NIM : 151911813042a
Perihal Etika
Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan
berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. Yang mana dapat disimpulkan bahwa etika
adalah: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan
kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) nilai
mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika memiliki tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya, (2) kode etik, yakni kumpulan asas atau nilai moral, dan (3) filsafat moral,
yakni ilmu tentang yang baik atau buruk. Sebagai sistem pemikiran tentunya konsep dasar
filsafat digunakan dalam mengkaji etika dalam sebuah hubungan keseimbangan antara cipta,
rasa, dan karsa. Hubungan tersebut didasari landasan pemikiran bahwasanya ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi yaitu apakah hakikat pemikiran tersebut, Epistemologi yaitu mengapa ada
pemikiran tersebut, sementara Aksiologi adalah bagaimana cara untuk melaksanakan
pemikiran tersebut. Khazanah pemikiran akan dibagi dalam empat bagian: (1) filsafat
sebagai kajian yang mempelajari tentang hakikat pemikiran; (2) etika sebagai kajian yang
mempelajari tentang bagaimana sebaiknya manusia berperilaku; (3) estetika sebagai kajian
yang mempelajari tentang keteraturan antara makhluk hidup; (4) metafisika sebagai kajian
yang melihat hubungan manusia dengan unsur di luar nalarnya.
Teori etika yang ada hanyalah cara pandang atau sudut pengambilan pendapat
tentang bagaimana harusnya manusia tersebut bertingkah laku. Meskipun pada akhirnya
akan mengacu pada satu titik yaitu kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran, dan
harmonisasi terlepas sudut pandang mana yang akan melihat, baik dari tujuan/, teleologis,
ataupun kewajiban (deontologis).
Birokrasi secara umum sering disebut sebagai konsekuensi dari lahirnya organisasi
modern sesuai dengan perkembangan masyarakat. Telaah ilmiah yang dilakukan Evers
(1987) mengelompokkan birokrasi
ke dalam tiga pola: yaitu: (1) Weberisasi yang memandang birokratisasi sebagai proses
rasionalisasi prosedur pemerintah dan aparat; (2) Parkinsonisasi yang melihat birokratisasi
sebagai pertumbuhan atau membengkaknya jumlah pegawai negeri; dan (3) Orwelisasi
yang memandang birokratisasi sebagai proses memperluas kekuasaan pemerintah\ dengan
maksud mengontrol kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dengan regulasi dan kalau
perlu dengan paksaan.
Pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang mengekspresikan
kepentingan publik, yang bisa dilakukan dengan adanya partisipasi dari masyarakat
sepenuhnya dalam birokrasi pemerintah. Masyarakatlah yang menjadi konsumen dari
birokrasi itu sendiri, jadi masyarakat lebih tahu kekurangan-kekurangan pelayanan tersebut
sehingga birokrasi bisa introspeksi dan membenahi kualitas pelayanan.
Pada akhirnya diskursus etika, birokrasi, dan idiom keberpihakan kepada pelayanan
publik akan berjalan pada paradigma baruke’administrasi-negara’an yaitu Governance.
Dalam level pembahasan Governance, penulis coba untuk menganalisa terlebih dahulu
pertautan antara epistema dari Governance itu sendiri dalam ranah birokrasi serta
pandangan etika sebagai hasil dari produk kebudayaan manusia.
Definisi umum governance adalah tradisi dan institusi yang menjalankan kekuasaan
di dalam suatu negara termasuk: (1) proses pemerintah dipilih, dipantau, dan digantikan; (2)
kapasitas pemerintah untuk memformulasikan dan melaksanakan kebijakan secara efektif,
dan (3) pengakuan masyarakat dan negara terhadap berbagai institusi yang mengatur
interaksi antara mereka.
Governance dari sudut penyelenggara negara diartikan sebagai pelaksanaan
kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengelola urusan-urusan bangsa,
mengelola mekanisme, proses, dan hubungan yang kompleks antarwarga negara dan
kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya (yang menghendaki agar hak
dan kewajibannya terlaksana) dan menengahi atau memfasilitasi perbedaan- perbedaan di
antara mereka.
Pancasila sebagai penyemangat persatuan dan nasionalisme bangsa yang harus
dihayati dan diamalkan oleh penyelenggara negara, lembaga negara, lembaga masyarakat,
dan warga negaranya, selain itu sebagai tolok ukur eksistensi kelembagaan politik, sosial,
ekonomi, dan sebagainya. Pancasila juga sebagi referensi dasar bagi sistem dan proses
pemerintahan, yang prinsip-prinsipnya terejawantahkan dalam tugastugas legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, serta sebagai rujukan untuk kebijakan politik, pemerintahan,
hukum, dan HANKAM.