BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu pengetahuan
perdebatan intelektual Eropa Barat pada abad ketujuh belas, yang diartikan
sebagai peristiwa yang sedang terjadi atau sedang berlangsung, atau mutakhir.
Dari sini, kadang kemodernan sering disalahartikan sebagai lawan dari tradisional,
konsep yang militan melalui kemajuan penemuan cara-cara keilmuan setelah René
ilmu era modern oleh para generasi berikutnya, terutama di bidang ilmu pasti
alam. Kemajuan peradaban umat manusia di era (modern) ini secara esensial
menciptakan dunia yang lebih baik demi memenuhi kebutuhan hidup umat.1
1
Hertati, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya dasar, (Banten, universitas terbuka, 2012). Hal.
121- 125
1
2
B. Teknologi
Dengan demikian teknologi tidak dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu
Macam-macam Teknologi
Ada tiga macam teknologi yang sering dikemukakan para ahli yaitu:
a. Teknologi modern
b. Teknologi madya
c. Teknologi tradisonal.2
Sebagaimana Etika, ilmu tak bebas dari pengaruh tata nilai. Kenneth
2
Wiriadmadja, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta, Bumi Aksara, 1990). Hal. 326-327
3
paling luhur, dan kepadanya baik harga diri perseorangan maupun kebanggaan
tinggi oleh para ilmuwan. Di samping itu nilai-nilai yang perlu dijadikan panduan
dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah etika
pengembangan Iptek.
jawaban dan jalan keluar dari segala permasalahannya di muka bumi ini.
Perkembangan peradaban manusia tidak lepas dari dampak yang muncul akibat
melakukan pekerjaan yang baik–baik saja, namun juga sangat membantu dalam
sebagainya.3
3. Nilai sebagaimana Etika, ilmu tak bebas dari pengaruh tata nilai. Kenneth
3
Hertati, dkk, Ilmu Sosial… Hal. 134-136
5
paling luhur, dan kepadanya baik harga diri perseorangan maupun kebanggaan
Nilai dan tanggung jawab moral terhadap iptek, tentu saja menjadi satu keharusan
jenazah pesakitan tanpa mengindahkan norma dan etika seorang ilmuwan, pada
tadi kemudian membunuh "sang penciptanya" itu sendiri, yaitu sang ilmuwan
egois tadi. Hal ini sejalan dengan apa yang selalu diperingatkan Einstein (1950)
nilai akan berakibat berulangnya tragedi yang disebabkan oleh dampak penerapan
satu manifestasi dari fitrah manusia, sehingga bukan ilmu yang harus
menerangkan ilmu itu apa. Yaitu, bahwa aktualnya fitrah manusia dalam
4
Setiawan, Nilai Ilmu Pengetahuan, (Jakarta, universitas terbuka, 2006). Hal. 241
6
transendensi, yaitu suatu the feeling of dependence dan the feeling creature
segala kekayaan dan segala pengetahuan. Ini berarti pikiran manusia harus
berpijak pada dua dasar pikiran, yakni iman dan transendensi, sehingga agama
perlu ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut adalah: pertama, mencari titik
lemah ilmu dan bagaimana titik lemah ini dapat kita perbaiki. Titik lemah itu
sebenarnya, semua dogma-dogma itu sama dengan mitos yang diyakini manusia
primitif. Ini sebagai bukti bahwa manusia telah menggantungkan diri secara
Itulah hakikat berhala yang disembah oleh manusia modern, berhala paradigma
bagi para pioneer jenius Barat seperti Einstein, Goedel, dan Weiskop, Popper,
Thomas Kuhn, dan dia sendiri, bahwa apa yang disebut kebenaran, kriteria
berada di luar ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena konsep-konsep itu merupakan
agama sebagai dasar dan validator pengetahuan ilmiah. Absurditas untuk mencari
berada di dimensi keempat yang bukan derivat pengalaman empiris. Hal ini
Untuk itu agar dapat masuk ke pintu gerbang penghayatan agama, maka
spiritual ke kedalaman iman, takwa, dan tauhid di dunia spiritual. Kesadaran yang
relativisme, dunia semu dan dunia amarah. Dalam langkah ketiga nampak
bagaimana pengetahuan yang merupakan batas kemustahilan ilmu itu, harus dicari
di dunia humanistik, dunia spiritual yang sifatnya subjektif. Hal ini harus
validator ilmu.
D. Kemiskinan
yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya
yang nyata adanya bagi mereka yang tergolong miskin. Mereka sendiri merasakan
dan menjalani kehidupan dalam kemiskinan tersebut. Kemiskinan itu akau lebih
terasa lagi apabila mereka telah membandingkannya dengan kehidupan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, pakaian, papan
sebagai tempat berteduh. Emil Salim (1982) menyatakan bahwa mereka dikatakan
mcmenuhi kebutuhan hidup yaug paling pokok, seperti pangan, pakaian tempat
terlepas dari aspek- aspek lainnya, tetapi kemiskinan itu terwujud sebagai hasil
dari interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia.
2) Malas bekerja
5) Keterbatasan modal
9
6) Beban keluarga.
b. Berwiraswasta
adalah:
1. Tingkat pendapatan
2. Kebutuhan relatif
Para ahli ilmu-ilmu sosial umumnya berpendapat bahwa sebab utama yang
yang bersangkutan.
yaitu:
3) Kemiskinan buatan.
catat badaaniah misalnya, dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar,
diatasi sama saja halnya akan menimbulkan beban bagi masyarakat umum
lainnya. Mereka yang terkena bencana alam, umumnya tidak memiliki tempat
tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis
yang ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu ekonomi, sosial, dan politik.
untuk menjadikan iptek bernilai bagi kemaslahatan manusia dan alam semesta.
manifestasi dari fitrah manusia, sehingga bukan ilmu yang harus menerangkan
manusia apa adanya, melainkan manusialah yang harus menerangkan ilmu itu
apa.5
5
Wiriadmadja, Ilmu Sosial… Hal. 339-402