Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

SEMESTER GANJIL 2016-2017

PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI DARI


MINYAK/AIR ASAM SALISILAT

Hari / Jam Praktikum : Senin/ 10:00 -13:00

Tanggal Praktikum : Senin, 19 September 2016

Kelompok : IV

Asisten : 1. Aulia Alfiana


2. Giovani Wijonarko

Sarah Syafira
260110160110

LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
I. Tujuan
Untuk menentukan koefisien partisi asam salisilat dengan metode
pengocokan

II. Prinsip
1. Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi suatu zat
terlarut yang dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dengan perbandingan tersebut adalah tetap atau
konstan. (Cairns, 2004)
2. Titrasi asam basa adalah titrasi berdasarkan penetralan asam-basa,
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang
telah diketahui kadarnya dan sebaliknya kadar larutan basa
ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui
kadarnya. (Seager, 2011)
3. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut cair. (Ditjen POM, 2000)
4. Like dissolve like merupakan sifat kecenderungan senyawa pelarut
yang hanya melarutkan senyawa dengan sifat kepolaran sama.
senyawa polar akan larut dalam senyawa polar dan tidak larut
dalam senyawa nonpolar, demikian juga sebaliknya. (James, 2001)
III. Reaksi

c.

O OH O O
C2 H5

OH O
+ C2H5 - O - C2H5 C2 H5 + H2O

asam salisilat dietil eter

(Gandjar, dkk, 2007).

IV. Teori Dasar

Hukum Partisi menyatakan bahwa “senyawa tertentu pada suhu tertentu,


akan memisahkan dirinya sendiri diantara dua pelarut yang saling tidak bercampur
pada perbandingan konsentrasi yang tetap.” Perbandingan tetap ini dinamakan
koefisien partisi dengan rumus:

P = [ 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 ]/[ 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑖𝑟 ]


P berupa koefisien partisi senyawa; [ organik ] berupa konsentrasi senyawa
dalam fase organik atau fase minyak; [ berair ] berupa konsentrasi senyawa
dalam fase air (Cairns, 2004).

Senyawa organik yang mengandung gugus karboksilat (-COOH)


termasuk asam lemah. Asam lemah sendiri hanya terionisasi sebagian apabila
dalam air. Namun apabila dengan basa, H+ akan ditarik dari gugus karboksilat
kemudian terbentuk anion karboksilat. Namun reaksi ini tidak berlangsung
sempurna karena merupakan asam lemah kecuali digunakan basa yang lebih
kuat dari air (Fessenden dan Joan, 1986)

Nama lain dari asam salisilat adalah asam o-hidroksibenzoat. Asam


salisilat digunakan sebagai bahan antiseptik pada kulit (bedak kulit). Metil
salisilat digunakan utuk obat gosok atau minyak angin, sedangkan asam asetil
salisilat digunakan sebagai obat penghilang sakit kepala (aspirin) (Day dan
Underwood, 2002)

Asam salisilat banyak digunakan untuk obat luar terhadap infeksi


jamur ringan, berkhasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis. Berdaya
keratolitis yaitu pada konsentrasi 5% - 10% dapat melarutkan lapisan tanduk
kulit (Salirawati, dkk, 2007)
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk lipofilik atau hidrofilik
dari molekul obat. Lewatn ya obat memalui membran lemak dan interaksi dengan
makromolekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan n-
oktanol/air. ( Martin, dkk, 1990)

Lipofilitas molekul diukur dari nilai log P dengan P dinyatakan sebagai


koefisien partisi kelarutan dalam lemak/air yang mempunyai nilai -0.4 sampai 5
dan optimal pada nilai logP-3 (Husniati, dkk, 2008)

Koefisien partisi merupakan suatu informasi penting karena dapat


digunakan untuk memperkirakan proses adsobsi, distribusi, dan eliminasi obat di
dalam tubuh. Pengetahuan tentang nilai P dapat digunakan untuk
memperkirakan onset kerja obat atau durasi kerja obat, atau untuk mengetahui
apakah obat akan bekerja secara aktif (Cairns,2004)

Distribusi suatu bahan kimia diantara gradasi pelarut/solvent. Koefisien


partisi (P atau Kow) adalah rasio dari konsentrasi bahan kimia diantara solvent
dalam kondisi ekuilibrium/ setimbang. Koefisien partisi umumnya diukur antara
n-octanol (mewakili lemak) dan air (Tahir, 2012)

Titrasi merupakan metode yang digunakan untuk menemukan konsentrasi


suatu larutan direaksikan dengan volume larutan lain yang sudah diketahui
konsentrasinya (Muchtaridi, 2004)

Pada titrasi asam kuat-basa kuat, basa lemah-asam kuat dan


sebaliknya, titik ekivalen pada saat titrasi tidak akan dapat diamati dengan mata
(secara visual), perubahan warna dari indikator baru bisa diamati pada saat mol
titran lebih besar dari mol titrat, sehingga yang bisa diamati hanya titik akhir
titrasi (Nuryanti, dkk, 2010).

Indikator asam-basa adalah suatu asam organik lemah atau basa


organik lemah yang mempunyai warna yang berbeda-beda ketika berada dalam
bentuk molekul dan ionnya. Jika konsentrasi ion H+ tinggi (larutan bersifat
asam), maka kesetimbangan akan bergeser kekiri. Indikator H-Ind dominan
dalam bentuk molekul sehingga indicator berwarna A. Berikut contoh
reaksinya:

H-Ind ⇔ H+ + Ind-

Molekul Ion warna B

warna A

Indikator basa mempunyai rumus Ind-OH, berikut contoh reaksinya:

H-Ind ⇔ Ind+ + OH-

Molekul Ion warna Y


warna x
Jika konsentrasi ion H+ tinggi (larutan bersifat asam), maka ion H+ akan bereaksi
dengan ion OH- dari indikator. Ion OH- akan berkurang sehingga kesetimbangan
akan bergeser ke kanan (Purba, 2012).

V. Alat dan Bahan


5.1. Alat
1. Beaker glass
2. Buret
3. Corong
4. Corong Pemisah
5. Gelas Ukur
6. Labu Ukur
7. Statif

5.2. Bahan
1. Asam Oksalat
2. Asam Salisilat
3. Etanol
4. Fenolftalein
5. NaOH

5.3. Gambar Alat


1. Beaker Glass 2. Buret 3. Corong
4. Corong Pemisah 5. Erlenmeyer 6. Gelas Ukur

7. Labu Ukur 8. Statif

VI. Prosedur
6.1 Pembuatan larutan NaOH
Siapkan alat dan bahan. 1000 ml aquadest dituang ke dalam
gelas beaker. Aquadest dipanaskan sampai cukup panas atau hangat.
Timbang NaOH sebanyak 0,4 gr. NaOH yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam 1000 ml aquadest yang telah dipanaskan. Aduk
campuran NaOH dan aquadest sampai larut.

6.2 Pembakuan NaOH


Siapkan alat dan bahan. Bagian dalam buret dibilas
menggunakan NaOH dan biarkan NaOH mengalir. Tutup keran buret
dan pastikan tidak ada kebocoran. 50 ml NaOH dituangkan ke dalam
buret. 15 ml asam oksalat di dalam 2 labu ukur dituangkan ke dalam 2
labu erlenmeyer. Berikan 2 tetes indikator fenolftalein ke dalam
masing-masing larutan asam oksalat. Dilakukan 2 kali titrasi dengan
metode pengocokan sampai larutan tersebut berubah warna menjadi
merah muda.

6.3 Pembuatan larutan asam salisilat


Siapkan alat dan bahan. Asam salisilat ditimbang pada
timbangan analitik seberat 1,38 gr. Asam salisilat tersebut dimasukkan
kedalam labu ukur dengan ukuran 100 ml. Tambahkan etanol sebanyak
25 ml. Kocok sampai larut. Tambahkan aquades sebanyak 75 ml.
Kocok hingga kembali melarut.

6.4 Bagian 1
Siapkan alat dan bahan. 15 ml larutan asam salisilat
dimasukkan kedalam erlenmeyer. 20 ml aquades dan dua tetes
indikator fenolftalein ditambahkan kedalam larutan tersebut. NaOH
dimasukkan kedalam buret. Larutan asam salisilat dititrasi dengan
larutan standar NaOH melalui buret sampai berubah warna menjadi
merah muda.

6.5 Bagian 2
Siapkan alat dan bahan. 15 ml larutan asam salisilat
dimasukkan ke dalam corong pemisah. Tambahkan kloroform ke
dalam corong pemisah. Kocok selama 20 menit sampai terlihat adanya
dua bagian cairan. Lapisan bagian bawah dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. 20 ml aquades dan 2 tetes indikator fenolftalein
ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Dilakukan titrasi dengan NaOH
standar sampai berubah warna menjadi merah muda.
VII. Hasil Pengamatan
No Perlakuan Hasil Gambar
.
Pembakuan
1. NaOH - Larutan
1. - 15 ml asam oksalat berubah
dituangkan ke dalam warna
erlenmeyer menjadi
- tambahkan 2 tetes merah muda
indikator fenolftalein
- lakukan dua kali titrasi
(duplo) sampai larutan
berubah warna menjadi
merah muda
2. Pembuatan larutan asam - Dihasilkan
salisilat larutan 0,1 N
- Timbang asam asam salisilat
salisilat 1,38 gr - Asam
- Larutkan dengan salisilat larut
25ml etanol dalam etanol
- Larutkan dengan - Terbentuk
75 ml aquadest fase air dan
fase kristal

2. Asam salisilat dalam - Dihasilkan


pelarut air (H2O) larutan
- Ambil 15 ml fase berwarna
air dari larutan merah muda
asam salisilat
menggunakan
pipet ukur
- Masukkan fase
air dalam
erlenmeyer
- Tambahkan 20
ml aquadest
- Tambahkan
indikator
fenolftalein 2
tetes
- Dititrasi sampai
berwarna merah
muda dengan
NaOH
3. Asam salisilat dengan - Terbentuk
pelarut kloroform dua lapisan
- Ambil 15 ml fase di dalam
air dari larutan corong
asam salisilat pemisah
- Dimasukkan - Larutan
kedalam corong menjadi
pemisah berwarna
- Tambahkan 15 merah muda
ml pelarut
kloroform
- Kocok hingga
larut
- Dipisahkan
bagian/lapisan air
di bagian bawah
ke dalam
erlenmeyer
- Ditambahkan 2
tetes indikator
fenolftalein
- Titrasi sampai
larutan berwarna
merah muda
dengan NaOH

VIII. Perhitungan
8.1 Pembakuan NaOH
- Volume titrasi NaOH I : 17,3 ml
- Volume titrasi NaOH 2: 16,5 ml
17,3+16,5
- rata-rata volume NaOH : = 16, 9
2

-titrasi I
N1 . V1 = N2 . V2
0,1 . 15= N2 . 17,3
N2= 0,087
-titrasi II
N1 . V1 = N2 . V2
0,1 . 15 = N2 . 16,5
N2 = 0,09
0,087+0,09
-N rata-rata hasil titrasi = = 0,0885
2

8.2 Pembuatan Asam Salisilat 0,1 Normal


𝑔𝑟 .1000
M= 𝑀𝑟 .𝑚𝑙
𝑔𝑟.1000
0,1 = 138 .100 = 1,38 gr asam salisilat

8.3 Konsentrasi Asam Salisilat


Diket. V NaOH = 7 ml
N NaOH = 0,085
VAsam Salisilat = 35 ml
N1 . V1 = N2 . V2
0,0885 . 7 = N2 . 35
N2 = 0,0177

8.4 Konsentrasi Asam Salisilat dalam air setelah diekstraksi dengan


Kloroform
Diket. V NaOH = 5 ml
N NaOH = 0,085
V fase air = 30 ml
- N1 . V1 = N2 . V2
0,0885 . 5 = N2 . 30
N2 = 0, 01475
- Nfase organik = 0, 0177 – 0,01475
= 2,95. 10-3

8.5 Koefisien Partisi


[𝐴]𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 2,95.10^−3
P= [𝐴]𝑎𝑞
= = 0,2
0.01475

logP = log 2.10-1


= 1 – log2
= 0,7

IX. Pembahasan
Pada praktikum ini yang dibahas adalah mengenai koefisien
partisi dari minyak/air asam salisilat. koefisien partisi minyak/air
didefinisikan untuk larutan encer, yaitu rasio konsentrasi zat tunggal
(A) antara dua fase (organik dan air) pada kesetimbangan.
Hal yang pertama-tama dilakukan adalah membuat larutan
NaOH. Larutan NaOH dibuat dari 0,4 gr NaOH dan 1000 ml aquades.
NaOH ditimbang menggunakan timbangan analitik. Aquades
diletakkan didalam beaker glass dan dipanaskan terlebih dahulu sampai
hangat. Tujuan dari dipanaskannya aquades ini adalah agar 0,4 gr
NaOH yang telah ditimbang dapat larut dengan lebih mudah. Setelah
aquades telah dalam suhu yang cukup hangat, masukkan NaOH lalu
aduk sampai benar-benar melarut.
Setelah membuat larutan NaOH, hal selanjutnya adalah
melakukan pembakuan atau standardisasi NaOH. Standardisasi NaOH
perlu dilakukan karena NaOH merupakan zat yang mudah
terkontaminasi dan bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap
air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara.
Definisi dari higroskopis adalah suatu zat dengan kemampuan
menyerap molekul air dari lingkungannya dengan baik, dapat dengan
adsorpsi atau absorpsi. Dalam hal ini, NaOH melalui absorpsi
(masuknya gas ke dalam padatan). Dengan demikian, untuk
menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi, harus
dilakukan standardisasi terlebih dahulu.
Pertama-tama, bilas terlebih dahulu buret dengan larutan
NaOH dan biarkan mengalir. Membilas buret dengan larutan NaOH
bertujuan agar buret bersih dari zat-zat lain atau debu-debu yang
sekiranya dapat mempengaruhi hasil titrasi. setelah membilas buret,
pastikan telah menutup kembali buret dengan rapat. Masukkan larutan
NaOH yang telah dibuat tadi kedalam buret sebanyak 50 ml. Tuangkan
larutan asam oksalat 15 ml yang berada di labu ukur ke dalam
erlenmeyer. Dalam standardisasi NaOH, larutan asam oksalat
digunakan sebagai titrat karena larutan asam oksalat merupakan larutan
primer yang konsentrasinya diketahui secara pasti dan tidak bersifat
higroskopis. Selanjutnya, tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein ke
dalam larutan asam oksalat. indikator fenolftalein cenderung sering
digunakan karena fenolftalein tidak mempengaruh titrasi itu sendiri,
melainkan hanya proses titrasinya dan mengubah warna larutan tersebut
pada saat titik ekuivalen. Setelah ditambahkan 2 tetes fenolftalein,
lakukan titrasi menggunakan larutan NaOH dalam metode pengocokan
sampai larutan tersebut berubah warna menjadi merah muda yang
berarti larutan tersebut telah mencapai titik ekuivalen.
Dari titrasi tersebut, akan didapatkan volume dari titrasi yang
pertama untuk menghitung nilai normal dari NaOH yang pertama .
Lalu, lakukan titrasi lagi untuk yang kedua kalinya dan akan didapatkan
pula volume titrasi yang kedua yang juga digunakan untuk menghitung
nilai normal. Titrasi dilakukan sebanyak dua kali atau diplo dengan
tujuan untuk mencari rata-rata dari nilai normal dari kedua NaOH. Dan
rata-rata nilai normal NaOH adalah 0,0885.
Selanjutnya adalah pembuatan larutan asam salisilat. Asam
salisilat sebanyak 1,38 gr ditimbang menggunakan timbangan analitik,
untuk meletakkan asam salisilat diatas timbangan analitik, dialasi oleh
kertas perkamen. Asam salisilat dimasukkan ke dalam labu ukur dengan
ukuran 100 ml dan ditambahkan etanol 25 ml lalu dikocok, alasan
mengapa digunakan etanol terlebih dahulu dalam melarutkan asam
salisilat adalah dikarenakan etanol merupakan salah satu pelarut yang
baik untuk asam salisilat selain eter. Dan mengapa yang digunakan
sebagai wadah dalam hal ini adalah labu ukur, karena labu ukur
mempunyai keakuratan yang tinggi dibandingkan dengan alat ukur
lainnya seperti gelas ukur. Lalu, tuangkan 75 ml aquades ke dalam labu
ukur tersebut, lalu kocok kembali.
Dalam pembuatan larutan asam salisilat ini akan terjadi dua
fase, yaitu fase kristal dan fase air. Karena asam salisilat merupakan
senyawa yang sukar larut di dalam air (aquades) sehingga terjadilah dua
fase pada saat membuat larutan asam salisilat. Yang digunakan untuk
langkah percobaan selanjutnya adalah fase air sehingga fase tersebut
harus diambil menggunakan pipet ukur.
Setelah melakukan pembuatan larutan asam salisilat, fase air
asam salisilat yang telah diambil menggunakan pipet ukur sebanyak 15
ml akan digunakan untuk melakukan titrasi selanjutnya.
Masukkan 15 ml larutan asam salisilat ke dalam erlenmeyer,
lalu tambahkan 20 ml aquades dan dua tetes indikator fenolftalein.
Siapkan buret dan statif untuk melakukan titrasi, menuangkan 50 ml
NaOH ke dalam buret. Setelah itu, lakukan titrasi dengan metode
pengocokan sampai larutan tersebut berubah menjadi warna merah
muda. Metode pengocokan selama larutan standar ditambahkan sangat
perlu karena dapat mempercepat tercapainya titik ekuivalen. Yang kita
lakukan adalah mencari konsentrasi asam salisilat dengan pereaksi air,
karena untuk mengetahui koefisien partisi dari suatu senyawa, kita
harus mengetahui fase air dari senyawa tersebut. Konsentrasi dari asam
salisilat yang didapatkan adalah 0,0177.
Dalam perhitungan koefisien partisi dibutuhkan konsentrasi
asam salisilat dengan pereaksi air dan konsentrasi asam salisilat dengan
pereaksi organik. Pereaksi organik yang digunakan adalah kloroform
(CHCl3). Kloroform termasuk senyawa yang bersifat non polar.
Larutan asam salisilat fase air yang telah dipisahkan, diambil
15 ml dan dimasukkan ke dalam corong pemisah. Lalu, ke dalam
corong pemisah dimasukkan 10 ml kloroform. Lalu corong pemisah
dikocok sampai didalamnya terdapat dua bagian yang berpisah. Corong
pemisah digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan
komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut
dengan densitas berbeda yang tak campur. Setelah terpisah, bagian atas
merupakan fase organik, dan bagian bawah adalah fase air. Pada
umumnya, fase organik memang berada di bagian atas. Fase air yang
akan digunakan dikeluarkan dengan cara mengontrol keran dari corong
pemisah tersebut.
Lapisan air atau lapisan bawah sebanyak 10 ml dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, ditambahkan 20 ml
aquades dan dua tetes indikator fenolftalein ke dalam erlenmeyer.
Titrasi dilakukan dengan NaOH standar sampai larutan berubah warna
menjadi merah muda.
Konsentrasi yang didapatkan pada bagian ini adalah
konsentrasi asam salisilat dengan pereaksi organik, yaitu kloroform.
Konsentrasinya adalah 0,04175. Konsentrasi dari pelarut organiknya
sendiri adalah 0,0177 – 0,01475 = 2,95. 10-3.
Koefisien partisi asam salisilat yang kami dapatkan dari
praktikum ini adalah 0,7. Sedangkan, koefisien partisi asam salisilat
menurut literatur adalah 1.

X. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari percobaan ini, koefisien partisi asam
salisilat yang didapatkan adalah 0,7. Sedangkan, koefisien partisi asam
salisilat menurut literatur adalah 1.

XI. Daftar Pustaka


Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Day, R.A. dan L.Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak tumbuhan obat.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Fessenden, Ralp. J dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik.
Jakarta: Erlangga
Gandjar, L.G., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Husniati, dkk. 2008. Studi Bioaktivitas dari Pengaruh Lipofilitas
Senyawa Anti Kanker Analog uk- 3A secara In-vitro dan In-silico,
Teknologi Indonesia vol (I). No. 31. Hal. 57.
J.Gillespie, R dan Paul L.A.Popelier. (2001). Chemical Bonding and
Molecular Geometry. New York: Oxford University Press
Martin, Alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik, Dasar-dasar Farmasi Fisik
dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Nuryanti, Siti, dkk. 2010. Indikator Titrasi Asam Basa Dari Ekstrak
Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L). Yogyakarta.
Purba, Michael dan Sunardi. 2012. Kimia. Jakarta: Erlangga. Salirawati,
Das, dkk. 2007. Belajar Kimia Secara Menarik. Jakarta: Grasindo
Seager, S.L, & Slabaugh, M.R. 2011. Safety Scale Laboratory
Experiments For Chemistry For Today. USA Books/Cole.
Tahir, A. 2012. “Ektoksikologi dalam Perspektif Kesehatan Laut”.
Repository.unhad.ac.id
Vogel, 1979. Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro,
Jilid 1, Edisi V. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai