Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang komposisi, struktur,


sifat dan perubahan dari suatu zat. Ilmu ini akan erat kaitannya dengan
permasalahan-permasalahan sifat suatu unsur dan atom, bagaiaman pembentukan
suatu senyawa, bagaimana atom berikatan satu sama lainnya, apa kegunaan dari
suatu material, bagaimana reaksi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
manusia.

Kimia analitik merupakan cabang dari ilmu kimia yang mempelajari teori
dan cara-cara melakukan analisis kimia terhadap suatu bahan atau zat kimia. Pada
dasarnya konsep analisis kimia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis kimia yang
berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau bahan yang tidak diketahui.
Sedangkan analisis kuantitatif yaitu analisis kimia yang menyangkut penentuan
jumlah zat tertentu yang ada dalam suatu sampel (contoh) (Lukum, 2008).

Analisis merupakan suatu bidang ilmu kimia yang mempelajari tentang


identifikasi suatu spesies, penentuan komposisi, dan elusidasi strukturnya
(Khopkar, 1990). Analisis kualitatif membahas tentang pengidentifikasian zat-zat
yang terdapat dalam suatu sampel. Tujuan utama analisis kualitatif adalah
memisahkan dan mengidentfikasi suatu unsur (Underwood & R.A. Day, 1998).

Pada kimia analitik kuantitatif terdapat salah satu sub praktikum yaitu
Titrasi, dimana titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi suatu zat menggunakan zat lain yang diketahui
konsentrasinya secara bertahap hingga mencapai titik ekivalen.

Didalam titrasi terdapat salah satu titrasi yakni titrasi pengendapan. Titrasi
pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinnya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya ialah reaksi
pengendapan cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak
ada pengotor yang menggangu serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir
titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi (Khopkar,
1990).

Dalam proses titrasi terdapat larutan standart dan larutan baku yang mana
larutan baku adalah larutan yang didalamnya mengandung zat murni yang telah
diketahui konsentrasinya yang biasa digunakan untuk menstadartkan larutan
sedangkan larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah ditetapkan
secara tepat yang terdiri dari larutan standar primer dan sekunder, oleh karena itu
kami ingin membahas lebih detail bagaimana proses membuat dan menentukan
-
standarisasi larutan AgNO3 dan penentuan kadar Cl pada air laut yang
menggunakan metode titrasi pengendapan argentometri.

Analisis kimia sangat menekankan ketelitian dan keakuratan hasil-hasil


analisis yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode standar. Untuk itu,
penting untuk menyatakan kualitas hasil-hasil pengukuran yang diperoleh
sehingga dapat dilihat kesesuaiannya dengan cara mencantumkan tingkat
kepercayaan pengukuran. Kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air
menjadi asin (Rump & Krist, 1992). Air laut mengandung klorida sekitar 19.300
mg/liter (Durfor & Becker, 1962).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana cara membuat dan menentukan standarisasi larutan AgNO3
-
1.2.2 Bagaimana cara menentukan kadar Cl dalam air laut

1.3 Tujuan
1.3.1 Membuat dan menentukan standarisasi larutan AgNO3
-
1.3.2 Menentukan kadar Cl dalam air laut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Analisis

Kimia analitik merupakan cabang ilmu kimia yang fokus pada analisis material,
struktur dan fungsi kimiawinya. Kimia analitik dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui jenis unsur atau ion yang
terdapat dalam suatu zat tunggal maupun campuran.
2. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kadar-kadar unsur atau ion
yang terdapat dalam suatu zat tunggal maupun campuran.
Analisis kualitatif membahas tentang pengidentifikasian zat-zat yang tedapat
dalam suatu sampel. Tujuan utama analisis kualitatif adalah memisahkan dan
mengidentifikasi suatu unsur (Underwood & R.A. Day, 1998).
.
Analisis kualitatif berkaitan dengan penetapan berupa banyak suatu zat
tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut yang
seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, entah sebaagian kecil atau
sebagian besar sampel yang dianalisis (Underwood & R.A. Day, 1998).

2.2 Titrasi Pengendapan


Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam
larutan. Titrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya (Brady, 1999).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi


yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan dianalisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi
dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetrik.
Dalam analisis larutan asam-basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama.
Volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan
(Keenan, 1998).

Dalam titrasi suatu larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam


wadah atau tabung, larutan lain yaitu basa dimasukkan ke dalam asam, mula mula
cepat, kemudian tetes demi tetes , sampai titik setara dari titras tersebut . Titik
pada saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik akhir (end point)
dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator yang
perubahannya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai dengan titik setara
(Underwood & R.A. Day, 1998).

Titrasi pengendapan adalah salah satu golongan titrasi dimana hasil reaksi
titrasinnya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya
ialah reaksi pengendapan cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan
titran, tidak ada pengotor yang menggangu serta diperlukan indikator untuk
melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada
titrasi (Khopkar, 1990).

Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan


standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit. Metode ini
banyak digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen dalam menggunakan
+
pengendap Ag , yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan persamaan :

+ - - - - - -
Ag + X → AgX(s) (X = Cl , Br , I , SCN )

Agar dihasilkan ketepatan kuantitas analit yang dianalisis, berbagai reaksi


yang terlibat dalam metode titrimetri harus memenuhi 4 persyaratan pokok,
meliputi :

1. Reaksi kimia yang berlangsung harus mengikuti persamaan reaksi tertentu


dan tidak ada reaksi sampingan.
2. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir
titrasi, atau dengan kata lain tetapan kesetimbangan reaksinya harus sangat
besar.
3. Harus ada metode yang tepat untuk menetapkan titik ekuivalen. Indikator
atau perangkat instrumen yang tepat harus mampu memberikan tanda-tanda
yang jelas pada saat tercapainya titik ekuivalen.
4. Reaksi yang terlibat harus berlangsung cepat (Ibnu & Shodiq, 2004).
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat yang keluar
dari larutan. Endapan dapat berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari
larutan dengan penyaringan atau pemusingan (Sentrifuge). Endapan terbentuk jika
larutan menjadi larutan jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan tidak
bergantung pada tekanan karena prosesnya dilakukan dalam bejana terbuka pada
tekanan atmosfer. Kelarutan zat bergantung pada sifat dan konsentrasi zat lain,
terutama ion-ion dalam campuran tersebut (Besset & et.al, 1978).

Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu keadaan
tertentu. Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan, maka
kesimpulan yang lebih umum mengenai pengendapan dasar larutan adalah :
Pengendapan terjadi jika Q > Ksp. Pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp. Larutan
tepat jenuh jika Q = Ksp. Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan
yang besar, maka dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga
tetapan hasil kali larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan
bahwa garam tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari
suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya kenaikan
temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil
kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1987).

Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah
- - -
melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl , I , Br ) dengan ion perak
+
Ag . Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan
analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan
standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan
untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan
merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion
3- 3-
fosfat PO4 dan ion arsenat AsO4 .
Titrasi pengendapan merupakan cara titrasi yang didasarkan terjadinya
endapan selama proses titrasi, berdasarkan reaksi pengendapannya, titrasi
pengendapan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Argentometri, yaitu titrasi yang melibatkan larutan baku AgNO3
2+
2. Titrasi sulfat oleh larutan ion Ba , titrasi ini jarang digunakan karena banyak
kendala.

Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum yang berarti perak,
jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar atau
konsentrasi zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan
+
pembentukan endapan dengan ion Ag .

Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah


larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
+ -
penentuan NaCl dimana ion Ag dari titran akan bereaksi dengan ion Cl dari
analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl (Underwood & R.A. Day,
1998).

Reaksi pengendapan telah dipergunakan secara luas dalam kimia analitik,


dalam penentuan gravimetrik dan dalam pemisahan sampel menjadi komponen-
komponennya. Pengendapan merupakan sebuah teknik dasar yang sangat penting
dalam banyak prosedur analitik.

Titrasi-titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak berjumlah banyak


dalam analisis titrimetrik seperti titrasi-titrasi yang terlibat dalam reaksi redoks
atau asam basa. Contoh dari titrasi pengendapan dibatasi pada yang melibatka
pngendapan dari ion perak dengan anion-anion seperti halogen atau tiosinat.
Penggunaan reaksi semacam ini terbats karena kurangnya indikator yang cocok.
Dalam beberapa kasus, terutama dalam titrasi dari larutan encer dan titran
ditambahkan secara perlahan, penjenuhan yang luar biasa tidak terjadi dan tingkat
pengendapan menjadi lambat.

Dasar reaksi titrasi pengendapan ialah terjadinya endapan pada reaksi antara
zat analit dengan penitrasi, misalnya :
Ag+ + X− →AgX(g), dimana X adalah halogen

Ag++CrO4−→Ag2CrO2(s)
merah bata
(Underwood & R.A.Day, 1998).
-
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak,
-
dimana kelebihan ion Ag+ akan bereaksi dengan CrO4 membentuk perak kromat
yang berwarna merah bata (Cara Mohr).

Pada titik ekivalen :


EkivalenAg+ = EkivalenCl- (Watson, 2007).

Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan


atas:
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan standarnya tersebut yaitu AgNO 3 dan penambahan
K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Apabila ion klorida atau bromida telah
habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir
titrasi. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam
suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida.
Reaksi yang terjadi adalah :
Asam: 2CrO42- + 2H+ ↔ CrO72- + H2O
Basa: 2Ag+ + 2OH- ↔ 2AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O

Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikarbonat atau kalsium


karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat
sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali
kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini.
Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat,
maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi
menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula
terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam
suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat
menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis
diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan
perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.
Persamaan reaksi yang terjadi adalah:
-
Pada analisa Cl mula-mula terjadi reaksi
Ag++Cl-→AgCl

sedangkan pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:


2Ag++CrO4-→Ag2CrO4

-
Konsentrasi CrO4 yang ditambahkan sebagai sebagai indikator tidak boleh
sembarang, tetapi harus dihitung berdasar Ksp AgCl dan Ksp Ag2CrO4. Kelebihan
indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan
melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium
karbonat sebagai pengganti endapan AgCl (Khopkar, 1990).

Penurunan konsentrasi ion kromat mengharuskan kita untuk menambahkan


sejumlah besar ion perak untuk menghasilkan pada pengendapan dari perak
kromat dan akhirnya mengarah pada galat yang besar. Secara umum dikromat
cukup dapat larut (Underwood & R.A. Day, 1998).

Kerugian metode Mohr adalah:

a. Bromida dan Klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan
tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan,
karena endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion
kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
b. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat juga akan mengendap.
c. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
d. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan
(Lutfhi, 2017)
2. Model Volhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode Volhard didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan
asam nitrit, dengan ion besi(III) dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion
tiosianat
+ -
Ag + SCN ↔ AgSCN(s)
3+ - 2+
Fe + SCN ↔ FeSCN (merah)
Metode ini dapat dipergunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan
standar tiosianat atau untuk titrasi tidak langsung dari ion-ion klorida, bromida
dan iodida. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak nitrat standar
ditambahkan dan kemudian dititrasi dengan tiosianat standar (Underwood & R.A.
Day, 1998).
+ - -
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl , Br , dan I dengan
3+
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe dengan
titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali
setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
3+
larutan standar NH4CNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe
3+
dimana kelebihan larutan NH4CNS akan diikat oleh ion Fe membentuk warna
merah darah dari FeCNS.Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS → AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag⁺ sudah habis, maka
NH₄CNS + Fe³⁺ → Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺ (Khopkar, 1990).

3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)

Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah


zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH (Harjadi, 1990).

Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein
+
menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag . Titrannya adalah AgNO3
hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat
diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam
-
indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl berada
dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit
3 - + -
AgNO menyebabkan ion Cl akan digantikan oleh Ag sehingga ion Cl akan
berada pada lapisan sekunder (Khopkhar,1990).

Faktor yang perlu di pertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi


yang cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini dirangkum di
bawah ini :
a. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-
partikel besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara
drastis permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator.
b. Adsorpsi dari indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan
meningkat secara cepat pada titik ekivalen.
c. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion
dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup.
d. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang
ditambahkan sebagai titran (Underwood & R.A. Day, 1998).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut:

a) Temperatur. Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala


endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan
penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh
faktor temperatur.
b) Sifat pelarut. Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya
kelarutan didalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan
dua zat.
c) Efek ion sejenis. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut
mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ksp. Baik
kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasiion penyusun
endapan sehingga endapan garam bertambah.
d) Efek ion-ion lain. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan
garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam
netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefisien aktivitas dari dua buah ion,
semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan.
e) Pengaruh pH. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan,
+ 2-
misal : oksalat ; ion H bergabung dengan ion C2O4 membentuk H2C2O4
sehingga menambah kelarutan garamnya. Pemisahan logam sulfida didasarkan
pada pengendalian pH, digunakan pada analisis kualitatif, misalkan logam-logam
sulfida yang kurang larut (Golongan II) diendapkan dengan H 2S pada 0,10 M
HCl, sedangkan logam sulfida yang kelarutannya lebih besar diendapkan
berikutnya dengan menaikkan pH (untuk logam golongan III).
f) Pengaruh hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan
+
menghasilkan perubahan (H ) . Kation dari spesies garam mengalami
hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
g) Pengaruh kompleks. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi
konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut
(Khopkar, 1990).

2.3 Teori Tentang Aplikasi dan Indikator


1. AgNO3
AgNO3 (perak nitrat) merupakan senyawa organik yang paling serbaguna
diantara senyawa perak lainnya dan digunakan pada fotografi senyawa ini tidak
lebih sensitive terhadap sinar matahari dari pada perak halide. Senyawa ini
disebut lunar kaustik oleh para alkemis kuno. Merupakan padatan putih yang larut
dalam air, etanol maupun aseton (Lukum, 2008).
 Klorida dalam Air Laut
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan
organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman
mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas, kompresibilitas, titik beku, dan
temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat, tetapi tidak
menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh
secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah
garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan
osmosis. Jumlah masing-masing garam yang terkandung di dalam air laut
berbeda-beda. Bahkan, komposisi garam antara air laut di daerah satu dengan
daerah lainnya pun berbeda. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut
adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium
(1%), potassium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari biokarbonat,
bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di
laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-
lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam
gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur
salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan
meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida
ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu
kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini
mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Halogen pada perairan terdapat dalam bentuk ion monovalen, misalnya ion
- - - -
flourida (F ), ion klorida (Cl ), bromin (Br ), dan ion iodide (I ). Unsur-unsur
halogen biasanya ditemukan di perairan laut. Unsur klor dalam air laut dijumpai
dalam bentuk ion klorida. Ion klorida adalah salah satu anion organik utama yang
ditemukan di perairan alami. Ion klorida ditemukan dalam jumlah besar,
sedangkan ion halogen lainnya ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit.
Klorin, Bromin, dan Iodin terkandung pada air laut dalam bentuk garam-garam
halida dari natrium, magnesium, kalium, dan kalsium. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), Kalium klorida (KCl), dan
Kalsium klorida (CaCl2). Garam halida yang paling banyak adalah NaCl. Klorida
membentuk kebanyakan garam zat terlarut dalam lautan bumi, kira-kira 1.9%
komposisi air laut adalah ion klorida. Larutan klorida dengan kepekatan lebih
tinggi dijumpai di Laut Mati dan longgokan air garam bawah tanah.
Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah
larut. Kandungan klorida di alam berkisar < 1 mg/l sampai dengan beberapa ribu
mg/ldi dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan
klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan
-
nitrogen yang tinggi. Kadar Cl dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai
pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi. Konsentrasi 250 mg/l unsur
ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan
timbulnya rasa asin. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-
tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan
banyak cara. Kotoran manusia khususnya urine, mengandung klorida dalam
jumlah yang kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan
air. Jumlah ini rata-rata kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah
jumlah Cl dalam air bekas kira-kira 15 mg/l di atas konsentrasi di dalam air yang
membawanya, disamping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung
klorida dalam jumlah yang cukup besar.
Klorida dalam konsentrasi yang layak adalah tidak berbahaya bagi manusia.
Klorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfectan. Unsur ini apabila
+
berikatan dengan ion Na dapat menyebabkan rasa asin (Sutrisno, 2004).

Beberapa kelarutan substansi termasuk ion klorida (Cl) dan natrium (Na)
merupakan konsentrasi tertinggi, sementara beberapa logam kecil sulit terdeteksi
di air laut. Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan yang di wilayah
yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter;
sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida
mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara
2-20 mg/liter. Kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air menjad asin
(Rump & Krist, 1992). Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter
(Durfor & Becker, 1962).

3. Kalium Kromat
Pembentukan endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya
suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari
klorida dengan ion perak digunakan ion kromat sebagai indikatornya.
Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan
dengan perak dengan pH antara 6,0-10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion
-
kromat sangat dikurangi karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Dengan
menggunakan larutan standar AgNO3 sebagai penitran dan K2CrO4 sebagai
indikator yang menghasilkan senyawa Ag2CrO4 (Ngibad, 2019).
Indikator kalium kromat biasa digunakan dalam metode Argentometri.
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak, dimana
+ 2-
kelebihan ion Ag akan bereaksi dengan CrO4 membentuk perak kromat yang
berwarna merah bata (Cara Mohr).
Pembuatan indikator kalium kromat secara semestinya atau yang biasa
digunakan dalam titrasi secara argentometri yaitu biasa dengan kadar 5% berat
volume atau konsentrasi 5% b v (Harjadi, 1990).

2.4 Penentuan kadar klorida dengan argentometri (metode mohr)

Penentuan klorida dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah metode


argentometri and metode spketrofotometer. Pengunaan metode titrasi argentometri
merupakan metode yang klaisk untuk menganalisis kadar klorida yang dilakukan
dengan mempergunakan AgNO3 dan indikator K2Cr2O4, kelebihan dari analisis
klorida dengancara ini yaitu pelaksanaan yang mudah dan cepat, memiliki ketelitian
dan keakuratan yang tingga dan dapat digunakan untung menetukan kadar yang
memiliki sifat yang berbeda beda (Agung, 2009). Pembentukan dari sebuah endapan
berwarna menggunakan metoda Mohr. Persisseperti sistem asam-basa, pembentukan
satu endapan lain dapat dipergunakan untuk mengindikasikan selesainya sebuah
titrasi pengendapan. Contoh yang paling terkenal dari kasus semacam ini adalah yang
disebut titrasi Mohr klorida dengan ion perak, dimana ionkromat dipergunakan
sebagai indikator. Kemunculan awal endapan perak kromat berwarna kemerah-
merahan diambil sebagai titik akhir dari titrasi.Tentu saja penting bahwa pengendapan
indicator terjadi pada titik eqivalen ataudidekat titik eqivalen dari titrasi tersebut.
-5
Perak kromat lebih mudah larut (sekitar 8,4 x10 mol /liter) daripada perak klorida
-5
(sekitar 1x10 mol/ liter). Jika ion ion perak ditambah kedalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsetrasi besardengan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengandap terlebih dahulu: perak kromat tidak
terbentuk sebelum konsentrasi ion
perak meningkat sampai kenilai yang cukup besar untuk melebihi KSP dari perak
kromat (Underwood & R.A. Day, 1998).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Alat
 Statif dan klem 1 set
 Buret 1 buah
 Erlenmeyer 250 mL 3 buah
 Gelas kimia 100 mL 1 buah
 Corong 1 buah
 Pipet tetes 1 buah
 Pipet volume 10 mL 1 buah
 Spatula 1 buah
 Labu ukur 250 mL 1 buah
 Gelas ukur 1 buah
 Piknometer 1 buah
 Neraca analitik 1 buah
3.2 Bahan
 AgNO3± 0,01 N secukupnya
 K2CrO4 5 % 1 mL
 Aquades secukupnya
 Air laut secukupnya
 NaCl 0,0625 gram
3.3 Prosedur
 Penentuan Standarisasi Larutan AgNO3

Dengan natrium klorida (NaCl) anhidrat sebagai baku. Pembuatan larutan


baku: timbanglah dengan teliti ± 0,0625 gram NaCl anhidrat dalam botol timbang.
Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, larutkan dengan air suling dan encerkan
sampai tanda batas. Kocoklah labu ukur agar tercampur dengan baik. Bilaslah
buret bersih yang sudah disiapkan dengan 5 mL larutan AgNO 3 sampai 3 kali. Isi
buret dengan larutan AgNO3 sampai 2-3 cm di atas titik nol. Buka kran berlahan-
lahan agar semua bagian buret di bawah kran terisi dan tidak ada lagi gelembung
udara. Turunkan larutan sampai titik nol, jika terlanjur melewati angka nol, tidak
perlu diisi lagi tepat tetapi dapat langsung dibaca posisi minikusnya sampai
ketelitian 0,01 mL. Catat angkanya.
Pipetlah 10 mL larutan baku NaCl menggunakan pipet seukuran dan
masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 10 tetes indikator K 2CrO4.
Letakkan erlenmeyer di bawah buret dan berilah kertas putih di bawahnya agar
tampak jelas perubahan warna yang terjadi.
Lakukan titrasi dengan cara membuka kran buret dengan tangan yang satu
dan pegang leher Erlenmeyer dengan tangan yang lain sambil digoyang/diputar
secara konstan. Teruskan penambahan AgNO3 sampai K2CrO4 bereaksi dan terjadi
endapan berwarna merah bata dan hentikan titrasi. Baca dan catat angka buret,
dan hitunglah volume AgNO3 yang digunakan.
Ulangi titrasi sebanyak 3 kali, dengan memipet larutan baku NaCl dengan
volume yang sama. Hitunglah konsentrasi rata-rata larutan AgNO3
-
 Penentuan Kadar Cl dalam Air Laut
Siapkan air laut untuk dihitung dengan bantuan piknometer pada neraca
analitik. Kemudian pipet sampel yang sudah dihitung sebanyak 10ml dan
masukkan kedalam labu ukur 100ml, larutkan air suling sampai tanda batas,
kemudian kocok sampai homogen.

Kemudian ambil 10ml sampel menggunakan pipet, kemudian masukkan


kedalam erlenmeyer. Tambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 1ml. Letakkan
erlenmeyer di bawah buret dan berilah kertas putih di bawahnya agar tampak jelas
perubahan warna yang terjadi.
Lakukan titrasi dengan cara membuka kran buret dengan tangan yang satu
dan pegang leher Erlenmeyer dengan tangan yang lain sambil digoyang/diputar
secara konstan. Teruskan penambahan AgNO3 sampai K2CrO4 bereaksi dan terjadi
endapan berwarna merah bata dan hentikan titrasi. Baca dan catat angka buret,
dan hitunglah volume AgNO3 yang digunakan.
Ulangi titrasi sebanyak 3 kali, dengan memipet larutan baku NaCl dengan
volume yang sama. Hitunglah konsentrasi rata-rata larutan AgNO3.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengamatan
No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc. Sebelum Sesudah
1. Penentuan (standarisasi) larutan AgNO3 0,1N  NaCl kristal  NaCl ditambah  NaCl (s) + H2O(l)  Konsentrasi
berwarna H2O menjadi NaCl(aq) rata-rata
putih larutan NaCl  NaCl(aq) + AgNO3(aq) yang
 Aquades tidak berwarna → AgCl(s) + diperoleh
larutan tidak  Saat ditambah NaNO3(aq) yaitu sebesar
berwarna indikator  2AgNO3(aq) + 0,029N
 K2CrO4 K2CrO4, larutan K2CrO4(aq) →
larutan berubah warna Ag2CrO4(s) +
berwarna menjadi kuning 2KNO3(aq)
kuning  Saat dititrasi (svehla,1985)
 AgNO3 dengan larutan  Perak nitrat ditambah
larutan tidak AgNO3 10,4mL dengan klorida
berwarna larutan menghasilkan endapan
berwarna putih perak klorida
kuning keruh  Perak nitrat ditambah
dan endapan kalium kromat dalam
putih larutan netral
 AgNO3 larutan menghasilkan endapan
berwarna jingga merah kecoklatan
keruh endapan  Kalium kromat dan
merah bata klorida menghasilkan
 Volume AgNO3 larutan kuning
(ke 2) 10,2mL mengandung natrium
 Volume AgNO3 kromat (svehla,1985)
(ke 3) 10,4mL
 Vrata 10,3mL
2. Penentuan kadar Cl- dalam air laut  Air laut  Berat Jenis air  Cl-(aq) + AgNO3(aq)  Aplikasi titrasi
tidak laut = 0,4647 → AgCl(s) + NO3+ pengendapan,
berwarna gram/mL (aq) penentuan
 Aquades  Air laut kadar Cl- dalam
tidak ditambah  2AgNO3(aq) + air diperoleh
berwarna dengan K2CrO4(aq) → kadar rata-rata
 Indikator K2CrO4 Ag2CrO4(s) + sebesar 1,24%
K2CrO4 menjadi 2KNO3(aq)
berwarna larutan
kuning berwarna
 Larutan kuning Apabila ion klorida telah
AgNO3  Dititrasi habis diendapkan oleh
tidak dengan AgNO3 ion perak, maka ion
berwarna Didapatkan kromat akan bereaksi
volume : membentuk endapan
Volume 1 perak kromat yang
sebesar 5,4mL berwarna merah bata
Volume 2 sebagai titik akhir titrasi
sebesar 5,5mL (Wulandari, 2017)
Volume 3
sebesar 6,2ml

 Massa sampel
yaitu 0,647
gram
4.2 Analisis dan Pembahasan
Telah dilakukan percobaan pada tanggal 15 November 2019 yaitu titrasi
pengompleksan yang bertujuan untuk standarisasi larutan Na-EDTA dan
penerapannya dalam penentuan kadar kesadahan total dalam air laut di pantai popoh
Kabupaten Tulungagung. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan standarisasi
larutan AgNO3 serta menentukan kadar Cl- dalam air laut. Titrasi pengendapan
merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dan garam yang tidak
mudah larut antara titran dan analit. Titrasi pengendapan disebut juga titrasi
Argentometri yaitu titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl -, I-, Br-)
dengan ion perak Ag+ dari larutan baku AgNO3. Titrasi pengendapan ini
menggunakan metode Mohr dengan indikator K2CrO4 yang akan menghasilkan
endapan berwarna. Dasar titrasi ini adalah terjadinya endapan antara zat analit
dengan penitrasi atau titrant.Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah
pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan
pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi
yang mudah diamati.

1. Menentukan (standarisasi) AgNO3 dengan NaCl sebagai larutan baku


Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan standarisasi larutan AgNO 3
dengan larutan NaCl p.a sebagai baku. NaCl p.a dipilih sebagai larutan baku primer
karena memiliki berat ekivalen yang besar sehingga tidak mudah terpengaruh
kemurniannya serta stabil terhadap lingkungan. Selain itu, NaCl p.a (pro analysys)
kemurniannya jauh lebih tinggi (99,5%) dibandingkan dengan NaCl biasa. Larutan
AgNO3 merupakan larutan standar sekunder. AgNO3 perlu distandarisasi karena
AgNO3 merupakan garam yang tidak stabil dan cenderung untuk mudah terurai
(terdekomposisi) apabila terkena panas atau cahaya sehingga AgNO 3 yang terlarut
lebih sedikit dan terjadi penurunan konsentrasi AgNO3.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang kristal halus NaCl p.a
berwarna putih sebesar 0,059 gram menggunakan neraca analitik. Lalu
memindahkan kristal NaCl ke dalam labu ukur 100 mL dan mengencerkannya
dengan menggunakan aquades sampai tanda batas lalu dikocok sampai homogen
sehingga menjadi larutan NaCl tak berwarna. Reaksi yang terjadi yaitu,
NaCl (s) + H2O (l) NaCl (aq)
Diperoleh larutan NaCl dengan normalitas 0,01 N, untuk menghitung
normalitasnya dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kemudian, mengambil 10 mL larutan NaCl dengan meggunakan pipet volume


dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Digunakan pipet volume karena
memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi dibandingkan dengan gelas ukur. Lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL aquades
dan ditambahkan 10 tetes indikator K2CrO4 5%. Hasil dari penambahan indikator
tersebut adalah larutan jernih, berwarna kuning. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
NaCl (aq) + K2CrO4 (aq) Na2CrO4 (aq) + 2KCl (aq)
Penambahan dengan jumlah 10 tetes dilakukan agar jumlah molekul CrO4- yang
bereaksi dengan AgNO3 lebih banyak, sehingga endapan Ag2CrO4 semakin banyak
dan mudah untuk diamati. Menggunakan indikator K2CrO4 dengan konsentrasi 5%
karena menghindari terjadinya pengendapan Ag2CrO4 lebih dahulu sebelum
pengendapan AgCl yang menyebabkan titik akhir titrasi dapat diketahui sebelum Cl -
habis bereaksi. Jika konsentrasi indikator K2CrO4 besar maka warna kuningnya
menjadi semakin tajam. Hal ini akan menyebabkan semakin sulitnya melihat
perubahan warna merah bata saat titik akhir titrasi.
Metode yang digunakan dalam percobaan kali ini yaitu metode Mohr dan pada
metode ini indikator yang digunakan ialah indikator K2CrO4. Hal ini dikarenakan ion
CrO4- akan mengendap dengan Ag+ membentuk endapan Ag2CrO4 (merah bata).
Namun, saat awal pemberian indikator tidak langsung terbentuk endapan Ag 2CrO4
karena nilai Ksp Ag2CrO4 yaitu 1,2x10-12 lebih kecil daripada Ksp AgCl yaitu 1,8x10 -
10
. Jika nilai Ksp Ag2CrO4 lebih kecil, maka yang akan terbentuk endapan terlebih
dahulu adalah AgCl. Setelah mencapai titik akhir titrasi, Ag2CrO4 akan terbentuk
karena Cl- habis tepat bereaksi sedangkan Ag+ dalam kondisi berlebih yang akan
bereaksi dengan CrO42-. Kerja indikator K2CrO4 harus dalam rentang pH sekitar 8
(netral agak basa). Jika terlalu asam (pH < 6) maka akan berbentuk HCrO 4- sehingga
larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk membentuk endapan Ag 2CrO4.
Jika terlalu basa (pH > 8) maka sebagian Ag + akan diendapkan menjadi perak
karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih
banyak yang dibutuhkan.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan titrasi dengan larutan AgNO3 yang
merupakan larutan jernih tak berwarna yang terdapat pada buret. Buret yang akan
digunakan harus dicuci atau dibilas terlebih dahulu menggunakan larutan AgNO3
dengan tujuan untuk menghilangkan bekas larutan dalam buret yang telah dipakai
sebelumnya. Titrasi dilakukan dengan tetes demi tetes dan cepat agar ion perak tidak
teroksidasi menjadi perak oksida yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit
dicapai. Titrasi dihentikan jika sudah terjadi perubahan warna dari terbentuknya
endapan putih AgCl menjadi endapan merah bata Ag2CrO4. Ketika larutan NaCl
dititrasi dengan AgNO3 terbentuk endapan AgCl berwarna putih. Namun setelah
K2CrO4 dan AgNO3 tepat bereaksi keadaan menjadi basa berlebih maka ion Ag+ dan
AgNO3 akan bereaksi dengan indikator sehingga timbul perubahan warna endapan
Ag2CrO4 menjadi merah bata. Hal tersebut menandakan bahwa titrasi telah mencapai
titik akhir titrasi dan titrasi harus dihentikan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NaCl (aq) + AgNO3 (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq)
endapan putih
2AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) Ag2CrO4 (s) + 2KNO3 (aq)
endapan merah bata
Setelah itu, dicatat volume AgNO3 pada buret yang dibutuhkan. Konsentrasi
AgNO3 pun sudah dapat dihitung dan titrasi dilakukan pengulangan sebayak tiga
kali. Volume AgNO3 yang didapatkan yaitu 10,4 mL ; 10,2 mL ; 10,4 mL dengan
didapatkan normalitas masing-masing sebesar 0,0096N; 0,0098N; 0,0096N sehingga
diperoleh konsentrasi rata-rata sebesar 0,00967N.
Rumus menghitung normalitas dari larutan AgNO3 adalah sebagai berikut:

Konsentrasi larutan baku sekunder (AgNO3) dapat digunakan untuk mengetahui


konsentrasi larutan baku tersier (garam dapur).

2. Menentukan Kadar Cl- dalam Air Laut di Pantai Popoh Tulungagung


Titrasi pengendapan mempunyai beberapa aplikasi, salah satunya adalah
menentukan kadar Cl- dalam Air Laut. Dalam percobaan ini kami menggunakan
sampel air laut di Pantai popoh Tulungagung. Percobaan ini dilakukan berdasarkan
titrasi pngendapan yang biasa disebut titrasi argentometri dimana titrasi ini
melibatkan ion Ag+ dari AgNO3 yang telah distandarisasi dan ion halida (Cl-) yang
terdapat di dalam air laut. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode mohr dari titrasi argentometri.
Sebelum praktikum dilakukan, perlu mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum. Membersihkan alat – alat yang akan digunakan untuk
memastikan alat yang akan digunakan tidak ada zat yang menempel sehingga
mengganggu hasil akhir dari praktikum. Setelah memastikan semua bersih,
kemudian menyiapkan bahan dengan menimbang air laut secara teliti sebesar 4,647
gram dengan bantuan picnometer 50 mL menggunakan neraca analitik yang sudah
dikalibrasi. Air laut ini ditimbang bersamaan dengan penimbangan NaCl sebelum
praktikum dimulai agar mempermudah saat praktikum.
Kemudian pada saat praktikum dimulai, langkah awal yang dilakukan adalah
membuat larutan dari air laut atau melakukan pengenceran 2 kali. Pengenceran ini
dilakukan berbeda karena khusus air laut pengencerannya menggunakan 2 kali
pengenceran.
Air laut yang telah ditimbang, kemudian dipipet 10 mL dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkankan aquades sampai sepertiga
volume dan dikocok untuk melarutkanya. Setelah itu ditambahkan aquades sampai ±
2 cm dibawah tanda meniscus dan ditambahkan aquades lagi menggunakan pipet
tetes, hal ini dilakukan agar volume aquades yang ditambahkan tidak melebihi batas
meniscus karena percobaan ini bersifat kuantitatif yang sangat diperlukan
ketelitiannya. Selain itu pada saat penambahan aquades yang terakhir harus benar –
benar diperhatikan yaitu dilakukan dengan posisi mata tepat (tegak lurus) pada garis
batas miniskus pada labu ukur. Setelah itu larutan dihomogenkan dengan cara
menjungkirbalikkan larutan tersebut dan didapatkan larutan jernih, tidak berwarna.
Kemudian, larutan air laut ini dipipet 10 mL dengan pipet seukuran dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer dengan teliti. Dalam pengambilan larutan perlu diperhatikan
dinding luar pipet seukuran hendaknya kering supaya hasil yang diperoleh teliti.
Sebelumnya disiapkan labu erlenmeyer sebayak 3 buah untuk melakukan
pengulangan titrasi sebanyak 3 kali yang telah diisi dengan larutan air laut. Pada
pembuatan larutanair laut, reaksi pengenceran yang terjadi :

Kemudian larutan air laut diambil 10 mL menggunakan pipet seukuran dan


dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL. Dalam proses pengambilan ini perlu
diperhatikan dinding luar pipet seukuran hendaknya kering supaya hasil yang
diperoleh teliti. Penggunaan pipet seukuran ini harus dilakukan secara teliti yaitu
posisi mata dan batas miniskus dari pipet seukuran harus tegak lurus. Sebelumnya
disiapkan labu erlenmeyer sebayak 3 buah untuk melakukan pengulangan titrasi
sebanyak 3 kali yang telah diisi dengan larutan air laut yang telah diencerkan.
Kemudian menyiapkan alat titrasi dan buret diisi dengan larutan AgNO 3 di atas garis
nol dan dikeluarkan dari buret sampai tepat garis nol. Sebelumnya dilakukan
pencucian buret dengan larutan AgNO3, agar tidak ada zat pengotor yang
mengganggu hasil akhir titrasi. Dalam melakukan tahap ini diperlukan juga
ketelitian yaitu posisi mata praktikan dan tanda batas nol harus sejajar.
Kemudian larutan baku NaCl ditambahkan 10 tetes indikator K2CrO4 5 % dan
larutan menjadi berwarna kuning muda. Penambahan indikator K2CrO4 5 %
berfungsi untuk menentukan garam klorida yang akan dititrasi dengan penitrasi, atau
menentukan garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan NaCl
berlebih. Larutan NaCl berlebihan ini dari larutan air laut yang mengandung Cl-.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titrant sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir karena
warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Indikator K2CrO4 digunakan karena karena indikaotor ini hanya bereaksi dalam
suasana netral. Hal ini ditunjukkan adanya reaksi dari ion Ag+ dengan ion halida
yaitu Cl- yang membentuk suasana asam. Setelah ditambahkan indikator, larutan
dititrasi dengan AgNO3. Sebelum titrasi dilakukan, letakkan kertas putih di bawah
erlenmeyer untuk mengetahui perubahan warna dengan mudah dan jelas. Kemudian
dititrasi dengan AgNO3 yang sudah distandarisasi dengan
NaCl, yang didapatkan normalitas AgNO 3 sebesar 0,0156N. Dalam aplikasi
titrasi ini Kadar Cl- yang terdapat dalam air laut akan bereaksi dengan AgNO 3
membentuk endapan AgCl. Reaksi yang terjadi yaitu :

putih

Ketika larutan air laut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan


indikator 1 mL K2CrO4 5% yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan
AgNO3 akan terbentuk endapan putih yang merupakan AgCl, tetapi disini masih
susah dalam pengamatannya. Dan ketika air laut sudah habis bereaksi dengan
AgNO3 sementara jumlah AgNO3 masih ada maka AgNO3 akan bereaksi dengan
indikator K2CrO4terbentuk endapan berwarna merah bata dan larutan berubah
menjadi keruh. Saat inilah keadaan titik ekivalen dan tirasi segera dihentikan. Pada
saat titrasi, reaksi yang terjadi adalah :
Endapan merah bata

Setelah mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari
kuning muda menjadi merah bata dengan disertai endapan dan kekeruhan, titrasi
dihentikan. Pembacaan volume AgNO3 pada buret yaitu dengan posisi mata sejajar
dengan garis skala pada buret. Pada percobaan ini, kami melakukan pengulangan
titrasi sebanyak tiga kali serta volume AgNO3 yang digunakan adalah 5,4 mL; 5,5
mL dan 6,2 mL. Sehingga jika volume AgNO 3 dirata – rata akan tetap diperoleh 5,7
mL. Setelah memperoleh data maka kita dapat menghitung massa Cl - yang
terkandung dalam air laut melalui konsep mol pada titik ekivalen dengan rumus
dibawah ini :
Molekivalen Cl- = Molekivalen Ag+

Dari data volume yang diperoleh maka perhitungan Normalitas Cl- adalah
0,0156 N dan massa Cl- yang diperoleh dari normalitas Cl- adalah 0,05538 gram yang
telah diubah dari gram ke mg. Perhitungan kadar Cl- diperoleh dari rumus :

Sehingga kadar Cl- yang ada di dalam air laut diperoleh sebesar 1,19%; 1,21%;
1,32%. Dari data percobaan yang diperoleh maka kadar Cl- rata – rata yaitu sebesar
1,24%.

BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh Normalitas AgNO3 adalah 0,0096 N,
0,0098 N, 0,0096N, Normalitas rata-rata AgNO3 adalah 0,00967 N
2. Pada percobaan ini diperoleh kadar Cl- air laut Banyu Meneng kab. Malang
adalah 1,19 %, 1,21%, 1,32% , dan kadar Cl- rata-rata adalah 1,24%.

5.2 Saran

Saat pengaplikasian pada air laut yang sudah ditimbang ke neraca analitik saat
diambil sampel sebanyak 10 mL sebaiknya diencerkan kedalam labu ukur 100 mL
sebanyak 2 kali pengenceran karena akan berpengaruh pada warna titik akhir titrasi.
Saat dilakukan pengenceran sebanyak 2 kali proses titrasi berjalan dengan lebih
cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Agung, T. U. 2009. ANALISIS KADAR KHLORIDA PADA AIR DAN AIR
LIMBAH. journal of Chemistry USU.
Besset, J., & et.al. 1978. Vogel’s Textbook of Quatitative Inorganic Analysis
ed.4. London: Longman Group Limited.
Brady, E. J. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Durfor, C. N., & Becker, E. 1962. Public water supplies of the 100 largest cities
in the united states. USGS water-supply paper, 16-19.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.
Ibnu, & Shodiq, M. 2004. Kimia Analitik I. Malang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Keenan, C. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Lukum, A. 2008. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Lutfhi, F. 2017. PENETAPAN KADAR KLORIDA PADA AIR RESERVOIR DI
PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTANADI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) DELI TUA DENGAN METODE
ARGENTOMETRI. Jurnal Fakultas Farmasi USU, 26.

Ngibad, K. 2019. Analisis kadar klorida Dalam Air Sumur dan PDAM di Desa
Ngelom Sidoarjo. jurnal kimia dan pendidikan kimia vol 4.
Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.492/MENKES/PER/IV/2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.
Rump, H., & Krist, H. 1992. Laboratory manual for the examination of water,
waste water and soil. Weinheim: VCH.
Sutrisno, T. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta: Jakarta.
Underwood, A., & R.A. Day, J. 1998. Analisa Kimia Kualitatif. Jakarta:
Erlangga.
Watson, D. G. 2007. ANALISIS FARMASI EDISI 2. Buku Kedokteran EGC.
Wulandari, W. 2017. Analisa kesadahan Total dan Kadar Klorida Air di Kecamatan
Tanggulangin Sidoarjo. MTPH Journal. Vol.1, No.1. Hal 14-19

DOKUMENTASI
← 1. Pembuatan larutan standar AgNO3
Gambar 1.1. Alat Gambar 1.2. NaCl p.a ditimbang 0,059 gram

Gambar 1.3. padatan NaCl p.a Gambar 1.4. NaCl dilarutkan dalam aquades

Gambar 1.5. larutan NaCl diencerkan Gambar 1.6. buret dibilas dan diisi dengan
dalam labu ukur 100 ml AgNO3

Gambar 1.7. 10 ml larutan NaCl


dimasukkan dalam Erlenmeyer ditambah
Gambar 1.8. NaCl dititrasi dengan AgNO3
dengan 10 ml aquades dan 10 tetes tetes
indikator K2CrO4
Gambar 1.10. endapan merah bata Ag2CrO4
Gambar 1.9. endapan putih AgCl
pada titik akhir titrasi
-
← 2. Menentukan kadar Cl Pada Air Laut

Gambar 2.1. sampel air laut Gambar 2.2. penimbangan piknometer kosong

Gambar 2.3. penimbangan piknometer Gambar 2.4. air laut diencerkan dua kali dalam
berisi air laut labu ukur 100 ml

Gambar 2.4. 10 ml air laut yang telah Gambar 2.5. air laut dititrasi dengan AgNO3
diencerkan dimasukkan dalam
Erlenmeyer dan ditambah 10 tetes
indikator K2CrO4

Gambar 2.7. endapan merah bata Ag2CrO4 pada


Gambar 2.6. endapan putih AgCl
titik akhir titrasi

Perhitungan
1. Standarisasi AgNO3 ±0,1 N dengan NaCl p.a sebagai baku
Diket : massa NaCl = 0,059 gram
Mr NaCl = 58,5 gram/mol
V1 AgNO3 = 10,4 ml
V2 AgNO3 = 10,2 ml
V3 AgNO3 = 10,4 ml
V NaCl = 100 ml diambil untuk titrasi 10 ml
Ditanya : N rata-rata AgNO3 .....?

Jawab : N NaCl = x
= x = 0,01 N

N1 . V1 = N2 . V2
0,01 . 10 = N2 . 20
N2 = 0,005 N
 Titrasi pertama
Mol ek AgNO3 = mol ek NaCl
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 10,4 = 0,005 . 20
10,4 N1 = 0,1
N1 = 0,0096
 Titrasi kedua
Mol ek AgNO3 = mol ek NaCl
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 10,2 = 0,005 . 20
10,2 N1 = 0,1
N1 = 0,0098
 Titrasi ketiga
Mol ek AgNO3 = mol ek NaCl
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 10,4 = 0,005 . 20
10,4 N1 = 0,1
N1 = 0,0096
Maka konsentrasi rata-rata AgNO3 adalah

N AgNO3 =

= 0,0029 N

2. Aplikasi pada air laut


Diket : V air laut = 10 ml
V1 AgNO3 = 5,4 ml
V2 AgNO3 = 5,5 ml
V3 AgNO3 = 6,0 ml
V pelarutan = 100 ml
N AgNO3 = 0,029 N
BM Cl = 35,5 gram/ mol
Fp = 100
Massa air laut = 51,5122 – 28,2748
= 23,2374 gram
Ditanya : kadar rata-rata cl- dalam air laut ...?

Jawab : p air laut = = = 0,4647 gram / ml

Massa sampel = p air laut . Vsampel


= 0,4647 gram / ml . 10 ml
= 4,647 gram
 Titrasi pertama:
N air laut . Vsampel = N AgNO3 . V AgNO3
N air laut . 10 ml = 0,029 N . 5,4 ml

Nair laut =

= 0,0156 N

N air laut = x

0,0156 N = x

Massa Cl- = = 0,05538 gram

%Cl- = X fpX 100%

= x 100 x 100%

= 119,17%
= 1,19

 Titrasi kedua
N air laut . Vsampel = N AgNO3 . V AgNO3
N air laut . 10 ml = 0,029 N . 5,5 ml

Nair laut =

= 0,01595 N

N air laut = x

0,01595 N = x

Massa Cl- = = 0,0566225 gram

%Cl- = X fpX 100%

= x 100 x 100%

= 121,84%
= 1,21
 Titrasi ketiga
N air laut . Vsampel = N AgNO3 . V AgNO3
N air laut . 10 ml = 0,029 N . 56,0 ml
Nair laut =

= 0,0174 N

N air laut = x

0,0174 N = x

Massa Cl- = = 0,06177 gram

%Cl- = x fp x 100%

= x 100 x 100%

= 132,92%
= 1,32
Jadi, kadar Cl- rata-rata

%Cl = = = 1, 24%

Anda mungkin juga menyukai