Abstrak
Sebagai upaya peningkatan ketersediaan dan akses pelayanan kesehatan di Kecamata Sawahan,
Puskesmas Sawahan berupaya untuk meningkatkan ketersediaan layanan kesehatan dengan
berkembang menjadi Puskesmas Rawat Inap.Studi ini merupakan studi penelitian yang bertujuan
untuk memberikan pertimbangan dan saran secara akademis berkaitan dengan kelayanan suatu
daerah dan/atau puskesmas yang sudah ada menjadi puskesmas rawat inap. Tujuan utama
penyusunan studi kelayakan adalah memberikan gambaran proyeksi proyek pendirian dan
pengembangan Puskesmas, sehingga hasil studi ini dapat dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan bagi pihak pemrakarsa melakukan investasi pendirian Puskesmas rawat inap.Hasil studi
kelayakan secara umum menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara standard dengan
kondisi eksisting berkaitan dengan pengembangan Puskesmas Rawat Inap saat ini dilihat dari segi
lokasi bagunan/gedung, luas bangunan, kondisi ruangan, kondisi sarana prasarana, serta jumlah
sumber daya manusia dan tenaga medis. Perlu dilakukan upaya intensif dengan melibatkan
berbagai sektor terkait untuk mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam
pengembangan puskesmas rawat inap, mengingat kebutuhan pelayanan kesehatan yang lengkap
merupakan harapan bagi warga di Kecamatan Sawahan.
PENDAHULUAN
Tuntutan pelayanan yang profesional dan berkualitas menjadi prasyarat mutlak suatau FKTP
dapat menjadi faskes yang bekerjasama dengan BPJS. Puskesmas dituntut untuk lebih responsif,
teliti, dan cermat dalam dalam menjalankan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP). Bebagai peningkatan pelayanan kesehatan telah dicanangkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah untuk mendorong pembangunan kesehatan(Rumengan, Umboh,
& Kandou, 2015). Puskesmas harus juga terakreditasi untuk bisa terus bekerjasama dengan BPJS.
Dahulu, hanya fasilitas kesehatan pemerintah saja yang dapat bekerjasama dengan asuransi
kesehatan milik pemerintah (ASKES). Namun, dengan adanya BPJS, semua fasilitas kesehatan
tertarik dan berhak untuk menjadi partner BPJS(Yustiawan, 2013). Apalagi dengan adanya
peningkatan dana kapitasi, peningkatan nilai klaim berdasarkan INA-CBG dan kemudahan
prosedur klaim. Fasilitas kesehatan yang disedikan oleh Puskesmas harus dapat bersaing baik dari
segi kelengkapan, kualitas, dan kapasitas yang memadai sesuai dengan harapan masyarakat.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada peroranga. Berdasarkan Permenkes 75 tahun 2014,
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya(Mikrajab, 2009).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh
yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan
kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua
penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan
dalam kandungan sampai tutup usia (Efendi & Makhfudli, 2009). Pemerintah Kabupaten Madiun
berupaya untuk meningkatkan layanan kesehatan ditinjau dari aspek manajerial maupun pelayanan.
Pada tahun 2017, Puskesmas Kabupaten Madiun ditetapkan oleh Bupati untuk menerapkan PPK-
BLUD sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme manajerial. Pada tahun 2018, semua
Puskesmas di Kabupaten Madiun telah terakreditasi oleh Tim Akreditasi Puskesmas dari
Kemenkes. Adapun dalam konteks pelayanan kesehatan, beberapa puskesmas telah berupaya
meningkatkan kualitas dan kapasitas pelayanannya untuk memenuhi stadarisasi dari BPJS maupun
tuntutan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Madiun dan Dinas Kesehatan telah berupaya secara
terus menerus untuk mengembangkan berbagai inovasi dan ekstensifikasi pelayanan sehingga
menjadikan puskesmas dapat bersaing dengan klinik-klinik swasta.
Puskesmas Sawahan merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Madiun yang telah
menerapkan sistem BLUD dan sudah terakreditasi oleh Kemenkes. Dalam rangka upaya
peningkatan ketersediaan dan akses pelayanan kesehatan di Kecamata Sawahan, Puskesmas
Sawahan berupaya untuk meningkatkan ketersediaan layanan kesehatan dengan berkembang
menjadi Puskesmas Rawat Inap. Sesuai dengan persyaratan pendirian dan ijin puskesmas rawat
inap, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang kelayakan Puskesmas Sawahan untuk menjadi
Puskesmas Rawat Inap. Studi ini merupakan studi penelitian yang bertujuan untuk memberikan
pertimbangan dan saran secara akademis berkaitan dengan kelayanan suatu daerah dan/atau
puskesmas yang sudah ada menjadi puskesmas rawat inap. Studi Kelayakan (Feasibility Study)
adalah Hasil Analisis dan Penjelasan Kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian
atau pengembangan Puskesmas rawat inap, terkait dengan penentuan Rencana Kerja Pelayanan
Kesehatan Puskesmas rawat inap yang baru akan dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada
dalam melakukan rencana pengembangan atau peningkatan Puskesmas rawat inap(Kristiani, 2006;
Wibowo, 2018). Berdasarkan hasil studi kelayakan dapat diketahui beberapa hal berikut: (1)
Filosofi pendirian, (2) Tingkat kebutuhan pelayanan, (3) Tingkat kebutuhan sumber daya
manusia, fasilitas peralatan medik/ non medik, sarana prasarana, administrasi dan
manajemen, (4) Tingkat kemampuan pembiayaan pendirian dan pengembangan (5) Kendala
dalam pendirian dan pengembangan (7) Rekomendasi pendirian dan pengembangan. Hasil analisis
studi kelayakan memberikan gambaran proyeksi proyek pendirian dan pengembangan Puskesmas,
sehingga hasil studi ini dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak pemrakarsa
melakukan investasi pendirian Puskesmas rawat inap.
Tujuan utama penyusunan studi kelayakan klinik adalah memberikan gambaran proyeksi
proyek pendirian dan pengembangan Puskesmas, sehingga hasil studi ini dapat dipakai sebagai
dasar pengambilan keputusan bagi pihak pemrakarsa melakukan investasi pendirian Puskesmas
rawat inap.Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran proyeksi proyek pendirian dan
pengembangan Puskesmas sawahan menjadi puskesmas rawat inap, sehingga hasil studi ini dapat
dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan
dan melakukan investasi pendirian Puskesmas rawat inap.
METODE
Studi ini dilaksanakan di Puskesmas Sawahan termasuk juga wilayah kerja
Kecamatan Sawahan, dan daerah sekitarnya. Studi dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut ini:
1. Persiapan
Tahapan ini memuat dilakukan untuk:
a. Survey pendahuluan bersama dengan jajaran manajemen Puskesmas Sawahan dan
Dinas Kesehatan
b. Penyusunan instrumen studi kelayakan sesuai dengan kriteria dan kondisi
lapangan
c. Penyusunan tabulasi kebutuhan data
d. Kesepakatan metode kerja dan dukungan penyediaan data oleh pihak terkait
2. Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil survei kepada para responden diketahui bahwa ketika responden merasa
kurang enak badan, maka: 45 orang langsung berobat ke fasilitas kesehatan, 4 orang membiarkan
kondisinya sampai terasa lebih parah baru kemudian berobat ke fasilitas kesehatan, 18 orang
membeli obat sesuai dengan keluhan yang di alami, dan 5 orang menggunakan pengobatan
tradisional/alternatif.
Dilihat dari frekuensi responden mengunjungi fasilitas kesehatan, diketahui bahwa: 17 orang
lebih dari 1 kali dalam 1 bulan mengunjungi faskes, 19 orang rata-rata 1 kali dalam 1 bulan
mengunjungi faskes, 15 orang rata-rata 1 kali dalam 3 bulan mengunjungi faskes, 12 orang rata-rata
1 kali dalam 6 bulan mengunjungi faskes, 6 orang rata-rata 1 kali dalam 1 tahun mengunjungi
faskes, serta 3 orang hampir tidak pernah dalam 1 tahun mengunjungi faskes.
Sedangkan para responden menyatakan jika ketika mereka berobat ternyata harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, maka: 60 orang langsung menindaklanjuti tanpa berfikir
lebih lanjut, 7 orang masih pikir-pikir dengan mempertimbangkan biaya, 5 orang masih pikir-pikir
dengan pertimbangan jarak/akses ke tempat rujukan, namun tidak ada orang yang tidak
menindaklanjutinya dan berpindah ke pengobatan lainnya.
Kemudian berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada para responden, maka mereka
menyatakan bahwa saat menjalani pengobatan di Puskesmas 43 orang (59,72%) sangat yakin akan
sembuh, 28 orang (38,89%) cukup yakin akan sembuh, 1 orang (1,39%) kurang yakin akan
sembuh, dan tidak ada orang (0%) tidak yakin akan sembuh. Sehingga jika dianalisis, maka
Persepsi Kesembuhan atas Pengobatan di Puskesmas memperoleh skor 258 (89,58%) dengan
predikat KUAT.
Berikutnya jika suatu saat para responden diminta untuk menjalani rawat inap di Puskesmas
yang menyediakan pelayanan rawat inap maka seluruh responden yaitu 72 orang (100%) menjawab
bersedia atau jika dianalisis dapat dikatakan “Kesediaan Menjalani Rawat Inap di Puskesmas”
mendekati setuju. Informasi ini memberikan sinyal positif bagi puskesmas yang menggambarkan
Birokrasi Pancasila: Jurnal Pemerintahan, Pembangunan, dan Inovasi Daerah
Vol. 1, No. 2, Desember 2019, hal 99-118
106–Birokrasi Pancasila: Jurnal Pemerintahan, Pembangunan, dan Inovasi Daerah
bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sawahan sepenuhnya mau dan siap menerima
pelayanan rawat inap yang akan dikembangkan di Puskesmas Sawahan.
Guna memperoleh data kemauan masyarakat dalam membayar pelayanan kesehatan maka
diajukan beberapa pernyataan yang harus diisi para responden dengan jawaban “ya” atau “tidak”,
yang diantaranya:
1. Setiap berobat ke dokter umum saya bersedia membayar (C.1)
2. Setiap berobat ke dokter umum saya bersedia membayar bila punya uang (C.2)
3. Setiap berobat ke dokter umum saya bersedia membayar walau berhutang (C.3)
4. Setiap berobat ke dokter spesialis saya bersedia membayar (C.4)
5. Setiap berobat ke dokter spesialis saya bersedia membayar bila punya uang (C.5)
6. Setiap berobat ke dokter spesialis saya bersedia membayar walau berhutang (C.6)
7. Setiap kali menebus obat di apotik saya bersedia membayar (C.7)
8. Setiap kali menebus obat di apotik saya bersedia membayar bila punya uang (C.8)
9. Setiap kali menebus obat di apotik saya bersedia membayar walau berhutang (C.9)
Dari hasil survei kepada para responden akhirnya diperoleh data sebagai berikut:
Berdasarkan analisis yang dilakukan, titik kesesuaian di atas 50% yaitu 66,67% sehingga
dapat dikatakan “Kemauan Membayar Pelayanan Kesehatan” mendekati setuju. Informasi ini dapat
digunakan oleh Puskesmas Sawahan dalam menentukan tarif dan jenis pelayanan bagi pasien.
Biaya/tarif pelayanan kesehatan merupakan besaran harga yang dikenakan kepada penerima
layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat. Dalam hal ini harus ada
kepastian dan/atau kesesuaian antara biaya yang tetapkan dengan kenyataannya, jika berbayar
maka harus terjangkau oleh masyarakat. Sudah semestinya ada kesesuaian antara biaya yang
ditetapkan dengan yang dibayarkan oleh penerima pelayanan, antara ketentuan dengan kenyataan.
Sehingga jika memang “GRATIS” padanannya tidak ada pembayaran, kepesertaaan warga dalam
program Jaminan Kesehatan Nasional menjadikan layanan yang diterima menjadi gratis.
30
25
>200.000
20 100.000 - 200.000
75.000 - 100.000
15
50.000 - 75.000
10.000 - 50.000
10
<10.000
5 0 (gratis)
0
D.1 D.2 D.3
Gambar 6. Kemauan Jumlah Membayar Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan hasil survei kepada para responden, akhirnya diketahui biaya rawat jalan yang
mau dibayarkan adalah sebagai berikut:
1. Biaya yang mau dibayarkan responden apabila dirawat jalan oleh dokter umum (D.1) adalah
terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi >Rp. 200.000,00
2. Biaya yang mau dibayarkan responden apabila dirawat jalan oleh dokter spesialis (D.2) adalah
terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi >Rp. 200.000,00
3. Biaya yang mau dibayarkan apabila membeli obat (D.3) adalah terendah Rp. 0,00 (gratis)
sedangkan tertinggi Rp. 100.000,00 - Rp. 200.000,00.
60
50
>5.000.000
40 3.000.000 - 5.000.000
2.000.000 - 3.000.000
30
1.000.000 - 2.000.000
500.000 - 1.000.000
20
<500.000
10 0 (gratis)
0
D.1 D.2 D.3 D.4
Gambar 8. Kemauan Jumlah Membayar Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Pilihan Kelas
Berikutnya berdasarkan pilihan kelas yang dikehendaki sebelumnya, mengetahui biaya yang
mau dibayarkan oleh para responden adalah:
1. Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap kurang dari 3 hari tanpa operasi (D.1) adalah
terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00
2. Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap 3-5 hari tanpa operasi (D.2) adalah terendah
Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi Rp. 1.000.000,00 - Rp. 2.000.000,00
3. Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap kurang 3 dari hari dan operasi (D.3) adalah
terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi Rp. 3.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00
Vol. 1 No. 2, Desember 2019, hal 99-118
Studi Kelayakan Puskesmas Sawahan … 109
Helmi Adam, Samsul Arifin, Rofi Nurdiansyah dan Areta Widya Kusumadewi
4. Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap 3-5 hari dan operasi (D.4) adalah terendah
Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi >Rp. 5.000.000,00
Mengacu pada UU No. 25/2009, Pasal 31 ayat (4) intinya: penentuan biaya/tarif pelayanan
publik ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 96/2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Pasal
29.Sehubungan dengan hal tersebut biaya/tarif harus pasti. Pengertian kepastian biaya pelayanan
yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan diharapkan
benar–benar diterapkan. Keterjangkauan masyarakat terhadap besaran biaya yang ditetapkan juga
harus menjadi perhatian/pertimbangan dalam menentukan. Jika penerima pelayanan mengeluarkan
biaya, maka kewajiban penyelenggara yakni memberikan kwitansi sebagai bukti pembayarannya.
Ada kejelasan dan kepastian rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
Khusus pelayanan yang dikenakan biaya, maka sosialisasi dasar pengenaan biaya dan
jumlah/besaran biaya yang harus dibayar oleh penerima pelayanan dimaksud secara transparan
sangat diperlukan sehingga penerima pelayanan mengetahui secara psti besaran biaya yang harus
dibayarkan dalam memperoleh pelayanan. Begitu juga jika biaya gratis, harus diumumkan secara
terbuka dan dipatuhi secara sungguh-sungguh oleh petugas pelayanan dengan menolak jika
masyarakat memberikan uang atau sesuatu apa pun. Transparasi ini bisa dilakukan melalui
pembuatan brosur, atau informasi di loket/ ruang tunggu/papan informasi di tempat pelayanan.
Mengenai informasi biaya harus jelas besarannya dan apabila gratis juga harus jelas
tertulis/disampaikan di lokasi pelayanan untuk menghindari perilaku petugas yang kurang baik.
Sebab apabila pelayanan ke penerima pelayanan diberikan secara gratis, artinya beban biaya
pelayanan secara keseluruhan di tanggung oleh pihak pengelola (pemerintah). Intinya, harus ada
kepastian, jika memang gratis ya tidak ada biaya dengan dalih apa pun. Namun jika dalam
pengurusan/pelayanan dikenakan biaya, maka besaran biaya ditetapkan berdasarkan ketentuan
harus diinformasikan di papan secara jelas dan terbuka. Jika terlalu mahal bahkan biaya yang tidak
jelas rinciannya tentu dirasa memberatkan masyarakat, apalagi ditambah biaya–biaya lain di luar
biaya pokok atau di luar ketentuan yang ditetapkan. Penetapan tersebut juga harus jelas oleh siapa,
misalnya oleh legislatif.
Urutan Prioritas
Jaminan
Skor Kelengkapan Dilayani Harga Jarak
Layanan Dokter Lebih Tempat Pelayanan Fasilitas
Kesehatan Kompeten Murah Tinggal Ramah Penunjang
1 15 18 3 21 10 0
2 15 20 14 13 13 0
3 17 18 19 9 11 0
4 13 12 20 11 15 1
5 12 4 11 14 23 8
6 0 0 5 4 0 63
Total 72 72 72 72 72 72
Berdasarkan hasil analisis mode skor prioritas pilihan layanan kesehatan oleh para
responden, diketahui jika diharuskan dirawat inap maka urutan prioritasnya adalah sebagai berikut:
Pertama yaitu Jarak Tempat Tinggal, Kedua yaitu Jaminan Dilayani oleh Dokter yang Kompeten,
Ketiga yaitu Kelengkapan Layanan Kesehatan, Keempat yaitu Harga yang Lebih Murah, Kelima
yaitu Pelayanan yang Ramah, dan Keenam yaitu Fasilitas Penunjang (Parkir, Toko, dll).Saat ini
banyak pelanggan yang sangat menuntut pelayanan prima di instansi pelayanan publik, baik milik
swasta maupun pemerintah. Pelayanan pelanggan yang bermutu merupakan kunci sukses dan dasar
untuk membangun keberhasilan dan kepercayaan pelanggan. Yang disayangkan, sebagian besar
organisasi masa kini hanya berorientasi pada sisi teknis kinerja instansi dan hanya meluangkan
waktu sangat minim bagi sisi manusiawi. Berinteraksi dengan pelanggan secara efektif
membutuhkan berbagai prinsip, metode, serta keahlian yang perlu dikenali, dipelajari, dan
diterapkan. Sikap dan keahlian akan menentukan bentuk pelayanan pelanggan yang bermutu
(quality customer service). Motivasi untuk melakukan yang terbaik merupakan bekal paling
penting bagi setiap pegawai dalam meningkatkan quality customer service.
Disamping pelayanan yang berkualitas, pelayanan publik juga dituntut untuk memberikan
pelayanan yang aman (safety), sehingga tidak terjadi sesuatu tindakan yang membahayakan
maupun mencederai pelanggan, oleh karena itu perlu disusun sistem manajemen untuk mencegah
terjadinya kejadian yang tidak diinginkan, yang meliputi: identifikasi risiko, analisis risiko,
evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring yang berkesinambungan, dan komunikasi. Untuk
melakukan monitoring yang berkesinambungan diperlukan adanya indikator (tolok ukur) dan target
yang harus dicapai atau dipenuhi. Upaya untuk meningkatkan kepuasan bahkan kesetiaan
pelanggan dan menjamin keamanan pasien dapat dilakukan dengan standardisasi pelayanan.
Bagaimana penerapan standar pelayanan tersebut apakah telah dapat menjamin kepuasan
pelanggan dan keamanan pasien harus dapat ditunjukkan dengan fakta, oleh karena itu pengukuran
(indikator) dan target pencapaian untuk tiap indikator perlu disusun, disepakati, dan ditetapkan
sebagai acuan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh UPT Puskesmas berupa Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif),
pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)(Anggraeny, 2013). Guna
meningkatkan kualitas pelayanan, maka perlu diketahui sampai sejauh mana kualitas pelayanan
yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan.
60 56
52 53
50
50 47 48
43
40
31
30
24
22 21
20
20 18
16 16
14
12
10 8
6
3 3 4 3 3
2 1
0
F.1 F.2 F.3 F.4 F.5 F.6 F.7 F.8
Skor
1 Jenis layanan yang tersedia di Puskesmas telah sesuai 232 80,56 BAIK
dengan harapan (F.1)
2 Prosedur layanan Puskesmas cukup cepat dan tidak 226 78,47 BAIK
berbelit-belit (F.2)
3 Petugas melayani dengan ramah dan profesional (F.3) 235 81,60 BAIK
4 Akses ke Puskesmas cukup memudahkan bagi saya 226 78,47 BAIK
untuk menjangkaunya (F.4)
5 Pelayanan di Puskesmas diberikan oleh tenaga 229 79,51 BAIK
Puskesmas sesuai dengan keahliannya (F.5)
6 Obat yang tersedia di Puskesmas cukup lengkap (F.6) 224 77,78 BAIK
7 Harga/tarif pelayanan di Puskesmas terjangkau sesuai 234 81,25 BAIK
dengan kemampuan saya (F.7)
8 Fasilitas penunjang layanan (ruang tunggu, toilet, 200 69,44 CUKUP BAIK
parkir dll) telah sesuai dengan harapan saya (F.8)
60
50
50
44 44
40 37
35
32 31
30 28 27
21
20
10 7
1 1 2
0
G.1 G.2 G.3 G.4 G.5
Berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada para responden, maka mereka menyatakan
bahwa harapan pelayanan yang memperoleh skor tertinggi dari lima harapan pelayanan lainnya
adalah skor Puskesmas memberikan fasilitas rawat inap: 264 (91,67%), disusul berikutnya skor
Jenis layanan Puskesmas lebih lengkap: 260 (90,28%), skor Fasilitas penunjang yang lebih lengkap
dan nyaman: 259 (89,93%), skor Bersedia dirawat inap di Puskesmas jika tersedia fasilitas rawat
inap: 253 (87,85%), serta skor Tidak masalah jika Puskesmas harus berpindah tempat untuk
keperluan pengembangan: 236 (81,94%). Kelima harapan pelayanan tersebut memperoleh predikat
KUAT, maksudnya harapan tersebut mewakili keinginan yang besar dari para responden untuk bisa
ditindaklanjuti dengan baik oleh pihak Puskesmas Sawahan.
Beberapa alasan para responden membutuhkan dan bersedia memanfaatkan pelayanan rawat
inap di Puskesmas Sawahan adalah lokasi Puskesmas dekat dengan tempat tinggal, birokrasi cukup
mudah, penanganan lebih cepat khususnya kalau terjadi cidera atau kecelakaan, dokter sudah tahu
perkembangan penyakit, tidak perlu ke luar wilayah kecamatan, tidak perlu mengurus surat yang
rumit, serta akses dan transportasi mudah. Sedangkan alasan para responden tidak membutuhkan
dan tidak bersedia memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Sawahan adalah penyakit
yang diderita cukup rawat jalan tidak perlu rawat inap, penunjang pelayanan masih belum lengkap
misalnya laboratorium, gedung masih belum memungkinkan untuk di jadikan rawat inap, peralatan
masih kurang khususnya untuk pelayanan IGD, jumlah pegawai masih kurang, jumlah dokter
masih kurang, keterampilan petugas khususnya perawat belum baik, serta obat-obatan masih belum
lengkap.
Sehubungan hal tersebut dengan beragamnya/bervariasinya kebutuhan dan kesediaan
pasien/masyarakat sekitar akan berkembangnya puskesmas rawat jalan menjadi rawat inap, maka
pihak Puskesmas Sawahan manajemen perlu memperhatikan perubahan/tuntutan masyarakat
tersebut. Apabila menghadapi pasien yang membutuhkan dan bersedia memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Sawahan, maka hal yang perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan
pelayanan dari poliklinik rawat jalan dan IGD menjadi pelayanan rawat inap dengan meningkatkan
pelayanan yang bermutu agar pasien yang sudah berminat memanfaatkan pelayanan rawat inap
tersebut mau memanfaatkan pelayanan rawat inap. Untuk itu dibutuhkan kesiapan infrastruktur.
Sedangkan untuk menghadapi pasien yang tidak butuh dan bersedia, hal yang harus
dilakukan manajemen adalah dengan cara lebih mensosialisasikan rencana pengembangan rawat
inap, meningkatkan sumber daya untuk melengkapi kekurangan, memenuhi harapan dan keinginan
masyarakat akan pelayanan (bisa diketahui melalui survei kepuasan pelanggan), serta
meningkatkan mutu pelayanan yang sudah ada serta mampu bersaing dengan fasilitas kesehatan
sekitarnya. Manajemen juga perlu merencanakan strategi pemasaran dimana pelayanan yang akan
datang (pelayanan rawat inap), hendaknya mampu bersaing dengan fasilitas kesehatan lainnya,
yaitu lebih murah dengan kualitas pelayanan yang sama dan mutu pelayanan ditingkatkan(Budiman
& Herlina, 2010).Manajemen harus mengadakan perbaikan internal diantaranya dengan
meningkatkan kinerja karyawan, meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan sarana prasarana
dan lain-lain. Manajemen juga harus melakukan koreksi berdasarkan masukan dari masyarakat
(manajemen menyediakan kotak aduan/keluhan pelanggan) sehingga manajemen mengerti apa
yang dikeluhkan pelanggan, apa yang diharapkan, dan apa yang diinginkan, sehingga pasien yang
semula tidak bersedia dan tidak butuh dapat menjadi bersedia dan butuh(Sukamti & Utomo, 2015).
“Kesediaan Menjalani Rawat Inap di Puskesmas” mendekati setuju. Informasi ini memberikan
sinyal positif bagi puskesmas yang menggambarkan bahwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Sawahan sepenuhnya mau dan siap menerima pelayanan rawat inap yang akan dikembangkan di
Puskesmas Sawahan. Melalui berbagai pertimbangan (termasuk kemampuan ekonomi) jika harus
menjalani rawat inap, maka para responden memilih dirawat di Kelas III sebanyak 34 orang, di
Kelas II sebanyak 20 orang, di Kelas I sebanyak 14 orang, dan di VIP sebanyak 4 orang. Sesuai
pilihan kelas yang dikehendaki sebelumnya, mengetahui biaya yang mau dibayarkan oleh para
responden adalah: 1) Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap kurang dari 3 hari tanpa
operasi adalah terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00;
2) Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat inap 3-5 hari tanpa operasi adalah terendah Rp. 0,00
(gratis) sedangkan tertinggi Rp. 1.000.000,00 - Rp. 2.000.000,00; 3) Biaya yang mau dibayarkan
apabila dirawat inap kurang 3 dari hari dan operasi adalah terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan
tertinggi Rp. 3.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00; dan 4) Biaya yang mau dibayarkan apabila dirawat
inap 3-5 hari dan operasi adalah terendah Rp. 0,00 (gratis) sedangkan tertinggi >Rp. 5.000.000,00.
Harapan pelayanan yang memperoleh skor tertinggi dari lima harapan pelayanan lainnya
adalah skor Puskesmas memberikan fasilitas rawat inap: 264 (91,67%), disusul berikutnya skor
Jenis layanan Puskesmas lebih lengkap: 260 (90,28%), skor Fasilitas penunjang yang lebih lengkap
dan nyaman: 259 (89,93%), skor Bersedia dirawat inap di Puskesmas jika tersedia fasilitas rawat
inap: 253 (87,85%), serta skor Tidak masalah jika Puskesmas harus berpindah tempat untuk
keperluan pengembangan: 236 (81,94%). Kelima harapan pelayanan tersebut memperoleh predikat
KUAT, maksudnya harapan tersebut mewakili keinginan yang besar dari para responden untuk bisa
ditindaklanjuti dengan baik oleh pihak Puskesmas Sawahan.
Seluruh responden menyatakan bahwa posisi/letak Puskesmas Sawahan saat ini tidak sesuai
standar sehingga harus dipindah ke lokasi lain, namun Puskesmas yang lama tetap difungsikan
untuk pelayanan kesehatan sebagai Pustu (Puskesmas Pembantu) atau lainnya. Hal ini juga sesuai
dengan hasil analisis fisik Puskesmas yang terdiri dari letak, kontur tanah, akses, ketersediaan lahan
dan potensi pengembangan, yang menunjukkan bahwa posisi puskesmas saat ini tidak layak untuk
dikembangkan menjadi Puskesmas Rawat Inap.Peralatan dan SDM yang tersedia di Puskesmas
menjadikan Puskesmas belum memenuhi untuk dikembangkan menjadi puskesmas rawat inap.
Perlu ada upaya yang intensif untuk penyediaan SDM terutama dokter dan perawat sesuai dengan
ketentuan rawat inap. Peralatan sebenarnya dapat disiapkan untuk diadakan, namun dikarenakan
gedung dan fasilitas yang kurang memenuhi syarat menjadikan penempatan alat menjadi tidak
memungkinkan.Berkaitan dengan hal tersebut, lebih memungkinkan jika dilakukan relokasi
puskesmas, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 1 orang (1%), Lebakayu sebanyak 3
orang (9%), Cabean sebanyak 9 orang (28%), dan Pucangrejo sebanyak 19 0rang (60%). Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih wilayah Desa Pucangrejo sebagai
lokasi yang cukup ideal sebagai letak Puskesmas yang baru. Berdasarkan analisis spatial, juga
menunjukkan bahwa posisi Desa Pucang Rejo cukup tepat untuk dijadikan tempat untuk
pembangunan Puskesmas Rawat Inap. Adapun, gedung puskesmas lama dapat difungsikan
nantinya sebagai puskesmas pembantu.
SIMPULAN
Salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan dan hak setiap orang yakni pelayanan prima dan
bermutu, sehingga masyarakat mulai menuntut haknya untuk mendapatkan pelayanan yang
optimal. Hal ini berdampak pada berbagai prakarsa dalam sistem pelayanan dengan senantiasa
berusaha meningkatkan mutu diri, profesi, peralatan, kemampuan manajerial, dan khususnya
manajemen mutu pelayanan publik. Pelayanan Rawat Inap Puskesmas merupakan prakarsa dalam
meningkatkan mutu pelayanan secara tersistem, sehingga diharapkan seluruh lingkup pelayanan
memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan masyarakat.Hasil studi
kelayakan secara umum menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara standar dengan kondisi
yang ada berkaitan dengan pengembangan Puskesmas Rawat Inap saat ini dilihat dari segi lokasi
bagunan/gedung, luas bangunan, kondisi ruangan, kondisi sarana prasarana, serta jumlah sumber
daya manusia dan tenaga medis. Perlu dilakukan upaya intensif dengan melibatkan berbagai sektor
terkait untuk mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam pengembangan
puskesmas rawat inap, mengingat kebutuhan pelayanan kesehatan yang lengkap merupakan
harapan bagi warga di Kecamatan Sawahan.
DAFTAR PUSTAKA
Rumengan, D. S., Umboh, J., & Kandou, G. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan pada peserta BPJS kesehatan di Puskesmas Paniki
Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado. Jikmu, 5(2).
Sukamti, S., & Utomo, H. (2015). Analisis indeks kepuasan masyarakat (ikm) pada pelayanan
publik di puskesmas kalicacing kota salatiga. Jurnal Ilmiah Among Makarti, 8(15).
Wibowo, N. M. (2018). Strategi pengembangan pelayanan rawat inap puskesmas berbasis service
delivery system. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan), 17(3), 337-356.
Yustiawan, T. (2013). Manajemen Klinik Dalam Persiapan Kerjasama Dengan BPJS Kesehatan.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 1(3), 208-216.