Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Tinjauan teori
A. Pengertian
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran pencernaan
yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa inkubasi hari di tandai
dengan demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan
gangguan kesadaran (Sudoyo, 2009)
Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit infeksi akut
yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu
jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).
Jadi typus abdominalis adalah penyakit yang menyerang saluran pencernaan
bagian bawah yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa, dengan gejala demam >1
minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran. Jika tidak diobati akan
menyerang seluruh jaringan tubuh dan menyebabkan kematian.

B. Etiologi
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa ( S. typhi ),
paratyphi A, paratyphi B, dan paratyphi C (food and water borne disease). Salmonella
hidup dengan baik dengan suhu 370C dan dapat hidup dapat pada air steril yang beku dan
dingin, air tanah, air laut, dan debu selama berminggu-minggu, dapat hidup berbulan-
bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasite hanya pada tubuh
manusia. Dapat dimatikan pada suhu 600C selama 15 menit. Hidup subur pada medium
yang mengandung garam empedu. Seseorang yang sering menderita penyakit tifus
menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria,
Phylum Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia
Enterobakteriakceae, Genus Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram
negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-
kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam
serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut
(Zulkhoni, 2011).

C. Manifestasi Klinik
Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat yang
berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun manifestasi klinik
yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson, (2001) dan Mansjoer (2000),
antara lain:
1. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Suhu
tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan kejang.

2. Gangguan Sistem Pencernaan


Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput
putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya kemerahan jarang disertai tremor.
Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan
limpa membesar di sertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi,kadang
diare atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual, muntah, dan
distensi abdomen(kembung), selain itu biasanya juga dijumpai ikterik(seperti
penyakit kuning).

3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam yaitu apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau 15 gelisah (kecuali penyakit berat
dan terlambat mendapatkan pengobatan).

4. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bitik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam
kadang-kadang di temukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

D. Mekanisme Transmisi Typhus


Berikut ini beberapa mekanisme penularan salmonella typhi :
1. Food ( makanan/minuman ) yang tercemar. Makanan yang diolah dengan tidak bersih
atau disajikan mentah beresiko mengandung salmonella seperti salad, karedok atau
asinan, apalagi bila sayuran tersebut diberi pupuk dengan limbah kotoran dan dicuci
dengan menggunakan air yang terkontaminasi oleh salmonella.
2. Fingers ( jari-jari tangan ) seseorang yang pernah menderita typhoid dapat menjadi
karier dan menularkan thyphoid kepada orang lain melalui jari-jari tangannya bahkan
menurut ismail ( 2006 ) didaerah endemis, seseorang yang tidak pernah menderita
typhoid dapat menularkan typhoid dalam urine dan fesesnya. Makanan atau minuman
yang dibuat oleh karier ini dapat terkontaminasi oleh salomonella seperti makanan
yang diolah direstoran atau pekerja pabrik susu yang megelola produk-produk susu
biasanya sekitar 3-5 % pasien menjadi karie.
3. Feses, feses dapat menyebabkan salmonella keorang lain melalui rute fecal-oral.
Artinya penularan dari feses dan masuk kemulut. Sebagai contoh seorang ibu rumah
tangga yang menjadi karier dapat menularkan salmonella kepada anggota keluarga
lainnya dengan mengelola makanan dan minuman atau memberi makanan kepada
anak-anaknya sementara tangannya dalam keadaan terkontaminasi salmonella karena
kurang bersih mencuci tangan ketika BAB atau BAK. Bakteri mampu bertahan hidup
untuk jangka waktu yang panjang pada feses yang kering, debu, air limbah, es dan
menjadi sumber infeksi. Kebiasaan makan jajanan beresiko menderita typhoid.
4. Fly ( lalat ). Lalat dapat menjadi vector mekanisme penularan typhoid. Lalat dapat
menghinggapi fese yang mengandung salmonella dan menghunggapi makanan atau
minuman dan mengkontaminasinya.
5. Hubungan seksual transmisi penularan salmonella melalui hubungan seksual melalui
rute oral-anal, oral-penis, atau anal intercourse. Sehingga dapat dikatakan bahwa
manusia menjadi host dan vector penularan penyakit ini.
6. Instrument kesehatan. Petugas kesehatan beresiko tertular salmonella karena kontak
langsung dengan cairan tubuh pasien ( darah, urine ) dan feses yang dapat
mengandung salmonella, peralatan yang terkontaminasi. Bahan untuk pemeriksaan
laboratorium, alas kasur ( sprei ) yang mengandung feses dan urine terkontaminasi
salmonella.

E. Patofisiologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru terinfeksi
selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan
mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri
(bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid plaque menuju
limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darahsehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan
suhu tubuh dengan demikian akan meningkat. sehingga beresiko kekurangan cairan
tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi.
Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur
sembuh (Zulkoni.2011).
F. Pathways
Makanan yang terinfeksi bakteri Salmonella Typhosa

Masuk melalui mulut

Menuju ke saluran pencernaan

Mati dimusnahkan asam lambung Lambung ada sebagian yang berhasil


lolos

Diserab oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid
Endotoksin
Usus halus Limpa

Spenomegali Hipertermi

Tukak
Lambung tertekan
Perdarahan dan perforasi
Mual

Resiko devisit Anoreksia


volume cairan

Perubahan nutrisi
Nyeri dada
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap (Masjoer, 2002)
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit
dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
a. Eritrosit : kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gangguan absorpsi
disuse halus karena adanya inflamasi, hambatan pembentukan eritrosit dalam
sumsum tulang atau adanya perforasi usus.
b. Leukopenia polimorfonukleart ( pmn ) dengan jumlah leukosit antara 3000-
4000 mm3, dan jarang terjadi kadar leukosit <3000/mm3. Leukopenia terjadi
akibat penghancuran leukosit oleh endotoksin dan hilangnya eosinophil dari
darah tepi ( eosinophilia ). Namun dapat juga terjadi lekositosis, limfositosis
relative pada hari ke-10 ddemam dan peningkatan laju endap darah.
c. Trombosit topenia, biasanya terjadi pada minggu pertama ( depresi fungsi
sumsusm tulang dan limfa )
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri salmonella typhi
dengan antibody salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Uji
widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka demam tifoidenema barium mungkin juga perlu dilakukan (Mansjoer,
2002).

H. Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi pada usus
halus dan diluar usus halus, antara lain:
1. Komplikasi pada Usus Halus
a. Perdarahan usus. Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk
tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila
luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat
terjadi.
b. Perforasi usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.
Penderita Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh
perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.
c. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.

2. Komplikasi diluar Usus Halus


a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis. 18
b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis, arthritis.
f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.

I. Penata laksanaan
Menurut Ranuh ( 2013 ) pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi thypus
abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien thypus
abdominalis dan diberikan pengobtan sebagai berikut :
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia dan lain-lain.
c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (
istirahat total ), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian
berjalan diruangan.
d. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mnegandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari. Apabila kesadarn pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Pemberian antibiotic dengan tujuan menghentikan dan mencegah menyebaran
bakteri. Obat antibiotic yangs sering digunakan adalah :
1) Chloramphenicol dengan dosis 50mg/kg/24jamperoral atau dengan dosis
75mg/kg/24jam melalui Iv dibagi menjadi 4 dosis. Chloramphenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
tersebut dapat memberikan efek samping yang serius
2) Ampicillin dengan dosis 200mg/kg/24jam melalui Iv dibagi menjadi 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan obat
chloramphenicol
3) Amoxillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam 3 dosis.
4) Trimethroprim-sulfametthoksazole masing masing dengan dosis 50mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis, merupakan pengobatan klinik yang efesien.
5) Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet ( 1 tablet mengandung 400mg
sulfametthoksazole dan 800mg Trimethroprim ). Efektivitas obat ini hampir sama
dengan obat Chloramphenicol.

J. Pengkajian Fokus
Data dasar pengkajian px dengan Typhus Abdominalis menurut Doenges(2002) yaitu :
1. Identitas Klien, meliputi:
a. Umur ; penderita yang terkena Typhus Abdominalis rata-rata antara usia 3-19
tahun, karena terkait dengan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi yang lebih
variatif dan beresiko menjadi faktor pencetus masukanya kuman Salmonella
Typhi.
b. Lingkungan; kebersihan lingkungan yang buruk merupakan sumber dari penyakit
Typhus Abdominalis , seperti membuang sampah sembarangan.
c. Pekerjaan; kebanyakan penderita penyakit Typhus Abdominalis bekerja ditempat
yang kumuh, atau bekerja yang menguras tenaga.
d. Jenis Kelamin; kebanyakan penderita yang terkena penyakit typhoid lakilaki lebih
banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1

2. Riwayat kesehatan, meliputi:


a. Keluhan utama;
Tanyakan keluhan utama atau gejala yang menyebabkan pasien sampai
berobat. Pada pasien Typhus Abdominalis biasanya mengeluh perut merasa mual
dan kembung, nafsu makan menurun, dan demam.

b. Keluhan menyertai
Keluhan yang dirasakan pasien selain keluhan utama.

c. Riwayat keluhan utama :


Tanyakan factor-faktor yang melatarbelakangi atau hal-hal yang
mempengaruhi keluhan, bagaimnana sifat terjadinya, bagaimana gejalanya
(mendadak, perlahan, terus-menerus berupa serangan, hilang timbul, atau
berhubungan dengan waktu), berat ringannya keluhan dan perkembangannya (
apakah menetap, cenderung bertambah atau berkurang), lamanya keluhan
berlangsung, kapan mulainya, upaya apa saja yang telah dilakukan, dan lain-lain.
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhus Abdominalis adalah demam,
anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri
otot, lidah tiphoid (kotor), gangguan kesadaran berupa sommolen sampai koma.
Serta beirisi upaya yang telah dilakukan dan atau terapi yang telah diberikan.
d. Riwayat kesehatan masalah lalu :
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Typhus Abdominalis,
apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya. Dan apakah pernah
dirawat di RS.

e. Riwayat kesehatan keluarga;


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhus
Abdominalis atau sakit lainnya. Buat genogram keluarga.

f. Riwayat kesehatan lingkungan


Tanyakan tentang keadaan lingkungan dirumah, apakah yang ditinggali cukup
memadai dari segi kesehatan (ventilasi yang cukup, kondisi kamar tidur, apakah
ada tempat pembuangnan kotoran atau sampah dan lain-lain.

g. Riwayat psikologi
Tanyakan masalah psikologis yang dialami pasien yang ada hubungannya
dengan keadaan social masyarakat, keluarga, rekan kerja, atau lainnya.

h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Hanya diisi untuk pasien bayi dan anak, meliputi empat sector perkembangan
yaitu interpersonal social, motoric halus, bahasa, motoric kasar. Riwayat
perkembangan diketahui menggunakan KKA (kartu kembang anak), DDST
(Denver developmental skrining test untuk anak 0-6 tahun), DDTK (dekteksi dini
tumbuh kembang) dengan KPSP (kuisioner pra-skrining perkembangan) atau
skala perkembangan yang lain.

i. Riwayat imunisasi
Riwayat ini hanya diisi untuk px 0-12 tahun. Terdiri dari imunisasi dasar
(0-12bln) dan imunisasi ulang/boster (6-12thn), meliputi jenis, waktu, frekuensi,
efek samping, dn alasan tidak melakukan imunisasi.

j. Riwayat kebidanan
1) Riwayat haid : siklus, teratur atau tidak, kapan terakhir haid dan seterusnya
2) Riwayat perkawinan :
3) Riwayat kehamilan :

k. Riwayat persalinan
Hanya diisi untuk pasien hamil-bersalin-nifas
3. Pola kegiatan ke hari-hari
No. Jenis kegiatan Sebelum sakit Saat sakit
1. Nutrisi
- Jenis makanan
- Frekuensi
- Pola makan
2. Cairan
- Jenis minuman
- Frekuensi
3. Eliminasi
- BAB
Konsistensi :
Frekuensi :
- BAK
Frekuensi :
Aroma :
Warna :
4. Istirahat tidur
- Tidur siang
- Tidur malam
- Pola tidur
5. Personal hygine
- Mandi
- Gosok gigi
- Cuci rambut
- Gunting kuku
6. Olahraga

4. Pemeriksaaan fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien typhoid mengalami
penurunan kesadaran, badan lemah, suhu meningkat antara 37,5-390C, tekanan
darah mengalami penurunan, dan penurunan frekuensi nadi.
b. Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang ditemukan
adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir kering, lidah kotor ditepi dan
ditengah merah.
c. Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan kuadran kanan
atas. 21
d. Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, mungkin
muncul roseola.

Pemeriksaan head to toe :


1. Kepala (inspeksi & palpasi)
Bentuk kepala :
Jenis rambut :
Penyebaran rambut :
Kebersihan rambut :
Nyeri :

2. Mata (inspeksi & palpasi)


Keadaan palpepra :
Warna konjungtiva :
Warna sclera :
Visus :
Memakai kacamata :
Diplopia :
Nyeri :
Hordeolum :

3. Hidung (inspeksi & palpasi)


Keadaan sputum-nasi :
Kebersihan hidung :
Epistaksis :

4. Telinga (inspeksi & palpasi)


Kebersihan telinga :
Nyeri :
Pengeluaran cairan :
Tinnitus :
Keadaan membrane timpani :
Serumen :
Tes pendengaran
 Rinnie :
 Weber :
 Swabach :

5. Mulut (inspeksi)
Keadaan bibir : (basah, atau pecah)
Warna bibir :
Jumlah gigi :
Caries :
Karang gigi :
Warna mukosa-mulut :
Kebersihan lidah :
Stomatitis :
Kebersihan gigi :
Gingivitis :
Memakai gigi palsu :
Gangguan bicara :
Gangguan menelan :
Keadaan tonsil :

6. Leher ( inspeksi & palpasi)


Struma :
Kelenjar thyroid :
Vena jugularis :
Tonic neck reflex :

7. Dada (repirasi dan cardiovaskuler)


a. Inspeksi
Bentuk dada :
Frekuensi irama-pernapasan :
Dada simetris atau tidak :
Pergerakan&pengembangan waktu napas :
Pola napas :
Dypsena :
Jenis pernapasan :
Ictus cordis :

b. Palpasi
Vocal fremitus :
Ictus cordis :
Massa :
Nyeri :
Frekuensi jantung :

c. Perkusi
Bunyi paru :
Bunyi jantung :
Batas paru/hepar :
Batas jantung :
Cairan :
Massa :
Udara :

d. Auskultasi
Bunyi napas :
Bunyi tambahan
o Ronchi :
o Rales :
o Wheezing :
Bunyi jantung I :
Bunyi jantung II :
Bunyi jantung III :
Bunyi jantung IV :
Murmur :

8. Abdomen
a. Inspeksi
Luka :
Bentuk perut :
Ada peristaltic usus yang Nampak :
Ascites :

b. Palpasi
Nyeri tekan :
Nyeri lepas :
Hepar :
Massa :
Lien :

c. perkusi
cairan :
udara :
massa :

d. Auskultasi
Bising usus :
Peristaltic usus :

9. Reproduksi
a. Wanita
Menarche :
Menopause :
Kelainan menstruasi :
Skret vagina :
Gravida : …., Para : …….., Abortus : ……….
b. Laki-laki
Hydrocele :
Orifisium unrethra :
Phymosis :

10. Rectum
Luka :
Perdarahan :
Haemoroid :

11. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
 Inspeksi
Simetris/tidak :
Jumlah jari :
Luka :
Clubbing finger :
ROM :
Warna kuku :

 Palpasi
Nyeri otot :
Kekuatan otot :
Tonus otot :

 Perkusi
Reflex biceps :
Reflex triceps :

b. Extremitas bawah
i. Inspeksi
Simetris/tidak :
Jumlah jari :
Luka :
Clubbing finger :
ROM :
Warna kuku :

ii. Palpasi
Nyeri otot :
Kekuatan otot :
Tonus otot :

iii. Perkusi
Reflex patella :
Reflex patologis :

12. Intergumen (inspeksi)


Rash :
Lesi :
Warna :
Turgor :
Kelembaban :

5. Pemeriksaan penunjang ( diagnostic test )


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut Widodo (2006)
adalah pemeriksaan laboratorium , yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap (Masjoer, 2002)
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit
dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
1) Eritrosit : kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gangguan absorpsi
disuse halus karena adanya inflamasi, hambatan pembentukan eritrosit dalam
sumsum tulang atau adanya perforasi usus.
2) Leukopenia polimorfonukleart ( pmn ) dengan jumlah leukosit antara 3000-
4000 mm3, dan jarang terjadi kadar leukosit <3000/mm3. Leukopenia terjadi
akibat penghancuran leukosit oleh endotoksin dan hilangnya eosinophil dari
darah tepi ( eosinophilia ). Namun dapat juga terjadi lekositosis, limfositosis
relative pada hari ke-10 demam dan peningkatan laju endap darah.
3) Trombosit topenia, biasanya terjadi pada minggu pertama ( depresi fungsi
sumsusm tulang dan limfa )

4) Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.

5) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus Abdominalis, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam.

6) Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada 22 orang yang pernah di
vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di
dalam tubuh.
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di
dalam tubuh.
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari sampai
kuman)
7) Genogram

8) Analisa data :
Tanggal/jam Pengelompokan Etiologi Problem
Data
Ds : data yang
dikeluhkan
pasien
Do : data
pendukung atau
data yang
dilihat perawat
secara langsung

K. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien typhoid menurut NANDA (2018-2020),
antara lain:
1. Hipertermi
a. Definisi : suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan termoregulasi
b. Factor yang berhungan :
1) Dehidrasi
2) Pakaian yang tidak sesuai
3) Aktivitas berlebihan
c. Kondisi terkait :
1) Penurunan perspirasi
2) Penyakit
3) Peningkatan laju metabolism
4) Iskemia
5) Agens farmaseutika
6) Sepsis
7) Trauma
d. Batasan karakteristik :
1) Postur abdormal
2) Apnea
3) Koma
4) Kulit kemerahan
5) Hipotensi
6) Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
7) Gelisah
8) Letargi
9) Kejang
10) Kulit terasa hangat
11) Stupor
12) Takikadia
13) Takipnea
14) Vasodilatasi

2. Nyeri akut
a. Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang di gambarkan sebagai
kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga
berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan durasi kurang
dari 3 bulan.
b. Factor yang berhubungan :
1) Agens cedera biologis
2) Agens cedera kimiawi
3) Agens cedera fisik

3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


a. Definisi : asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhikebutuhan metabolic
b. Factor yang berhubungan :
1) Asupan diet kurang
c. Kondisi yang terkait :
1) Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient
2) Ketidak mampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan makan
4) Gangguan spikologi
d. Batasan karakteristik :
1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen
3) Gangguan sensasi rasa
4) Bb 20% atau lebih di bawah rentang bb ideal
5) Kerapuhan kapiler
6) Diare
7) Kehilangan rambut berlebihan
8) Enggan makan
9) Asupan makan kurang dari recommended daily allowance (RDA)
10) Bising usus hiperaktif
11) Kurang informasi
12) Kurang minat pada makanan
13) Tonus otot menurun
14) Kesalahan informasi
15) Membrane mukosa pucat
16) Ketidakmampuan memakan makanan
17) Cepat kenyang setelah makan
18) Sariawan rongga mulut
19) Kelemahan otot mengunyah
20) Kelemahan otot untuk menelan
21) Penurunan bb dengan asupan makan adekuat

4. Resiko defisit volume cairan


a. Definsi : rentan mengalami penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intraseluler, yang dapat menggangu kesehatan
b. Factor risiko :
1) Hambatan mengakses cairan
2) Asupan cairan kurang
3) Kurang pengetahuan tentang cairan
c. kondisi terkait :
1) Kehilangan cairan aktif
2) Gangguan mekanisme pengaturan
3) Gangguan yang memengaruhi absorpsi cairan
4) Gangguan yang memengaruhi asupan cairan
5) Kehilangan cairan hebat melalui rute normal
6) Kehilangan cairan melalui rute abnormal
7) Agens farmaseutika

5. Gangguan Pola tidur


a. Definisi : interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat factor eksternal
b. Factor yang berhubungan :
1) Gangguan karena cara tidur pasangan
2) Kendala lingkungan
3) Kurang privasi
4) Pola tidur tidak menyehatkan
c. Kondisi terkait : imobilisasi
d. Batasan karakteristik :
1) Kesulitan berfungsi sehari-hari
2) Kesulitan memulai tidur
3) Kesulitan mempertahankan tidur
4) Ketidak puasan tidur
5) Tidak merasa cukup istirahat
6) Terjaga tanpa jelas penyebabnya

6. Deficit pengetahuan tentang ( spesifikan )


a. Definisi : ketidak adaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topic tertentu.
b. Factor yang berhubungan :
1) Keteratasan kognitif
2) Gangguan fungsi kognitif
3) Kekeliruan mengikuti anjuran
4) Kurang terpapar informasi
5) Kurang minat dalam belajar
6) Kurang mampu mengingat
7) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
c. Kondisi terkait :
1) Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
2) Penyakit akut
3) Penyakit kronis
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta : Nuha medika.
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/127/jtptunimus-gdl-wahyuniuta-6308-2-bab2.pdf
http://eprints.ums.ac.id/20509/3/BAB_II.pdf
suratun dan lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media.
Gordon, Marjory. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai