GERONTIK
GERONTIK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai
mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang
mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar.
Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat
gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan
makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga.
Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita lebih sering mengeluh
konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu
penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi
sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas
1
Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi
dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview
Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya
karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu
naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena
faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf
perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik
atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah
pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan
mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah tersebut
dengan diblender.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus:
2
b. Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi
dengan konstipasi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GERD
Dimulai dari organ pencernaan atas yaitu esophagus. GERD adalah salah
satu keluhan pada esophagus yang sering terjadi pada lansia (Reichel, et al.,
2009). GERD adalah refluks atau kembalinya isi lambung ke dalam esophagus.
(Tabloski, 2014). Angka kejadian GERD pada lansia kurang lebih sebesar 20%
(Reichel, et al., 2009). GERD disebabkan oleh relaksasi sphincter esophagus
sementara yang tidak seharusnya dan akhirnya menyebabkan asam naik kembali
ke esophagus. (Reichel, et al., 2009). Gejala GERD adalah heartburn, indigesti,
sendawa, cegukan, dan regurgitasi isi lambung ke dalam mulut. (Tabloski, 2014).
Dampak psikososial dari GERD adalah lansia dapat merasa takut untuk makan
atau datan ke acara social karena stress dan makanan tertentu dapat memicu
gejala. (Tabloski, 2014). Komplikasi dari GERD yang tidak ditangani adalah
esophagitis, perdarahan, dan penyempitan bentuk. (Tabloski, 2014). Lansia lebih
berisiko terhadap komplikasi GERD karena paparan asam esophagus yang
berkepanjangan selama bertahun-tahun ditambah frekuensi hiatal hernia yang
lebih tinggi dan penggunaan obat yang berdampak pada penurunan fungsi
sphincter serta meningkatkan keparahan GERD pada lansia. (Huether &
McCance, 2012; Tabloski, 2014). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengubah gaya hidup yaitu melakukan elevasi tempat tidur, minum air
4
putih yang banyak, serta kurangi makanan yang menyebabkan peningkatan asam
seperti cokelat, bawang putih, bawang Bombay, tomat, dan cuka. Medikasi yang
dapat diberikan adalah proton pump inhibitor dan histamine2 agonist yang dapat
menekan produksi asam. (Tabloski, 2014)
2. Kolelitiasis
Gangguan yang sering terjadi pada kantung empedu yaitu kolelitiasis atau
pembentukan batu empedu karena perubahan fisiologi dengan penuaan termasuk
penurunan produksi asam empedu, peningkatan saturasi kolesterol empedu,
berkurangnya kontraksi kantung empedu, dan penurunan respon pada
kolesistokinin. (Reichel, et al., 2009). Angka kejadian kolelitiasis pada lansia
sejumlah 14% - 27%. (Reichel, et al., 2009). Gejala yang dapat dirasakan adalah
nyeri akut pada kuadran atas atau epigastrik. (Reichel, et al., 2009). Nyeri dapat
menjalar ke tulang belikat sehingga menyebabkan mual dan muntah, namun
seringnya penderita kolelitiasis tidak menunjukkan gejala. (Reichel, et al., 2009).
Komplikasi yang dapat terjadi pada lansia adalah akut kolesistitis, kolangitis
asenden, atau kerusakan jaundice. (Reichel, et al., 2009). Pemeriksaan diagnostik
yang biasanya dilakukan adalah ultrasound. CT scan abdomen dapat dilakukan
jika batu empedu yang umum atau obstruksi saluran empedu diduga ada. (Reichel,
et al., 2009). Penatalaksanaan untuk kolelitiasis yang menunjukkan gejala adalah
laparoskopi koleksistektomi. (Reichel, et al., 2009).
3. Konstipasi
5
(Miller, 2012). Gejalanya adalah frekuensi defekasi dari semula 3x sehari jd 1-2x
per minggu serta rasa tidak lampias saat defekasi. (Miller, 2012). Angka
kekambuhan konstipasi yang tinggi tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas
hidup, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi seperti impaksi fekal. (Orozco,
et al., 2012). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada secara farmakologi dan
non farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi yang biasa dilakukan adalah
dengan memberikan obat-obatan laksatif. Selain itu, penatalaksanaan non
farmakologi juga dapat dilakukan dengan memberikan suplemen serat, hidrasi
adekuat, serta peningkatan mobilitas. (Miller, 2012).
4. Malnutrisi
6
B. Pengertian Konstipasi
dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam
pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus
besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan
dengan istilah sembelit, merupakan suatu keadaan sukar atau tidak dapat buang
air besar, feses (tinja) yang keras, rasa buang air besar tidak tuntas (ada rasa
ingin buang air besar tetapi tidak dapat mengeluarkannya), atau jarang buang
apabila mereka tidak b uang air besar setiap hari yang disebut normal dapat
bervariasi dari tiga kali sehari hingga tiga kali seminggu (Herawati, 2012).
air besar, yang disebabkan karena berkurangnya fungsi pergerakan usus dan
kalsium, tinggi lemakdan makanan yang tinggi gula. Selain itu juga
dipengaruhi oleh tidak ada zat gizi tertentu yang mendukung penyerapan
7
Penuruan asupan makan pada lansia sangant dipengaruhi oleh sistem
rasa tidak nyaman saat mengunyah, sering mengalami sakit gigi sehingga jenis
(Almatsier, 2011).
posisi saat defekasi, kurangnya asupan serat, dan penurunan fungsi saluran
C. Tipe Konstipasi
1. Konstipasi Fungsional
Kriteria:
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:
Kriteria:
8
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses,
D. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah
sebagai berikut:
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya
yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat
peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk
9
kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan
konstipasi.
epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus
dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah
Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada
E. Patofisiologi
10
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis
sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan
terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal
dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan
masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter
refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis
dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi
11
merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak
konstipasi.
lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu
perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat
atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari.
sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.
12
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar
reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif
untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia
1. Diskesia Rektum
eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum
sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk
BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena
13
dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan
rektum
2. Dis-sinergis Pelvis
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang
berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja
(jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
14
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang
mengeluarkan tinja.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada
biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau
buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
G. Pemeriksaan
kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan
15
meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat
perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya
tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan
gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa
tinja.
gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan
dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula
(hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang
bisa mengganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi informasi tentang
risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat
cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita
konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang
menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia,
keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu
16
mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius.
Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan
pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan
risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal.
badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan
kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya
kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non-farmakologis
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan
mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus
besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
17
memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat
b. Diet:
Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit
di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan
sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga:
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur
2. Pengobatan farmakologis
selulose, Psilium.
18
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
laktulose, gliserin
: Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan
kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada
konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui
penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa
umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak
H. Pencegahan
19
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit
untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air
besar.
dan sayur-sayuran.
20
BAB III
1. Pengkajian
a. Biodata Pasien
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
d. Riwayat kesehatan
durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien
tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan
tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis
dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta
enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau
rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau
diare encer.
f. Pemeriksaan Fisik
h. Analisa Data
21
adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
Contoh kasus:
Seorang kakek bernama Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada
perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB.
Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah
dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi
feses.
1. Pengkajian
Nama : Evart
Alamat : Surabaya
22
Riwayat penyakit sekarang :
Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah.
Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa
BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan
sehari-harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
Review of system :
a. B1 (Breath) : RR meningkat
d. B4 (Bladder) : -
f. B6 (Bone) :-
RR23x/mnt
23
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi : redup
Analisa Data:
Inspeksi : pembesaran
abdomen. konstipasi
feses.
Perkusi : redup.
tidak terdengar
begah
24
Data objektif:
Menurunnya
intake
makanan
pasien
sulit keluar
Data objektif:
kolon
Nyeri abdomen
2. Diagnosa
nutrien
25
3. Intervensi
Hasil
menurun
3. Kram abdomen
menurun
26
makan pasien dapat secara menarik dan suhu
membaik
3. Nafsu makan
mebaik
27
mengenali penyebab 3.5 Kolaborasi
3. Keluhan nyeri
menurun
P: Petahankan Intervensi
1.4 Mengajarkan cara
mengatasi konstipasi
1.5 Melakukan
kolaborasi
penggunaan obat
pencahar
28
makanan yang terdengar, klien
disukai menghabiskan
2.5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang
dibutuhkan.
P: Pertahankan Intervensi
lingkungan yang
memperberat nyeri
3.4 Menganjurkan
teknik
29
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri.
3.5 Melakukan
Kolaborasi pemberian
analgeti
30
BAB IV
JURNAL
gangguan sitem tubuh, namun bila Konstipasi ini terjadi berulang dalam
pola makan dan perubahan gaya hidup. Makanan kaya serat (30- 35%),
Namun, mengkomsumsi makanan kaya serat dalam jumlah besar secara tiba-
tiba dapat menyebabkan perut terasa tidak enak dan kembung. sebaiknya
31
mengkonsumsi makanan secara teratur dan minum air dalam jumlah cukup
sebagian besar (75,4%), bulat kecil, ukuran tinja kecil, merasa tidak puas
setelah BAB, merasa nyeri saat BAB, jumlah BAB tidak banyak (64,5%)
serta memiliki riwayat BAB sebelumnya (64,6%) dan lama riwayat BAB
tersebut < 2 bulan (69,2%). Lebih dari setengah responden yaitu sebanyak 37
kejadian konstipasi3.
mengatasi konstipasi pada lansia. Nilai lebih pijat perut yang lain, adalah
dapat digunakan secara efektif dan dapat diaplikasikan oleh siapa saja
(Ikaristi et al. 2015). Pijat perut dapat menstimulasi saraf parasimpatis yang
Pijat perut yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
Swedish massage. Pijat ini dilakukan selama 7 hari 10-15 menit dengan
32
tekanan ringan sampai dengan sedang. Pijat ini juga menggunakan gerakan
memutar searah jarum jam dengan arah naik pada kolon asenden dan
Menurut Saeger & Kyle (2008) mengatakan bahwa arah pijat perut
yang baik adalah searah jarum jam. Gerakan dan tekanan ringan sampai
dengan medium yang dilakukan juga memiliki efek dapat merangsang saraf
memicu gerakan massa pada kolon. Sinclair (2011) mengatakan bahwa pijat
frekuensi buang air besar, dan menurunkan ketidaknyamanan saat buang air
pijat perut dapat memperlancar peredaran darah sehingga terasa lebih rileks.
pijat ini menggunakan penekanan ringan sampai dengan medium dan searah
dengan arah jarum jam, hal ini sesuai dengan pendapat Saeger & Kyle (2008).
Pijat perut ini dilakukan rutin dalam 7 hari selama 10-15 menit, pijat perut
33
Massase Abdomen
34
2. Siapkan Alat
3. Menjaga privasi klien
4. Posisikan Klien Supine dengan kepala didukung bantal dan
selimut untuk menutupi bagian tubuh lain.
5. Jelaskan pada klien tujuan tindakan dan manfaatnya untuk
klien
6. melakukan pengusapan pada saraf vagus, dari puncak iliaka
hingga ke kedua sisi panggul yaitu pada pangkal paha
tujuannya untuk merangsang persyarafan sistem pencernaan
sehingga merangsang gerakan peristaltik usus.
7. Melakukan pengusapan pada kolon dari kolon asenden,
transversum, hingga desenden dengan tekanan yang semakin
meningkat untuk merangsang kontraksi kolon sehingga feses
terdorong ke dalam rectum
8. Melakukan pemerasan pada kolon dari asenden, transversum,
hingga desenden untuk memecahkan feses, terutama pada
feses yang menumpuk di rectum sehingga feses lebih mudah
dikeluarkan.
9. Melakukan pengusapan lagi sepanjang kolon kemudian
melakukan pengusapan melintang ringan di atas abdomen
serta
10. Melakukan vibrasi pada dinding abdomen untuk
menghasilkan flatus/ membantu pengeluaran gas.
35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang,
jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi
di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-
nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan
efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa
juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau
fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan
mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah
B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu
http://eprints.ums.ac.id/38013/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41747/Chapter%20II.pdf;s
equence=4
37