Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Pria


Organ reproduksi pria dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
a. Penis
Merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk
memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis
yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
b. Scrotum
Merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu
yang sesuai bagi spermatozoa.

Organ reproduksi dalam terdiri dari :


 Testis
Merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma
serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus
seminiferus.
 Epididimis
Merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk
menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
 Vas deferens
Merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar
prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis. Saluran ejakulasi
merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
 Urethra
Merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.

Kelenjar pada organ reproduksi pria:


 Vesikula seminalis
Merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen,
berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi
sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran
reproduksi wanita.
 Kelenjar Prostat
Merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
 Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra
Merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi
untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra. (Sumiati, 2013)
2.2 Embriologis Sistem Reproduksi Pria
Pembentukan jenis kelamin anak hasil fertilisasi tergantung ada atau tidak adanya
determinan maskulin selama periode kritis perkembangan embrio. Perbedaan terbentuknya
anak dengan jenis kelamin pria atau wanita dapat terjadi setelah melalui 3 tahap, yaitu tahap
genetik, gonad, dan fenotip (anatomi) seks. Tahap genetik tergantung kombinasi genetik pada
tahap konsepsi. Jika sperma yang membawa kromosom Y bertemu dengan oosit, terbentuklah
anak laki-laki, sedangkan jika sperma yang membawa kromosom X yang bertemu dengan
oosit, maka yang terbentuk anak perempuan.
Selanjutnya tahap gonad, yaitu perkembangan testes atau ovarium. Selama bulan
pertama gestasi, semua embrio berpotensi untuk menjadi pria atau wanita, karena
perkembangan jaringan reproduksi keduanya identik dan tidak berbeda. Penampakan khusus
gonad terlihat selama usia 7 minggu di dalam uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk
testes di bawah pengaruh sex-determining region kromosom Y (SRY), sebuah gen yang
bertanggung jawab pada seks determination. SRY menstimulasi produksi antigen H-Y oleh
sel kelenjar primitif. Antigen H-Y adalah protein membran plasma spesifik yang ditemukan
hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes dari gonad. Pada wanita tidak
terdapat SRY, sehingga tidak ada antigen H-Y, sehingga jaringan gonad baru mulai
berkembang setelah 9 minggu kehamilan membentuk ovarium. Tahap fenotip tergantung
pada tahap genetik dan gonad.
Diferensiasi membentuk sistem reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon
maskulin yang disekresi oleh testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis kelamin secara
mudah dapa dibedakan secara anatomi pada genitalia eksternal. Meskipun perkembangan
genitalia eksterna pria dan wanita tidak berbeda pada jaringan embrio, tetapi tidak pada
saluran reproduksi. Dua sistem duktus primitif, yaitu duktus Wolffian dan Mullerian
menentukan terbentuknya pria atau wanita. Pada pria duktus Wolffian berkembang dan
duktus Mullerian berdegenerasi, sedangkan pada wanita duktus Mullerian yang berkembang
dan duktus Wolffian berdegenerasi.
Perkembangannya tergantung ada atau tidak adanya dua hormon yang diproduksi oleh
testes fetus yaitu testosteron dan Mullerian-inhibiting factor. Testosteron mengiduksi duktus
Wolffian menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deference, duktus ejakulatorius,
dan vesika seminalis). Testosteron diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) yang
bertanggung jawab membentuk penis dan skrotum. Pada wanita, duktus Mullerian
berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduct, uterus, dan vagina), dan genitalia
eksterna membentuk klitoris dan labia. Kadang-kadang terjadi ketidakcocokan antara genetik
seks dengan penampakan seks setelah pubertas yang menghasilkan dampak psikologis
traumatik gender krisis identitas. Contoh: Maskulinisasi genetik wanita dengan ovarium,
tetapi memiliki genitalia eksterna pria, yang pada masa pubernya terjadi pembesaran
payudara. Dengan demikian penting sekali diagnosis jenis kelamin pada bayi baru lahir.
(Staff UI, 2000)
2.3 Hormon-hormon sistem reproduksi pria
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron, LH
(Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon
pertumbuhan.
 Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma,
terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.
Testosteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan anak
ginjal. Testosteron (C19H28O2) adalah molekul yang dibentuk dari atom-atom karbon,
hidrogen dan oksigen. Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil
utamanya adalah testis pada jantan dan indung telur pada wanita. Sel-sel Leydig dari testis
distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sbanyak 2,5-11 mg sehari. Produksi
testosteron mencapai puncaknya sekitar usia 25 tahun, lalu menurun drastic pada usia 40
tahun . DHEA (dehidro-epi-androsteron) dan androstendion merupakan prekursor testosteron
yang dibentuk oleh anak ginjal.
Testosteron dihasilkan oleh hormon LH yang dilepaskan kelenjar pituitari. Tetapi,
hormon LH dikendalikan oleh testosteron sebagaimana testosteron dikendalikan oleh LH.
Saat jumlahnya di dalam darah meningkat, molekul testosteron melakukan tekanan pada
kelenjar pituitari yang menyebabkan kelenjar itu menghentikan produksi LH. Hanya ketika
jumlah testosteron menurun produksi LH dimulai lagi. LH yang dihasilkan mengaktifkan
zakar dan memerintahkan produksi tambahan agar menaikkan jumlah testosteron.

Testosteron memiliki sejumlah khasiat fisiologi yang penting sebagai berikut :


1. Efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas ciri kelamin pria primer dan
sekunder serta memegang peranan penting dalam spermatogenesis. Hormon ini juga
berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi (potensi).
2. Efek anabol. Testosteron membnatu meningkatkan pembentukan protein dan
pertumbuhan sel-sel otot.
3. Efek tulang. Pada anak laki-laki, selama pubertas produksi terstosteron meningkat
dengan kuat yang mengakibatkan mereka tumbuh lebih panjang dalam beberapa
waktu.

Fungsi hormon testosteron antara lain:


· - Sebelum lahir:
a. Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna
b. meningkatkan turunnya testes ke skrotum

· Pada jaringan seks spesifik:


a. Meningkatkan pertumbuhan dan maturasi sistem reproduksi pada saat puber
b. Penting untuk spermatogenesis
c. mempertahankan saluran reproduksi remaja seluruhnya
· Bagian reproduksi lain:
a. Mengontrol perkembangan seks pada pubertas
b. Mengontrol sekresi hormon gonadotropin.

Dampak pada karakteristik seksual sekunder:


1. Menginduksi pola pertumbuhan rambut pria (seperti: jenggot)
2. Menyebabkan suara menjadi lebih dalam karena mengecilnya tali vocal
3. Meningkatkan pertumbuhan otot yang bertanggung jawab pada konfigurasi tubuh pria
4. Menghasilkan efek anabolik protein
5. Meningkatkan pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup lempeng epifisis
6. Menginduksi perilaku agresif. (Taher, M., 2014)

 Luteinizing Hormone (LH)


LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig
untuk mensekresi testoteron.
 Follicle Stimulating Hormone (FSH)
FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-
sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan
terjadi.
 Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga
mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta
membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia
untuk pematangan sperma
 Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon
pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.
 Gonadotropin-Releasing Hormone
Merupakan hormon “master”, menurut buku “Fisiologi Manusia,” Gonadotropin-
Releasing Hormone (GnRH) adalah hormon tropik yang diproduksi oleh bagian otak yang
disebut hipotalamus. Sementara GnRH tidak langsung bertanggung jawab atas perilaku
seksual laki-laki atau karakteristik, itu tetap membuktikan sangat penting, karena
menyebabkan pelepasan dua hormon lain dari sistem reproduksi laki-laki.
 Inhibin
Hormon inhibin dihasilkan oleh sel-sel pada testis yang bertanggung jawab untuk
memantau kesehatan dan pematangan sperma. Jika kadar sperma yang tinggi, sehingga
nutrisi bagi sperma berkembang langka, testis melepaskan inhibin. Inhibin perjalanan melalui
aliran darah ke otak, di mana mencegah sekresi GnRH. Dengan tidak adanya GnRH, FSH
dan LH tingkat jatuh dan produksi sperma melambat. Ini adalah salah satu mekanisme utama
dimana hormon laki-laki yang dipertahankan pada konsentrasi relatif konstan. (Christyanni,
2010)
2.4 Proses Reproduksi Sperma
Proses Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks dimana sel germinal yang
relatif belum berdiferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang
terspesialisasi dan motil yang masing-masingnya mengandung satu set 23 kromosom yang
bersifat haploid. (W. David, 2009)
Tempat pembentukan sperma berada pada Tubulus Seminiferus di dalam testis. Pada
Tubulus Seminiferus terdapat dinding yang terlapisi oleh sel Germinal Primitif yang
mengalami kekhususan. Sel germinal ini disebut Spermatogonium. Setelah mengalami
pematangan, spermatogonium memperbanyak diri sehingga membelah secara terus-menerus
(Mitosis). Dalam proses pembentukan sperma (Spermatogenesis) dipengaruhi oleh beberapa
hormon, yaitu :
1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara
langsung serta merangsang sel sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen
Binding Protein) untuk memacu spermatogonium dalam melakukan
spermatogenesis.
2. Hormon LH yang berfungsi merangsang Sel Leydig untuk memperoleh sekresi
Testosterone (Suatu hormon seks yang penting untuk perkembangan sperma).
(Sumiati, 2013)
Dalam Proses Pembentukan Sperma (Spermatogenesis) secara singkat sebagai
berikut : Spermatogonium mempunyai jumlah kromosom diploid (2n). Spermatogoium ini
menempati membran basah atau bagian terluar dari Tubulus Seminiferus yang akan
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi Spermatosit Primer.
Spermatosit Primer mengandung kromosom diploid (2n) pada intinya dan mengalami
meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua anak, yaitu Spermatosit Sekunder. Proses
pembentukan Spermatosit Sekunder, dimulai saat Spermatosit Primer menjauhi dari lamina
basalis, sitoplasma makin banyak, dan terjadilah meiosis pertama yang membentuk dua
spermatosit sekunder yang masing-masing memiliki kromosom haploid (n). Proses meiosis
pertama ini langsung diikuti dengan pembelahan meiosis kedua yang membentuk empat
spermatid, masing-masing dengan kromosom haploid. Akhirnya spermatid akan
bertranformasi membentuk spermatozoa yang bersifat haploid (n). Proses spermatogenesis ini
terjadi pada suhu normal tetapi lebih rendah dari pada suhu tubuh, dan proses ini juga
dipengaruhi oleh sel sertoli.

Jika dilihat dari tahapannya, proses spermatogenesis dibagi menjadi tiga tahapan :
1. Tahapan Spermatocytogenesis
Yaitu tahapan spermatogonium yang bermiosis menjadi spermatid primer, proses ini
dipengaruhi oleh sel sertoli, dengan sel sertoli yang memberi nutrisi-nutrisi kepada
spermatogonium, sehingga dapat berkembang menjadi spermatotid.
2. Tahapan Meiosis
Merupakan tahapan spermatosit primer bermitosis I membentuk spermatosit sekunder dan
langsung terjadi meiosis II yaitu pembentukan spermatid, dari spermatosit sekunder.
3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan tahapan terakhir pembentukan spermatozoa, dimana terjadi transformasi dari
spermatid menjadi spermatozoa.

Setelah terbentuk spermatozoa, Sperma ini terdiri dari tiga bagian yaitu kepala sperma,
leher sperma dan ekor sperma. Berikut penjelasannya :
a. Kepala Sperma, pada kepala sperma terdapat akrosom yang berfungsi untuk
melindungi kepala sperma.
b. Leher Sperma, pada bagian ini banyak mengandung mitokondria, sehingga tempat
ini merupakan tempat oksidasi sel untuk membentuk energi, sehingga sperma
dapat bergerak aktif.
c. Ekor Sperma, bagian ini merupakan alat gerak sperma menuju ovum. (Rompas,
2014)

2.4 Perjalanan sperma dari produksi hingga ejakulasi

Produksi sperma dikendalikan oleh hormon follicle stimulating hormone(FSH)


dan luteinizing hormone (LH). Pada saat sperma diproduksi, dihasilkan pula hormon
testosteron yang merupakan pengendali FSH dan LH.
1. Proses Ereksi
Secara fisiologis ereksi penis adalah hasil dari relaksasi otot polos meliputi dilatasi
arteri, relaksasi sinusoidal dan kompresi vena, ketika aliran darah ke penis melebihi aliran
darah dari penis (Lowe, 2005). Penis memiliki jaringan erektil berupa dua corpus cavernosum
(tersusun dari dua silinder paralel jaringan erektil) dan satu corpus spongiosum (silinder
tunggal terletak dibagian ventral, mengelilingi urethra, sedangkan bagian ujungnya
membentuk glans penis). Jaringan erektil berupa jaringan berongga (sinusoid-sinusoid) yang
tersusun dari sel-sel otot polos. Kontraksi dan relaksasi sel-sel otot polos ini bersifat
involunter atau tidak disadari. Sinusoid dibatasi oleh tunica albuginea yaitu jaringan ikat yang
kuat. Tunica albuginea pada corpus cavernosum lebih tebal daripada di corpus spongiosum.
Tunica albuginea ini merupakan pembatas sebesar apa jaringan erektil penis bisa terisi darah
dan membesar saat ereksi. Pada glans penis tidak terdapat tunica albuginea. Radix penis
bulbospongiosum diliputi oleh otot bulbokavernosus sedangkan corpus cavernosum diliputi
oleh otot Ischiocavernosus (El-Sakka and Lue, 2004; Kirby, 2005)

Ada 3 peran dalam proses ereksi:


1. Peran Vaskuler (Pembuluh Darah)
Ereksi sebenarnya sangat terkait dengan darah dan pembuluh darah. Tingkat ereksi
tergantung pada keseimbangan antara aliran darah arteri menuju penis dan aliran darah vena
keluar dari penis. Ketika aliran darah arteri rendah atau sedikit maka penis dalam kondisi
flaksid, sedangkan bila aliran arteri meningkat dan aliran darah vena keluar rendah, maka
terjadilah ereksi.
2. Peran Otot Polos
Otot polos terdapat pada dinding pembuluh darah dan jaringan erektil. Apabila otot polos
pembuluh darah berkontraksi, maka pembuluh darah menyempit (vasokontriksi) yang
menyebabkan aliran darah berkurang. Sebaliknya bila otot polos pembuluh darah melebar
(vasodilatasi) maka aliran darah akan bertambah. Begitu pula dengan otot polos jaringan
erektil. Bila kontriksi maka akan susah mengembang terisi darah sehingga penis flaksid. Bila
relaksasi, tahanan jaringan erektil berkurang sehingga mudah terisi darah dan mengembang
(ereksi). Otot polos ini bersifat tidak disadari, dan di bawah pengaruh saraf otonom.
3. Peran Saraf
Ereksi adalah proses yang otonom atau tidak bisa dikontrol karena melibatkan otot polos
pembuluh darah dan jaringan erektil. Pada saat kondisi flaksid, saraf otonom yang dominan
adalah saraf simpatis. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi arteri dan kontraksi otot polos
jaringan erektil (corpus cavernosum dan spongiosa) akibatnya aliran ke penis akan rendah.
Sebaliknya pada saat kondisi ereksi, stimulasi parasimpatis dominan. Parasimpatis
menyebabkan vasodilatasi arteri dan relaksasi otot polos jaringan erektil sehingga aliran
darah ke penis meningkat.

Secara ringkas, struktur diatas bertanggung jawab atas tiga jenis ereksi:
 Ereksi psikogenik diawali secara sentral sebagai respon terhadap rangsang
audiovisual atau imajinasi. Impuls dari otak memodulasi pusat ereksi di tulang
belakang(T10-L2 dan S2-S4) untuk mengaktifkan proses ereksi.
 Ereksi reflexogenik terjadi akibat pacuan pada reseptor sensoris pada penis, yang
dengan interaksi spinal, menyebabkan aksi saraf somatis dan parasimpatis.
 Ereksi nokturnal sebagian besar terjadi selama rapid-eye-gerakan tidur (REM).
Mekanisme ini belum diketahui (EI-Sakka and Lue, 2004).

2. Proses Ejakulasi
Ejakulasi adalah proses keluarnya sperma dari penisdan biasanya disertai dengan
orgasme. Waktu ketegangan seksual memuncak, orificiumurethra eksternum dibasahi oleh sekresi
gl.Bulbourethralis.(Christyanni, 2010)
Proses ejakulasi terdiri dari fase emission(pemancaran) dan expulsion (pengeluaran)
dua refleks persarafan sequential yang jelas berbeda namun dikoordinasi dan distimulasi oleh
input saraf sensoris. Serabut saraf sensorik n. pudendus di glans penis mengirim informasi
menuju sacral cord dan bagian otak korteks serebral sensoris. Refleks ejakulasi dimodulasi
oleh otak dan medula spinalis; seseorang dapat berejakulasi dengan stimulasi getaran
penis. Neurotransmiter 5-hidroksitriptamin (5-HT, serotonin) terlibat pada pengendalian
ejakulasi. Efek “perlambatan” (retarding effect) 5-HT pada ejakulasi dikarenakan aktivasi
sentral (yaitu: spinal dan supraspinal) reseptor 5-HT1B dan 5-HT2C, sedangkan rangsangan
reseptor 5-HT1A menimbulkan ejakulasi. (Anurogo, D. 2012)
Sperma bergerak dari tubulus seminiferus menuju epididimis, dan tinggal di sini
sekitar tiga minggu sampai sperma matang. Selanjutnya, sperma memasuki saluran vas
deferens hingga ujung saluran dan bercampur dengan tiga macam sekret hasil sekresi kelenjar
vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowper. Ketiga sekret tersebut bersifat basa
yang berguna agar sperma tetap hidup dan bergerak lincah dalam uretra dan saluran genitalia
wanita yang bersifat asam. Sperma yang telah bercampur dengan sekret tersebut dinamakan
semen. Selanjutnya, semen keluar dari ujung vas deferens, menuju saluran ejakulatorius dan
uretra yang juga merupakan saluran kencing.
Keluarnya semen dari dalam tubuh disebut ejakulasi. Saat ejakulasi, tempat keluar
urine tertutup otot disekitarnya sehingga semen dan urine tidak tercampur. Volume semen
yang dikeluarkan dalam sekali ejakulasi pada umumnya sekitar 2-5 ml yang mengandung
sekitar 50 juta sperma. Jika jumlah sperma yang dikeluarkan kurang dari 20 juta, kecil
kemungkinan terjadi pembuahan.

2.6 Kelainan anatomis dan fisiologis organ – organ dalam system reproduksi
 Hipogonadisme
Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi
hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini menyebabkan infertilitas,
impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganan dapat dilakukan dengan terapi
hormon.
 Kriptorkidisme
Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari rongga abdomen
ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian hormon
human chorionic gonadotropin untuk merangsang terstoteron. Jika belum turun juga,
dilakukan pembedahan.
 Uretritis
Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan sering buang air
kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis adalah Chlamydia
trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes.
 Prostatitis
Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan peradangan pada uretra.
Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat menghambat uretra sehingga timbul rasa nyeri
bila buang air kecil. Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti Escherichia coli maupun
bukan bakteri.
 Epididimitis
Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria. Organisme
penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.\
 Orkitis
Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika terjadi pada
pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.
 Anorkidisme
Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada sama sekali.
 Hyperthropic prostat
Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi pada usia-usia
lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
 Hernia inguinalis
Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan.
 Kanker prostat
Gejala kanker prostat mirip dengan hyperthropic prostat. Menimbulkan banyak kematian
pada pria usia lanjut.
 Kanker testis
Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di
dalam skrotum (kantung zakar).
 Impotensi
Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis pada pada
hubungan kelamin yang normal.
 Infertilitas (kemandulan)
Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan faktor di pihak
pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan
mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:
 Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena
racun, infeksi, atau gangguan hormon
 Tersumbatnya saluran sperma
 Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit

Kanker Prostat
1. Kasus
Jumlah orang yang didiagnosa menderita kanker prostat di Queensland naik tiga kali
lipat dalam 30 tahun terakhir. Meski demikian, jumlah penderita yang bertahan hidup lebih
lama juga meningkat. Angka tersebut merupakan hasil dari populasi yang menua dan
meningkat, tapi sekaligus deteksi yang lebih baik dan faktor-faktor resiko yang berubah,
seperti obesitas karena penderita tidak banyak bergerak. Pencegahan kanker prostat dapat
dilakukan dengan mengubah pola makan, gaya hidup sehat, berolahraga cukup, pastikan
memiliki berat badan yang pas.
Data yang dirilis oleh pusat penelitian Dewan Kanker, menunjukkan, kanker prostat
adalah kanker yang paling sering terdiagnosa pada tahun 2012, mengambil porsi 16% dari
semua kasus kanker. Namun 92% dari semua pria yang terdiagnosa kanker tersebut mampu
bertahan hidup selama lebih dari lima tahun. Data tersebut juga menunjukkan, sebanyak
85.140 warga Queensland yang didiagnosa menderita kanker pada lima tahun sebelum 2012,
ternyata mampu bertahan hidup hingga tahun 2012. Makin banyak penderita kanker yang
mampu bertahan hidup tetapi hal itu justru menciptakan tantangan baru dalam membantu
kehidupan mereka agar kembali normal, dan dalam memenuhi kebutuhan fisik serta
emosional mereka.
2. Analisis
Pengertian
Karsinoma prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem
urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia di atas 50 tahun, diantaranya
30% menyerang pria berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini
jarang menyerang pria berusia sebelum usia 45 tahun. (Yudha, 2014)

Penyebab
Sementara kita belajar lebih banyak tentang faktor risiko prostat kanker, masih ada
banyak kita tidak yakin tentang hal tersebut, misalnya cara untuk mengurangi risiko kanker
prostat. Faktor risiko yang penting, terlepas dari usia, sejarah keluarga Anda.
Kita tahu bahwa persentase penderita kanker prostat berbeda di seluruh dunia. Misalnya, pria
Afrika-Amerika memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dari kanker prostat daripada pria
Jepang. Beberapa penelitian menyarankan bahwa makan banyak lemak, khususnya
lemak hewan, dapat meningkatkan kesempatan Anda untuk kanker prostat. Selain riwayat
keluarga dan makanan, obesitas juga berperan serta dalam memicu munculnya kanker
prostat. (Cancer Council Australia, 2010)

Epidemiologi
Kanker prostat merupakan tumor yang paling sering terjadi pada pria di Amerika
Serikat. Sekitar 200.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya. Kanker prostat menunjukkan
morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi pada populasi pria di Amerika. Secara khusus
kanker prostat ternyata lebih banyak diderita oleh bangsa Afro-Amerika yang berkulit hitam
daripada bangsa kulit putih. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbandingan bahwa 1 dari 9
pada kulit hitam di Amerika Utara akan menderita kanker prostate, sedangkan pada kulit
putih di Amerika Utara hanya 1 dari 11 orang akan mengidap kanker prostate. Sedangkan di
Asia sendiri masih terhitung rendah. Di Indonesia data di bagian Sub bagian Urologi, Bagian
bedah FKUI, selama periode 1995-1998 ditemukan data-data 17 kasus per tahun. Data dari
13 Fakultas Kedokteran Negeri di Indonesia kanker prostat termasuk dalam 10 penyakit
keganasan tersering pada pria dan menduduki peringkat ke 2 setelah kanker buli-buli.
(Yudha, 2014)
Diagnosis dan Pengobatan
Sejak diperkenalkan pada akhir tahun 80-an, prostate spesifik antigen (PSA)
merupakan salah satu alat bantu untuk diagnosis kanker prostat, dikombinasikan dengan
pemeriksaan colok dubur dan biopsy prostat dengan bimbingan Transrectal
Ultrasonography (TRUS). Biopsi prostat dilakukan apabila ditemukan kecurigaan kanker
prostat pada pemeriksaan colok dubur yaitu adanya konsistensi prostat yang keras, adanya
nodul, atau pembesaran
prostat yang tidak simetris. Biopsi juga akan dikerjakan bila ditemukan lesi hypoechoic atau
hiperechoic pada pemeriksaan TRUS. Selain itu juga dikerjakan bila nilai PSA >10 ng/ml
atau PSA density (PSAD) >0,15 pada penderita dengan nilai PSA antara 4 – 10 ng/ml
walaupun tidak ada kecurigaan pada pemeriksaan colok dubur maupun pemeriksaan TRUS.
Pilihan perawatan medis untuk mengobati kanker prostat tidak sama untuk semua
kanker prostat. Pemilihan pengobatan tergantung pada usia, kondisi medis umum, harapan
hidup, seberapa cepat tumbuh dan berapa banyak kanker telah menyebar, dan manfaat serta
kemungkinan efek samping pengobatan. Sebuah rencana perawatan harus individual pada
setiap pasien dan tergantung pada dokter untuk menentukan terapi serta kemungkinan efek
samping terapi. (Yudha, 2014)

Pencegahan
Di sisi lain, nutrisi dalam makanan seperti selenium (rendah dalam beberapa tanah
Australia) dan lycopene (ditemukan di dimasak tomat) telah terbukti mengurangi risiko
prostat kanker dalam beberapa studi. Vitamin D telah terbukti untuk melindungi terhadap
pertumbuhan prostat sel di laboratorium, namun populasi studi, terutama di Amerika dan
Scandinavia, telah menunjukkan hasil yang beragam pada Asosiasi antara Vitamin D dan
kanker prostat pada manusia. Gaya diet Mediterania, dengan kandungan tinggi matang tomat,
dianggap menjadi pelindung. Makan diet rendah lemak hewan dan tinggi dalam buah,
sayuran dan kacang-kacangan (kacang) dapat menawarkan beberapa perlindungan terhadap
kanker prostat. Untuk saat ini, tidak ada rekomendasi yang pasti tentang apa yang harus dan
tidak boleh makan. Namun, memiliki asupan tinggi pabrik makanan, termasuk kacang-
kacangan, tinggi serat dan rendah lemak dan rendah hewan lemak akan membuatpengaruh.
(Cancer Council Australia, 2010)

Anda mungkin juga menyukai