Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri merupakan sensasi rumit, unik, universal, sehingga tidak ada dua
individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri sama
menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu, secara umum
tanda dan gejala yang sering terjadi pada pasien yang mengalami nyeri dapat
tercermin dari perilaku pasien misalnya suara (menangis, merintih), ekpresi wajah
(meringis, mengigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot tegang, mondar
mandir), interaksi sosial (menghindari, percakapan, disorientasi waktu). (Judha,
2012).
Secara garis besar nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri
kronik. Nyeri akut biasanya timbulnya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik, waktunya kurang enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermetten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu, nyeri kronik berlangsung selama enam bulan atau
lebih (Potter & Perry, 2010). Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup
penanganan farmakologi dan nonfarmakologi. Salah satu tindakan non
farmakologi antara lain stimulus dan massage cutaneous, distraksi, imajinasi
terpimpin dan hipnotis.
Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yang bertujuan untuk
meringankan atau mengurangi rasa nyeri sampai tingkat kenyamanan yang
dirasakan oleh klien. Ada dua cara penatalaksanaan nyeri yaitu terapi
farmakologis dan non-farmakologis. Tindakan perawat untuk menghilangkan
nyeri selain mengubah posisi, meditasi, makan, dan membuat klien merasa
nyaman yaitu mengajarkan teknik relaksasi (Potter & Perry, 2005).
Selanjutnya Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa nyeri seringkali
merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu
yang menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Nyeri juga merupakan
masalah yang serius yang harus direspons dan di intervensi dengan memberikan
rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan nyeri tersebut. Nyeri adalah salah

1
satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari bantuan medis dan
merupakan salah satu keluhan yang paling umum. Sembilan dari 10 orang
Amerika berusia 18 tahun atau lebih, menderita nyeri minimal sekali sebulan, dan
42% merasakannya setiap hari.
Perawat sebagai komponen tim kesehatan berperan penting untuk
mengatasi nyeri pasien. Perawat berkolaborasi dengan dokter ketika melakukan
intervensi untuk mengatasi nyeri, mengevaluasi keefektifan obat dan berperan
sebagai advocate pasien ketika intervensi untuk mengatasi nyeri menjadi tidak
efektif atau ketika pasien tidak dapat berfungsi secara adekuat (Black & Hawk,
2005). Mereka juga mengemukakan bahwa mendengarkan dengan penuh
perhatian, mengkaji intensitas nyeri dan distress, merencanakan perawatan,
memberikan edukasi tentang nyeri, meningkatkan penggunaan teknik nyeri
nonfarmakologi dan mengevaluasi hasil yang dicapai adalah tanggung jawab
Perawat.
Indikator mutu pelayanan keperawatan, salah satunya adalah
terpenuhinya rasa nyaman (manajemen nyeri). Pengelolaan nyeri pada pasien
rumah sakit diberikan dalam bentuk proses manajemen nyeri komprehensif.
Strategi optimalisasi manajemen nyeri dapat berfokus pada pendidikan staf,
adanya prosedur pengkajian nyeri, batasan waktu pemberian obat, serta
perbaikan proses pengkajian itu sendiri (Mantell, Hartwell, & Branowicki,
2014).
Manajemen nyeri meliputi pemberian terapi analgesik dan terapi
nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi
musik, imaginary dan biofeedback (Potter & Perry, 2005; AHCPR, 1992; Lemone
& Burke, 2008; dalam Smeltzer et al, 2008). Intervensi perilaku kognitif dalam
mengontrol nyeri dimaksudkan untuk melengkapi atau mendukung pemberian
terapi analgesic (AHCPR, 1992) agar pengendalian nyeri menjadi efektif
(Smeltzer et al., 2008; Black & Hawk, 2005). Managemen nyeri atau pain
management adalah salah satu bagian dari disiplin ilmu medis yang berkaitan
dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management nyeri ini
menggunakan pendekatan multidisiplin yang didalamnya termasuk pendekatan

2
farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal.
managemen nyeri non farmakologikal merupakan upaya upaya mengatasi atau
menghilangkan nyeri dengan menggunakan pendekatan non farmakologi. Upaya-
upaya tersebut antara lain relaksasi, distraksi, massage, guided imaginary dan lain
sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan mini riset dengan
judul penatalaksanaan manajemen nyeri di instalasi gawat darurat RSUD Toto
Kabila.

1.2 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan manajemen nyeri di
instalasi gawat darurat RSUD Toto Kabila.

1.3 Manfaat Riset


1.3.1 Manfaat teoritis
Hasil mini riset ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu
keperawatan.
1.3.2 Manfaat praktis
1. Sebagai acuan bagi perawat dalam melakukan intervensi keperawatan mandiri
2. Sebagai masukan bagi institusi pendidikan untuk menambah pengetahuan
mahasiswa sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya ketika praktek
dilapangan.
3. Sebagai bahan masukan dan informasi terhadap rumah sakit dalam
melaksanakan penanganan nyeri pada kegawatdaruratan

Anda mungkin juga menyukai