Anda di halaman 1dari 31

PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012

57. MELASMA (3A)


Gambar

Tingkat 3A
Kemampuan

Definisi Hipermelanosis didapat terutama di wajah dan leher yang berwarna


coklat muda atau tua

Epidemiologi Wanita > pria Faktor resiko : faktor hormonal, pajanan sinar
matahari, kehamilan, genetik, pemakaian kontrasepsi oral, obat-
obatan dan kosmetik.

Patofisiologi Meskipun melasma memiliki banyak faktor etiologi yang diakui


namun patogenesis pastinya tidak. Bukti menunjukkan bahwa faktor
internal dan lingkungan mungkin bertanggung jawab untuk
memicu, mempertahankan, dan membuat kambuh lesi. Faktor-
faktor tersebut seperti pengaruh genetik, paparan radiasi UV,
kehamilan, kontrasepsi oral, terapi estrogen / progesteron,
disfungsi tiroid, kosmetik, dan obatobatan seperti obat anti kejang
dan fototoksik

Anamnesis Lokasi : Penyebaran melasma melibatkan wajah dengan bagian


tersering di dahi, pipi, dan bibir. Sedangkan pada bagian leher
dan lengan lebih jarang. Gangguan kulit ini ditandai dengan warna
cokelat, dapat pula makula atau patch biru- abu-abu.
Onset : -
Kualitas : -
Kuantitas : bercak hiperpigmentasi lokal pada kulit yang terpapar
sinar matahari. Secara histologi, daerah yang terkena menunjukkan
peningkatan produksi dan transfer melanosom ke keratinosit
Faktor memperingan : -
Faktor memperberat : Paparan sinar matahari (ultra violet)
Gejala penyerta : -

Hasil PF & PF : bercak kecoklatan milier sampai Fisik dan Penunjang lentikular,
PP berbatas tegas, irreguler, tersebar, predileksi di wajah,
predileksi di wajah

PP : pemeriksaan dengan sinar wood dapat membedakan


hiperpigmentasi epidermal dengan dermal,berdasarkan
pemeriksaan dibedakan menjadi 3 yaitu melasma tipe epidermal,
tipe dermal dan campuran.

Diagnosis Hiperpigmentasi pasca inflamasi, frekles, lentigo senilis, okronosis


Banding eksogen

Tatalaksana  Hidroquinone: Obat ini merupakan pengobatan pilihan pertama


untuk mengatasi melasma. Jika diaplikasikan pada kulit maka akan
bekerja mencerahkan kulit. Hidroquinone bisa ditemukan dalam
bentuk krim, losion, gel dan cairan. Obat ini bisa dibeli tanpa resep
namun dalam dosis yang sangat rendah.
 Tretinoin dan kortikosteroid: untuk makin mencerahkan kulit, dokter
bisa meresepkan obat kedua seperti tretinoin atau kortikosteroid.
Kadang obat yang diberikan mengandung 3 obat sekaligus dalam
satu krim (hidroquinone, tretinoin, dan kortikosteroid).
 Obat topikal (obat oles) lainnya, seperti asam azelaic asam kojic untuk
memudarkan bercak hitam pada kulit.
 Prosedur atau tindakan khusus: Jika hal ini tidak menimbulkan efek,
maka bisa dilakukan chemical peeling (pengelupasan kulit dengan
mengoleskan cairan kimia), dermabrasi, dan mikrodermabrasi
sebagai alternatif terapi. Prosedur ini bertujuan untuk mengangkat
lapisan kulit yang paling atas dan mencerahkan bercak – bercak
kecoklatan pada kulit.

IpMx -

Konseling & Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat Edukasi serta
Edukasi kambuhnya melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari.
Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma Misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum, mencegah obat
contohnya hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin.

Prognosis Ad vitamin : ad bonam


Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : ad bonam
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
58. ALBINO (2)
Gambar

Tingkat 2
Kemampuan

Definisi Albinisme adalah suatu kelainan pada produksi melanin yang


menyebabkan penderitanya kekurangan melanin atau sama sekali
tidak memiliki pigmen tersebut. Kondisi ini mengakibatkan warna
rambut, kulit, dan mata penderita terlihat sangat pucat atau
cenderung putih.

Epidemiologi -

Patofisiologi Albinisme disebabkan oleh adanya perubahan atau mutasi pada


salah satu gen yang bertugas membantu produksi melanin oleh sel-
sel melanosit yang terdapat di dalam mata dan kulit. Akibat
perubahan gen ini, produksi melanin menjadi terganggu, baik
berkurang drastis maupun tidak ada sama sekali. Perubahan
terhadap gen ini akan diturunkan dengan berbagai pola. Ada
dua jenis albinisme berdasarkan gejala yang muncul, yaitu
albinisme okular dan okulokutaneus. Albinisme okular berdampak
pada mata dan penglihatan penderitanya, tidak atau sedikit
menyebabkan perubahan warna kulit atau rambut. Sedangkan
albinisme okulokutaneus merupakan jenis albinisme yang paling
umum. Kondisi ini berdampak pada rambut, kulit, mata, dan
penglihatan.

Anamnesis -

Hasil PF & Warna kulit dan rambut penderita albinisme berbeda-beda,


PP tergantung dari tingkat melanin yang dihasilkan oleh tubuh.
Meskipun penderita albinisme yang umum kita jumpai memiliki
karakteristik kulit pucat dengan rambut putih, ada juga sebagian yang
memiliki rambut cokelat.
Kekurangan pigmen melanin dapat mengakibatkan kulit penderita
albinisme mudah sekali terbakar jika terpapar sinar matahari secara
langsung. Bagi penderita albinisme, paparan sinar matahari ini tidak
boleh disepelekan karena bukan tidak mungkin bisa mengarah pada
komplikasi yang serius, yaitu kanker kulit.
Pada mata, kekurangan pigmen melanin tidak hanya dapat mengubah
warna iris (umumnya menjadi abuabu atau biru pucat), tapi juga dapat
menyebabkan pandangan menjadi terganggu serta sensitif terhadap
cahaya. Beberapa contoh gangguan mata yang bisa timbul akibat
albinisme adalah rabun dekat, rabun jauh, astigmatisme, juling, dan
gerakan bola mata tanpa kontrol dari sisi ke sisi (nistagmus).
Gangguan penglihatan ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan
bayi dalam mempelajari gerakan, misalnya merangkak atau
mengambil suatu objek. Sering kali anak-anak penderita albinisme
terlihat kikuk akibat gangguan pada penglihatannya.
Albinisme bisa didiagnosis langsung oleh dokter sejak penderita lahir
melalui ciri-ciri fisik mereka (warna rambut, kulit, dan mata) sesuai
dengan apa yang sudah dijelaskan pada subjudul gejala dan jenisjenis
albinisme.
Untuk mengetahui adanya masalah pada penglihatan, dokter spesialis
mata bisa melakukan beberapa pemeriksaan. Misalnya pemeriksaan
dengan menggunakan alat khusus yang disebut slit lamp, pengecekan
pupil, pemeriksaan bentuk lengkungan kornea untuk mendiagnosis
silinder, pemeriksaan arah penglihatan mata untuk mendiagnosis
juling, dan pemeriksaan gerakan mata untuk mendiagnosis nistagmus.

Diagnosis -
Banding

Tatalaksana Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan albinisme,


pengobatan atau perawatan ditujukan untuk memaksimalkan
penglihatan penderita serta melindungi kulit mereka.
Sebagian besar bayi penderita albinisme akan mengalami gangguan
penglihatan parah selama beberapa bulan pascalahir. Setelah itu,
penglihatan akan berkembang secara signifikan meskipun tidak akan
pernah mencapai tingkat penglihatan yang normal.
Oleh sebab itu, penderita albinisme biasanya seumur hidup harus
memakai kacamata atau lensa kontak yang diresepkan oleh dokter
spesialis mata sesuai dengan kondisi terkait, misalnya yang khusus
untuk rabun jauh, rabun dekat, atau silinder, serta menjalani
pemeriksaan mata secara rutin tiap tahunnya.
Pada penderita albinisme yang mengalami fotofobia (penglihatan
sensitif terhadap sinar matahari), dokter akan menyarankan pemakaian
kacamata yang mampu menangkal sinar ultraviolet atau kacamata
berlensa gelap.
Penanganan albinisme melalui jalur operasi biasanya jarang dilakukan.
Namun untuk beberapa kondisi, seperti mata juling dan nistagmus,
operasi perbaikan otot-otot mata bisa direkomendasikan agar
kondisikondisi tersebut tidak terlihat secara jelas dari luar. Selain
pemeriksaan mata yang harus dilakukan rutin tiap tahun, pemeriksaan
kulit juga tidak kalah pentingnya bagi penderita albinisme agar dokter
mengetahui seberapa besar risiko mereka terkena kanker kulit, serta
memberikan saran-saran pencegahannya. Jika Anda penderita
albinisme, sebisa mungkin jangan melakukan aktivitas di luar rumah
ketika cuaca sedang panas terik. Jika terpaksa pergi ke luar, selalu
gunakan krim tabir surya serta pakaian yang bisa melindungi diri dari
paparan sinar matahari secara langsung.

IpMx -
Konseling & Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat Edukasi serta
Edukasi kambuhnya melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari.
Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma Misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum, mencegah obat
contohnya hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin.

Prognosis Ad vitamin : ad bonam


Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : ad bonam
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
59. HIPERPIGMENTASI POST INFLAMASI(3A)
Gambar

Tingkat 3A
Kemampuan

Definisi Kelainan pigmen yan gterjadi akibat akumulasi melanin setelah


terjadinya proses peradangan akut ataukronik.

Epidemiologi Lebih sering pada orang dengan kulit gelap.

Patofisiologi Hiperpigmentasi post inflamasi terjadi akibat kelebihan produksi


melaninatau tidak teraturnya produksi melanin setelah proses
inflamasi. Jika HPI terbatas pada epidermis, terjadi peningkatan
produksi dan transfer melanin ke kerainositsekitarnya. Meskipun
mekanisme yang tepat belum diketahui, peningkatanproduksi dan
transfer melanin dirangsang oleh prostanoids, sitokin, kemokin,
danmediator inflamasi serta spesi oksigen reaktif yang dilepaskan
selama inflamasi.Beberapa studi menunjukkan difat terangsang
melanosit diakibatkan olehleukotrien (LT), seperti LT-C4 dan LT-D4,
prostaglandin E2 dan D2, tromboksan-2, interleukin-1 (IL-1), IL-6,
Tumor Nekrosis Faktor- α (TNF - α), factor pertumbuhan epidermal,
dan spesi oksigen reaktif seperti NO. HPI pada dermisterjadi akibat
inflamasi yang disebabkan kerusakan keratinosit basal
yangmelepaskan sejumlah besar melanin. Melanin tersebut
ditangkap oleh makrofagsehingga dinamakan melanofag. Melanofag
pada dermis bagian atas pada kulityang cedera memberikan
gambaran biru abu-abu.

Anamnesis Riwayat penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti


infeksi, reaksi alergi, luka mekanis, reaksi obat, trauma (misalnya luka
bakar) dan penyakit inflamasi seperti akne vulgaris, liken planusdan
dermatitis atopi.

Hasil PF & Proses inflamasi awal pada HPI Biasanya Fisik dan Penunjang
PP bermanifestasi sebagai macula atau bercak yang tersebar merata.
Tempat kelebihan pigmen pada
lapisankulitakanmenentukanwarnanya. Hipermelanosis pada
epidermis memberikan warna cokelat dan dapat hilang berbulan-
bulan sampai bertahun-tahun tanpa pengobatan. Sedangkan
hipermelanosis pada dermis memberikan warna abu- abu dan biru
permanen atau hilang selama periode waktu yang berkepanjangan
jika dibiarkan tidak diobati. Distribusi lesi hipermelanosit tergantung
pada lokasi inflamasi. Warna lesi berkisar antara warna coklat muda
sampai hitam dengan penampakan warna coklat lebih ringan jika
pigmen dalam epidermis dan penampakan warna abu-abu gelap jika
pigmen dalam dermis. Pemeriksaan lampu Wood dapat digunakan
untuk membedakan HPI pada epidermis dan HPI pada dermis.
Lesi pada epidermis cenderung memberikan batas tegas di bawah
pemeriksaan lampu Wood. Sedangkan lesi pada dermis tidak
menonjol pada pemeriksaan lampu Wood. Jika sebelum inflamasi,
dermatosis tidak jelas atau tidak ada, biopsi kulit dapat dilakukan
untuk menyingkirkan penyebab lain hiperpigmentasi. Pewarnaan
pada spesimen biopsi dengan menggunakan perak Fontana-
Masson memudahkan penentuan lokasi melanin pada epidermis
atau dermis.

Diagnosis - Melasma
Banding - Lentiginosis
- Efelid
Tatalaksana Terapi HPI harus dimulai dengan mengatasi peradangan pada
kulit yang mendasarinya. Memulai pengobatan dini untuk HPI
dapat membantu mempercepat resolusi dan mencegah
hiperpigmentasi lebih lanjut. Namun sangat penting Untuk
memperhatikan dan mengevaluasi pengobatan yang telah
diberikankarena jika tidak berhati-hati dapat menyebabkan iritasi
sehingga memperburuk HPI. Ada berbagai obat dan prosedur di
samping fotoproteksi yang dapat secaraaman dan efektif mengobati
HPI pada pasien berkulit gelap. Agen topikal depigmentasi seperti
hidrokuinon, asam azelat, kojic acid, ekstrak licorice, danretinoic 0,1-
0,4% dapat dgunakan bersamaan dengan salep hidrokuinon-
asamlaktat. Kombinasi dari berbagai agen terapi Topikal telah
terbukti bermanfaat terutama pada wajah. Prosedur seperti
chemexfoliation dan terapi laser juga dapatdimasukkan ke dalam
manajemen terapi jika diperlukan.
A. Fotoproteksi
Fotoproteksi merupakan terapi HPI yang tidak dapat diabaikan
danpenting untuk Mencegeah memberatnya HPI. Edukasi Pasien
tentang penggunaan tabir surya spektrum luas dalam kehidupan
sehari-hari dengan faktor perlindungan matahari-30 (SPF-30) dan
menghindari paparan sinar matahari secara langsung karena efek
sinar UV merupakan faktor penting penyebab hiperpigmentasi.
B. Terapi Medis Hidrokuinon (HQ) merupakan yang utama dan masih
menjadi baku emas dalam terapi HPI. Ini adalah senyawa fenolik
yang menghalangi konversi dihydroxyphenylalanine (dopa) untuk
menghambat melanin oleh tirosinase. Mekanisme kerjanya
melibatkan inhibisi asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam
ribonukleat (RNA)sintesis secara selektif tergadap sitotoksisitas
melanosit dan degradasi melanosom. HQ umumnya digunakan
pada konsentrasi dari 2 sampai 4 %.

Monoterapi hidrokuinon efektif dalam terapi HPI, tetapi saat ini HQ


telah dikombinasikan dengan agen lainnya, seperti retinoid,
antioksidan, asamglikolat, tabir surya, dan kortikosteroid untuk
meningkatkan efektifitasnya.
Pilihan lainnya adalah mequinol, retinoid, azelaic acid, asam kojik,
arbutin, niasinamid, N-acetyl glucosamine, asam askorbat, licorice, dan
soy. Terapi invasif dapat dilakukan chemical peels, laser, dan terapi
berbasis cahaya lainnya. Chemical peels kedalaman superfisial dan
medium dapat digunakan untuk tipe kulit Fitzpatrick IV-VI. Pilihan
standar adalah asam glikolat 20-70%, asam salisilat 20-30%, asam
trikloroasetat (TCA) 10-25%, atau solusio Jessner. Terapi fotodinamik,
laser, dan fototermolisis fraksional saat ini juga banyak digunakan
untuk pengobatan HPI. Kosmetik kamuflase digunakan untuk
menyembunyikan lesi yang tidak mendapatkan pengobatan medikal
atau surgikal. Riasan kamuflase dapat menyembunyikan area
diskromia secara signifikan pada beberapa pasien dan lebih murah
dari pilihan lainnya.

IpMx Efek samping terapi, kondisi lesi

Konseling &  Menghindari matahari Edukasi


Edukasi  Menggunakan topi atau pakaian protektif
 Asupan makanan kaya vitamin D (salmon, minyak hati ikan, dan
makanan yang kaya vitamin D, dan suplementasi vitamin D dapat
diberikan)

Prognosis HPI cenderung memudar seiring waktu dan terapi. Sisa-sisa


hiperpigmentasi epidermal dapat bertahan untuk jangka waktu yang
lama,biasanya 6-12 bulan setelah penyembuhan proses awal inflamasi.
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
60. HIPOPIGMENTASI PASCA INFLAMASI (3A)
Gambar

Tingkat 3A
Kemampuan

Definisi Hipopigmentasi pasca inflamasi merupakan bercak putih / lebih


terang pada kulit yang terjadi setelah adanya peradangan pada kulit
di tempat tersebut. Peradangan dapat karena bekas penyakit kulit,
bekas terbakar, bekas luka, dan sebagainya

Epidemiologi -

Patofisiologi Hipopigmentasi pasca inflamasi terjadi karena hambatan


penyebaran melanosom. Gambaran klinis berupa makula berwarna
keputihan dengan batas yang menyebar pada tempat terjadinya
kelainan kulit primer
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan
mulai menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan
terutama pada area yang terpapar matahari. Patogenesis proses ini
sering dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer melanosom
dari melanosit kekeratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi mungkin
merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis mungkin
akibat meningkatnya epidermal turnover

Anamnesis Onset :
Sejak kapan? Apakah terdapat penyakit Apa sebelumnya?
Lokasi :
Bisa terdapat pada semua kulit tubuh
Kualitas : -
Kuantitas :
Seberapa luas?
Perjalanan penyakit :
Hipopigmentasi pasca inflamasi Adalah hipopigmentasi yang terjadi
setelah atau berhubungan dengan dermatosis yang disertai inflamasi
dengan gambaran klinis berupa makula keputihan pada tempat
terjadinya kelainan primer. Keadaan ini biasanya terjadi pada
dermatitis atopik, dermatitis eksematosa, dan psoriasis. Selain itu
dapat juga terjadi pada parapsoriasis, pitiriasis likenoides kronik,
alopesia musinosa, mikosis fungoides, lupus eritematosus diskoid,
liken planus, liken striatus, dan dermatitis Seboroik Faktor
memperberat : -
Faktor memperingan : -
Gejala penyerta :
Disertai rasa gatal?
Disertai nyeri?
Disertai rasa panas?

Hasil PF & Gambaran klinis berupa makula berwarna keputihan dengan batas
PP yang difus pada tempat terjadinya kelainan kulit primer.

Ukuran dan bentuk lesi hipopigmentasi biasanya berkorelasi


dengan distribusi dan konfigurasi dermatosis inflamasi asli, dan
warna berkisar dari hipopigmentasi ke depigmentasi. Namun,
dalam beberapa kondisi, inflamasi pasien yang mengalami
perubahan pigmen yang sama, digambarkan sebagai cincin
hiperpigmentasi, diikuti oleh kerak seperti wafer, hipopigmentasi
dan akhirnya resolusi dalam waktu 2 minggu sampai 6 bulan.
Hipomelanosis biasanya berdampingan dengan lesi inflamasi, tetapi
kadang-kadang hanya lesi hipopigmentasi yang terlihat, misalnya
pada sarkoidosis atau mikosis fungoides. Depigmentasi lengkap
paling Sering terlihat setelah pasien menderita dermatitis Atopik
parah dan diskoid lupus eritematosus. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya. Jika
diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi
hipomelanosis akan menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya

Diagnosis  Vitiligo
Banding  Ptyriasis versicolor

Tatalaksana Pengobatan melibatkan identifikasi dan mengobati penyebab yang


mendasarinya. Selama peradangan masih berlanjut,
repigmentation tidak mungkin terjadi. Setelah penyebab yang
mendasari secara efektif diobati, hipopigmentasi yang biasanya
membaik seiring waktu. Aplikasi dua kali sehari dari steroid topikal
potensi sedang dalam kombinasi dengan preparat berbasis tar.
Aplikasi dua kali sehari 1 % pimecrolimus krim selama 16 minggu.
Tingkat perbaikan selama 2 minggu pertama setelah
penggunaan pertama. Aplikasi topikal dari 0,1 % 8 - methoxypsoralen
, 0,5-1 % tar batubara atau anthralin diikuti oleh paparan sinar
matahari dapat membantu dalam memulihkan pigmen.

IpMx Berhentinya proses inflamasi dan perbaikan melanisasi

Konseling & 1. Edukasi mengenai penyakit yang diderita Edukasi pasien


Edukasi 2. Memberi informasi untuk Menghindari pemicu yang dapat
memperparah keadaan seperti terpapar cahaya matahari dan
trauma
3. Memberikan tabir surya dan Kortikosteroid topikalyang berguna
untuk usaha mengadakan Repigmentasi
Prognosis Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
Quo ad kosmetikam : dubia
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
61. KERATOSIS SEBOROIK (2)
Gambar

Tingkat 2
Kemampuan

Definisi Merupakan tumor jinak epidermal yang paling sering terjadi. Lesi
umumnya terjadi pada usia pertengahan, namun dapat muncul pada
awal masa remaja.

Epidemiologi Sering dijumpai pada ras kulit putih dengan jumlah pasien lelaki dan
perempuan sebanding. Kelainan muncul pada dekade 5. Pada dekade
3 dan 4, dapat ditemukan bentuk yang agak datar. Namun kelainan
ini dapat muncul sejak umur 15 tahun dan prevalensi meningkat
dengan bertambahnya umur. Keratosis Seboroik jarang ditemukan
pada anak-anak ras kulit hitam.

Patofisiologi Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti


terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada
perbedaan yang nyata dari ekspresi immunoreactive growth
hormone receptor di keratinosit pada epidermis normal dan
keratosis seboroik. Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen onkogen
penekan apoptosis, rendah pada keratosis seboroik dibandingkan
dengan basal sel karsinoma atau skuamos sel karsinoma, yang
memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini. Tidak ada peningkatan
yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal transducers patched
(ptc) dan smoothened (smo) mRNA pada keratosis seboroik
dibanding kulit yang normal. Keratosis Seboroik memiliki banyak
derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi
dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan
Mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki
efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit
manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting
dalam pembentukan hiperpigmentasi Padakeratosis seboroik. Secara
Immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik
memperlihatkan keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi
ada sebagian kecil pembentukan keratin dengan berat molekul
yang tinggi.

Anamnesis Keratosis seboroik selalu muncul awalnya Sebagai satu atau lebih
makula datar, berbatas tegas, dan berwarna coklat. Lesinya dapat
jarang ataupun banyak.

Hasil PF & Pemeriksaan Fisik:


PP Fisik dan Penunjang Terdapat banyak varian klinis. Pada lesi awal
terdapat batas yang tegas, permukaan rata, kusam, dan
berwarna kecoklatan. Seiring perkembangannya, lesi menjadi
berbentuk papul, permukaannya verukosa, stuck-on, mengkilat,
dan terdapat kista pseudohorn.
Jenis varian:
1. Stucco keratosis
2. Dermatosis papulosa nigra
3. Inverted follicular keratosis
4. Lichenoid keratosis
5. Large cell acanthoma
6. Flat seborrheic keratosis
Pemeriksaan Penunjang:
a) Dermoskopi
Milia-like cysts, comedo-like openings, light- brown
fingerprint-like structures, cerebriform pattern(gyrus & sulci).
b) Histopatologi
Tampak akantosis, papillomatosis, Kista pseudohorn, dan
hiperkeratosis.

Diagnosis 1. Lentigo senilis/solaris


Banding 2. Nevus melanositik
3. Melanoma maligna
4. Karsinoma sel basal

Tatalaksana  Kuretase, krioterapi.


 Bedah listrik (elektrodesikasi) memiliki efektivitas yang sama
dibanding laser CO2 dengan biaya yang lebih murah.
 Laser CO2 ablatif : Laser CO2 ablatif memiliki efikasi yang hampir
sama seperti tindakan bedah listrik (elektrodesikasi) dan memiliki
outcome yang memuaskan.
 Potassium-titanyl-phosphate (KTP) laser memperlihatkan perbaikan
yang serupa dalam tatalaksana dermatosis papulosa nigra pada 14
subjek.
 QS Nd: YAG 1064 mm (long pulsed) Penggunaannya pada untuk
keratosis seboroik mencapai resolusi sebesar 70-90% pada dua
orang pasien.

IpMx Monitoring gejala, monitoring luas lesi, monitoring efek pengobatan.


Konseling & 1. Penyakit dan penyebabnya Edukasi
Edukasi 2. Pilihan terapi dan efek samping
3. Prognosi

Prognosis Quo ad vitam: bonam


Quo ad functionam: bonam
Quo ad sanationam: bonam-dubia ad bonam
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
62. KISTA EPITEL (3A)
Gambar

Tingkat 3A
Kemampuan

Definisi Merupakan kista yang berisi keratin dengan dinding Epidermis

Epidemiologi Kista ini lebih sering ditemukan pada usia muda dan pertengahan
atau decade 3 dan 4, jarang pada anak, lelaki banding perempuan 2:1
Patofisiologi Kebanyakan Kista epidermoid timbul akibat peradangan sekitar
folikel pilosebasea, proliferasi sel epidermal dalam dermis, dank
arena implantasi bagian epidermis akibat trauma. Kista ini
berkembang dari bagian infundibulum unit pilosebasea.

Anamnesis  Keluhan utama: Benjolan dikulit


 Benjolan timbul dibagian kulit manapun
 Benjolan tumbuh dengan lambat atau tidak tumbuh sama
sekali
 Terdapat benjolan tumbuh dengan lambat atau tidak sama
sekali.
 Benjolan berupa nodul bulat, warna sama dengan kulit sekitar.

Hasil PF & Pemeriksaan Fisik:


PP  Didapatkan Nodul dermis atau subkutan yang dapat
digerakkan (mobile) dengan jaringan bawah kulit dan
memiliki pungtum pada tengah lesi.
 Apabila tidak berkaitan dengan trauma biasanya berlokasi
pada dada bagian atas, punggung bagian atas, leher, dan
kepala.
 Sedangkan lesi yang berkaitan dengan trauma berada pada
telapak tangan, telapak kaki, dan bokong.
 Lesi biasanya sewarna kulit
 Terdapat bau yang tidak sedap seperti keju.
 Kista biasanya tumbuh secara lambat, asimtomatik, namun
sering pecah.
 Pada kista yang pecah dapat meradang dan nyeri
Pemeriksaan Penunjang:
 Histopatologi
Nampak epitel skuamosa berlapis dengan lapisan granular
yang intak dengan kista yang berisi debris keratin eosinofilik.
 Ultrasonografi
Nampak massa hyphoechoic pada bidang subkutan dengan
muara punctum di epidermis.

Diagnosis 1. Steatocystoma multiplex


Banding 2. Kista pilar
3. Lipoma
4. Bisul (furunkel, karbunkel) atau acne cyst
5. Furunkulosis

Tatalaksana Medikamentosa
Antibiotik golongan sefalosporin Untuk Staphylococcus pada kista
epidermal yang mengalami inflamasi.
Tindakan
1. Surgical excision
Insisi, pengeluaran isi keratin, dan eksisi dari dinding kista merupakan
teknik yang paling sering dilakukan. Rekurensi sebanyak 3%. Minimal
insisi dengan besar 3 mm dapat digunakan pada kista epidermoid
pada wajah dengan diameter kurang dari 1 cm. Pada metode ini
didapatkan luka yang minimal dan hasil kosmetik yang lebih baik.
2. Laser
o Laser karbon dioksida
Untuk melakukan eksisi minimal dilaporkan dapat
menghilangkan secara total kista epidermoid pada 21
pasien.
o Laser erbium: yttrium aluminum garnet (Er:YAG)
Dilaporkan dapat mengecilkan Kista epidermoid tanpa bekas
luka pada 23 (92%) dari 25 pasien.

IpMx -Keadaan umum


-Besar lesi
-Jumlah lesi

Konseling & 1. Penyakit dan penyebabnya


Edukasi 2. Cara pencegahan dengan tidak memegang atau memencet kista
agar tidak terjadi infeksi
3. Pilihan terapi dan efek samping
4. Prognosis

Prognosis Quo ad vitam : bonam


PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
63. KARSINOMA SEL SKUAMA (2)
Gambar

Tingkat 2
Kemampuan

Definisi Suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan


tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan salah satu dari
kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma.

Epidemiologi Banyak ditemui pada orang kulit putih yang tinggal di daerah banyak
sinar matahari (tropik), jarang pada orang kulit berwarna. Laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan, dan usia penderita
umumnya 40 tahun atau lebih

Patofisiologi Seperti pada umumnya kanker yang lain, penyebab kanker kulit ini
juga belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak faktor yang
dapat menyebabkan pertumbuhan karsinoma sel skuamosa pada
kulit, yaitu faktor paparan sinar matahari, arsen, hidrokarbon,
suhu, radiasi kronis, dan virus. Dimulai dengan pertumbuhan sel atipik
di epidermis berupa karsinoma insitu kemudian menembus
membrane basal masuk ke dermis. Selanjutnya sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar getah bening dan organ dalam.

Anamnesis Dari anamnesis dapat digali adanya benjolan, gatal/nyeri, warna


(pucat/gelap), ukuran membesar, pelebaran tidak merata, permukaan
tidak rata, trauma, perdarahan/mudah berdarah, luka/infeksi yang
sulit sembuh. Selain itu dapat juga menanyakan faktor
predisposisi seperti pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari
atau terpapar radiasi serta riwayat penyakit kulit.

Hasil PF & Gambaran Klinis:


PP  Distribusi: daerah terpajan
 Lesi terutama soliter
 UKK: plakat atau nodul dengan permukaan halus atau
verukosa seperti kembang kol
 Tepi induratif, mudah berdarah
 Dapat disertai erosi, ulkus, atau krusta
Stadium klinis:
T untuk besar tumor primer, dibagi atas :
 Tx : keadaan awal, tumor sulit dijumpai
 Tis : karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi
lapisan papilaris dermis
 T0 : tumor primer tidak ditemukan
 T1 : diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau
di lapisan epidermis atau tumbuh exofitik
 T2 : diameter tumor terbesar 2 – 5 cm atau sudah ada
infiltrasi minimal ke dermis
 T3 : diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada
infiltrasi ke dalam dermis
 T4 : tumor sudah mengenai unsur lain seperti fascia, otot,
tulang rawan, tulang
N untuk limfonodi yang terkena dibagi atas :
 Nx : keadaan awal dari penyebaran ke limfonodi regional
sulit diketahui
 N0 : tidak dijumpai kelenjar limfe regional yang membesar
 N1 : ada pembesaran kelenjar limfe regional
M untuk metastase jauh yang terjadi:
 Mx : keadaan awal untuk mengetahui metastase sulit
 M0 : tidak ada metastase jauh
 M1 : ada metastase jauh pada organ lain (paru, tulang,
hepar, otak, pleura
Stadium klinis berdasarkan TNM yaitu :
 Stadium I = T1N0M0
 Stadium II = T2 – T3 N0M0
 Stadium III = T4N0M0 atau any TN1M0
 Stadium IV = Any T Any N dan M1
Pemeriksaan
Penunjang Dermoskopi
 Struktur vaskular polimorfik berupa linear
ireguler/serpentine, hairpin/looped, glomerular/coiled dan
dotted. Sedangkan struktur keratin berupa white circle, white
pearl/clod central keratin, dan central keratin with blood spot.
 Spesimen diambil pada bagian lesi yang dicurigai infiltrasi lebih
dari superfisial
 Pada pemeriksaan harus mencantumkan subtipe perubahan
morfologi pada sel, derajat diferensiasi, dalamnya tumor dalam
millimeter, kedalaman invasi, dan pemeriksaan keterlibatan
saraf, vaskular, dan kelenjar getah bening.
CT scan dan MRI
 Dilakukan bila terdapat kecurigaan perluasan penyakit pada
tulang, saraf maupun jaringan lunak lain
 Pemeriksaan kelenjar getah bening

Diagnosis 1. Keratosis aktinik


Banding 2. Penyakit Bowen
3. Karsinoma sel basal
4. tipe amelanotik nodular
5. Keratoakantoma
6. Karsinoma sebasea
7. Pioderma gangrenosum atipikal

Tatalaksana Tindakan
 Bedah pisau
Merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus
karsinoma sel skuamosa.
 Mohs micrographic surgery (MMS)
 Superficial ablative techniques
 Kuret dan bedah listrik (BL)
 Bedah beku
Radioterapi
 Radioterapi pada penderita karsinoma Sel skuamosa kulit
dianjurkan diberikan pada penderita yang lesi tumornya
terletak pada daerah yang sulit (sekitar mata, bibir dan hidung)
Sitostatika
 Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai Suatu terapi tambahan
dan terutama untuk kasus dengan adanya metastase jauh,
juga pada penderita dengan lesi pada tempat sulit untuk
melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor.

IpMx Monitoring keadaan umum dan tanda vital

Konseling &  Pasien dengan lesi prakanker harus menghindari sinar UV yang
Edukasi berlebihan dengan membatasi aktivitas di luar ruangan dari pagi
sampai sore hari, menggunakan pakaian pelindung, dan
mengenakan topi bertepi lebar. Penggunaan tabir surya spectrum
luas dengan sun protection factor (SPF) minimal 15 juga harus
dianjurkan.
 Lesi dapat kambuh bertahun-tahun setelah eksisi, sehingga pasien
harus menjalani pemeriksaan Rutin
 Konseling mengenai perawatan daerah radang kulit kronis atau
trauma untuk mencegah terjadinya KSS di lokasi tersebut

Prognosis ▪ Quo ad vitam : dubia


▪ Quo ad fuctionam : dubia ad malam
▪ Quo ad sanactionam : dubia ad malam
▪ Pasien karsinoma sel skuamosa mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami karsinoma sel basal, melanoma, dan rekurensi
karsinoma sel Skuamosa Referensi
PENYAKIT SISTEM INTEGUMEN – SKDI 2012
64. KARSINOMA SEL BASAL (BASAL CELL CARCINOMA) (2)
Gambar

Tingkat 2
Kemampuan

Definisi Karsinoma sel basal adalah tumor ganas kulit, bersifat destruktif, dan
invasi setempat, serta sangat jarang metastasis. Karsinoma sel basal
merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel nonkeratinisasi
lapisan basal epidermis. Karsinoma Sel Basal (KSB) disebut juga
basalioma, epitelioma sel basal, ulkus rodent, ulkus Jacob, atau tumor
Komprecher.

Epidemiologi Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas kulit yang terbanyak
ditemukan. Laki-laki lebih sering menderita daripada perempuan.
Kulit putih lebih sering terkena bila dibandingkan dengan kulit
berwarna, dan kulit hitam jarang ditemukan. Penderita karsinoma sel
basal yang banyak dijumpai berusia 60 tahun.

Patofisiologi Karsinoma sel basal banyak muncul pada kulit yang banyak terpajan
sinar matahari, parut luka bakar, dan kontak dengan arsen. Bila
dihubungkan dengan riwayat kanker kulit dalam keluarga
menunjukkan adanya pengaruh genetik.

Anamnesis  Biasanya pen-derita KSB datang dengan keluhan bercak hitam


di wajah mudah berdarah dan tidak sembuh-sembuh, atau
berupa tahi lalat (andeng-andeng) yang bertambah besar
dengan permukaan tidak rata, dan biasanya terdapat riwayat
trauma, serta dapat disertai dengan rasa gatal atau nyeri.
 Riwayat terpajan sinar matahari yang lama
 Riwayat keluarga dengan kanker kulit

Hasil PF & Pemeriksaan Fisik:


PP Terdapat 5 subtipe KSB yaitu KSB nodular, superfisial, morpheaform,
KSB berpigmen, dan fibroepitelioma Pinkus.
 Subtipe nodular (yang paling sering dijumpai) berupa papul atau
nodus translusen, telangiektasia, dan rolled border. Lesi besar
disertai nekrosis bagian tengah merupakan dasar terjadinya ulkus
rodent.
 Subtipe superfisial biasanya terdapat di badan, berupa plak
eritematosa dan tampak multisentris.
 Subtipe KSB berpigmen berupa papul translusen,
hiperpigmentasi, dan dapat mengalami erosi.
 Subtipe morpheaform tumbuh agresif, berwarna putih atau
kuning, berkilat menyerupai skar atau lesi morfea.
 Fibroepitelioma Pinkus biasanya terdapat di punggung bawah
berupa papul merah muda yang sulit dibedakan dengan
akrokordon atau skin tag.
Pemeriksaan Penunjang:
A. Pemeriksaan histopatologi: Secara histopatologis KSB dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu: undifferentiated BCC (Basal Cell
Carcinoma) dan differentiated BCC. Undifferentiated BCC terdiri
atas berbagai variasi pertumbuhan, ada yang tumbuh indolen
seperti superficial BCC, nodular BCC, dan micronodular BCC,
ada pula yang tumbuh agresif seperti infiltrative BCC, metatypical
BCC (basosquamous carcinoma), morpheiform BCC (sclerosing
BCC). Differentiated BCC seperti keratotic BCC, infundibulocystic
BCC, follicular BCC, pleomorphic BCC, BCC with sweat duct
differentiation, BCC with sebaceous differentiation,
fibroepithelioma of Pinkus, dan recurrent BCC.
Gambaran histopatologis KSB dapat bervariasi tergantung
tipenya. Seperti pada KSB tipe superfisial, terdapat budding sel
maligna dari basal epidermis yang meluas ke dermis. Lapisan sel
perifer menunjukkan palisading. Dapat terjadi atrofi epidermal
dan invasi dermis minimal. Dapat ditemukan infiltrat radang
kronis pada dermis bagian atas.
B. CT scan dan MRI: jika ada kecurigaan mengenai tulang atau
jaringan lainnya.

Diagnosis KSB tipe nodular didiagnosis banding dengan nevus dermal,


Banding karsinoma sel skuamosa, tumor adneksa kulit, dermatofibroma,
sikatrik, dan keratosis seboroik. Untuk KSB berpigmen, diagnosis
bandingnya adalah melanoma nodular, melanoma dengan
penyebaran superfi sial, lentigo maligna, blue nevus, compound
nevus, dan tumor adneksa kulit. Diagnosis banding KSB superfi sial
adalah penyakit Bowen, penyakit Paget, melanoma dengan
penyebaran superfi sial, psoriasis, dan eksema. Sedangkan tipe
morpheaform, lesinya menyerupai morphea, sikatrik, dan
trikoepitelioma. Fibroepitelioma Pinkus di-diagnosis banding dengan
skin tag, fibroma, dan papillomatous dermal nevus.

Tatalaksana Pemilihan tatalaksana KSB dipertimbangkan berdasarkan lokasi


anatomis dan gambaran histopatologi.
Secara garis besar, terapi KSB dikelompokkan menjadi teknik bedah
dan non-bedah.
Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah menghilangkan total lesi KSB,
menjaga jaringan normal, fungsi jaringan, serta mendapatkan hasil
optimal secara kosmetik.
Pada tumor risiko rendah, dapat dilakukan beberapa teknik operasi
seperti cryosurgery, kuretase, atau Photodynamic Therapy (PDT).
Sedangkan bedah eksisi dengan penegakkan diagnosis secara
histologis intraoperatif atau post-operatif dapat digunakan pada KSB
risiko rendah dan risiko tinggi.
Jika KSB menginvasi hingga tulang atau jaringan lain, dibutuhkan
penatalaksanaan multidisipliner.
 Bedah eksisi : paling sering, tersedia spesimen untuk dilakukan
pemeriksaan HistoPA, luka teratur, penyembuhan ± 95%. Kuretase
& elektrodesikasi : pada lesi kecil Ø 1,5 cm, teknik sederhana,
anestesi lokal. Tidak untuk lesi luas dan rekuren. Radioterapi : KSB
radiosenstifif, untuk usia > 50 th, untuk penderita yg menolak
dilakukan tindakan bedah. Bedah beku : KSB dengan batas jelas,
tidak perlu anestesi lokal, perdarahan (-), kesembuhan ± 97%.
 Bedah kimia : kesembuhan ± 99%.
 Kemoterapi : 5 fluorourasil, etinoid sistemik respon baik
Isotretinoin/Etretinat 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
 Imunoterapi : Interferon α-2b/γ intralesi 100.000 unit IFN α-2b/kali
(2-3 X/minggu).

IpMx  Tanda vital


 Kontrol derajat nyeri

Konseling & Pasien harus tetap di-follow up untuk kekambuhan atau lesi KSB baru.
Edukasi Edukasi penderita penting agar melakukan pemeriksaan kulit
periodik dan menghindari segala faktor risiko. Perlindungan
terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien
dengan riwayat KSB.

Prognosis Prognosis penderita KSB umumnya baik. Angka kekambuhan KSB


hanya 1% jika diterapi dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai