan aset dibawah $ 1 milliar lebih cenderung
mengkhususkan diri pada ritel ataupun consumer banking, misalnya seperti memberikan
hipotek perumahan, kredit konsumen serta deposito lokal.

Sedangkan, aset bank yang relatif lebih besar (dengan aset lebih dari $ 1 miliar),
terdiri dari dua kelas ialah bank regional atau bank super regional. Mereka terlibat
dalam grosir yang lebih kompleks mengenai kegiatan komersial perbankan, meliputi kredit
konsumen dan perumahan serta pinjaman komersial ataupun industri (D & I Lending), baik
secara regional ataupun nasional. Selain itu juga, bank - bank besar mempunyai akses
untuk membeli dana (fund) seperti dana antar bank ataupun dana pemerintah (federal
funds) guna membiayai pinjaman dan kegiatan investasi mereka.

Tetapi, beberapa bank yang sangat besar memiliki sebutan yang berbeda, yakni Bank
Sentral. Saat ini, lima organisasi perbankan membentuk kelompok Bank Sentral,
yakni: Bank New York , Deutsche Bank (melalui akuisisi bankir-bankir yang saling
mempercayai), Citigroup, JP Morgan, serta Bank HSBC di Amerika Serikat. Namun,
jumlahnya sudah menurun akibat megamergers. Penting untuk diperhatikan bahwa, aset
ataupun pinjaman tidak selalu menjadi indikator suatu bank termasuk bank sentral. Tetapi,
gabungan dari lokasi dengan ketergantungan pada sumber nondeposit ataupun pinjaman
dana.
Makalah Pengaturan Dan Pengawasan Perbankan

BAB I

PENDAHULUAN

Mengingat kegiatan perbankan bergerak dengan dana dari masyarakat atas dasar
kepercayaan, maka setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan
masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbanakn akan terjaga
apabila sector perbankan itu sendiri diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-
hatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya.

Sejalan dengan harapan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang
mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan
serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan
perbankan. Disitulah letak peran pentingnya pengawasan bank, karena sistem perbankan
memiliki fungsi dan peran yang penting dan strategis dalam menggerak-tumbuhkan
perekonomian.

Fungsi pengaturan dan pengawasan bank di tangan Bank Indonesia tidak pernah
lepas dari sorotan masyarakat. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal itu, Bank Indonesia
memiliki kewenangan dalam melakukan tiga tugas yaitu menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur
dan mengawasi bank.[1]

Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut


izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi
pengawasan, serta mengenakan sanksi terhadap bank. Fungsi pengawasan dilakukan
melalui pemeriksaan berkala dan sewaktu-waktu, maupun dengan analisis laporan yang
disampaikan oleh masing-masing.

Karna ini menyangkut dengan masyarakat, disebabkan masyarakat mempercayakan


pihak perbankan untuk menyimpan simpanannya, maka perlulah adanya pengaturan dan
pengawasan pada perbankan. Oleh karena itu, di dalam makalah ini kami akan membahas
tentang peraturan dan pengawasan perbankan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank


Bank Indonesia menjelaskan bahwa pengaturan dan pengawasan bank diarahkan
untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan


penyalur dana,

2. Pelaksana kebijakan moneter,

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan,
agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh
maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik,
berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:

1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi),

2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking), dan

3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan
intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.

B. Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank


Bank Indonesia telah menetapkan aturan terinci tentang pengaturan dan
pengawasan bank tersebut, antara lain melalui:

1. PBI No. 6/9/PBI/2004 tentang tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bank
2. PBI No. 7/38/PBI/2005 tentang perubahan atas PBI No. 6/9/PBI/2004
3. PBI No. 7/34/PBI/2005 tentang tindak lanjut penanganan terhadap BPR dalam
pengawasan khusus.[2]
4. Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.[3]
Ketentuan yang utama dalam berbagai peraturan tersebut adalah bahwa BI
memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank,
menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap
bank. dengan ketentuan tersebut, pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi
wewenang sebagai berikut:

1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan


tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi
pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan
dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan
bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan


ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka
menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan
masyarakat.

3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan


pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan
tidak langsung (off-site supervision) sesuai dengan pasal 18 Undang-undang No. 3 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia. Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan
melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan
induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat
menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction)[4], yaitu kewenangan


untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank
apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung
unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
Sedangkan pengawasan pada bank Islam, terdapat wewenang Dewan Pengawas
Syariah, yang meliputi:

1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank
Islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
2. Mengadakan perbaikan tehadap suatu produk Bank Islam yang telah atau sedang berjalan.
Namun, dinilai pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan syariah.
Oleh karena Dewan Pengawas Syariah secara administrative bukan berada di
bawah kekuasaan bank, maka dibentuk suatu penghubung atau perantara Dewan Pengawas
Syariah dengan Dewan Direksi Syariah. Perantara ini disebut Leason Syariah. Tugas-tugas
Leason Syariah meliputi:

1. Menyusun dan melaksanakan program jangka panjang dan jangka pendek secretariat
Dewan Pengawas Syariah.
2. Memberikan informasi tentang mekanisme operasional Bank Islam dan konsep-konsep
syariahnya kepada pihak luar dengan persetujuan Dewan Direksi dan atau Dewan
Pengawas Syariah.
3. Mengawasi jalannya aktivitas Bank Islam dan mengajukan ke Dewan Pengawas Syariah
apabila Bank Islam terbukti melakukan suatu pelanggaran.
4. Menyusun dan melaksanakan paket atau modul-modul tertentu untuk meningkatkan
intelektualitas dan komitmen keislaman segenap jajaran dan segmen Bank Islam.
5. Member kejelasan syariah kepada segenap jajaran internal bank.[5]

Judul Deskripsi
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/14/PBI/2013 tentang
Indonesia Nomor Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009
15/14/PBI/2013 tentang Unit Usaha Syariah
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tanggal 12
Indonesia Nomor Desember 2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
15/12/PBI/2013 Bank Umum
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/11/PBI/2013 tanggal 22
Indonesia Nomor November 2013 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan
15/11/PBI/2013 Penyertaan Modal
Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 tentang
Peraturan Bank
Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
Indonesia Nomor
12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada
15/7/PBI/2013
Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/3/PBI/2013 tanggal 21 Mei
Indonesia Nomor 2013 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan
15/3/PBI/2013 Rakyat
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tanggal 20 Mei
Indonesia Nomor 2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan
15/2/PBI/2013 Bank Umum Konvensional
Peraturan Bank
Peraturan Bank Indonesia 15/1/PBI/2013 tanggal 18 Februari
Indonesia Nomor
2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan
15/1/PBI/2013
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/27/PBI/2012 tanggal 28
Indonesia Nomor Desember 2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang
14/27/PBI/2012 dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27
Indonesia Nomor Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
14/26/PBI/2012 Berdasarkan Modal Inti Bank
Peraturan Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 tanggal 26
Indonesia Nomor Desember 2012 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan
14/24/PBI/2012 Indonesia
Judul Deskripsi Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/21/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta
Asing Bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/20/PBI/2004 Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/20/PBI/2004 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003
Tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/18/PBI/2004
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/18/PBI/2004 Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi
Bank Perkreditan Rakyat Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/19/PBI/2004
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/19/PBI/2004 Tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Bagi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/17/PBI/2004 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 Tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah

Jenis Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya


1. Bank Sentral

Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung
jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha untuk
menjaga stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara
keseluruhan. Di Indonesia, fungsi bank sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia.

Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan
nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang
tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan
mengawasi perbankan di Indonesia.

Tugas Bank Indonesia :

 Melaksanakan dan menetap kebijakan moneter.


 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
 Mengatur dan mengawasi kinerja bank-bank.
2. Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sifat jasa yang diberikan adalalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa
perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh
wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).

Tugas Bank Umum

 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.


 Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.
 Menerbitkan uang melalui pembayaran kredit dan investasi.
 Menawarkan jasa-jasa keuangan seperti kartu kredit, cek perjalanan, ATM, transfer
uang antar bank, dan lain sebagainya.
 Menyediakan fasilitas untuk perdagangan antar negara/internasional.
 Melayani penyimpanan barang berharga.

3. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena
BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

Tugas Bank Perkreditan Rakyat :

 Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
 Memberikan kredit.
 Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
 Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya


1. Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia.

Contoh :

 Bank Mandiri
 Bank Negara Indonesia
 Bank Rakyat Indonesia
 Bank Tabungan Negara
2. Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional
serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, pembagian keuntungannya juga untuk
swasta nasional. Bank swasta dibedakan menjadi 2 yaitu bank swasta nasional devisa dan
bank swasta nasional nondevisa.

contoh :

 Bank Muamalat
 Bank Central Asia
 Bank Bumi Putra
 Bank Danamon
 Bank Duta
 Bank Nusa Internasional
 Bank Niaga
 Bank Universal
 Bank Mega

3. Bank Milik Koperasi

Bank milik koperasi adalah bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan
yang berbadan hukum koperasi.

Contoh :

 Bank Umum Koperasi Indonesia

4. Bank Milik Campuran

Bank campuran adalah bank yang kepemilikan sahamnya bercampur antara pihak asing
dan pihak swasta nasional. Saham bank ini sebagian besar dimiliki oleh warga negara
Indonesia.

Contoh :

 Bank ANZ Indonesia


 Bank Commonwealth
 Bank Agris
 Bank BNP Paribas Indonesia
 Bank Capital Indonesia
 Bank Chinatrust Indonesia
 Bank DBS Indonesia
 Bank Mizuho Indonesia
 Bank Rabobank International Indonesia
 Bank Resona Perdania
 Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
 Bank Windu Kentjana International

5. Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing
atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.

Contoh :
 Bank of America
 Bangkok Bank
 Bank of China
 Citibank
 Deutsche Bank
 HSBC
 JPMorgan Chase
 Standard Chartered
 The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ

Jenis-Jenis Bank Dilihat dari Statusnya


Bank Devisa

Adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan
dengan mata uang asing secara keseluruhan. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini
ditentukan oleh Bank Indonesia.

Bank Non-Devisa

Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan kegiatan transaksi layaknya
bank devisa. Jadi, bank non-devisa hanya melakukan kegiatan transaksi hanya dalam
batas-batas wilayah negara yang terbatas.

Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya


Bank Konvensional

Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara umum
berdasarkan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk


menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro;
menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit
investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa
keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya
seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan
efek.

Bank Syariah

Bank syariah ialah perbankan yang segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah
dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Berkaitan dengan bank syariah, ada dua konsep dalam hukum agama Islam, yaitu: larangan
penggunaan sistem bunga, karena bunga (riba) adalah haram hukumnya. Sebagai pengganti
bunga digunakan sistem bagi hasil.

Prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah :

 Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).


 Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
 Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
 Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
 Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).

Jenis-Jenis Bank Menurut Bentuk Badan Usaha


 Bank berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
 Bank berbentuk Firma.
 Bank berbentuk Koperasi.
 Bank berbentuk Perusahaan Perseorangan.

Jenis-Jenis Bank Menurut Organisasinya


Unit banking

Yaitu bank yang hanya memiliki satu organisasi dan tidak memiliki cabang di daerah lain.

Branch banking

Yaitu bank yang memiliki cabang-cabang di daerah lain.

Correspondency banking

Yaitu bank yang dapat melakukan kegiatan pemeriksaan dokumen ekspor-impor dan
kegiatan utamanya di luar negeri.

Demikianlah jenis-jenis bank di Indonesia berdasarkan berbagai macam aspek lengkap


beserta penjelasan, tugas dan contohnya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjan

kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas


sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan.[1]

Sistem perbankan mengalami perubahan yang cukup prinsipil terutama setelah

diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1967, yang memang sudah sangat tidak memadai lagi menampung permasalahan

dan kompleksitas yang timbul dari industri perbankan sejalan dengan pesatnya perbankan

sektor perbankan mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap jasa-jasa perbankan

di samping kuatnya pengaruh arus globalisasi. Di samping itu, dari sisi pelaksanaan

kebijakan moneter dan perbankan, agar dapat lebih efektif maka undang-undang perbankan

untuk selalu akomodatif.

Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

kegiatan utamanya menerima simpanan. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat

untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu

bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang, atau menerima

segala macam bentuk pembayaran dan setoran.[2]

Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam

mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu

senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh

landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara

efisien, sehat, wajar dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global,

mampu melindungi secara baik dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif

bagi pencapaian sasaran pembangunan, serta tidak terdapat hal-hal yang merupakan

ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Keadaan

yang demikian dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa dana yang

tersimpan di bank akan dikelola dengan baik dan aman.[3]

Karena melihat fungsi bank secara umum dan keseluruhan oleh masyarakat sebagai

lembaga keuangan yang dipercayai masyarakat mampu menyimpan dan melindungi uang
atau dana mereka yang disimpan itulah membuat tim penulis tertarik untuk membahas

tentang pendirian dan pembubaran bank, pendirian bank umum, pendirian BPR,

pencabutan izin usaha dan liquidasi bank yang notabenenya adalah sebagai dasar

pengaturan yang dibuat oleh badan pembuat undang-undang sebagai salah satu cara untuk

melindungi masyarakat apabila dilihat bahwa adanya kondisi memungkinkan yang telah

disyaratkan untuk mendirikan bank maupun pembubaran bank.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dari makalah ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan dan tata cara pendirian serta pembubaran sebuah bank;

2. Bagaimana pengaturan dan tata cara pendirian bank umum;

3. Bagaimana pengaturan dan tata cara pendirian bank pekreditan rakyat; dan

4. Bagaimana pengaturan serta tata cara pencabutan izin usaha dan liquidasi bank.

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai wadah untuk mengetahui

bagaimana pengaturan dan tata cara pendirian dan pembubaran bank, baik itu bank umum

maupun bank pekreditan rakyat, serta untuk mengetahui dan memahami bagaimana syarat

atau tata cara pencabutan izin usaha dan likuidasi suatu bank.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN BANK

Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun

dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai

bentuknya, sudah tentu membutuhkan persyaratan dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa

diatur diatur mengenai perizinan untuk menjalankan bank sebagaimana ditentukan dalam

pasal 16 Ayat (1), (2), dan (3) yaitu :

“Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Pekreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.”

Pasal 16 Ayat (1) :

“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
a. Susunan organisasi dan kepengurusan.
b. Permodalan.
c. Kepemilikan.
d. Keahlian di bidang perbankan.
e. Kelayakan rencana kerja.”

Pasal 16 Ayat (2) :


Pasal 16 Ayat (3) :
“Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2)
ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Dari pasal di atas dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain :[4]

a. Persyaratan untuk menjad pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang

perbankan dan konduite yang baik.

b. Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank.

c. Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat

d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan

e. Kelayakan rencana kerja

f. Batas waktu pemberian izin pendirian bank.

Pembubaran atau likuidasi bank dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan bahwa likuidasi adalah proses membubarkan perusahaan sebagai badan hukum

yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang

tersisa kepada para pemegang saham (persero). Dapat dijelaskan bahwa likuidasi bank itu

bukan sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan

dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin

usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses

pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses

pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank

sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.

B. PENDIRIAN BANK UMUM

Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank

Indonesia selaku Bank Sentral. Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan

melalui 2 tahapan. Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank
yang bersangkutan. Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan

untuk melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum

mendapat izin usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk

melakukan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.

Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam Peraturan

Bank Indonesia Nomor : 11/1/PBI/2009 Tentang Bank Umum, yaitu:

Pasal 4

(1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Gubernur Bank

Indonesia.

(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:

a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank; dan

b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah

persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.

Pasal 5

Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesar

Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

Pasal 6

(1) Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau

b.warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing

dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.

(2) Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari

modal disetor Bank.


C. PENDIRIAN BANK PEKREDITAN RAKYAT

Bank Perkreditan Rakyat atau yang selanjutnya di singkat BPR menurut

Peraturan Bank Indonesia adalah Bank Perkreditan Rakyat yg melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional.

Dasar hukum pendirian BPR adalah Peraturan Bank Indonesia No 8/26/PBI/2006

tentang Bank Perkreditan Rakyat pasal 3.

Sebagaimana pendirian bank umum, maka dalam pendirian BPR diperlukan adanya

izin prinsip dan izin usaha dari pimpinan BI. Permohonan izin prinsip untuk BPR wajib

memenuhi persyaratan tertentu sebagai mana ditentukan dalam pasal 6 Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, serta melampirkan:

1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar badan

hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang

2. Data kepemilikan berupa: daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing

masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan

Terbatas/perusahaan daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan

pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.

3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi

4. Rencana dan susunan organisasi

5. Rencana kerja untuk tahun pertama, yang memuat: hasil penelaahan mengenai peluang

pasar, dan potensi ekonomi; rencana kegiatan usaha yg mencakup penghimpunan dan

penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yg akan dilakukan dalam mewujudkan

rencana tersebut; rencana kebutuhan pegawai; dan proyeksi arus kas bulanan selama 12

bulan serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi

6. Bukti pelunasan modal sekurang kurangnya sebesar 30% dalam bentuk fotokopi bilyet

deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama Direksi Bank Indonesia salah

seorang calan pemilik BPR yang bersangkutan.

7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan

Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas

pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia atau tidak

berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.

Hal-hal yang diuraikan diatas merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh

pemohon dalam rangka permohonannya untuk memperoleh izin prinsip, dan BI

berkewajiban untuk menangani permohonan tersebut apabila kelengkapan persyaratan dari

pemohon telah dipenuhi. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak dokumen

permohonan diterima secara lengkap dituntut harus memberikan pernyataan atas

permohonan persetujuan prinsip tersebut baik disetujui maupun ditolak.

Sedangkan untuk memperoleh izin usaha BPR, maka permohonan yang diajukan

oleh si pemohon harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 9 Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, yaitu:

1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan

oleh instansi yang berwenang

2. Data kepemilikan berupa: daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-

masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan

Terbatas/Perusahaan Daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan

pokok dan simpanan wajib serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.

3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi

4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja termasuk susunan personalia

5. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito

6. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa: daftar aktiva tetap dan inventaris; bukti

penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan dan atau perjanjian sewa menyewa gedung

kantor; foto gedung kantor dan tata letak ruangan; contoh formulir/warkat yang akan

digunakan untuk operasional bank; NPWP dan Tanda Daftar Perusahaan

7. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan

Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi, bahwa pelunasan modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas

pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia, juga tidak

berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang

8. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota dewan komisaris sebagai anggota

dewan komisaris pada lebih dari tiga bank lain atau sebagai anggota direksi pada bank

umum

9. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota direksi sebagai anggota komisaris,

direksi atau pejabat eksekutif lainnya pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga

lain

10. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris dan anggota direksi bahwa yang

bersangkutan tidak bersedia menjadi direksi selama sekurang-kurangnya 3 tahun sejak

BPR beroperasi dan tidak akan mengundurkan diri, kecuali mendapat persetujuan terlebih

dahulu dari BI

11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai

hubungan keluarga dengan anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua

termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan suami istri,

juga dengan dewan komisaris dalam hubungan sebagai orangtua, anak dan suami istri.

Berkaitan dengan permohonan izin usaha tersebut, maka BI selambat-lambatnya

60 hari setelah dokumen permohonan diterimanya secara lengkap dituntut memberikan

pernyataan disetujui atau ditolak. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan,

BI terlebih dahulu akan melakukan penelitian; atas kelengkapan dan kebenaran dokumen

serta wawancara dengan pemilik; anggota dewan komisaris dan direksi dalam hal terdapat

penggantian atas calon yang diajukan, namun bila tidak ada penggantian, maka tidak

diperlukan wawancara lagi.

Dengan dikeluarkannya izin usaha oleh BI, maka bank yang bersangkutan wajib

melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal

dikeluarkan izin usaha tersebut. apabila setelah jangka waktu tersebut lewat namun bank
belum melakukan kegiatan usahanya, maka Direksi BI akan membatalkan izin yang telah

dikeluarkannya.

D. PENCABUTAN IZIN USAHA DAN LIKUIDASI BANK

Pencabutan izin usaha suatu bank merupakan tindakan yang amat menyakitkan

guna mengeluarkan suatu bank yang sedang dalam kesulitan yang membahayakan

kelangsungan usahanya dan tidak dapat dilaksanakan lagi, yang harus di keluarkan dari

sistem perbankan (exit policy).[5]

Sesuai dengan kewenangan yang di berikan kepada Bank Indonesia secara

atribusi,bank indonesia dapat mencabut usaha suatu bank yang mengalami kesulitan yang

membahayakan sistem perbankan.Pencabutan izin usaha suatu bank oleh bank indonesia

merupakan tindakan trakhir bila kesulitan yang dihadapi bank yang bersangkutan tidak

dapat di atasi lagi.

Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan dua

alasan hukum yang memungkinkan suatu bank dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia,

yaitu :

a. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank membahayakan sistem

perbankan; atau

b. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank mengalami kesulitan yang

membahayakan kelangsungan usahanya dan tindakan untuk mengatasinya belum cukup

untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank.

Berdasarkan salah satu alasan hukum tersebut, Bank Indonesia dapat mencabut izin

usaha suatu bank dan kemudian memerintahkan direksi bank yang dicabut izin usahanya

tersebut untuk segera membubarkan badan hukum dan melikuidasi bank yang

bersangkutan.

Likuidasi bank merupakan kelanjutan dari pelaksanaan pencabutan ijin usaha bank.

Likuidasi bank dilakukan dengan cara:


1. Pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan

pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan

tersebut; atau

2. Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui oleh BI.

Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan

kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.

Jadi, likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum

bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu

bank yang dicabut izin usahanya.[6]

Sebagai akibat dari likuidasi terhadap bank nasional swasta terdapat pihak yang

menderita atau dirugikan yaitu :[7]

1. Nasabah Deposan

Uang simpanan deposan dalam berbagai bentuk seperti giro, tabungan,deposito,

dan lain lain terancam keselamatannya. Ketika bank – bank tersebut dilikuidasi,

pemerintah (BI) mengumumkan bahwa deposan hanya diperbolehkan mengambil

simpanannya paling banyak Rp.20 juta, sedangkan sisanya menunggu pemberitahuan lebih

lanjut (menunggu ketentuan dari tim likuidasi bank yang akan dibentuk).

2. Nasabah Kredit

Sebagian dari nasabah kredit ini sudah menandatangani perjanjian kerja kredit (PK)

namun sebelum seluruh pinjamannya dicairkan atau ditarik oleh nasabah. Hal ini

disebabkan oleh adanya klausul dalam PK pencairan nasabah kredit dilakukan secara

bertahap, disesuaikan dengan proyek yang dibiayai kredit bank.

Adapun calon dari Tim Likuidasi wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan

Bank Indonesia. Kemudian pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999

menyatakan bahwa apabila Rapat Umum pemegang saham tidak dapat diselenggarakan

dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha, atau dapat

diselenggarakan namun tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum bank dan
pembentukan Tim Likuidasi, Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk

mengeluarkan penetapan yang berisi :

a. pembubaran badan hukum bank;

b. penunjukan Tim Likuidasi;

c. perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

d. perintah agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada

Bank Indonesia.

Berikut beberapa yang menjadi tugas atau kewajiban dari Tim Likuidasi di

antaranya adalah :

1) Mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan di Panitera Pengadilan Negeri yang meliputi

tempat kedudukan bank yang bersangkutan mengenai pembubaran badan hukum bank dan

pembubaran badan hukum ini diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2

(dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan diberitahukan kepada instansi

yang berwenang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembentukan

Tim Likuidasi;

2) Melakukan kepengurusan bank;

3) Melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban bank dalam likuidasi serta bertanggung

jawab terhadap kekayaan bank tersebut;

4) Melakukan likuidasi aset melalui pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para

debitur;

5) Membuat perencanaan serta melakukan pembayaran ataupun pemenuhan kewajiban bank

kepada kreditur maupun pihak ketiga lainnya dari hasil pencairan dan atau penagihan

piutang bank tersebut;

6) Meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas neraca penutupan

pertanggal pencabutan izin usaha yang belum diaudit;

7) Menyusun neraca verifikasi;


8) Melakukan pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain apabila

disetujui oleh Bank Indonesia;

9) Menyusun Neraca Akhir Likuidasi;

10) Membagikan sisa harta kepada para pemegang saham;


Status hukum badan yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhirnya

likuidasi dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana hal ini di atur pada Pasal

21 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Mengacu pada ketentuan ini, maka status

hukum dari BDL adalah masih tetap berbadan hukum hingga berakhirnya likuidasi. Namun

meskipun masih berbadan hukum, akan tetapi BDL sudah tidak dapat lagi menjalankan

kegiatan usahanya sebagai bank.

Kegiatan usaha yang boleh, bahkan sebagiannya harus dilakukan


oleh Bank, telah diatur secara rinci dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Aturan yang paling pokok adalah yang
termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998. Aturan penting lainnya termuat
dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia (SK DIR BI). Uraian berikut diambil dari
publikasi Bank Indonesia, yaitu: Booklet Perbankan Indonesia
Edisi Tahun 2007.
a. Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan


berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
n Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank
yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
n Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
n Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
n Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
n Obligasi;
n Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun;
100 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
n Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai
dengan 1 (satu) tahun;
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat,
sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau
sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang tentang
Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal
ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring
Ketentuan Perbankan Saat Ini 101
penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh BI;
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI; dan
17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundangundangan
dana pensiun yang berlaku.
b. Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan investasi, antara lain :
2. Giro berdasarkan pinsip wadi’ah;
3. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah;
4. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
5. Menyalurkan dana melalui:
6. Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi: murabahah, istishna,
salam;
7. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain: mudharabah,
musyarakah;
8. Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah,
ijarah muntahiya bittamlik;
9. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
10. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan
akad antara lain: wakalah, hawalah, kafalah, rahn;
11. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri suratsurat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi
nyata (underlying transaction) berdasarkan Prinsip Syariah;
102 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
12. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang
diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau BI;
13. Menerbitkan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
14. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau
nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang
diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar
pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
16. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat
berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;
17. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya
untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan
prinsip wakalah;
18. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan Prinsip
Syariah;:
19. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan Prinsip Syariah;
20. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan
Prinsip Syariah;
21. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;
22. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang
disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan
Syariah Nasional.
23. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;
24. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan
lain dibidang keuangan berdasarkan Prinsip Syariah seperti
sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;
25. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
Prinsip Syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan
ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
Ketentuan Perbankan Saat Ini 103
26. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun berdasarkan Prinsip Syariah sesuai ketentuan dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
27. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak
sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat,
infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai
Syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk
oleh pemerintah.
c. Kegiatan Usaha BPR Konvensional
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan
pada bank lain
d. Kegiatan Usaha BPR Syariah
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain:
Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
2. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; dan atau
3. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadi’ah atau
mudharabah.
4. Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:
5. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: murabahah, istishna, dan
atau salam;
6. Transaksi sewa menyewa dengan prinsip ijarah
7. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah, dan
atau musyarakah;
104 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
8. Melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan
Undang-undang Perbankan dan Prinsip Syariah.
e. Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
1. Melakukan penyertaan modal, kecuali melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam No. 15 dan 16 pada penjelasan
kegiatan usaha Bank Umum konvensional tersebut di atas.
2. Melakukan usaha perasuransian;
3. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam kegiatan usaha bank umum konvensional di atas.
f. Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
1. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam No. 16 dan 17 dalam penjelasan kegiatan usaha Bank Umum
Syariah tersebut di atas;
2. Melakukan usaha perasuransian;
3. Melakukan kegiatan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha Bank Umum Syariah
tersebut di atas;
4. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
5. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional
g. Larangan kegiatan usaha BPR Konvensional
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai
pedagang valuta asing (PVA);
3. Melakukan penyertaan modal;
4. Melakukan usaha perasuransian;
Ketentuan Perbankan Saat Ini 105
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha BPR Konvensional di atas.
h. Larangan kegiatan usaha BPR Syariah
1. Melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam larangan
kegiatan usaha BPR Konvensional;
2. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha BPR Syariah di atas;
3. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
4. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional

Kegiatan Usaha Bank Umum


Menghimpun dana dalam bentuk simpanan giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat
deposito dan tabungan lainnya yang dipersamakan Memberi kredit Mengeluarkan surat
pengakuan utang Membeli, menjual dan menjamin untuk kepentingan sendiri/nasabah
surat berharga, misalnya obligasi, SBI, dan sebagainya. Melakukan transfer Menempatkan
dana pada, meminjam dana dai, atau meminjam dana kepada pihak lan, baik dengan
menggunakan surat, telepon, cek, dsb Menerima pembayaran dari tagihan atas surat
berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga

ASPEK HUKUM PERBANKAN SYARIAH : BENTUK HUKUM, STRUKTUR


ORGANISASI BANK SYARIAH DAN KERAHASISAAN BANK
1. Bentuk Hukum

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dewasa ini tumbuh dengan sangat pesat.
Walaupun jumlah bank, jumlah kantor cabang dan jumlah asset bank syariah masih sangat
kecil jika di bandingkan dengan bank konvensional. Banyak faktor yang akan
mempengaruhi percepatan perbankan syariah di masa yang akan datang, salah satu faktor
yang sangat penting ialah faktor hukum, karena kelancaran suatu lembaga dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya ialah ketika memiliki perlindungan hukum.

Kebiasaan dan/atau tradisi hukum di negara republik Indonesia dalam membuat rancangan
undang-undang di zaman orde lama dan orde baru tidak pernah terdengar kata “syariat”.
Kata “syariat” itu baru muncul ketika rancangan undang-undang perbankan syariah di
usulkan menjadi undang-undang di zaman akhir periode orde baru dan zaman awal
reformasi. [1]

Di Indonesia Bank Syariah pertama kali didirikan tahun 1991 yaitu Bank Muamalat
Indonesia. Lahirnya BMI di Indonesia belum mempunyai payung hukum yang sah, bahkan
ketika BMI didirikan perbankan di Indonesia masih menggunakan UU No.14 tahun 1967.
setelah itu seiring berkembang pesatnya dunia perbankan maka pemerintah mengeluarkan
revisi UU No.14 th 1964 tersebut dengan meratifikasi UU No.7 tahun 1992 yang
mengandung ketentuan tentang bolehnya Bank beroperasi dengan sistem bagi hasil.
Kemudian berkat perjuangan kaum profesional dan cendekiawan, maka timbul amandemen
yang melahirkan UU No.10 tahun 1998 yang memuat ketentuan yang lebih rinci tentang
perbankan syariah. Perkembangan yang pesat pasca di sahkannya amandemen UU No.10
th 1998 tidak menyurutkan semangat para pejuang ekonomi islam untuk terus mendesak
pemerintah agar di sahkannya rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah.
Alhasil, tanggal 17 juni 2008[2] pemerintah mensahkan Undang-undang No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.

Lahirnya UU Perbankan Syariah ini kemudian di respon oleh banyak kalangan yang
setelah sekian lama menanti UU perbankan syariah ini. UU perbankan syariah akan
memberikan payung hukum bagi perbankan syariah yang berarti akan makin menguatkan
eksistensi perbankan syariah dan memberikan kepastian hukum bagi operasional
kelembagaan bank syariah beserta para pihak yang melakukan transaksi syariah, sehingga
di harapkan dengan disahkannya UU perbankan syariah ini akan timbul kepercayaan dari
calon nasabah atau investor dalam menjalin hubungan bisnis (muamalah).

Dalam Bab 1 pasal 1 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah ialah
segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit-unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.

Selain dalam Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah, perbankan
syariah juga memiliki peraturan yang di muat dalam Peraturan bank Indonesia yang
selanjutnya disebut (PBI) yang dikeluarkan oleh Bank indonesia. Disebutkan dalam tahun
2008 Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa PBI khususnya yang berkaitan dengan
Bank Syariah, UUS dan BPR Syariah. Diantara PBI yang telah di keluarkan Bank
Indonesia tahun 2008 ialah sebagai berikut :

1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah


Dan Unit Usaha Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 Tentang Restruktruisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/23/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum
Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/24/PBI/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/pbi/2006 Tentang Penilaian Aktifa Bank
Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. Peraturan Bank Indonesia nomor : 10/16/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah

Selain Peraturan bank Indonesia, terdapat peraturan lain yang di keluarkan oleh Bank
Indonesia yakni Surat Edaran bank Indonesia. Beberapa surat Edaran bank indonesia yang
telah di keluarkan di tahun 2008 khususnya yang berkaitan dan mengikat Bank Syariah
ialah sebagai berikut :

1. Surat Edaran No. 10/14/DPbs tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah
2. Surat Edaran No. 10/35/DPbs tahun 2008 Tentang Restrukturisasi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia
3. Surat Edaran No. 10/36/DPbs tahun 2008 Atas Perubahan Surat Edaran No.
8/22/DPbs tahun 2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktifa Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prisnip Syariah.
4. Surat Edaran No. 10/31/DPbs tahun 2008 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah

1. Struktrur Organisasi Bank Syariah

Pada dasarnya hampir tidak ada perbedaan yang siginifikan di dalam struktur organisasi
antar Bank, kecuali Bank yang bergerak pada bidang Syariah dimana selain Dewan
Komisaris terdapat satu lagi struktur organisasi yang disebut Dewan Pengawas Syariah.
DPS ( dewan pengawas syariah) yang merupakan lembaga independen dalam
mengeluarkan fatwa yang berhubungan dengan semua masalah syariah agama islam.[3]
Dalam muamalah termasuk ekonomi DSN bertugas sebagai pengawasan operasional bank
dan produk-roduknya agar sesuai garis syarah. Hal ini dikarenakan bahwa bidang syariah
haruslah sesuai dengan kaidah/aturan-aturan tertentu yang bersumber pada syariat Islam,
sehingga dalam pelaksanaannya perlu pengawasan khusus.

1. Rahasia Bank

Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidaklah sebatas hubungan kontraktual biasa,
tapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka
rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika di tentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku.[5]

Menurut pasal 1 angka 14 Undang-undang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan


rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1 angka 14 dan pasal lainnya, dapat di tarik unsur-
unsur dari rahasia bank itu sendiri antara lain:

1. Rahasia bank tersebut dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan


simpanannya,
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam katergori
berdasarkan prosedur dan peraturan dan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku,
3. pihak yang di larang membuka rahasia bank adalah pihak bank itu sendiri dan/atau
pihak terafiliasi.[6] Yang dimaksud pihak terafiliasi adalah sbb :
1. Komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat dan karyawan Bank Syariah atau
Bank umum konvensional yang memiiki UUS
2. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah atau UUS, antara lain
Dewan Pengawas Syariah, Akuntan Publik , Penilai, dan konsultan hukum;
dan/atau,
3. Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia turut serta memengaruhi
pengelolaan bank syariah atau UUS, baik langsung maupun tidak langsung,
antara lain pengendali bank, pemegang saham dan keluargannya, keluarga
komisaris dan keluarga direksi.

Dasar Hukum Rahasia Bank Syariah

Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 41, 42(1), 42(2), 43(1), 43(2), 43(3), 44, 45,
46(1), 46(2), 47, 48, 49, 60(1), 60(2), 61 mengatur mengenai Rahasia bank dengan segala
pengecualian dan sanksinya.

Pengecualian rahasia bank yang di tegaskan dalam pasal 42(1), 43(1), 45, 46, 47, 48
meliputi :

þ Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan

þ Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana

þ Kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

þ Tukar-menukar informasi antarbank

þ Permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang di buat secara tertulis

þ Permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah penyimpan yang telah meninggal dunia

Sanksi Pelanggaran Rahasia Bank Syariah

Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan dalam pasal 60(1), 60(2),61
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 yang berkaitan dengan rahasia bank. Tindak pidana
tersebut berbunyi sebagai berikut :

Pasal 60

(1) setiap orang dengan sengaja tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank
Indonesia sebagimana dimaksud dalam pasal 42 dan 43 memaksa Bank Syariah, UUS, atau
pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4(empat) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp, 200.000.000.000,00
(dua ratus milyar rupiah).

(2) Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS, atau pihak Terafiliasi lainnya denfan sengaja memberikan keterangan
yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 dipidana dengan penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4(empat) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp,
8.000.000.000,00 (delapan milyar rupiah).

Pasal 61

Anggota direksi, komisaris, pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, pasal 47, dan pasal 48 dipidana dengan penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7(tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp,
15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

BANK SENTRAL
1. Kewenangan Bank Sentral.
Adalah lembaga negara yg mempunyai wewenang untuk:
• mengeluarkan alat pembayaran yang sah di suatu Negara.
• merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter.
• mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
• mengatur dan mengawasi perbankan.
• menjalankan fungsi sbg lender of last resort.

2. Dasar Hukum Bank Sentral antara lain sebagai berikut:


• Perpu No. 2 Th 1946 : BNI 1946 didirikan sbg bank komersial sekaligus bank sentral tidak
berfungsi dengan baik.
• UU No. 11 Th 1953 ttg UU Pokok Bank Indonesia, mengubah De Javasche Bank NV
menjadi Bank Indonesia, yang berfungsi sebagai bank sentral.
• Masa orde baru: UU 13 Th 1968 tentang Bank Sentral.
• Sejarah Perundang-Undangan.
• Masa reformasi: UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
• Terakhir dgn UU No. 3 Th 2004 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.

3. Pimpinan Bank Sentral.


Pimpinan BI: Dewan Gubernur, terdiri dari:
– Gubernur: pemimpin merangkap anggota.
– Deputi Gubernur Senior: wakil pemimpin merangkap anggota.
– 4-7 orang Deputi Gubernur (anggota dewan gubernur).

4. Tujuan Bank Sentral.


Pasal 7 (1) UU BI No. 3/ 2004,
 Tujuan BI adalah Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Kestabilan:
kestabilan nilai Rupiah terhadap barang dan jasa, dan mata uang negara lain, diukur dari
perkembangan laju inflasi.
 BANK INDONESIA melaksanakan kebijakan moneter berkelanjutan, konsisten,
transparan, mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

5. Tugas Bank Sentral


Pasal 8 UU BI 23/1999:
• Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (pengendalian jmlh uang beredar dan
suku bunga).
• Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
• Mengatur dan mengawasi bank.

6. Kedudukan Bank Sentral.


• BI adalah bank sentral Republik Indonesia.
• Merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/
atau pihak lain.
• Campur tangan: intimidasi, ancaman, pemaksaan, bujuk rayu yang dpt mempengaruhi
kebijakan dan pelaksanaan tugas BI. BI dpt melaksanakan tugas dan wewenangnya secara
efektif.

7. Hubungan Bank Sentral Dengan Pemerintah.


• BI sebagai pemegang kas pemerintah dan memberi bunga terhadap saldo kas pemerintah.
• Dalam pengelolaan keuangan nasional, BI mandiri dan bebas dari campur tangan pihak
manapun.

8. Bank Sentral Sebagai Pengatur Sistem Pembayaran


• Pasal 20 UU BI 23/ 1999: BI satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari
peredaran.
• Konsekuensinya:
– Melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama.
– Melakukan penukaran uang yang cacat/ tidak layak edar
– Menukar uang yang rusak sebagian/ sebab lain dengan nilai sama/ lebih kecil dari
nominal.
• Daluarsa hak menuntut: 10 tahun setelah tanggal pencabutan uang.

9. Bank Sentral Sebagai Pengatur Dan Pengawasan Bank


• Maksud pengaturan dan pengawasan bank:
Meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank
bahwa bank:
 Tergolong sehat dari segi financial.
 Dikelola dgn baik dan professional.
 Tdk terkandung segi-segi yang merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang
menyimpan dananya di bank.
Tujuan umum pengaturan dan pengawasan bank: menciptakan sistem perbankan yang
sehat .
• Bank sentral: merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam mewujudkan sistem
perbankan yang sehat.
• Di Indonesia dilaksanakan oleh BI
• Kewenangan bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan bank:
• Alat/sarana untuk mwujudkan sistem perbankan yang sehat
• Menjamin dan memastikan dilaksanakannya segala peraturan per-UU-an yang terkait
dalam penyelenggaraan usaha bank.

10. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank.


• Meliputi:
– Menetapkan peraturan.
– Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank.
– Melakukan pengawasan bank.
– Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai perat per-UU-an (mengacu pada UU No.7/1992
dan UU No.10/1998, UU No. 23/1999 jo. UU No.3/2004 tentang BI).
11. Pokok-Pokok Pengaturan Dan Pengawasan Bank Oleh Bank Sentral.
• Perizinan bank.
• Kelembagaan bank, kepengurusan dan kepemilikan.
• Kegiatan usaha bank.
• Kegiatan usaha bank berprinsip syariah.
• Merger, konsolidasi, akuisisi.
• Sistem informasi antar bank.
• Tata cara pengawasan bank.
• Sistem pelaporan bank kepada BI
• Penyehatan perbankan.
• Pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank
• Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.

12. Pengawasan Bank.


Sifat pengawasan bank:
 Pengawasan langsung Pemeriksaan disusul perbaikan, berkala atau bila
diperlukan.
 Pengawasan tidak langsung Pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan
evaluasi laporan bank.
 Otoritas Pengawasan meliputi:

 Kewenangan memberikan izin (power to license).


a. Penetapan ketentuan dan persyaratan pendirian bank.
b. Merupakan seleksi paling awal tehadap kehadiran sebuah bank.
c. Persyatan pendirian bank meliputi: akhlak dan moral calon pemilik dan pengurus bank,
kemampuan modal, kesungguhan dan kemampuan calon pemilik dan pengurus bank dalam
melakukan kegiatan usaha bank.
d. Otoritas pengawas dapat mencegah pendirian bank yang tidak memenuhi syarat.

 Kewenangan untuk mengatur (power to regulate).


a. Penetapan ketentuan yg menyangkut aspek kegiatan usaha perbankan.
b. Antara lain mnyangkut: likuiditas dan solvabilitas bank, jenis usaha bank, risiko yang
dapat diambil bank.

 Kewenangan untuk mengendalikan/mengawasi (power of control).


a. Merupakan kewenangan mendasar otoritas pengawas bank.
b. Melalui pengawasan tidak langsung, otoritas pengawas menilai keadaan usaha dan
kesehatan bank.
c. Pengawasan langsung, degan pemeriksaan untuk memperoleh gambaran ketaatan bank
terhadap peraturan yang berlaku serta mengetahui apakah ada praktik-praktik tidak sehat
yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.

 Kewenangan untuk mengenakan sanksi (power to impose sanction).


a. Pengenaan sanksi terhadap bank yang kurang atau tidak memenuhi hal-hal dalam
pengawasan di atas.
b. Agar bank melakukan perbaikan atas kelemahan dan penyimpangan yang dilakukannya.
c. Merupakan pembinaan oleh otoritas pengawas agar bank sungguh-sungguh taat
menerapkan peraturan per-UU-an dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat.

13. Pemeriksaan
• Utk memperoleh kebenaran informasi kegiatan usaha bank, serta kepatuhan bank terhadap
ketentuan.
• Meliputi: buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data elektronis,
termasuk salinannya.
• Pemeriksaan dilakukan terhadap:
– perusahaan induk.
– anak perusahaan.
– pihak terkait.
– pihak terafiliasi.
– debitur bank.

14. Informasi Antar Bank.


• Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank.
• Informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur bank, mencegah
penyimpangan pengelolaan perkreditan.
• Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.

Anda mungkin juga menyukai