Anda di halaman 1dari 30

Clinical Science Session

Identifikasi Usia Jenazah Berdasarkan Kerangka Tulang

Oleh :
Achmad Vidiansyah 1940312055
Artha Dian Chrisni M 1940312071
Della Sylviani 1940312049
M Halim T Syam 1940312101

Preseptor :
dr. Citra Manela, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Identifikasi
Usia Jenazah Berdasarkan Kerangka Tulang”. Shalawat beriring salam
semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat
beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Citra Manela,
Sp.F selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Februari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 5
1.2 Batasan Masalah .......................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 6
1.4 Metode Penulisan ......................................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 7
2.1 Pengertian Tulang ........................................................................................................ 7
2.2 Pertumbuhan Tulang .................................................................................................. 11
2.3 Identifikasi Kerangka untuk Perkiraan Umur .............................................................. 13
2.3.1. Berdasarkan Tengkorak dan Gigi Geligi ............................................................. 13
2.3.2. Berdasarkan Simpisis Pubis................................................................................ 17
2.3.3. Karakteristik umur dengan mulai bersatunya episfisis dan diafisis :.................... 27
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 30

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Tulang .................................................................................................... 8


Gambar 2. Tulang Keras dan Spons..................................................................................... 10
Gambar 3. Sistem Havers .................................................................................................... 10
Gambar 4. Osifikasi Membranousa ..................................................................................... 11
Gambar 5. Osifikasi endokondral ........................................................................................ 12
Gambar 6. X-ray gigi pada anak – anak ............................................................................... 17
Gambar 7. 10 fase perkembangan simpisis pubis ................................................................. 19
Gambar 8. Sistem Mc. Kern dan Steward, membagi simphisis pubis dalam 3 komponen
utama .................................................................................................................................. 20
Gambar 9. Perubahan pada batas ventral simphisis pubis..................................................... 20
Gambar 10. a. Assific Nodule. b. Lingkaran Simphisis. ....................................................... 22
Gambar 11. Dorsal Plateau dan Ekstremitas pada simphisis pubis ....................................... 22
Gambar 12. Perhitungan ratarata usia, standar deviasi dan range usia untuk skor total dari
formula Mc Kern dan Steward untuk simphisis pubis laki-laki dan perempuan .................... 23
Gambar 13. Enam tahapan perkembangan pada simphisis pubis laki-laki dengan sistem
Suchey-Brooks .................................................................................................................... 25
Gambar 14. Enam tahapan perkembangan pada simphisis pubis perempuan dengan sistem
Suchey-Brooks .................................................................................................................... 26

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antropologi forensik merupakan aplikasi dan cabang spesifik antropologi biologi
yang mempelajari variasi biologi dan budaya manusia dalam rentang waktu dan ruang,
berikut sebab-sebab, mekanisme dan akibat variasi tersebut. Peran antropologi forensik
tidak hanya mencakup studi mengenai sisa-sisa kerangka manusia untuk tujuan identifikasi
(misalnya membangun profil biologis, analisis trauma & rekonstruksi wajah), akan tetapi
sekarang juga sering digunakan untuk mengidentifikasi seseorang dalam kondisi hidup
(misalnya memastikan apakah seseorang telah mencapai usia pertanggung jawaban
pidana).

Estimasi umur biologis merupakan bagian integral dari profil biologis digunakan
oleh antropolog forensik untuk membantu dalam mencapai identifikasi individu dari suatu
rangka yang tidak diketahui. Profil biologis ini terdiri dari jenis kelamin, usia, keturunan,
dan estimasi perawakannya, yang dapat dibandingkan dengan laporan orang hilang.

Usia dapat diperkirakan karena bertambahnya usia seiring dengan meningkatnya


tahap pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh berupa perubahan fisik yang konstan
sehingga setiap tahap dari proses perubahan tersebut dapat dihubungkan dengan usia
seorang individu. Namun dalam permasalahan adalah terkadang usia kronologis tidak
selaras dengan kematangan biologis (usia biologis) yang dimiliki oleh seseorang.

Perkiraan usia dapat dicapai dalam beberapa cara, termasuk pemeriksaan


makroskopik perkembangan gigi dan erupsi, penyatuan ephypisis tulang panjang,
degenerasi permukaan artikular panggul, tulang rusuk bagian sternal, dan penutupan
sutura, serta pemeriksaan mikroskopis tulang dalam analisis histologis. Oleh karena
berbagai masalah di atas, maka perlu diidentifikasi berbagai persoalan yang dapat
mempengaruhi dalam penentuan estimasi usia biologis suatu rangka serta menentukan
metode yang tepat sebagai solusi yang dapat di gunakan untuk meminimalkan kesalahan
dalam estimasi umur biologis.

5
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang pengertian tulang, pertumbuhan tulang dan identifikasi
usia jenazah berdasarkan kerangka tulang.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
identifikasi usia jenazah berdasarkan kerangka tulang.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan
pengetahuan tentang

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tulang

Tulang adalah suatu jaringan ikat vaskular terdiri atas sel-sel dan zat antar sel
yang mengalami kalsifikasi, seperti tulang padat (tulang kompakta) dan seperti spons
(tulang spongiosa). Tulang juga mempunyai banyak fungsi sebagai penyokong,
pelindung, penyimpan mineral pada ujung-ujung persendian dimana tulang rawan
sebagai pelapis yang khusus untuk mempermudah pergerakan. 1
Tulang pada manusia memiliki bentuk yang beragam, tergantung letaknya di
dalam tubuh. Berdasarkan ukuran dan bentuk, tulang dibagi atas :2
Berdasarkan bentuk dan ukuran tulang Contoh
Tulang Panjang (Ossa longa) Femur, humerus, radius, ulna,
- Bentuk seperti tabung, kedua ujung bulat, dan tibia, fibula, metacarpal dan
ditengahnya silindris metatarsal
- Terdiri dari 3 bagian : epifisis, metafisis,
diafisis
- Fungsi : alat penunjang tubuh
Tulang Pendek (Ossa brevia) Scapula, tulang rusuk,
- Bentuk kubus tengkorak
- Bagian luar dikelilingi lapisan tipis tulang
kompak
- Fungsi : penahan benturan
Tulang tidak beraturan Tulang vertebrae
Tulang sesamoid Patella
- Mirip biji wijen
- Fungsi : mengurangi pergeseran dan perubahan
arah dari tendo
Tulang pneumatic Frontal and maxillary (tulang
rahang atas)
Tulang splanchnic Os Penis
Tulang yang berkembang dalam organ-organ lunak

7
 Struktur Makrokopis tulang1 
Tulang dapat dibedakan dalam dua bentuk, tulang kompak (substansi
kompakta) dan tulang spons atau konselosa (substansi spongiosa). Tulang
kompakta tampak sebagai massa utuh padat dengan ruang-ruang kecil yang hanya
dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop menggunakan mikroskop. Tulang
panjang khas, seperti femur atau humerus, pada bagian batang (diafisis) terdiri atas
silinder berlubang tulang kompak berdinding tebal dengan rongga sumsum tulang.
Ujung tulang panjang terutama terdiri atas tulang spons ditutupi korteks tulang
kompak tipis, tulang panjang yang tumbuh disebut epifisis. Tulang rawan epifisis
dan tulang spons metafisis yang berdekatan merupakan zona pertumbuhan pada
semua inkremen memanjang dalam pertumbuhan tulang berlangsung. Tulang
dibungkus oleh periosteum, lapisan jaringan ikat khusus yang mempunyai potensi
osteogenik atau pembentuk tulang, jika periosteum fungsional tidak ada maka tidak
memiliki potensi osteogenik dan tidak berhubungan dengan pemulihan patah
tulang. Rongga sumsum diafisis dan rongga dalam tulang spons dilapisi oleh
endosteum yang juga memiliki sifat osteogenik. Substansi kompakta pada tulang
pipih tengkorak terbentuk pada permukaan luar dan dalam yang sering disebut
tabel luar dan dalam. Periosteum permukaan luar tengkorak disebut perikranium
dan pada permukaan dalam disebut dura mater. Pembungkus dari jaringan ikat dari
tulang-tulang pipih memiliki potensi osteogenik tidak berbeda antara periosteum
dan endosteum tulang Panjang

Gambar 1. Struktur Tulang


8
 Struktur mikroskopis tulang :3

1. Sistem Havers merupakan saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah,
dan aliran limfe;
2. Lamela adalah Lempeng tulang yang tersusun konsentris. Lamel tulang
kompak terdapat dalam tiga pola umum, yaitu :
- Disusun konsentris mengelilingi saluran vaskuler memanjang,
membentuk unit silindris yang disebut sistem Havers atau
osteon.
- Sistem Havers terdapat potongan tulang berlamel dengan
berbagai ukuran dan bentuk tak teratur.
- Permukaan luar tulang korteks, tepat dibawah periosteum pada
permukaan dalam terdapat sejumlah lamel yang yang berjalan
tidak terputus-putus mengitari bagian batang
3. Lakuna
Ruangan kecil yang terdapat diantara lempengan-lempengan yang
mengandung sel tulang. Substansi interstisial tulang adalah rerongga lentikuler,
disebut lakuna yang masing-masing berada disebuah sel osteosit. Lakuna
memencar keluar ke segala arah dan menerobos lamel dari substansi interstisial
dan beranastomosis dengan kanalikuli. Lakuna letaknya berjauhan tetapi mereka
membentuk rongga utuh yang saling behubungan melalui jaringan saluran yang
sangat halus. Saluran halus ini penting untuk nutrisi sel-sel tulang

4. Kanalikuli
Memancar diantara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon,

9
Gambar 2. Tulang Keras dan Spons

Tulang kompak terdiri dari sistem Havers. Setiap sistem Havers terdiri dari
saluran havers (Canalis Havers), yaitu suatu saluran yang sejajar dengan sumbu
tulang yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.

Gambar 3. Sistem Havers

Disekeliling sistem havers terdapat lamela yang konsentris dan berlapis-


lapis. Lamela adalah suatu zat interseluler yang berkapur. Pada lamela terdapat
rongga-rongga yang disebut lacuna yang mengandung osteosit. Dari lacuna keluar
menuju ke segala arah saluran-saluran kecil yang disebut canaliculi. Dimana
canaliculi penting dalam nutrisi osteosit.

10
2.2 Pertumbuhan Tulang

Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi = pembuatan)


atau disebut juga osteogenesis. Semua tulang berasal dari mesenkim, tetapi dibentuk
melalui dua cara yang berbeda. Tulang berkembang melalui dua cara, baik dengan
mengganti mesenkim atau dengan mengganti tulang rawan. Sususan histologis tulang
selalu bersifat sama, baik tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang rawan. 4
a. Osifikasi membranosa
Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana diantara dua
cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang tengkorak, sebagian tulang
wajah, mandibula, dan bagian medial dari klavikula dibentuk dengan cara ini. Juga
bagian lembut yang membantu tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya yang
kemudian mengeras dengan cara osifikasi membranosa.

Gambar 4. Osifikasi Membranousa

b. Osifikasi Endokondral
Pembentukan tulang ini adalah bentuk tulang rawan yang terjadi pada masa
fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang pada sebagian besar jenis tulang. Pusat
pembentukan tulang yang ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat
pada ujung-ujung tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-masing ujung,
yang terletak di antara epifisis dan diafisis pada tulang yang sedang tumbuh disebut
lempeng epifisis.4

11
Gambar 5. Osifikasi endokondral

Metafisis merupakan bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng


epifisis. Penutupan dari ujung-ujung tulang atau dikenal dengan epifise line rerata
sampai usia 21 tahun, hal tersebut karena pusat kalsifikasi pada epifise line akan
berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang. 4
Massa tulang bertambah sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun
setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas
sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn
over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu modeling dan remodeling. Pada
keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan tulang
yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa tulang yang hilang nol.
Apabila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini
disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya
usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn
over pada tulang sehingga tulang lebih rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada
wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang
pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 70 tahun, pengurangan tulang
lebih mengenai bagian trabekula dibanding dengan korteks.

12
2.3 Identifikasi Kerangka untuk Perkiraan Umur

2.3.1 Berdasarkan Tengkorak dan Gigi Geligi

Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun


perkiraan umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os
pubis, sakroiliac joint, cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan
mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi yang mendekati
perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari rangka
lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada range usia yang berbeda.
Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil, usia kanak-
kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua. 5

Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan


epifisis tulang sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun
pertama kehidupan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan foto
radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap pusat
penulangan pada tulang.5
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap
tengkorak guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang
berbagai metode, namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa
cara ini tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40
tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja. 5

 Pembagian umur dalam tiga tahapan : 5 



1. Bayi baru dilahirkan

Neonatus, bayi yg belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk


menentukan usianya karena pengaruh proses pengembangan
yang berbeda pada masing- masing individu. Bayi dan anak kecil
biasanya telah memiliki gigi. Pembentukan gigi sering kali
digunakan untuk memperkirakan usia. Gigi permanen mulai
terbentuk saat kelahiran, dengan demikian pembentukan dari gigi
permanen merupakan indikator yang baik untuk menentukan
usia. Beberapa proses penulangan mulai terbentuk pada usia ini,
ini berarti bagian- bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi

13
keras. Namun, ini bukan faktor penentuan yg baik. Pengukuran
tinggi badan diukur :
‒ Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor

‒ Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit

Umur Panjang Umur Panjang


1 bulan 1 cm 6 bulan 30 cm
2 bulan 4 cm 7 bulan 35 cm
3 bulan 9 cm 8 bulan 40 cm
4 bulan 16 cm 9 bulan 45 cm
5 bulan 25 cm 10 bulan 50 cm

2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun

Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai


tumbuh. Semakin banyak tulang yang mulai mengeras. Masa
remaja menunjukkan pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan
pada ujungnya. Penyatuan ini merupakan teknik yang berguna
dalam penentuan usia. Masing-massing epifisis akan menyatu
pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda dan dewasa
tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan
usia; penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung iga,
permukaan aurikula dan simfisis pubis; struktur mikro dari
tulang dan gigi.
‒ Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17 – 25 tahun.

‒ Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.

‒ Unifikasi dimulai umur 18 – 25 tahun.

‒ Unifikasi lengkap 25 – 30 tahun, usia lebih dari 31 tahun


sudah Dewasa > 30 tahun

14
Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala)
menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik.
Iregularitas dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.
perlahan-perlahan menyatu. Walaupun ini sudah diketahui sejak
lama, namun hubungan penyatuan sutura dengan penentuan
umur kurang valid. Morfologi pada ujung iga berubah sesuai
dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang
rawan. Ujung iga saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya
berbentuk datar, namun selama proses penuaan ujung iga mulai

‒ Berdasarkan umur pemeriksaan tengkorak terbagi


menjadi : Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna
mendahului eksterna

‒ Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus


mulai menutup umur 20 – 30 tahun

‒ Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25 – 35 tahun tetapi


dapat tetap terbuka sebagian pada umur 60 tahun.

‒ Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai


umur 70 tahun.

Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang


belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan
umur.Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan
sutura endokranial, relief permukan simfisis pubis dan struktur spongiosa
humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan
kesalahan sekitar 2,55 tahun.Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat
pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun,
masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).Selain itu dapat

15
juga digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan),
penurunan tepi gusi, pembentukan dentin sekunder, semen sekunder, transparasi
dentin dan penyempitan/penutupan foramen apikalis.
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin, dan ras. Hal ini dapat membantu
untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/
memperkuat identitas korban. Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai
usia 15 tahun. Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang
yang lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa
pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6 intra uteri.
Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan berlanjut setelah bayi lahir.
Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik yang mempengaruhi
pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang
memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini
akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika
ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat
sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini
umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat
ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti
dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan
sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14– 16
tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan
umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk
penentuan perkembangan gigi.
a) Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan
perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar
gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh). Dibandingkan
dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler pada gambar

b) Gambar b menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.

16
Gambar 6. X-ray gigi pada anak – anak

2. 3.2. Berdasarkan Simpisis Pubis

Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikaan skala umur


dari 18 tahun hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh
Mokern dan Stewart.

 Todd Sistem
Todd mempertimbangkan setiap simphisis pubis memiliki lebih atau
kurang oval pada tepinya, dengan panjang aksis supero-inferior. Bentuk oval ini
memiliki lima ciri utama : permukaan, tepi ventral atau ‘rampart’, tepi dorsal atau
‘plateau’, ekstremitas superior, dan ekstremitas inferior. Sebagai tambahan, dia
menganalisis ciri tambahan yang ditemukan pada bagian permukaan dan
dideskripsikan sebagai ‘ridging’ dan ‘billowing’ dan ‘ossific nodules’. Variasi dan
kemajuan kombinasi dari ciri-ciri ini dihasilkan dalam membuat 10 fase simphisis
pubis dengan rentang usia 18 tahun sampai 50 tahun lebih. Fase-fase ini
digambarkan oleh Todd sebagai berikut :10
I. Fase setelah remaja pertama – 18-19 tahun : Permukaan simfisis bergelombang,
dilalui oleh horisontal ‘ridges’, terpisah satu sama lain dengan jelas oleh alur-
alur; tidak ada penggabungan ossific nodules dengan permukaan; tidak ada tepi
yang membatasi dengan jelas; tidak ada ekstremitas.

17
II. Fase setelah remaja kedua – 20-21 tahun : Permukaan simphisis masih
bergelombang, dilalui oleh horisontal ‘ridges’, alur-alur diantaranya mulai terisi
didekat tepi dorsal dengan pembentukan tekstur tulang yang baru. Pembentukan
ini mulai dari tepi horisontal ‘ridges’. Penggabungan ossific nodules dengan
bagian atas permukaan simphisis mulai berlangsung; batas tepi dorsal mulai
terbentuk; tidak ada batas ekstremitas.
III. Fase setelah remaja ketiga – 22-24 tahun : Permukaan simphisis menunjukan
obliterasi yang progresif dari ‘ridge’ dan alur; mulai pembentukan dorsal
plateau; penggabungan ossific nodules; batas dorsal berangsur-angsur mulai
terbentuk; tidak ada batas ekstremitas.
IV. Fase keempat – 25-26 tahun : Peningkatan area kemiringan ventral; terbentuk
lengkap batas dorsal, yang berhubungan dengan dorsal plateu; mulai terbentuk
batas ekstremitas bawah.
V. Fase kelima – 27-30 tahun : Sedikit atau tidak ada perubahan permukaan
simphisis dan dorsal plateau kecuali secara sporadis atau prematur pada ventral
rampart; ekstremitas bawah menyerupai batas dorsal, semakin jelas batasnya;
mulai terbentuk ekstremitas atas dengan atau tanpa adanya ossific nodules.
VI. Fase keenam – 30-35 tahun : Peningkatan pembentukan ekstremitas;
perkembangan lengkap dari ventral rampart; tahanan gambaran granul dari
permukaan simphisis dan bagian ventral pubis; hilangnya pembentukan batas
simphisis.
VII. Fase ketujuh – 35-39 tahun : Perubahan dari permukaan simphisis dan aspek
ventral pubis sebagai akibat penyusutan aktivitas; mulai pertumbuhan tulang ke
daerah perlekatan tendon dan ligamen, khususnya tendon gracilis dan ligamen
sacro-tuberous.
VIII. Fase ke delapan – 39 – 44 tahun : Permukaan simphisis menjadi halus dan tidak
aktif; permukaan ventral pubis juga tidak aktif; garis oval lengkap atau hampir
lengkap; ekstremitas terbentuk sempurna; lingkaran permukaan simphisis tidak
jelas; hilangnya tanda tepi dari batas dorsal dan ventral.
IX. Fase kesembilan – 45-50 tahun : Permukaan simphisis menunjukan kurang lebih
tanda lingkaran; batas dorsal seluruhnya bertepi; batas ventral bertepi tidak
teratur.
X. Fase kesepuluh – 50 tahun lebih : Permukaan simphisis erosi dan menunjukan
ossifikasi yang tidak teratur pada batas ventral.

18
Gambar 7. 10 fase perkembangan simpisis pubis


Mc. Kern dan Stewart
Pada tahun 1957, Mc Kern dan Stewart membuat revisi jauh dan lebih baik.
Mereka mulai dari sembilan ciri morfologi simphisis pubis Todd : Ridge dan alur;
batas dorsal; sudut ventral; ekstremitas bawah; superior ossific nodule; ekstremitas
atas; ventral rampart; dorsal plateau; lingkaram simphisis. 10
Sebagai hasil, Mc Kern dan Stewart memberikan tiga komponen dari
simphisis pubis, dengan masing-masing lima tingkat perkembangan sebagai berikut:
I. Dorsal Plateau
0. Tidak ada batas dorsal
1. Batas dorsal yang halus pertama kali muncul di sepertiga tengah garis dorsal
2. Batas dorsal meluas sampai seluruh garis dorsal
3. Alur-alur terisi dan resorpsi ridge ke bentuk awal dataran pada sepertiga
tengah dorsal.
4. Dataran tersebut, masih menunjukkan sisa-sisa gundukan, memanjang sampai
sebagian besar permukaan dorsal.
5. Gundukan-gundukan hilang seluruhnya dan tekstur permukaan menjadi halus.

19
Gambar 8. Mc Kern dan steward sistem, membagi simphisis pubis dalam 3 komponen
utama

Gambar 9. Perubahan pada batas ventral simphisis pubis

II. Ventral Rampart


0. Tidak ada kemiringan ventral

20
1. Kemiringan ventral muncul hanya pada bagian ekstremitas atas dari garis
ventral
2. Kemiringan memanjang ke bawah sepanjang garis ventral
3. Kemiringan ventral mulai dengan ekstensi tulang dari salah satu atau kedua
ekstremitas
4. Kemiringan meluas tetapi masih terlihat celah di sepanjang perbatasan ventral
sebelumnya, paling jelas di bagian dua pertiga atas.
5. Kemiringan lengkap

III. Lingkaran Simphisis


0. Tidak ada lingkaran simphisis
1. Muncul sebagian lingkaran dorsal, biasanya pada bagian superior dari batas
dorsal, bulat dan teksturnya halus dan mendorong ke atas permukaan
simphisis.
2. Lingkaran dorsal simphisis lengkap dan lingkaran ventral mulai terbentuk.
Tidak ada muncul bagian baru.
3. Lingkaran simphisis terbentuk lengkap. Permukaan simphisis tertutup dengan
tekstur berbutir halus dan penampilannya tidak teratur atau bergelombang.
4. Lingkaran mulai hancur. Permukaan menjadi halus dan datar dan lingkaran
tidak lagi bulat tetapi gambarannya tajam.
5. Kerusakan lebih jauh dari lingkaran (khususnya sepanjang tepi atas ventral)
dan permukaan simphisis menjadi lebih halus. Terdapat juga disintegrasi dan
ossifikasi yang tidak teratur sepanjang lingkaran ventral. 4

Harus dicatat, perkembangan dari komponen I sampai komponen III merupakan satu
rangkaian. Ini berarti bahwa tahap perkembangan dalam komponen I hanya bisa menjadi
lebih besar atau sama dengan tahap perkembangan pada komponen II. Hal yang sama berlaku
untuk komponen II dan III yaitu, komponen II dapat lebih besar atau sama dengan komponen
III. Komponen dan tingkatan dapat digunakan dan memberikan skor total dengan range dari 0
sampai 15. Jika ketiga komponen pada tingkat 0, skornya adalah 0. Jika komponen I pada
tingkat 2, komponen II pada tingkat 2, komponen III pada tingkat 3, maka skornya adalah 7
dan seterusnya. 10

21
Gambar 10. a. Assific Nodule. b. Lingkaran Simphisis.

Gambar 11. Dorsal Plateau dan Ekstremitas pada simphisis pubis

22
Gambar 12. Perhitungan ratarata usia, standar deviasi dan range usia untuk skor total
dari formula Mc Kern dan Steward untuk simphisis pubis laki-laki dan perempuan


Suchey Brooks
Di antara metode penentuan usia dari simfisis pubis, penulis lebih memilih
SBS karena beberapa alasan. Pertama, aplikasi yang sederhana. Modifikasi morfologi dibagi
menjadi enam fase. Selain itu, cetakan pubis tersedia untuk perbandingan visual, untuk yang
peneliti yang kurang berpengalaman. Metode ini telah diuraikan pada modern, multiregional,
dan populasi forensik (sampel otopsi di kantor Coroner Los Angeles), dan
pengolahan data memperhitungkan variabilitas antar individu. Untuk setiap fase, tersedia dua
interval usia, dengan interval kepercayaan 66 dan 95%. Bekerja dengan teknik ini sejak tahun
1988, Baccino telah menunjukkan bahwa dapat digunakan dengan reliabilitas pada sampel
Eropa untuk individu di bawah 40 tahun usia.11
Saat ini metode yang paling umum digunakan untuk menentukan usia berdasarkan
karakteristik morfologi dari simphisis pubis adalah metode yang dikembangkan oleh Suchey
dan Brooks, dimana perubahan pada simfisis pubis dibagi menjadi enam fase. Dengan
pemeriksaan pada 1225 mayat yang telah diketahui usianya selama otopsi, Suchey dan
Brooks menemukan untuk masing-masing enam ini fase rentang usia rentang usia yang valid
adalah 95% dari populasi. Penerapan metode Suchey-Brooks diperiksa oleh Marija Djuric et
al. Pada populasi di Serbia, Bednarek, Bloh dan Silwka pada populasi di Polandia.7
Jaringan lunak harus dibedah pada meja otopsi untuk mendapatkan akses ke tulang.
Gergaji diperlukan untuk memotong yang ramus ischio-dan iliopubic (minimal 2 cm
panjangnya) untuk mendapatkan semua informasi. Persiapan simfisis pubis sederhana:
setelah menghilangkan jaringan lunak, sampel kemudian direbus dengan air. Proses ini dapat

23
berlangsung 10 menit sampai 1 jam, tergantung pada kepadatan tulang dan tulang rawan
seberapa kuat melekat ke tulang permukaan. Proses perebusan harus diawasi secara teratur;
tujuannya adalah untuk membersihkan permukaan symphyseal dari jaringan lunak tanpa
kehilangan jaringan informasi. Proses yang berlebihan dapat menghancurkan bagian yang
terdapat kriteria usia. Setelah siap, jika tidak ada bahan kimia yang digunakan, sampel dapat
disimpan tanpa batas waktu pada suhu kamar.11
Sebuah perbandingan visual rinci dengan cetakan memungkinkan, sebagian besar
waktu, pengamat untuk pilihan fase tunggal. Ciri pertama yang diamati adalah aspek dari
permukaan artikular, yang bergelombang dengan pegunungan ditandai dengan jelas dan alur-
alur pada individu muda. Permukaan tersebut menjadi rata di usia 40-an dan akhirnya
menjadi dalam dan irregular karena porositas, kerusakan tulang, dan konstruksi. Ciri kedua
adalah lingkaran dorsal dan ventral, yang tidak ada dalam tahap awal. Pembentukan dorsal
dimulai pertama kali, kemudian di bagian atas batas ventral. Hanya pada fase keempat
permukaan artikular yang oval dicapai. Evaluasi penyelesaian ekstremitas atas dan bawah
memungkinkan diferensiasi tiga fase sebelumnya. Mereka absen dalam fase I, fase II, dan
fase III. Sebuah rekomendasi praktis dapat dibuat. Hal ini diperlukan untuk membandingkan
kedua sisi artikulasi sebagai perbandingan yang mungkin berbeda antara sisi kiri dan sisi
kanan. Dalam rangka untuk memunculkan relief, permukaan relief harus diamati dengan
menggunakan latar belakang gelap. Permukaan artikular harus dipindahkan selama
pemeriksaan posisi depan, keseluruhan, dan posisi miring. Gambar 1 menggambarkan enam
tahapan SBS untuk laki-laki (Gambar 1 A) dan perempuan (Gambar 1B), dengan rata-rata
usia pada saat kematian, standar deviasi, dan range 95% .11

24
Gambar 13. Enam tahapan perkembangan pada simphisis pubis laki-laki dengan
sistem Suchey-Brooks

25
Gambar 14. Enam tahapan perkembangan pada simphisis pubis perempuan dengan
sistem Suchey-Brooks

26
2.3.3. Karakteristik umur dengan mulai bersatunya episfisis dan diafisis :

Sisa rangka dari bayi prenatal, natal dan awal post natal dapat ditentukan
berdasarkan tulang panjang mereka. Pada orang dewasa tulang panjang sangat
bervariasi berdasarkan ras dan jenis kelamin. Pada anak-anak tidak terdapat
perbedaan yang begitu mencolok karena pertumbuhan berakselerasi sejak
postnatal sehingga metode ini sangat berguna dan dapat diterapkan pada anak-
anak hingga usia kurang lebih 10 tahun.6
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa tulang berkembang atas endapan
material pada bagian ujung tulang (tulang panjang). Proses ini berlangsung setelah
terjadi proses penyatuan pada pusat osifikasi primer. Ada banyak epiphisis pada
rangka manusia. Semua tulang panjang minimal mempunyai 2 ephipisis dan
kadang lebih. Salah satu klasifikasi penyatuan ephipisis yang paling banyak
digunakan disusun oleh Buikstra dan Ubelaker. Informasi mengenai penyatuan
ephipisis ini sangat berguna untuk penentuan umur waktu mati, terutama
berdasarkan individu dengan rentang umur 10-25 tahun. Hal ini dikarenakan
bahwa penyatuan ephipisis sering kali lebih cepat dari semestinya. Dengan kata
lain, ada rentang umur (waktu penyatuan ephipisis). Jenis kelamin sangat
mempengaruhi pertumbuhan tulang sehingga hal ini juga diperhitungkan selain
memperhitungkan rentang umur penyatuan ephipisis. 6

Tabel 1: Penyatuan Epifisis dengan Diafisis

27
Proses assessment usia biologis pada skeletal dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor internal dan eksternal seperti jenis kelamin, keturunan, penyakit,
kondisi gizi, gaya hidup (activity) dan genetik dari individu. Faktor-faktor ini bisa
menjadi potensi sumber bias dalam estimasi umur. proses identifikasi umur
biologi tidak hanya dilakukan dengan metode estimasi tulang berdasarkan
struktur, bentuk, dan ukuran tulang saja, akan tetapi dengan pemeriksaan
mengenai hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang seperti analisis
biokimia molekuler Sehingga dapat diperoleh umur biologis secara tepat dan
akurat.6

28
BAB III
KESIMPULAN

Tulang adalah suatu jaringan ikat vaskular terdiri atas sel-sel dan zat antar sel yang
mengalami kalsifikasi, seperti tulang padat (tulang kompakta) dan seperti spons (tulang
spongiosa). Tulang juga mempunyai banyak fungsi sebagai penyokong, pelindung,
penyimpan mineral pada ujung-ujung persendian dimana tulang rawan sebagai pelapis
yang khusus untuk mempermudah pergerakan dalam bidang forensic, salah satunya
sebagai identifikasi usia jenazah. Perkiraan usia dapat dicapai dalam beberapa cara,
termasuk pemeriksaan makroskopik perkembangan gigi dan erupsi, penyatuan ephypisis
tulang panjang, degenerasi permukaan artikular panggul, tulang rusuk bagian sternal, dan
penutupan sutura, serta pemeriksaan mikroskopis tulang dalam analisis histologis.
Saat ini metode yang paling umum digunakan untuk menentukan usia berdasarkan
karakteristik morfologi dari simphisis pubis adalah metode yang dikembangkan oleh
Suchey dan Brooks, dimana perubahan pada simfisis pubis dibagi menjadi enam fase.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin. 2002. Struktur & Komponen Tubuh Manusia. Penerbit Buku


Kedokteran EGC: Jakarta.
2. Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi. Edisi 3. EGC: Jakarta.
3. Sutarmo Setiaji. 1990. Buku kuliah anatomi fisiologi. Fakultas Kedokteran
UI: Jakarta.
4. Irianto K. 2004 Struktur dan Fngsi Tubuh Manusia. Jakarta. Yrama Widya
5. Iscan M. Yasar , Steyn M. The Human Skeleton in Forensic Medicine. 3rd
Edition. Springfield. Thomas Ltd. 2013. 59p.
6. Koesbardiati, T. 2012. Buku Ajar Antropologi Forensik. Revka: Surabaya

7. Sarajlic, Nermin; Gradascevic, Anisa. 2012. Morphological characteristics of


pubic symphysis for age estimation of exhumed persons. Association of Basic
Medical Sciences of FBIH. Sarajevo.
8. Adams, Bradley J. 2007. Biological Profile : Age. Inside Forensic Science
Forensic Anthropology. Chelsea House. New York. Page 31 – 41.
9. Klepinger, Linda L. 2006. Age Estimation. Fundamental of Forensic
Anthropology. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Page 53 – 55.
10. Krogman, Wilton Marion; Iscan, Mehmet Yasar. Skeletal Age : Postcranium.
The Human Skeleton in Forensic Medicine, 2nd Ed. Charles C Thomas
Publisher. USA.
11. Baccino, Eric; Schmitt, Aurore. Determination of Adult Age at Death in the
Forensic Context. In : Schmitt, Aurore; Cunha, Eugenia; Pinheiro, Joao eds.
2006. Forensic Anthrophology And Medicine. Humana Press, New Jersey. Page
262-266.

30

Anda mungkin juga menyukai