Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN PNEUMONIA

Disusun oleh :

Hanifah Adila Fauziyyah

(A11701556)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2020
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumonia adalah infeksi pada ujung bronkhial dan alveoli yang disebabkan oleh

mikroorganisme (Misnadiarly, 2008). Pneumonia juga diartikan sebagai

peradangan akut di parenkim paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme

(virus atau bakteri) dan merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas pada anak

(Salih et al., 2014).

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang

biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) (Sylvia A.

Price). Dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas yang di sebabkan agen

infeksius seperti virus, bakteri, mycroplasma, dan aspirasi substansi asing, berupa

radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui

gambaran radiologi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pneumonia adalah salah satu

penyakit infeksi saluraan pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan

disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,

mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang

disertai eksudasi dan konsolidasi.

B. Etiologi

Sebagian besar penyebab pnuomonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri), dan

sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau

sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran
pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokan

berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang

menyertainya (komplikasi).

Mikroorganisme tersering sebagai penyebab pneumonia adalah virus terutama

Respiratory Syncial Virus (RSV) yang mencapai 40%, sedangkan golongan bakteri

yang ikut berperan terutama Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus

Influenzae type B (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah

(droplet), kemudian terjasi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian

atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui

aliran darah

C. Tanda dan Gejala

Tanda –tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi

hal-hal berikut :

1. Batuk

2. Dispnea

3. Takipea

4. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)

5. Melemah atau kehilangan suara nafas

6. Retaksi dinding toraks: interkostal, substernal, diafragma, atau supraklavikula

7. Napas cuping hidung

8. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi


didekatnya)

9. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih

kecil)

10. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit

11. Demam

12. Ronchi

13. Sakit kepala

14. Sesak nafas

15. Menggigil

16. Berkeringat

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Kulit yang lembab

b. Mual dan muntah

D. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan yaitu :

a. Nares Anterior

Adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara di

dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal

sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris

yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar
sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam

rongga hidung (Syaifuddin, 2014).

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,

bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang

mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi

epitelium silinder dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel

lendir. Sekresi sel itu membuat

permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan

konka, selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang

kerang (konka) yang diselaputi epitelium pernafasan, yang menjorok dari dinding

lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir

tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang

terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir yang

dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air dari permukaan

selaput lendir, udara menjadi lembap (Syaifuddin, 2014).

c. Faring (tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.

Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring)

dan di belakang laring (faring-laringeal) (Syaifuddin, 2014).


d. Laring (tenggorok)

Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna

vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke

dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat

bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar di antaranya ialah tulang

rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal

sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng

ataunlamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan

berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya seperti cincin

mohor di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk

lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan aritenoid

yang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan

kuneiform kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2014).

e. Trakea ( batang tenggorok)

Trakea atau batang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter panjangnya. Trakea

berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan di

tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam

belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di

ikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah

belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi

selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergeak
menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus

lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

f. Bronkus (cabang tenggorokan)

Bronkus merupakan lanjutan dari trakhea ada dua buah yang terdapat pada

ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakhea

dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan

ke samping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih

besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus

kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan

mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang paling kecil

disebut bronkiolus (bronkioli). Pada

bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli (Syaifuddin,

2014).

g. Paru-paru

Paru-paru ada dua , dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi

rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh

jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak

didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan

apeks (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di

dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas

diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,

permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang


menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan

jantung.

2. Fisiologi

Menurut (Pearce, 2011) fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna,

oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk

melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan

darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan

oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh

haemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam

arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan

oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobin 95% jenuh oksigen.

Didalam paru-paru CO2, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membran alveoler-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli, dan setelah

melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan

eksterna :

1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar

2) Arus darah melalui paru-paru


3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat

dapat mencapai semua bagian tubuh

4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih

mudah berdifusi daripada O2.

Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan

paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih

banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau

sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam

darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk

memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini

mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

E. Patofisiologi

Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan respond

tubuh terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki saluran

pernapasan bawah. Salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat

terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Melalui droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk. Pneumonia sangat jarang

tersebar secara hematogen.

Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur trakeobronkial

yang bercabang cabang mencegah mikroorganisme dengan mudah memasuki

saluran pernapasan. Faktor lain yang berperan adalah refleks batuk dan refleks
tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normal juga mencegah adhesi

mikroorganisme di orofaring.

Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki

makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh

mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup.

Makrofag lalu akan menginisiasi repons inflamasi host. Pada saat ini lah

manifestasi klinis pneumonia akan muncul. Respons inflamasi tubuh akan memicu

penglepasan mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF ( Tumor

Necrosis Factor) yang akan menghasilkan demam. Neutrofil akan bermigrasi ke

paru paru dan menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkaan sekresi

purulen. Mediator inflamasi dan neutrofil akan menyebabkan kebocoran kapiler

alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan menyebabkan

hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan infiltrat pada hasil

radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoxemia akibat terisinya alveolar.

Pada keadaan tertentu bakteri patogen dapat menganggu vasokonstriksi hipoksik

yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan menyebabkan

hipoksemia berat. Jika proses ini memberat dan menyebabkan perubahan

mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah sehingga berujung

pada kematian.
F. Pathway

Micoplasma
virus Bakteri (mirip bakteri) jamur

Masuk sasaluran
pernafasan

Paru-paru

Bronkus & alveoli


Reseptor peradangan

Mengganggu kerja
hipothalamus
makrofag

Suhu tubuh Hipertermi


infeksi
Keringat
berlebih
Peradangan/ inflamasi Resiko kekurangan
Intake cairan
volume cairan

produksi sekret Difusi gas antara O2 &


odema
CO2 di alveoli
terganggu

dispnea batuk Kapasitas transportasi


O2 menurun

kelelahan Pola Napas


Tidak Efektif Gangguan
pertukaran gas
Nadi lemah
Bersihan jalan
Pnekanan diafragma
napas tidak efektif

tekanan Intra abdomen

Anoreksia Saraf pusat

Nutrisi berkurang
Resiko
Peningkatan
ketidakseimbangan
Metabolisme
nutrisi : kurang dari
keb. tubuh

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:

1. Sinar X

Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga

menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar

atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih

sering virus). Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.

2. GDA

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan

penyakit paru yang ada.

3. JDL Leukositosis

Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,

kondisi tekanan imun.

4. LED Meningkat

5. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan

komplain menurun

6. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah


7. Bilirubin meningkat

8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

H. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu

berat, bisa diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.

Penderita anak yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan

penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan

melalui infus. Mungkin perlu di berikan oksigen tambahan, cairan intravena dan

alat bantu nafas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan

keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang di

tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :

1. Oksigen 1-2L/menit

2. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan

3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui

selang nasogastrik dengan feeding drip.

5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin normal dan

beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Anti biotik sesuai

hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base:


1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian Untuk kasus

pneumonia hospital base:

a. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

I. Komplikasi

Menurut (Misnadiarly, 2008) komplikasi pada pneumonia yaitu :

1) Abses paru

2) Edusi pleural

3) Empisema

4) Gagal napas

5) Perikarditis

6) Meningitis

7) Atelektasis

8) Hipotensi

9) Delirium

10) Asidosis metabolik

11) Dehidrasi

J. Diagnosa Keperawatan

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2. Hipertemi
3. Ketidakefektifan pola nafas

4. Intoleransi aktivitas

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6. Fokus Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret

NOC: Mempertahankan jalan nafas dan sekret dapat keluar dengan mriteria

hasil:

Pernafasan normal 40-60 x/menit

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Berikan suction sesuai indikasi

c. Beri posisi yang nyaman

d. Anjurkan untuk minum yang banyak

e. Kolaborasi terapi Nebulizer sesuai dengan ketentuan

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Wilkinson, 2007)

NOC :

a. suhu tubuh dalam rentang normal

b. nadi dan RR dalam rentang normal

c. tidak ada perubahan warna kulit

NIC :

a. monitor temperatur suhu tubuh

b. observasi TTV
c. anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak

d. berikan kompres pada lipatan axila dan paha

e. berikan antipiretik sesuai program tim medis

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah (Nurarif & Kusuma, 2013)

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil :

Menunjukan BB stabil

Intervensi :

a. Kaji adanya alergi makanan

b. Monitor asupan nutrisi

c. Monitor adanya penurunan BB

d. Monitor tugor kulit

e. Monitor mual muntah

f. Berikan informasi tentang kebutuhan tubuh

g. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat

h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Nurarif & Kusuma,

2013)

NOC

a. Energi conversation

b. Activity tolerance

c. Self care : ADLs


Kriteria hasil:

a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,

nadi, dan RR

b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri

c. Tanda-tanda vital normal

NIC

Activity Therapy

a. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program

terapi yang tepat.

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

c. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuam fisik, psikologi, dan sosial

d. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang di

perlukan untuk aktivitas yang di inginkan

e. Bantu untuk mendapatkan alat bantu dan aktivitas yang disukai

f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitras yang di sukai

g. Bantu klien untuk membuat jadwal di waktu luang

5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (Nurarif &

Kusuma, 2013)

NOC

a. Respiratory status : Ventilation

b. Respiratory status : Airway patency


Kriteria hasil :

a. Mendemostrasikan batuk efektif

b. Menunjukan jalan nafas yang paten

c. Tanda-tanda vital dsalam rentang normal

NIC

a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift

b. Posisikan pasien memaksimalkan ventilasi

c. Lakukan fisioterapi data jika perlu

d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

e. Auskultrasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

f. Monitor respirasi dan status O2

DAFTAR PUSTAKA

Amin H. Dan Hardhi K. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC Jilid 3. Mediaction:


Yogyakarta.
Anwar A. and Dharmayanti I., 2014, Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8, 360.
Dairo M.T., 2014, Pola Kuman Berdasarkan Spesimen Dan Sensitivitas Terhadap
Antibiotik Pada Penderita Community-Acquired Pneumonia (CAP) Di RSUP
Dokter Kariadi Semarang, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang.
Fitri RA dan Nita NN. 2012. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Gozali. 2010. Hubungan Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia pada Anak Usia 6
Bulan – 5 Tahun di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta.
[Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Susilaningrum, Rekawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai