Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

A DENGAN DIAGNOSIS UTAMA


HAMBATAN ELIMINASI URINE PADA BLADDER TRAUMA DI PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun Oleh :

1. Indah Indriyani A11601303


2. Hanifah Adila F. A11701556
3. Hasna Faras Fatin A11701557
4. Ilham Yoga A11701561
5. Linda Felina A11701571
6. Maudy R.A. A11701575
7. Miftakhul Huda A11701580
8 Nanang Aziz A11701588
9. Nisa Iprawati A11701591
10. Novella Rizqi A11701692
11. Nur Wiji A11701595

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLA TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

2019
SKENARIO KASUS

Laki-laki usia 41 tahun dibawa ke IGD setelah jatuh mengendarai sepeda. Pasien
mengatakan tidak mampu berkemih. Hasil pengkajian didapatkan darah pada
meatus uretra, pembengkakan pada scrotum dan ada ekimosis di area scrotum
dextra. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 10.1 gr/dL, Leukosit 16.000 sel/mm 3.
TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit, laju pernafasan 26x/menit, dan suhu
37,4oC. Tindakan pemasangan DC tidak dapat dilakukan karena selang DC tidak
dapat masuk.

SEVEN JUMP

STEP 1

1. Meatus uretra
Penyempitan saluran uretra
2. Ekimosis
Pendarahan dibawah kulit
3. Skrotum dextra
Kantong yang membungkus testis

STEP 2
1. Apa yang menyebabkan pasien tidak dapat berkemih?
2. Mengapa bisa terjadi ekimosis pada scrotum dextra?
3. Bagaimana cara menangani ekimosis pada scrotum pasien?
4. Apa yang menyebabkan Meatus uretra pada pasien terdapat darah?
5. Bagaimana cara menangani perdarahan di meatus uretra?
6. Apa yang menyebabkan pembengkakan pada scrotum?
7. Bagaimana cara menangani pembengkakan pada scrotum?
8. Mengapa kadar leukosit pasien tinggi?
9. Apa yang menyebabkan Hb pasien rendah?
10. Apa yang menyebabkan selang DC tidak dapat masuk?
11. Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan selain pemasangan DC?
12. Apa kontra indikasi pemasangan DC pada kasus tersebut?
13. Apa yang menyebabkan laju pernafasan pada pasien cepat?
14. Apakah pasien membutuhkan terapi oksigen?
15. Apa penanganan pertama pada pasien dengan bladder trauma di IGD?
16. Apa tanda dan gejala dari trauma abdomen?
17. Bagaimana patofsiologi pada bladder trauma?
18. Apa saja komplikasi dari bladder trauma?
19. Apa saja pemeriksaan penunjang pada bladder trauma?
20. ASKEP

STEP 3
1. Pasien tidak dapat berkemih karena trauma pada kandung kemih atau
terjadi pembengkakan pada saluran kemih sehingga terjadi penyempitan
pada saluran kemih dan menghambat pengeluaran urin
2. Terjadi ekimosis karena adanya trauma atau benturan sehingga
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan terjadi perdarahan pada
scrotum
3. Cara menangani ekomosis yaitu dengan cara dikompres menggunakan air
biasa
4. Meatus uretra pada pasien terdapat darah karena benturan sehingga
menyebabkan pembuluh darah pecah
5. Cara menangani perdarahan di meatus uretra yaitu dengan tindakan
operasi atau pembedahan
6. Pembengkakan pada scrotum karena adanya benturan yang menyebabkan
infeksi, infeksi mengakibatkan inflamasi dan inflamasi mengakibatkan
bengkak
7. Cara menangani pembengkakan pada scrotum yaitu dengan mengompres
scrotum dengan air dingin untuk mengurangi pembengkakan.
8. Kadar leukosit tinggi karena adanya luka pada bladder dan menyebabkan
infeksi sehingga tubuh meningkatkan produksi leukosit untuk melawan
bakteri sehingga infeksi dapat teratasi
9. Hb pasien rendah karena pasien mengalami perdarahan sehingga nilai Hb
pasien turun
10. Selang DC tidak bisa masuk karena ada pembengkakan di saluran kemih
pasien
11. Tindakan yang dapat dilakukan selain pemasangan DC yaitu dengan
kateter suprapubic
12. Kontraindikasi pemasangan DC yaitu pasien dengan retensi urine,
hematuria, ruptur uretra
13. Laju pernafasan pasien cepat disebabkan karena adanya pendarahan yang
menyebabkan Hb turun dan O2 dalam darah berkurang, sehingga tubuh
akan menambah pasokan O2 dengan mempercepat laju pernafasan untuk
memenuhi kebutuhan O2
14. Pasien mendapat terapi oksigen agar pemenuhan kebutuhan oksigen di
otak tetap terpenuhi dan tidak terjadi syok
15. Penanganan pertama pada pasien di IGD yaitu penggolongan triase dan
initial assesment
Penggolongan : Triase Merah (gawat darurat)
Initial Assesment : C-A-B

a. Circulation
Akral : hangat
Sianosis : tidak
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Pucat : ya
Nadi : teraba 84 x/menit
Kelembaban kulit : lembab
Turgor : kembali ˂ 2 detik
Saturasi oksigen : 92 %
b. Airways
Tidak ada penyumbatan disaluran pernafasan
c. Breathing
Irama nafas : teratur
Suara nafas : tidak ada
Pola nafas : reguler
Penggunaan otot bantu nafas :-
Frekuensi nafas : 26 x /menit

16. Tanda gejala dari bladder trauma adalah fraktur tulang pelvis disertai
perdarahan, nyeri suprapubis, tidak bisa BAK, trauma tulang panggul
17. Patofisiologi secara anatomik kandung kemih atau bladder terletak
didalam rongga pelvis dilindungi oleh tulang pelvis sehingga jarang
mengalami cidera. Ruda paksa kandung kemih karena kecelakaan kerja
dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga mencederai
buli-buli. Jika fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau
rupture kandung kemih tetapi hanya terjadi memar pada dinding buli-buli
dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruda paksa tumpul juga dapat
menyeabkan ruptur buli-buli terutama bila kandug kemih penuh atau
terdapat kelainan patologik seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi
sehingga rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.
18. Komplikasi dari bladder trauma
a. Syok Sepsis karena adanya infeksi
b. Syok hipovilemik karena akibat perdarahan
c. Kematian
19. Pemeriksaan penunjang trauma bladder adalah USG, CT Scan,
Pemeriksaan darah lengkap
20. ASKEP
STEP 4

Mind Mapping
STEP 5

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari bladder trauma


2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi bladder trauma
3. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala bladder trauma
4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi bladder trauma
5. Mahasiswa dapat mengetahui pathway bladder trauma
6. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis bladder trauma
7. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan bladder trauma
8. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi bladder trauma
9. Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada pasien bladder
trauma

STEP 6

1. Pasien yang mengalami bladder trauma mengalami kesulitan dalam


berkemih karena saluran kemih (uretra) mengalami kerusakan.
Kerusakan tersebut diakibatkan oleh adanya cedera yang berasal dari
luar yang cukup keras yang mengakibatkan perlukaan pada area
bladder. Sedangkan diketahui bladder sendiri terhubung dengan uretra,
maka ketika bladder mengalami trauma kemungkinan uretra juga akan
mengalami kerusakan baik berupa robekan maupun perdarahan yang
mengakibatkan kesuliitan berkemih. (Rodriguez, 2018)
2. Penyebab adanya ekimosis pada scrotum dextra yaitu akibat testis
terkena hantaman kencang atau terkena tulang pubik (tulang yang
membentuk bagian depan pelvis) menyebabkan darah bocor ke buah
zakar (Gibson, 2003)
3. Cara menangani ekimosis pada scrotum menurut (Muttaqin, 2008)
antara lain:
a. Berikan kompres dingin pada scrotum
b. Berbaring
c. Menyangga testis dengan celana dalam menyokong
d. Konsumsi pbat pereda nyeri
4. Terdapat darah pada meatus pasien dengan bladder trauma disebabkan
oleh karena benturan yang keras yang mengenai sekitar uretra
menyebabkan meatus uretra terluka (Rodrigues, 2018)
5. Cara menangani perdarahan yaitu dengan memberikan antibiotic dan
obat analgesik. Pasien dengan kontusio atau laserasi dan masih dapat
kencing tidak perlu menggunakan alat-alat atau manipulasi tapi jika
dapat kencing dan tidak ada ekstrafasi pada uretrosistogram,
pemasangan kateter dilakukan dengan lubrikan yang adekuat. Bila
ruptur uretra posterior tidak disertai cidera intra abdomen dan organ
lain, cukup dilakukan sistotomi. Respratasi uretra dilakukan dua
sampai tida hari dilakukan dengan melakukan anastomosis ujung ke
ujung dan pemasangan kateter silicon selama tiga minggu (Palinrungi,
2014)
6. Penyebab pembengkakan pada scrotum menurut (Rahmah, 2008)
antara lain:
a. Cedera
b. Penyakit jantung bawaan
c. Kanker testis
d. Testis terpuntir
e. Epididymitis
f. Orchitis
g. Varicocele
7. Cara menangani pembengkakan pada scrotum yaitu dengan
memberikan kompres dingin. Jika nyeri dan pembengkakan terjadi
secara mendadak berikan kompres dingin dengan menempelkan
kantung es atau air dingin pada testis untuk membantu meredakannya.
Pemberian kompres dingin adalah langkah yang penting karena jika
pembengkkan tersebut serius, perawatan ini dapat memperpanjang
waktu bertahan tanpa suplai darah.
8. Kadar leukosit tinggi disebabkan oleh innfeksi yang terjadi di tubuh.
Selain infeksi, tingginya kadar leukosit juga terjadi karena beberapa
sebab lain seperti peradangan atau keganaan darah seperti leukimia
atau kanker darah. Kadar leukosit tinggi banyak ditemukan pada
pasien yang mengalami infeksi sistem urine, terutama pada infeksi
saluran kemih, infeksi kandung kemih, infeksi ginjal, atau bahkan
tumor. Leukosit yang tingggi dalam urine menjadi indikasi adanya
infeksi mikroorganisme dalam tubuh (Muttaqin, 2008)
9. Penyebab Hb rendah menurut Muhlisisn (2013), karena adanya
perdarahan dan anemia.
10. Selang DC tidak dapat dipasang pada pasien bladder trauma
diakibatkan karena kondisi saluran kemih (uretra) mengalami
kerusakan (robek) sehingga ketika selang DC dipaksakan masuk ke
saluran kemih makan akan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah
pada area tersebut (Eliastam, 2000)
11. Tindakan yang dapat dilakukan selain pemasangan DC yaitu dengan
pemasangan kateter supra pubik yaitu dengan menusukkan aboket
ukuran 16/18 di atas pubis (dua jari diatas pubis) dan sistografi yaitu
dengan memasukkan kontras ke dalam buli- buli sebanyak 300-400 ml
secara gravitasi (tanpa tekanan melalui kateter per-uretra (Supriyadi,
2000).
12. Kontraindikasi ppemasangan DC adalah adanya uretal injury. Biasanya
adanya trauma pada uretra terjadi pada pasien dengan trauma pelvis
atau fraktur pelvis. Trauma pada uretra ditandai dengan adanya
perdarahan pada meatus uretra, perineal hematoma. Jika dicurigai
adanya trauma uretra perlu dilakukan uretrography sebelum dilakukan
keteterisasi. Kontraindikasi relatif pemasangan kateter uretra adalah
adanya struktur uretra, pembedahan uretra atau bladder, atau pada
pasien yang tidak kooperatif. (Hidayat, 2006)
13. Kedalaman dan frekuensi pernapasan sangat penting karena komponen
pernapasan ini akan membantu mempertahankan omeostasis kadar
oksigen, karbon dioksida dan ion H+ dalam darah arteri. Reseptor
berperan mendeteksi perubahan volume paru, kadar oksigen
arterial,karbon dioksida, ion H+ akan memberikan umpan balik ke
pusat pernapasan di medula oblongata, yang pada akhirnya akan
memengaruhi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Suhu dan nyeri
ikut memengaruhi pernapasan melalui pusat yang berbeda, yaitu
formasioretikularis, yang akan memberikan umpanbalik ke pusat
pernapasan di medulaoblongata. (Patrick, 2005)
14. Terapi oksigen diperlukan untuk meningkatan jumlah penyerapan oleh
paru-paru dan untuk memenuhi kebuutuhan oksigen di otak (Hayees,
2000).
15. Tindakan pertama pada trauma bladder adalah insersi kateter voley
atau kateter suprapubic untuk memonitor hematuria dan menjaga agar
bladder tetap kosong sampai sembuh. Cedera karena contusion atau
perforasi kecil dapat diperbaiki dengan pembedahan (Supriyadi, 2000).
16. Tanda dan gejala bladder trauma
a. Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga
jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai
syok.
b. Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan
terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubic ditempat hematom.
c. Pada ruptur buli-buli intrapenitorial urine masuk kerongga
peritoneal sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan
rangsangan peritoneal.
d. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infiltrate urine
dirongga peritoneal yang sering menyebabkan septisimea.
e. Penderita mengeluh tidak bias buang air kecil, kadang keluar darah
dari uretra (Purnomo, Basuki B.2007)
17. Patofisiologi bladder trauma secara anatomik kandung kemih atau
bladder terletak didalam rongga pelvisdilindungi oleh tulang pelvis
sehingga jarang mengalami cidera. Ruda paksa kandung kemih karena
kecelakaan kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis
sehingga mencederai buli-buli. Jika fraktur tulang panggul dapat
menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih tetapi hanya
terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa
ekstravasasi urin. Ruda paksa tumpul juga dapat menyeabkan ruptur
buli-buli terutama bila kandug kemih penuh atau terdapat kelainan
patologik seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi sehingga
rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.
18. Komplikasi bladder trauma menurut Suharyanto (2009) :
a. Syok
Terjadi karena penurunan tekanan darah dan terjadinya
perdarahan. Pada penderita syok sepsis 40-60% terdapat
bakteremia. Hubungan antara bakteremia dan sepsis dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain imunitas dan kondisi penyakit.
Secara umum bakteri aerobik gram negatif sering dihubungkan
dengan keadaan sepsis. Akhir-akhir ini bakteri gram positif juga
banyak ditemukan sebagai pemicu sepsis. Perjalanan sepsis akibat
bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan
bakteremia selanjutnya berkembang menjadi SIRS (Systemic
Inflamatory Respon Syndrome) dilanjutkan sepsis, sepsis berat,
syok sepsis dan berakhir MODS. Syok terjadi pada 40% pasien
sepsis
b. Sepsis
Komplikasi pada luka traumatik biasanya disebabkan oleh
oranisme aerob endogen, terutama P. Aeruginosa, S. Aureus,
E.coli, Proteus spp, acino bacter dan lain – lain. Ketika luka akibat
trrauma tidak dirawat dengan baik maka bakteri masuk kedalam
saluran kemih maka terjadilah infeksi saluran kemih.
Respon imunologi pada trauma berat dimulai saat awal
kejadian dengan dimulai aktifitas monosit. Aktifitas ini
menyebabkan peningkatan sintesa dan pelepasan mediatormediator
inflamasi baik itu yang bersifat pro inflamasi maupun anti
inflamasi. Kelebihan respon pada trauma menginduksi SIRS dan
MOF yang terjadi 30% pada semua trauma berat.
19. Pemeriksaan penunjang menurut Suharyanto (2009) :
a. Uroflometri
Uroflometri adalah alat untuk mengetahui pancaran urine secara
objektif. Derasnya pancaran diukur dengan lama proses berkemih,
dibagi dengan lama proses berkemih. Jika kecepatan pancaran <10
ml/detik menandakan adanya obstruksi.
b. Uretrigram Retrograde
Dilakukan uretrigram retrograde untuk mengevaluasi cedera
uretral. Klien dilakukan kateterisasi setelah uretrogram untuk
meminimalkan resiko gangguan uretral dan komplikasi jangka
panjang yang luas, seperti striktur, inkontinensia (tidak dapat
menahan berkemih) dan impoten.
c. USG (Ultrasonografi)
USG cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars
bulbosa. Dengan alat ini kita juga bias mengevaluasi panjang
striktur dan derajat luas jaringan perut, contohnya spongiofibrosis.
Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi yang akan
dilakukan kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah residual
urine dan panjang striktur secara nyata, sehingga meningkatkan
keakuratan saat operasi.
d. MRI (Magneting Resonance Imaging)
MRI sebaiknya dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur
secara pasti panjang striktur, derajat vibrasis dan pembesaran
prostat. Namun, alat ini belum tersedia secara luas dan biayanya
sangat mahal sehingga jarang digunakan.
20. Askep
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tanggal MRS : 29 Oktober 2019
Tanggal pengkajian : 29 Oktober 2019
Ruang : Dahlia

B. Data Subyektif
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 41 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Wiraswasta
f. Alamat : Gombong
g. Status Perkawinan : Kawin
h. Pendidikan : SMA
i. Tanggal Masuk RS : 29 Oktober 2019
j. Tanggal Pengkajian : 29 Oktober 2019
k. Ruang : IGD
l. No. RM : 541234

2. Identitas Penanggung Jawab


a. Nama : Ny. X
b. Umur : 39 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Alamat : Gombong
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Pendidikan : SMA
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien tidak dapat berkemih
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke PKU Muhammadiyah Gombong pada tanggal 29
Oktober 2019. Pasien dibawa ke IGD setelah jatuh dari sepeda. Hasil
pengkajian darah pada meatus uretra, pembengkakan pada scrotum
dan ada ekimosis di area scrotum dextra. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 10.1 gr/dL, Leuosit 16.000 sel/mm 3. TD
100/770 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit, laju pernafasan 26x/menit
dan suhu 37,4oC, tindakan pemasangan DC tidak dilakukan karena
selang DC tidak bisa masuk.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma bladder.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak ada riwayat trauma bladder.

4. Pengkajian Primer
a. Airways
Tidak ada penyumbatan disaluran pernafasan
b. Breathing
1) Irama nafas : peningkatan frekuensi nafas
2) Suara nafas : nafas dangkal
3) Pola nafas : takipneu, penggunaan otot
bantu nafas dan pernafasan cuping hidung
4) Frekuensi nafas : 26 x /menit
c. Circulation
1) Akral : dingin
2) Sianosis : Terdapat sianosis
3) Tekanan darah : 100/70 mmHg
4) Pucat : ya
5) Nadi : teraba 84 x/menit
6) Kelembaban kulit : lembab
7) Turgor : kembali ˂ 2 detik
8) Saturasi oksigen : 92 %
d. Disability
1) Tingkat kesadaran : composmetis
2) Nilai GCS : E3M5V5
3) Pupil : isokor
4) Diametes pupil : kanan 3 mm kiri 3mm
5) Respon Cahaya : kanan (+) kiri (+)
e. Exposure
1) Ada luka
Terdapat pembengkakan di area scrotum dan ekimosis diarea
scrotum dextra
2) Ada nyeri
Pengkajian nyeri
a) Profokatif : pasien mengatakan nyeri akibat trauma
pada saat jatuh dari sepeda
b) Paliatif : pasien mengatakan nyeri berkurang saat
beristirahat
c) Quality : seperti tertekan benda berat
d) Region/radiasi : area scrotum hingga pangkal paha
e) Skala : skala 9
f) Time : terus-menerus

5. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : abdomen
b. CT Scan : pelvis
c. Saturasi Oksigen : 92 %
d. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10.1 gr/dL
Leukosit : 16.000 sel/mm3

C. Data Objektif
1. Pemerikasaan Umum
Keadaan umum : Pembengkakan pada scrotum
Kesadaran : Komposmetis
GCS : E3M5V5
Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 37,4oC
Respirasi rate : 26 x/menit

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Tidak ada jejas
b. Mata : Pupil isokor, diameter pupil kanan : 3 mm, kiri : 3 mm.
Konjungtiva anemis, sclera non icterik.
c. Hidung: Bentuk simetris, tidak ada perdarahan, terpasang oksigen
nasal kanul 2 liter/menit
d. Mulut : Bentuk simetris, tidak ada pendarahan, mukosa bibir
kering, gigi utuh.
e. Telinga: Bentuk simetris, bersih, tidak ada perdarahan, tidak ada
edema
f. Leher : Vena jugularis tidak ada pembesaran, vena karotis teraba
g. Dada
1) Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada normal, tidak ada jejas, frekuensi
nafas 26x /menit, irama nafas cepat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultas : vesikuler
2) Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup
Auskultasi : S1 dan S2 normal
h. Abdomen
Inspeksi : terdapat jejas
Auskultasi : bising usus 3x/menit
Palpasi : ada nyeri tekan pada bagian suprapubis
Perkusi : bunyi pekak pada bagian suprapubis
i. Ektermitas atas: tangan kiri terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
j. Ektermitas bawah: berfungsi dengan baik.
k. Kulit : terdapat memar di vesika urinaria
l. Genetalia : tidak dapat berkemih, pembengkakan diarea
scrotum dan ekimosis diarea scrotum dextra

3. Program Terapi

No. Nama Obat Dosis Indikasi


1. IVFD NaCl O,9% Untuk mengembalikan keseimbangan
elektrolit
2. Terapi nasal 20 tpm Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
kanul yang adekuat dan mengurangi nyeri
3. Analgesic 30 mg/ Untuk meringankan nyeri
ketorolac sesuai
kebutuh
an
4. Inj. 500 Untuk mencegah infeksi pada luka
amoxicillin mg/8jam
D. Analisis Data

No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi

1 Senin, 29 Oktober DS : pasien mengatakan tidak mampu Hambatan Penyebab


2019 berkemih Eliminasi Urine Multiple
Pukul 08.00 DO : (00016) (trauma)
-Terdapat darah pada meatus uretra
-Pembengkakan pada scrotum
-Terdapat ekimosis di area scrotum
dekstra

2 Senin, 29 Oktober DS : - Resiko Syok Sepsis


2019 DO : pasien terlihat pucat dan akral (00205)
Pukul 08.00 dingin
Leukosit = 16.000 sel/mm3
Hb = 10.1 gr/ dL
TD = 100/70 mmHg
N = 84x/ menit
RR = 26x/ menit
S = 37,4oC
3 Senin, 29 Oktober DS : pasien mengatakan Nyeri Akut Agen Cedera
2019 P: (00132) Fisik
Pukul 08.00 Profokatif :pasien mengatakan nyeri (trauma)
akibat trauma pada saat jatuh
dari sepeda
Paliatif : pasien mengatakan nyeri
berkurang saat beristirahat
Q : seperti tertekan benda berat
R : area scrotum hingga pangkal paha
S : skala 9
T : terus menerus
DO : pasien terlihat kesakitan

E. Diagnosis Keperawatan
1) Hambatan eliminasi urine b.d penyebab multiple (trauma)
2) Resiko syok b.d sepsis
3) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (trauma)

F. Intervensi/ Rencana Keperawatan

Tanggal/ No NOC NIC Rasionalisasi


jam Dx
Senin, 29 1 Setelah dilakukan asuhan Kateterisasi Urin Kateterisasi
Oktober keperawatan selama 1 x 6 jam di (0580) Urin (0580)
2019 harapkan masalah keperawatan 1. Jelaskan prosedur 1. Memberikan
Pukul Hambatan eliminasi urin b.d dan rasionalisasi informasi pada
08.00 penyebab multiple (trauma) dapat kateterisasi pasien mengenai
teratasi dengan indicator : (suprapubic) prosedur
Eliminasi Urin (0503) 2. Posisikan pasien pemasangan kateter
Indicator A T dengan tepat 2. Untuk memberikan
Pola eliminasi 1 3 (supinasi) kenyamanan pada
Jumlah urine 1 3
Warna urine 2 3 3. Pasang alat dengan pasien
Kejernihan urine 2 3 tepat 3. Untuk memastikan
Darah terlihat dalam 1 3
4. Berikan privasi dan alat yang akan di
urine
Inkontensia urine 1 3 tutupi pasien gunakan sesuai
dengan baik SOP
Keterangan : 5. Pertahankan teknik 4. Untuk memberikan
1. Sangat terganggu antiseptic yang kenyaman untuk
2. Banyak terganggu ketat pasien
3. Cukup terganggu 6. Gunakan IV kateter 5. Memastikan
4. Sedikit terganggu paling besar (no pemasangan kateter
5. Tidak terganggu 14-16) tidak menimbulkan
7. Anastesi daerah infeksi lain
yang akan di tusuk. 6. Agar urin dapat
Tusuk 90o diatas mengalir dengan
pubis lancar
8. Hubungkan IV 7. Mengurangi rasa
kateter dengan sakit saat di tusuk
infus set dan fiksasi 8. Untuk mengalirkan
9. Pertahankan system urin keluar dari
drainase kadung kemih
10. Monitor intake 9. Memastikan urin
dan output dapat keluar
11. Ajarkan pasien dengan lancar
dan keluarga 10.Untuk mengetahui
mengenai input dan output
perawatan kateter pasien
yang tepat 11. Untuk
memberikan
informasi
mengenai
perawatan kateter
yang benar
Senin, 29 2 Setelah diberikan asuhan Pencegahan Syok Pencegahan Syok
Oktober keperawatan selama 1 x 6 jam, (4260) (4260)
2019 diharapkan masalah keperawatan 1. Monitor tanda- 1. Untuk mengetahui
Pukul Resiko syok b.d sepsis dapat tanda vital kondisi pasien
08.00 teratasi dengan indicator : 2. Monitor respon 2. Untuk memonitor
Keparahan syok : Sepsis (0421) kompensasi awal adanya tanda dan
Indicator A T syok (misal TTV, gejala syok
Meningkatnya laju 2 3 akral, warna kulit, 3. Untuk mengetahui
pernafasan mual dan muntah, adanya tanda dan
Sesak nafas 2 3
Penurunan keluaran 1 3 kelemahan) gejala syok
urin 3. Monitor adanya 4. Untuk mengetahui
Meningkatnya suhu 3 4 tanda-tanda kandungan di
tubuh sindrom dalam urin
Pucat 3 4 imflamasi (misal 5. Memcegah infeksi
Akral dingin dan kulit 3 4 peningkatkan dalam tubuh
kemerahan suhu, takikardi, 6. Untuk memenuhi
takipnea, cairan tubuh pasien
Keterangan :
leukositosis) sesuai kebutuhan
1. Berat
4. Periksa urin dan mecegah
2. Cukup berat
terhadap adanya dehidrasi
3. Sedang
darah dan protein 7. Untuk memenuhi
4. Ringan
5. Kolaborasi kebutuhan oksigen
5. Tidak ada
pemberian pasien
antibiotic 8. Memberikan
6. Berikan cairan informasi pada
melalui IV atau pasien dan
oral sesuai keluarga mengenai
kebutuhan factor pemicu syok
7. Berikan terapi dan dapat
oksigen sesuai mengatasinya
kebutuhan
8. Ajarkan pasien
dan keluarga
mengenai factor-
faktor pemicu
syok dan cara
mengatasinya

Senin, 29 3 Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri Manajemen nyeri


Oktober keperawatan selama 1 x 6 jam 1. Posisikan pasien 1. Untuk mengurangi
2019 diharapkan masalah keperawatan supinasi nyeri
Pukul Nyeri akut b.d agen cedera fisik 2. Lakukan 2. Pengkajian yang
08.00 (trauma) dapat teratasi dengan pengkajian nyeri optimal akan
indikator: komprehensif memberikan data
Kontrol Nyeri (1605) PQRST yang objektif yang
Indicator A T 3. Observasi adanya mencegah
Mengenali kapan nyeri 2 3 petunjuk kemungkinan
terjadi nonverbal komplikasi dan
Faktor penyebab 2 3 mengenai melakukan
Melaporkan nyeri yang 2 3
ketidaknyamanan intervensi yang
terkontrol
Menggunakan analgesic 2 3 4. Modifikasi tepat
yang direkomendasikan lingkungan (suhu, 3. Untuk mengetahui
pencahayaan, skala nyeri
suara bising) 4. Untuk mengontrol
untuk mengontrol nyeri dan
Keterangan : nyeri mengurangi nyeri
1. Deviasi berat dari kisaran 5. Kolaborasi 5. Analgesic
normal dengan dokter memblok lintasan
2. Deviasi yang cukup, cukup untuk pemberian nyeri sehingga
berat dari kisaran normal analgesic nyeri akan
3. Deviasi sedang dari kisaran 6. Ajarkan pasien berkurang
normal tindakan pereda 6. Pendekatan dengan
4. Deviasi ringan dari kisaran nyeri dengan menggunakan
normal nonfarmakologi relaksasi dan
5. Tidak ada deviasi dari kisaran nonfarmakologi
normal dapat mengurangi
nyeri

G. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

Tanggal/Jam No Implementasi Evaluasi Formatif TTD


Dx
Senin, 29 Oktober 3 Memposisikan pasien S : -
2019 supinasi O : pasien terlihat lebih nyaman dan
Pukul 09:00 nyeri berkurang
Senin, 29 Oktober 2 Memonitor tanda-tanda S : -
2019 vital O:
Pukul 09.05 TD = 100/70 mmHg
N = 84x/ menit
RR = 26x/ menit
S = 37,4oC
Senin, 29 Oktober 3 Melakukan pengkajian S : pasien mengatakan
2019 nyeri komprehensif P :
Pukul 09.10 PQRST Profokatif :pasien mengatakan nyeri
akibat trauma pada saat
jatuh dari sepeda
Paliatif : pasien mengatakan nyeri
berkurang saat beristirahat
Q : seperti tertekan benda berat
R : area scrotum hingga pangkal
paha
S : skala 9
T : terus menerus
O : pasien terlihat kesakitan
Senin, 29 Oktober 3 Mengobservasi adanya S : -
2019 petunjuk nonverbal O : Pasien terlihat kesakitan dan
Pukul 09.15 mengenai adanya memegang perut bagian bawah
ketidaknyamanan
Senin, 29 Oktober 2 Memberikan terapi S : pasien mengatakan sesak nafas
2019 oksigen sesuai O : pasien terlihat lebih tenang dan
Pukul 09.15 kebutuhan nyaman
(nasal kanul 2 liter/ RR : 22x/menit
menit) Saturasi O2 = 92%
Senin, 29 Oktober 2 Memberikan cairan S : -
2019 melalui IVFD NaCl O : pasien terlihat tidak pucat dan
Pukul 09.20 0,9% 20 tpm mukosa bibir lembab
Senin, 29 Oktober 3 Memodifikasi S : pasien mengatakan nyeri
2019 lingkungan (suhu, pen- berkurang jika tidak ada suara
Pukul 09.25 cahayaan, suara bising) bising
untuk mengontrol nyeri O : pasien terlihat lebih nyaman dan
nyeri berkurang
Senin, 29 Oktober 1 Menjelaskan prosedur S : pasien mengatakan paham dengan
2019 dan rasionalisasi prosedur pemasangan kateter
Pukul 09.30 kateterisasi suprapubic
(suprapubic) O : pasien terlihat lebih tenang
Senin, 29 Oktober 1 Memberikan privasi S : -
2019 dan tutupi pasien O : pasien terlihat lebih nyaman
Pukul 09.35 dengan baik
Senin, 29 Oktober 1 Mempertahankan S:-
2019 teknik antiseptic yang P : pasien terlihat kesakitan dan
Pukul 09.35 ketat (mengunakan alat daerah pubis terlihat menonjol
yang steril dan prinsip dan bersih
pemasangan yang steril)
Senin, 29 Oktober 1 Mengunakan IV kateter S : -
2019 paling besar (no 14-16) O:-
Pukul 09.40
Senin, 29 Oktober 1 Memberikan anastesi S : -
2019 pada daerah yang akan O : -
Pukul 09.40 di tusuk. Tusuk 90o
diatas pubis
Senin, 29 Oktober 1 Menghubungkan IV S : -
2019 kateter dengan infus set O : pasien lebih tenang, urin
Pukul 09.45 dan fiksasi mengalir dengan lancar
Senin, 29 Oktober 1 Memastikan peralatan S : pasien mengatakan dapat
2019 terpasangan dengan berkemih
Pukul 09.50 tepat dan urin dapat O : pasien terlihat lebih nyaman
mengalir dengan lancar
Senin, 29 Oktober 1 Mempertahankan S:-
2019 system drainase O ; Urin dapat mengalir dengan
Pukul 09.50 lancar
Senin, 29 Oktober 2 Memeriksa urin S : -
2019 terhadap adanya darah O : Urin terlihat kuning kemerahan
Pukul 09.55 dan protein

Senin, 29 Oktober 1 Monitor intake dan S : pasien mengatakan minum air 6x/
2019 output hari dengan gelas ukuran sedang
Pukul 10.00 O : pasien terlihat tidak pucat,
mukosa bibir lembab dan masih
terpasang infus
Senin, 29 Oktober 1 Mengajarkan keluarga S : keluarga mengatakan paham dan
2019 mengenai perawatan mampu melakukan perawatan
Pukul 10.05 kateter yang tepat kateter
O : kateter terlihat bersih dan urin
mengalir dengan lancar
Senin, 29 Oktober 2 Memonitor respon S : -
2019 kompensasi awal syok O : pasien terlihat warna kulit sedikit
Pukul 10.10 (misal : TTV, akral, kemerahan, akral dingin, tidak ada
warna kulit, mual dan mual dan muntah
muntah, kelemahan) TD = 110/70 mmHg
N = 76x/ menit
RR = 22x/ menit
S = 37,0oC

Senin, 29 Oktober 2 Memonitor adanya S : pasien mengatakan nyeri di perut


2019 tanda-tanda sindrom bagian bawah
Pukul 10.15 imflamasi (misal O :
peningkatkan suhu, S = 37,0oC
takikardi, takipnea, N = 76x/ menit
leukositosis) RR = 22x/menit
Leukosit = 16.000 sel/ mm3
Senin, 29 Oktober 2 Mengajarkan pasien S : pasien dan keluarga mengatakan
2019 dan keluarga mengenai paham tentang factor-faktor
Pukul 10.20 faktor-faktor pemicu pemicu syok
syok dan cara O : pasien dapat menyebutkan
mengatasinya beberapan factor pemicu syok
Senin, 29 Oktober 2 Berkolaborasi dengan S : -
2019 tim medis lain dalam O : terdapat pembengkakan dan
Pukul 10.30 pemberian antibiotic ekimosis pada skrotum.
(Inj. amoxicillin) Leukosit = 14.000 sel/mm3
Senin, 29 Oktober 1 Berkolaborasi dengan S : pasien mengatakan nyeri di perut
2019 tim medis lain dalam bagian bawah berkurang
Pukul 10.35 pemberian analgesic O : terdapat memar dan
(Inj. ketorolac) pembengkakan pada skrotum.
Skala nyeri = 7
Senin, 29 Oktober 3 Mengajarkan pasien S : pasien mengatakan nyeri
2019 tindakan mengurangi berkurang
Pukul 10.40 nyeri dengan non O : pasien terlihat lebih tenang dan
farmakologi (relaksasi : nyaman
nafas dalam)

H. Evaluasi

No Tanggal/jam No Evaluasi Somatif TTD


Dx
1. Senin, 29 Oktober 1 S : Pasien mengatakan dapat berkemih dengan bantuan
2019 kateter
Pukul 13.00 O:
- Terdapat darah pada meatus uretra
- Pembengkakan pada scrotum
- Terdapat ekimosis di area scrotum dekstra
- Urin dapat keluar dan mengalir dengan lancar
A : Masalah keperawatan hambatan eliminasi urine teratasi
sebagian
Eliminasi Urin (0503)
Indicator Skala
Pola eliminasi 1 2 3 4 5

Jumlah urine 1 2 3 4 5
Warna urine 1 2 3 4 5
Kejernihan urine 1 2 3 4 5
Darah terlihat dalam urine 1 2 3 4 5
Inkontensia urine 1 2 3 4 5

P : Lajutkan intervensi
- perawatan kateter suprapubic
- memonitor balance cairan
2. Senin, 29 Oktober 2 S:-
2019 O : pasien terlihat tidak pucat dan akral normal
Pukul 13.00 Leukosit = 14.000 sel/mm3
Hb = 10.1 gr/ dL
TD = 110/70 mmHg
N = 78x/ menit
RR = 22x/ menit
S = 37,0oC
A : Masalah keperawatan resiko syok sepsis teratasi
sebagian
Keparahan syok : Sepsis (0421)
Indicator Skala
Meningkatnya laju pernafasan 1 2 3 4 5

Sesak nafas 1 2 3 4 5
Penurunan keluaran urine 1 2 3 4 5
Meningkatnya suhu tubuh 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Akral dingin dan kulit 1 2 3 4 5
kemerahan

P : Lanjutkan intervensi
- memonitor tanda-tanda syok
- pemberian antibiotic
3. Senin, 29 Oktober 3 S : pasien mengatakan
2019 P:
Pukul 13.00 Profokatif :pasien mengatakan nyeri akibat trauma pada saat
jatuh dari sepeda
Paliatif :pasien mengatakan nyeri berkurang saat beristirahat
Q : seperti tertekan benda berat
R : area scrotum hingga pangkal paha
S : skala 7
T : terus menerus
O : pasien terlihat kesakitan
A : Masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian
Kontrol Nyeri (1605)
Indicator Skala
Mengenali kapan nyeri 1 2 3 4 5
terjadi
Faktor penyebab 1 2 3 4 5
Melaporkan nyeri yang 1 2 3 4 5
terkontrol
Menggunakan analgesic 1 2 3 4 5
yang direkomendasikan

P : Lanjutkan intervensi
- managemen nyeri
- pemberian analgesic

Keterangan :
: Sebelum
: Sesudah

Anda mungkin juga menyukai