Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan presepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Sesuatu penerapan panca indra tampa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu. (Maramis, 2005). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006) Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep, 2009) B. Etiologi a. Faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009) 1) Faktor perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan. 2) Faktor sosiokultural
Laporan Pendahuluan Halusinasi 1
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya. 3) Faktor biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP). 4) Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Berpengaruh pada ketidakmampuanklien dalam mengambil keputusan demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. 5) Faktor genetic Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. b. Factor presipitasi Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, penasaran, tidak aman, gelisah, bingung, dan lainnya. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu : 1) Dimensi fisik Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur. 2) Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan. 3) Dimensi intelektual
Laporan Pendahuluan Halusinasi 2
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien. 4) Dimensi sosial Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahyakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah merupakan temapat memenuhi kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia nyata. 5) Dimensi spiritual Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. C. Jenis-jenis halusinasi Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik terjadi, diantaranya : a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik) Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintakan untuk melakukan sesuatu. b. Halusinasi penglihatan (visual) : stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun / atau panorama yang luas dan kompleks. Bayangan bias bisa jadi menyenankan atau menakutkan. c. Halusinasi penghidu (olfaktori): Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine dan feses. Kadang kadang terhidu bau harum biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. d. Halusianasi peraba (taktil, kinaestatik) : gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak pada stimulus yang
Laporan Pendahuluan Halusinasi 3
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. e. Halusinasi pengecap (gustatorik) : gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan. f. Halusinasi sinestetik : gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. ( Yosep Iyus, 2007) D. Tanda dan Gejala Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut Keliat dikutip oleh syahbana (2009) peilaku pasien pasien yang berkaitan dengan halusianasi adalah sebagai berikut : 1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri; 2) Mengerakkan bibir tanpa suara, mengerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat.; 3) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menhindari orang lain; 4) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata; 5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah; 6) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya; 7) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut; 8) Sulit berkubungan dengan orang lain; 9) Ekspresi muka tegang, mudh tersinggung, jengkel dan marah; E. Fase dalam halusinasi Tahap terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut stuart dan laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu : a. Fase I Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
Laporan Pendahuluan Halusinasi 4
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu menyenangkan untuk meredahkan ansietas, disini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakan lidah tanpa suara, mengerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. b. Fase II Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba mengambil jarak darinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan sistem-sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. c. Fase III Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. d. Fase IV Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu merespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien samgat membahayaka.
Laporan Pendahuluan Halusinasi 5
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu F. Rentang respon Menurut Stuart and Sundeen (1998) persepsi mengacau pada identifiksi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perlaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut :
Laporan Pendahuluan Halusinasi 6
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu G. Data Yang Perlu Dikaji Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji Perubahan persepsi sensoi: halusinasi Subjektif: a. Klien mengatakan mendebgar sesuatu. b. Klien mengatakan melihat banyagan putih. c. Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik. d. Klien mencium bau –bauan yang tidak sedap, seperti feses. e. Klien mengatakan kepalanya melayang di udara. f. Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatau yang berbeda pada dirinya. Objektif: a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji. b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu. c. Disorientasi. d. Konsentrasi rendah. e. Pikiran cepat berubah –ubah. f. Kekecauan alur pikiran.
Laporan Pendahuluan Halusinasi 7
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu H. Pohon Masalah
Gambar 4.1. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
I. Masalah Keperawatan 1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi 2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkugan 3. Isolasi social : menarik diri
Laporan Pendahuluan Halusinasi 8
Arisatyawan / D IV Keperawatan Poltekkes Palu DAFTAR PUSTAKA Fitria, Nita.2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan: Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP Dan SP) UNTUK 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika