Anda di halaman 1dari 8

A.

MANIFESTASI
Monkeypox dapat menyebabkan sindrom yang secara klinis mirip
dengan cacar tetapi secara keseluruhan bersifat kurang menular dan kurang
mematikan. Penularan infeksi ini dapat terjadi dari kontak dengan hewan
yang sakit atau tempat penampungan hewan dari Afrika Barat (misalnya,
anjing padang rumput, kelinci, jenis-jenis tikus, tupai, monyet, landak dan
rusa). Selain itu, memasak atau mengonsumsi hewan yang terinfeksi dapat
menularkan infeksi monkeypox. Selain itu, kontak langsung (kulit-ke-kulit)
atau kontak pernapasan dengan hewan atau orang yang terinfeksi juga
dapat menularkan infeksi.
Masa inkubasi rata-rata dari infeksi virus ini adalah 12 hari atau
berkisar antara 4-20 hari. Pada tahap prodromal atau pre-erupsi (yang
berlangsung 1-10 hari), demam merupakan gejala pertama yang sering
dijumpai (biasanya 38,5-40,5 °C). Demam yang dirasakan sering disertai
menggigil dan banyak berkeringat. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah
sakit kepala berat, nyeri punggung, nyeri otot, malaise, penurunan nafsu
makan, nyeri tenggorokan, sesak napas, dan batuk (dengan atau tanpa
dahak). Gejala khas yang timbul pada infeksi ini adalah munculnya
limfadenopati dalam 2-3 hari setelah demam. Pada wabah yang terjadi
tahun 2003, 47% pasien mengalami pembesaran kelenjar getah bening
yang berdiameter beberapa sentimeter di daerah leher dan submental.
Pada tahap exanthem (erupsi), kebanyakan orang mengalami ruam
yang muncul dalam 1-10 hari setelah timbulnya demam. Munculnya ruam
sering dimulai dari daerah wajah dan kemudian menyebar ke seluruh
tubuh. Lesi-lesi yang timbul dapat disertai dengan krusta diatasanya.
Gejala ini akan bertahan selama 2-4 minggu. Gejala lain yang dapat
ditemui adalah adanya ensefalitis dengan imunoglobulin M yang
ditemukan dalam cairan serebrospinal.1
Pada pemeriksaan fisik, tanda klinis yang paling khas yang
membedakan monkeypox dari cacar dan cacar air adalah adanya
pembesaran kelenjar getah bening, terutama kelenjar di daerah leher,
submental, submandibular, dan inguinal.2 Gejala-gejala enantema seperti,
lesi nonspesifik dan radang pada mukosa faring, konjungtiva, dan genital
kadang dijumpai.

Gambar 1. Limfadenopati pada monkeypox. Node besar di daerah mandibula,


serviks, atau inguinal umumnya terlihat pada monkeypox. Kehadiran
limfadenopati yang signifikan membantu membedakan monkeypox dari cacar
dan cacar air.

Pada tahap eksantema, di wilayah tubuh tertentu, lesi berubah


secara serempak selama 14-21 hari, mirip dengan perkembangan lesi pada
cacar dengan perbedaan, lesi kulit dapat muncul berkelompok dan tidak
selalu terdistribusi secara sentrifugal. Lesi berkembang dari makula ke
papula menjadi vesikel dan pustula. Umbilikasi, pengerasan, dan
deskuamasi dapat dijumpai. Kebanyakan lesi berdiameter antara 3-15 mm.
Gambar 2. Umbilikasi papul pada bagian bawah kaki. Lesi yang lebih kecil
biasanya masih menunjukkan bentuk umbilikasi yang khas.

Lesi kulit dapat ditemui hampir di seluruh bagian tubuh (wajah,


badan, ekstremitas, dan kulit kepala). Lesi juga dapat muncul di area yang
tertutup maupun terbuka. Nekrosis, petekie, dan ulserasi juga kadang
dijumpai. Nyeri tekan jarang dikeluhkan, jika ada sering dikaitkan dengan
adanya infeksi sekunder bakteri. Keluhan pruritus juga dapat ditemui.
Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat vaksinasi cacar,
penyakit akan menunjukkan gejala yang lebih ringan. Pada anak-anak, lesi
dapat muncul sebagai papula eritematosa nonspesifik dengan diameter 1-5
mm seperti yang ditemui pada kasus reaksi gigitan arthropoda. Umbilikasi
yang halus dapat terlihat.
Pada wabah yang terjadi di Afrika, 20% dari pasien yang tidak
divaksinasi mengalami erupsi eritematosa yang konfluen pada daeraah
wajah dan tubuh bagian atas, yang disebut dengan istilah ruam septikemia
dari monkeypox.3 Bentuk hemoragik dan datar, yang dapat dijumpai pada
kasus cacar, belum pernah dijumpai pada pasien dengan monkeypox.
Bekas luka berupa bintik yang dalam bisa terbentuk setelah lesi sembuh.
Gejala-gejala yang menunjukkan adanya komplikasi dapat berupa bitnik-
bintik bekas luka, deformasi bekas luka, infeksi bakteri sekunder,
bronkopneumonia, gangguan pernapasan, keratitis, ulserasi kornea,
kebutaan, septikemia, dan ensefalitis.

B. DIAGNOSIS BANDING
Gambaran klinis infeksi monkeypox sangat mirip dengan cacar dan
cacar air. Diagnosis pasti adalah kunci untuk menjaga penyakit di bawah
kendali atau dalam deteksi dini peristiwa bioterorisme potensial. Kriteria
evaluasi dalam diagnosis banding untuk pasien dengan monkeypox, cacar,
atau cacar air ditunjukkan pada tabel 1.4

Tabel 1. Kriteria evaluasi diagnosis banding pasien dengan monkeypox, cacar,


dan cacar air.
Variabel Monkeypox Cacar Cacar Air
Masa inkubasi (hari) 7-17 7-17 12-14
Masa prodromal 1-4 2-4 0-2
(hari)
Simptom
Demam Sedang Tinggi Rendah atau
tidak ada
Malaise Sedang Sedang Ringan
Nyeri kepala Sedang Berat Ringan
Limfadenopati sedang Tidak ada Tidak ada
Lesi
Kedalaman Superfisial Dalam (4-6 Superfisial
(diameter) sampai dalam mm) (2-4 mm)
(4-6 mm)
Distribusi Sentrifugal Sentrifugal Sentripetal
(kebanyakan)
Bentuk ruam Homogen Homogen Heterogen
Deskuamasi hari ke- 14-21 14-21 6-14
Lesi pada telapak Umum Umum Jarang
tangan dan kaki

C. DIAGNOSIS
1. Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnostik yang dapat digunakan untuk diagnosis
kasus monkeypox adalah kriteria yang ditetapkan oleh CDC pada
Januari 2004. Kriteria tersebut terbagi menjadi:
 Confirmed case
Memenuhi satu atau lebih dari kriteria laboratorium berikut:
o Isolasi virus monkeypox dalam biakan dari sampel yang
diperoleh dari pasien
o Ditemukannya virus monkeypox pada PCR dalam spesimen
yang diperoleh dari pasien
o Ditemukannya orthopoxvirus dengan mikroskop elektron
dalam sampel yang diperoleh dari pasien tanpa adanya
paparan orthopoxvirus lainnya.
o Ditemukannya virus monkeypox dengan metode
imunohistokimia dalam sampel yang diperoleh dari pasien
tanpa adanya paparan ke orthopoxvirus lain
 Probable case
Adanya demam dan ruam vesikular-pustular, dengan onset
timbulnya gejala pertama paling banyak 21 hari setelah paparan,
yang memenuhi paparan epidemiologis.
 Suspected case
Adanya demam atau ruam yang tidak dapat dijelaskan
disertai 2 atau lebih tanda atau gejala lainnya, dengan timbulnya
tanda atau gejala pertama paling banyak 21 hari setelah paparan,
yang memenuhi kriteria epidemiologis. Gejalanya adalah sebagai
berikut:
o Menggigil dan / atau berkeringat
o Limfadenopati
o Sakit tenggorokan
o Batuk
o Sesak napas
o Sakit kepala
o Sakit punggung
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan adalah kultur
virus dari spesimen usap orofaring atau nasofaring, biopsi kulit dari
ruam vesiculopustular atau sampel dari jaringan pada lesi
vesiculopustular yang utuh. Pemeriksaan PCR dari sekuens DNA
khusus untuk virus monkeypox dapat dilakukan.5
Pemeriksaan antibodi serum juga tersedia untuk kasus
monkeypox. Serum yang diperoleh lebih dari 5 hari untuk deteksi IgM
atau lebih dari 8 hari setelah onset ruam untuk deteksi IgG paling
efisien untuk mendeteksi infeksi virus monkeypox.6
Tzanck tes dapat membantu membedakan monkeypox dari
gangguan nonviral lainnya dalam diagnosis banding. Namun, Tzanck
tes tidak membedakan infeksi monkeypox dari infeksi cacar atau
herpes.
Baru-baru ini ada sebuah pemeriksaan yang dikembangkan
yaitu, Tetracore Orthopox BioThreat Alert yang memberikan hasil
menjanjikan dengan menggunakan spesimen lesi dari infeksi
Orthopoxvirus akut. Uji ini dengan akurat mengidentifikasi 5 dari 6
spesimen klinis yang diuji. Meskipun tidak spesifik untuk virus
monkeypox, uji ini dapat digunakan di daerah endemis monkeypox
untuk konfirmasi Orthopoxvirus melalui proxy.7
Pada pemeriksaan histologis dari jaringan yang diperoleh dari
lesi papular menunjukkan gambaran akantosis, nekrosis keratinosit,
dan vakuolisasi basal. Pada bagian dermis akan terlihat gambaran
infiltrat limfohistiositik perivaskular superfisial maupun dalam.
Infiltrat perivascular dapat berupa eosinophil, neutrophil, limfosit dan
histiosit. Lesi pada tahap vesikular menunjukkan spongiosis dengan
degenerasi retikuler. Sel epitel raksasa berinti banyak dapat dijumpai.
Pada lesi pustular akan dijumpai gambaran nekrosis epidermal dengan
banyak sebukan sel eosinofil dan neutrofil, banyak juga yang
menunjukkan karyorrhexis. Nekrosis dapat meluas melalui epidermis
dan dapat terjadi demarkasi ke arah epidermis yang berdekatan. Pada
lesi petekie menunjukkan gambaran vaskulitis sekunder. Struktur
intranuklear amfofilik yang menunjukkan inklusi virus dapat dilihat
pada keratinosit.
Pewarnaan imunohistokimia untuk antigen orthopoxvirus dapat
dilakukan di laboratorium rujukan. Dengan mikroskop elektron,
diamati struktur intracytoplasmic, berupa badan inklusi berbentuk
bulat ke oval dengan pusat berbentuk seperti sosis, berukuran 200-300
μm.8 Badan inklusi ini konsisten pada infeksi orthopoxvirus dan dapat
dijadikan diferensiasi dari infeksi virus parapox dan herpes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sejvar JJ, Chowdary Y, Schomogyi M, Stevens J, Patel J, Karem K, et al.


Human monkeypox infection: a family cluster in the midwestern United
States. J Infect Dis. 2004 Nov 15. 190(10):1833-40.
2. Osadebe L, Hughes CM, Shongo Lushima R, Kabamba J, Nguete B,
Malekani J, et al. Enhancing case definitions for surveillance of human
monkeypox in the Democratic Republic of Congo. PLoS Negl Trop Dis.
2017 Sep. 11 (9):e0005857.
3. Jezek Z, Szczeniowski M, Paluku KM, Mutombo M. Human monkeypox:
clinical features of 282 patients. J Infect Dis. 1987 Aug. 156(2):293-8.
4. Robert A. Weinstein, Aysegul Nalca, Anne W. Rimoin, Sina Bavari, Chris
A. Whitehouse, Reemergence of Monkeypox: Prevalence, Diagnostics,
and Countermeasures. Clinical Infectious Diseases. 2005 Dec.
41(7):1765–1771.
5. Li D, Wilkins K, McCollum AM, Osadebe L, Kabamba J, Nguete B, et al.
Evaluation of the GeneXpert for Human Monkeypox Diagnosis. Am J
Trop Med Hyg. 2017 Feb 8. 96 (2):405-410.
6. Karem KL, Reynolds M, Braden Z, Lou G, Bernard N, Patton J, et al.
characterization of acute-phase humoral immunity to monkeypox: use of
immunoglobulin M enzyme-linked immunosorbent assay for detection of
monkeypox infection during the 2003 North American outbreak. Clin
Diagn Lab Immunol. 2005 Jul. 12(7):867-72.
7. McCollum AM, Damon IK. Human monkeypox. Clin Infect Dis. 2014
Jan. 58(2):260-7.
8. Bayer-Garner IB. Monkeypox virus: histologic, immunohistochemical and
electron-microscopic findings. J Cutan Pathol. 2005 Jan. 32(1):28-34.

Anda mungkin juga menyukai