Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tidak
dapat diragukan lagi. Sesunggunhya semasa hidup Rasulullah adalah wajar sekali jika kaum
muslimin (para sahabat r.a.) memperhatikan apa saja yang dilakukan maupun yang diucapkan
oleh beliau, terutama sekali yang berkaitan dengan fatwa-fatwa keagamaan. Orang-orang Arab
yang suka menghafal dan syair-syair dari para penyair mereka, ramalan-ramalan dari peramal
mereka dan pernyataan-pernyataan dari para hakim, tidak mungkin lengah untuk mengisahkan
kembali perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan dari seorang yang mereka akui sebagai seorang
Rasul Allah.
Hadis Nabi yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang menghafal dan ada pula
yang mencatat. Sahabat yang banyak mengahafal hadis misalnya Abu Hurairah, sedangkan
sahabat Nabi yang membuat catatan hadis diantaranya ; Abu Bakar Shidiq, Ali bin Abi Thalib,
Abdullah bin Amr bin Ash, dan Abdullah bin Abbas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian hadits?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hadits pada masa sahabat ?
3. Bagaimana Perkembangan Hadis pada Masa tabi’in ?
4. Kapan pertama kali hadits dibukukan ?
5. Bagaimana perkembangan hadits setelah di buku kan?
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas ulumul hadits dan juga
untuk mengetahui sedikit banyak nya tentang sejarah perkembangan hadits dari masa ke masa.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam
hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-
haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam
Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah
.
B. Sejarah Perkembangan Hadits Pada Masa Sahabat

Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka bergaul secara


bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan yang memepersulit para sahabat untuk
bergaul dengan beliau. Segala perbuatan, ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan nabi
sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik dalam
Ibadah maupun dalam kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung bertanya pada Nabi.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi
dalam segala permasalahan mereka. Adakalanya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi
mendatangi Nabi dan mempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketika mereka kembali ke
kabilahnya, mereka segera menceritakan pelajaran (hadits Nabi) yang baru mereka terima.
Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadits.
Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang
mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.

Hadits Pada Masa Abu Bakar dan Umar (masa pembatasan riwayat) Khalifah Abu
Bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan Khalifah
Umar ibn al-Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan
Periwayatan Hadits ( Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak ). ‫عصرتقليلايةوراحلديث‬
dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan,
meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti
bahwa kedua khalifah tersebut anti- periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap
periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan
mendatangkan saksi. Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, pernah
ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak meriwayatkan hadits di masa Umar, lalu
menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan hadits di masa Umar seperti aku meriwayatkannya
." kepadamu (memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya

2
Hadits Pada Masa Utsman dan Ali (masa perluasan hadits) periwayatan Hadits pada
masa pemerintahan ini lebih banyak dari pada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini
disebut dengan Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan . ‫عصرإكثار ايةوراحلديث‬
oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar Selain itu,
wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol
pembatasan riwayat secara maksimal. Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi
pemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa
krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok
kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa
dampak negatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak
tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat
dipercaya riwayatnya. Ali hanya menerima jika sumber hadits tersebut melakukan sumpah
. terlebih dahulu

C. Perkembangan Hadis pada Masa tabi’in


Hadits Pada Masa Tabi’in Sesudah masa Khulafa' al-Rasyidin, timbullah usaha yang
lebih sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tatacara periwayatan hadits pun
sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan upaya ulama
untuk menyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan periwayatan hadits
pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan periwayatan pada periode Khulafa' al-
Rasyidin. Kalangan Tabi'in telah semakin banyak yang aktif meriwayatkan hadits. Pada masa
tabi’in lebih dikenal dengan masa penyebarluasan hadits karena pada masa ini hadits mulai
tersebar ke berbagai wilayah.

Adapun pusat-pusat penyebarluasan hadits pada masa tabi’in adalah sebagai berikut:
Madinah Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam Salim ibn Abdullah ibn
Umar Sulaiman ibn Yassar Makkah Ikrimah Muhammad ibn Muslim Abu Zubayr Kufah
Ibrahim an-Nakha'I Alqamah Bashrah Muhammad ibn Sirin Qotadah Syam Umar ibn
Abdu al-Aziz (yang kemudian menjadi khalifah dan memelopori kodifikasi hadits) Mesir
Yazid ibn Habib Yaman Thaus ibn Kaisan al-Yamani

D. pertama kali hadits dibukukan

Memasuki abad ke-3 H, para ulama mulai memilah hadits-hadits sahih dan
menyusunnya. Memasuki abad ke-8 M, satu per satu penghafal hadis meninggal dunia. Meluasnya
daerah kekuasaan Islam juga membuat para penghafal hadis terpencar-pencar ke berbagai wilayah. Di
tengah kondisi itu, upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela.
Kondisi itu mengundang keprihatinan Umar bin Abdul Aziz (628-720 M), Khalifah Dinasti Umayyah
kedelapan yang berkuasa pada 717-720 M. Guna mencegah punahnya hadis, Umar bin Abdul Aziz
memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal. Gagasan pembukuan hadis itu
pun mendapat dukungan dari para ulama di zaman itu.

3
Sang Khalifah yang dikenal jujur dan adil itu segera memerintahkan Gubernur Madinah, Abu Bakar
bin Muhammad bin Amru bin Hazm (wafat 117 H) untuk mengumpulkan hadis dari para penghafal yang
ada di tanah suci kedua bagi umat Islam itu. Saat itu, di Madinah terdapat dua ulama besar penghafal
hadis, yakni Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq.
‘’Kedua ulama besar itu paling banyak menerima hadis dan paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis
dari Aisyah binti Abu Bakar,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Selain itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga
memerintahkan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H) untuk menghimpun hadis yang dikuasai
oleh para ulama di Hijaz dan Suriah.

Sejarah peradaban Islam mencatat Az-Zuhri sebagai ulama agung dari kelompong tabiin
pertama yang membukukan hadis. Memasuki abad ke-2 H atau abad ke- 8 M, upaya pengumpulan,
penulisan, serta pembukuan hadis dilakukan secara besar-besaran.
Para ulama penghafal hadis mencurahkan perhatian mereka untuk menyelamatkan ‘’sabda
Rasulullah SAW’’ yang menjadi pedoman kedua bagi umat Islam, setelah Alquran. Ulama diberbagai kota
peradaban Islam telah memberi kontribusi yang besar bagi pengumpulan, penulisan, dan pembukuan
buku di abad ke-2 H.

Di kota Makkah, ulama yang getol dan fokus menyelamatkan hadis adalah Abdul Malik bin Abdu
Aziz bin Juraij. Pembukuan hadis di kota Madinah dilakukan oleh Malik bin Anas atau Imam malik dan
Muhammad bin Ishak. Kegiatan serupa juga dilakukan ulama di kota-kota peradaban Islam seperti;
Basrah, Yaman, Kufah, Suriah, Khurasan dan Rayy (Iran), serta Mesir.
Upaya pengumpulan, penulisan, dan pembukuan hadis pada masa itu belum sesuai harapan. Pada masa
itu, masih terjadi percampuran antara sabda Rasulullah SAW dengan fatwa sahabat dan tabiin. Hal itu
tampak pada kitab Al-Muwatta yang disusun oleh Imam Malik.

Pada zaman itu, isi kitab hadis terbilang amat beragam. Sehingga, ada ulama yang
menggolongkannya sebagai al-musnad, yakni kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama
sahabat yang menerima hadis dari Rasulullah SAW.

E. Perkembangan hadits setelah dibukukan

Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadits mengalami perkembangan yang agak
lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi Alquran. Karena Alquran pada
masa nabi sudah tercatat seluruhnya walaupun masih sangat sederhana dan mulai di bukukan
pada masa ke khalifahan Abu Bakar Asshiddiq dan disempurnakan oleh khalifah Utsman bin
Affan pada masanya, sedangkan penulisan hadits pada masa Nabi secara umum justru malah
dilarang, sebagaimana Abu Sa’id al-Hudzri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda yang
artinya “jangan kalian menulis (hadits) dariku, dan barang siapa menulis dariku selain Al-
Quranmaka hendaklah ia menghapusnya’ dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa penyebab
keterlambatan dalam membukukan hadits karena perintah dari Rasulullah itu sendiri,
dikarenakan nabi khwatir akan tercampurnya antara hadits dan Al-Quran karena sama-sama
berbahasa arab. namun ada juga hadits yang membolehkan dalam penulisannya. Masa

4
pembukuannya pun terlambat sampai pada masa abad ke 2 Hijriah dan mengalami kejayaan pada
abad ke 3 Hijriyah.

Para ulama berusaha mengkompromikan hadits-hadits yang melarang penulisan hadits


dan yang memperbolehkannya. Yaitu sebagian ulama berpendapat bahwa hadits abu sa’id al
khdairi itu mauquf atas dirinya sendiri sehingga tidak dapatdijadikan hujjah, larangan penulisan
hadits hanya terjadi pada masa-masa awal islam karena dikhawatirkan hadits akan tercampur
dengan Al-quran, ditujukan kepada orang yang hafalannya sangat kuat dan diperbolehkan dalam
penulisannya kepada yang hafalannya tidak kuat, larangannya bersifat umum dan
pembolehannya bersifat khusus seperti orang yang pandai membaca dan menulis dan tidak
melakukan kesalahan dalam menulis sehingga tidak dikhawatirkan akan berbuat keliru.

Setelah wafatnya nabi Muhammad SAW, terangkatlah khulafaur Rasyidin yaitu Abu
Bakar Ash shidiq, Umar bin khattab, Utsman bin affan, dan Ali bin abi thalib, pada masa ini
hadits belum dibukukan, namun sudah ada catatan-catatan hadits yang ditulis oleh beberapa
sahabat. Karena pada masa khulafaur rasyidin disebabkan banyaknya problem yaitu timbulnya
kelompok orang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghafal Al-quran yang gugur
dan konsentrasi mereka bersama Abu Bakar dalam membukukan Al-quran, banyaknya orang non
arab masuk islam yang tidak paham bahasa arab sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan
antara Al-Quran dan hadits. Sekalipun terdapat hadits nabi saw yang membolehkan penulisan
hadits dan sekalipun pada masa beliau sejumlah sahabat telah menulis hadits seizin beliau para
sahabat tetap menahan diri dari menuliskan hadits, sebab mereka sangat menginginkan
keselamatan Al-Qur’an dan As-sunnah.

Masa pembukuan hadits dimulai sejak akhir abad 1 H tepatnya awal abad ke-2 H tepatnya
pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, upaya pengumpulan dan pembukuan
hadits dilakukan secara besar-besaran. Yang melatar belakangi pembukuan hadits pada masa
khalifah umar bin abdul aziz sebab jika para penghafal hadits satu persatu meninggal dunia, serta
meluasnya kekuasaan islam sehingga banyak pengafal hadits yang berpencar-pencar ke berbagai
wilayah dan juga kekhawatiran beliau akan lenyapnya ajaran-ajaran Nabi setelah wafatnya para
ulama baik kalangan sahabat maupum tabi’in. Maka beliau menginstruksikan kepada gubernur di
seluruh wilayah negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan
hadits.

Aktifitas penghimpunan dan pengkodifikasian hadits tersebar di berbagai negeri islam


pada abad ke 2 H di antranya ialah Abdullah bin Abdul Azis bin Jurajj (w. 150 H) di Mekkah,
Ibnu Ishak (w. 151 H) di Mekkah, Abdurrahman Abu Amr Al-Auza,i (w. 156 H) di Syiria,
Sufyan Ats-Tsauri (w. 161 H) di Kufah, Imam Malik bin Anas (w. 179 H) di Madinah, Ar-Rabi’i
bin Shabih (w. 160 H) di Bashrah dan lain-lain. Umar bin Abdul Aziz hidup dalam suasana
ilmiah, sebagai amirul mukminin ia tidak jauh dari ulama, ia menulis sebagian hadits serta
memotivasi para ulama agar mereka berani melakukan hal yang sama.

Pada masa Tabi’ Tabi’in kejayaan kodifikasi hadits, periode ini masa yang paling sukses
dalam pembukuan hadits, sebab pada masa ini ulama hadits telas berhasil memisahkan hadits
nabi dari yang bukan hadits nabi, dan juga berhasil memfilterisasi dan mengklasifikasikan dari
perkataan nabi sehingga dapat dipisahkan antara hadits shahih dan tidak shahih. Karena pada

5
masa sebelumnya hadits telah dikumpulkan dan ditulis, sehingga dapat memudahkan para Tabi’
Tabi’in dalam memisahkannya. Ini terbukti dari yang pertama kali membukukan hadits shahih
saja adalah Al-Bukhari kemudian disusul Imam Muslim.dimasasetelah Thabi’ Thabi’in adalah
masa dimana penghimpunan dan penertiban hadits dilakukan secara sistematik. Dimana
penulisannya bereferensi pada buku-buku sebelumnya akan tetapi lebih sistematik, baik dari segi
matan dan sanadnya untuk memudahkan bagi umat islam dalam mempelajarinya. Dalam
kegiatan pengkodifikasian hadits pada masa ini adalah dalam bentuk Mu’jam (ensiklopedi),
shahih (himpunan shahih saja), mustadrak ( susulan shahih). Sunan,Al-jam’u (gabungan dua atau
beberapa kitab hadits), ikhtishar (resume), istikhraj, dan syarah (ulasan).

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi pada masa Nabi SAW. Ada beberapa cara yang ditempuh oleh Rasulullah SAW. Dalam
menyampaikan suatu hadits yaitu :
1. Melalui majelis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi untuk
membina para jemaah.
2. Dalam suatu kesempatan Rasulullah juga biasa menyampaikan haditsnya kebeberapa sahabat
yang sempat hadir dan bertemu pada beliau, yang kemudian hadits yang didapat itu kemudian
sahabat menyampaikannya lagi kepada sahabat lain yang belum sempat atau yang pada saat itu
tidak hadir dihadapan Rasulullah.
3. Untuk hal-hal yang sensitif, seperti hal-hal yang berkaitan dengan soal keluarga dan biologis,
dan yang terutama soal yang menyangkut hubungan suami istri, Rasulullah menyampaikan
melalui istri-istrinya, jadi pada hal-hal yang sensitif Nabi SAW. Dibantu untuk menyelesaikan
masalah tersebut oleh istri-istri beliau.
4. Melalui hadits yang telah Rasulullah sampaikan kepada para sahabat,kemudian para sahabat
yang di percaya di sebarkan lagi kepada masyarakat sehingga hadits-hadits tersebut cepat
tersebar di kalang masyarakat pada saat itu hingga sekarang

B. Saran
Diakhir tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada pembaca:
1. Dalam memahami Islam hendaknya kita bersifat inklusif terhadap beberapa hasanah
pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab
berbagai tuntunan perubahan zaman.
2. Hendaknya setiap orang tetap bersifat terbuka terhadap berbagai pendekatan dan system
pendidikan yang ada. Karena hal itu akan menambah kekayaan khasanah intelektual dan
wawasan kependidikan bagi semua.
3. Semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi segenap pembaca terutama kepada penulis . Amin
yaa Rabbal Alamiin.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://alquran-sunnah.com/kitab/bulughul-maram/source/0.%20Pendahuluan/4.%20Pengertian%20Hadits.htm

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/28/m35zcc-inilah-sejarah-
pembukuan-hadis

https://santritulen.com/hadis/sejarah-hadits-pada-masa-pembukuan.

Anda mungkin juga menyukai