Disusun Oleh:
Asuhan keperawatan pada pasien Ny. ‘H’ dengan diagnosa Bronkitis di Bangsal
Kenanga RSUD Sleman. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Individu
Praktik Klinik KMB I pada semester IV, pada:
Hari : Senin
Tanggal : 27 Mei 2019
Tempat : Bangsal Kenanga RSUD Sleman
Praktik
Menik Lansiatun
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, kekuatan serta kesabaran di dalam
menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini sesuai harapan kami dan sesuai waktu
yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Penulis
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Bronkritis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus.
Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit
pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamasi dan peningkatan
produksi sputum mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi perfusi
dan menyebabkan sianosis (Manurung, 2016).
Bronkritis adalah suatu penyakit ditandai adanya dilatasi (ektasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding
bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara
ke paru-paru dan dapat merusaknya. Suatu kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor,
baik yang berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus sendiri. Batuk-
batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya
tiga bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama dua tahun
berturut-turut (Utama, 2018).
Menurut Sherwood (2014), Bronkitis adalah suatu penyakit peradangan
saluran napas bawah jangka panjang, umumnya dipicu oleh pajanan
berulang ke asap rokok, polutan udara, atau alergen.
Menurut Widagdo (2012), bronkitis ialah inflamasi non spesifik pada
bronkus umumnya (90%) disebabkan oleh virus (adenovirus, influenza,
parainfluenza, RSV, rhinovirus, dan harpes simplex virus) dan 10% oleh
bakteri, dengan batuk sebagai gejala yang paling menonjol.
B. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis yaitu rokok,
infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku “Report of the WHO Expert Comite on Smoking
Control”, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus
bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat
menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronkitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri
yang diisolasi paling banyak adalah haemophilus influenza dan
streptocooous pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi
bila ditambah merokok risiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi seperti oksigen, zat-zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi-1-antitripsin yang merupakan
suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkitis ternyata lebih banyak pada golongan social
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek (Manurung, 2016).
C. Patofisiologi
Patofisiologi dari bronkitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa
bronkus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel
radang dan mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik
yang disertai peningkatan sekresi bronkus mengakibatkan rusaknya
bronkeolus dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok
dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi
tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga
timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahananya melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi displasia. Sel-sel penghasil mukus di
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsonal serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan sel silia ini menggangu sistem eskalator mukosilaris
dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas (Wahid, 2013).
D. KLASIFIKASI
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
E. Manifestasi Klinis
Penyakit bronkitis pada seseorang dapat dilihat dengan tanda sebagai
berikut :
a) Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh
sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), dan barrel chest.
b) Penderita bronkitis lrbih sering terjadi pada rentang usia 45-65 tahun.
c) Pengkajian:
1) Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam
beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, serta
seringnya infeksi pada sistem respirasi.
2) Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d) Jantung: perbearan jantung, cor pulmonal, dan hematokrit >60%
e) Riwayat merokok positif (Somantri, 2008).
Selain tanda-tanda diatas, dapat dilihat pula tanda dan gejala yang timbul
pada penderita, seperti :
a) Batuk, mulai dengan batuk-batuk pagi hari, dan makin lama batuk
makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita
terganggu tidurnya.
b) Adanya dahak (sputum putih/mukoid). Bila ada infeksi, sputum
menjadi purulen atau mukopurulen dan kental. Sesak bila timbul
infeksi, sesak nafas akan betambah, kadang-kadang disertai tanda-
tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul korpulmonal
yang menetap (Wahid, 2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Suprapto, 2013), Pemeriksaan penunjang bronkritis sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisik. Hanya kadang-kadang
terdengar bunyi ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada
keluhan sesak, akan terdengar rochi pada waktu ekspirasi maupun
inspirasi disertai mengi. Selain itu, didapatkan tanda-tanda overinflasi
paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor,
peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung
berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang-kadang disertai
kontraksi otot-otot pernafasan tambahan.
2. Pemeriksaan diagnosik
a. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronchus yang menebal.
b. Pemeriksaan fungsi paru
c. Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80-100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 35-45 mmHg)
- Saturasi hemoglobin menurun
- Eritropoesis bertambah.
d. Tes fungsi paru : untuk menentukan penyebab dispnue, melihat
obstruksi, dan memperkirakan derajat disfungsi.
- TLC : Meningkat
- Volume residu : Meningkat
- FEV1/FVC : Rasio volume meningkat
e. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat
inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
f. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
pathogen.
g. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF
G. Penatalaksanaan Klinis
Penatalaksanaan klinis dibagi menjadi dua yaitu terapi non-
farmakologi, menurut (Ikawati, 2016) dan terapi farmakologi menurut,
(Wahid, A. & Suprapto, 2013) sebagai berikut :
1. Terapi Non-farmakologi
a. Berhenti merokok
b. Menghindari inhalasi udara yang terpolusi
c. Meningkatkan asupan cairan (banayak minum air putih)
d. Menjaga kelembaban udara
e. Latihan relaksasi
f. Meditasi
2. Terapi Farmakologi
a. Bronchodilator : salbutamol, aminophilin
b. Antimikroba : amoxilin
c. Kortikosteroid : dexametason, prednison
d. Terapi pernapasan
e. Terapi aerosol : Bricasma inhaler
f. Terapi oksigen
g. Rehabilitasi
H. Komplikasi
a. Otitis media akut
Keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan
gejala infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk
Sterptokokus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
b. Pneumonia dengan atat tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
c. Efusi pleura atau empisema
d. Pleuritis
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian .
f. Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis). Cabang ateri (arteri bronchialis) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan gawat darurat.
g. Sinusitis maksilaris yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang
disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas dibantu
oleh adanya faktor predisposisi.
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pad dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat dan luas (Amin, Z & Bahar, A, 2009).
I. Pengkajian Fokus
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tenatng kondisinya saat ini.
1) Batuk( Cough )
Batuk merupakan gejala utama pasien dengan gangguan system
pernafasan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami
batuk(missal satu minggu, tiga bulan). Tanyakan juga bagaimana
hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (missal: malam
hari, ketika bangun tidur). Tentukan batuk tersebut apakah
produktif atau non produktif.
2) Peningkatan produksi sputum
Merupakan salah suatu substansi yang keluar dengan batuk atau
bersihan tenggorokan. Tanyakan dan catat
warnanya,konsistensi, bau, dan jumlah sputum karena hal-hal
tersebutdengna menunjukkan keadaan dari proses patologik.
3) Dispnea
Merupakan suatu presepsi kesulitan bernafas/ nafas pendek dan
merupakan perasaan subjektif pasien. Perawat mengkaji tentang
kemampuan pasien melakukan aktivitas.
4) Hemoptisis
Darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat mengkaji
adanya apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan
hidung, atau perut. Darah berasal dari paru paru biasanya
berwarna merah terang karena dalam paru – paru distimulasi
segera oleh reflex batuk.
5) Chest pain
Nyeri dada dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru
– paru. Gambar yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong
perawat untuk membedakan nyeri pleura, musculoskeletal,
kardiak, dan gastrointestinal.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan pasien. Secara umum
perawat perlu menanyakan :
a. Riwayat merokok
Merokok merupakan penyebab utama kanker paru, emfisema, dan
bronchitis kronis. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non
perokok. Anmnesis mencakup hal :
Usia mulainya merokok secara rutin
Rata – rata jumlah rokok yang di hisap per hari
Usia menghentikan kebiasaan merokok
b. Pengobtan saat ini dan masa lalu
c. Alergi
d. Tempat tinggal
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan social pasien penyakit paru-paru
sekurang-kurangnya ada tiga hal yaitu:
a. Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberculosis ditularkan melalui satu
orang ke orang lain.
b. Kelainan alergi seprti asma bronchial, menunjukkan dustu
presdispoisisi keturunan tertentu.
c. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukin di daerah yang tinkat polusi
udaranya tinggoi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut (Somantri,
2008).
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut, (Doenges, Marilynn E,1999) Diagnosa keperawatan penyakit
bronkritis sebagai berikut :
TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO CRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC :
tidak Efektif - Respiratory status : Airway suction
Ventilation Pastikan kebutuhan oral
Definisi : - Respiratory status : / tracheal suctioning
Ketidakmampuan untuk Airway patency Auskultasi suara nafas
membersihkan sekresi - Aspiration Control sebelum dan sesudah
atau obstruksi dari suctioning.
saluran pernafasan untuk Kriteria Hasil : Informasikan pada klien
mempertahankan Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
kebersihan jalan nafas. batuk efektif dan suctioning
suara nafas yang Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : bersih, tidak ada sebelum suction
- Dispneu, Penurunan sianosis dan dilakukan.
suara nafas dyspneu (mampu Berikan O2 dengan
- Orthopneu mengeluarkan menggunakan nasal
- Cyanosis sputum, mampu untuk memfasilitasi
- Kelainan suara nafas bernafas dengan suksion nasotrakeal
(rales, wheezing) mudah, tidak ada Gunakan alat yang steril
- Kesulitan berbicara pursed lips) sitiap melakukan
- Batuk, tidak efekotif Menunjukkan jalan tindakan
atau tidak ada nafas yang paten Anjurkan pasien untuk
- Mata melebar (klien tidak merasa istirahat dan napas
- Produksi sputum tercekik, irama dalam setelah kateter
- Gelisah nafas, frekuensi dikeluarkan dari
- Perubahan frekuensi pernafasan dalam nasotrakeal
dan irama nafas rentang normal, Monitor status oksigen
tidak ada suara nafas pasien
Faktor-faktor yang abnormal) Ajarkan keluarga
berhubungan: Mampu bagaimana cara
- Lingkungan : mengidentifikasikan melakukan suksion
merokok, menghirup dan mencegah factor Hentikan suksion dan
asap rokok, perokok yang dapat berikan oksigen apabila
pasif-POK, infeksi menghambat jalan pasien menunjukkan
- Fisiologis : disfungsi nafas bradikardi, peningkatan
neuromuskular, saturasi O2, dll.
hiperplasia dinding Airway Management
bronkus, alergi jalan Buka jalan nafas,
nafas, asma. guanakan teknik chin
TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO CRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
- Obstruksi jalan nafas lift atau jaw thrust bila
: spasme jalan nafas, perlu
sekresi tertahan, Posisikan pasien untuk
banyaknya mukus, memaksimalkan
adanya jalan nafas ventilasi
buatan, sekresi Identifikasi pasien
bronkus, adanya perlunya pemasangan
eksudat di alveolus, alat jalan nafas buatan
adanya benda asing di Pasang mayo bila perlu
jalan nafas. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator
bila perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Amin Z & Bahar A. 2009 . Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi V. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I
Made Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.