aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari perempuan yng melakukan aborsi
tidak aman berakhir dengan kematian. Di asian tenggara, who memperkirakan 4,2 juta aborsi
dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 – 1,5 juta terjadi di indonesia, dimana 2.500 diantaranya
berakhir dengan kematian, angka kematian di indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun
a) Hypertensi kronik adalah hypertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hypertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hypertensi menetap sampai 12 minggu pasca perssalian.
b) Preeklampsia adalah hypertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam atau sama dengan
1+ dipstick
c) Eklampsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan koma
d) Hypertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, adalaah hypertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hypertensi kronik yang disertai dengan proteinuria.
e) Hypertensi gestasional adalah hypertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hypertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan dengan tanda-
tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
A. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial dalam kehamilan ialah penyakit hipertensi yang kronis disebabkan
oleh arteriosclerosis. Penyakit ini tidak terjadi pada wanta hamil saja tetapi juga wanita
yang tidak hamil maupun pria. Pada wanita hamil sudah diketemuan hipertensi sebelum
minggu ke 20 dan hipertensi tetap ada sesudah ada persalinan. Penyakit ini sering
menimbulkan kelainan pada jantung (membesar), pada ginjal, otak dan retina.
Untuk diagnosa hipertensi essensial digunakan bukti sebagai berikut:
Penyakit ini terutama pada wanita tua, multipare dan pada wanita yang gemuk dan
bersifat hereditair. Proteinuria biasanya tidak ada dan oedema hanya sedikit bahkan tidak
ada. Pada hipertensi essensialis bayi yang dikandung sering lebih kecil daripada umur
kehamilannya, sering ditemukan infrak pada plasenta. Kemunginan solusio plasenta lebih
besar pada pasien-pasien ini.
Jika seseorang gravida dengan hypertensi essensial disertai dengan toxaemin yang
akut maka dengan mendadak keadaanya lebih genting. Untuk mendiagnosa keadaan
tersebut diatas diperlukan gejala:
Pragnosa:
Pasien dengan hypertensi essensialis dapat melalui kehamilan dalam keadaan yang
hampir tanpa disertai dengan preeklamsia. Jika disertai dengan preeklamsia maka
pragnosa untuk ibu dan anak menjadi kurang baik, kemungkinan solutio plasentae lebih
besar. Tanda-tanda memburuknya pragnosa:
a) Pembesaran jantung
b) Faal ginjal kurang
c) Kelainan pada retina
d) Tensi permulaan 200 systolis atau 120 diastolis
e) Jika pada kehamilan yang lampau pernah disertai dengan preeklamsia.
Terapi :
Semua wanita hamil dengan hypertensi essensialis harus masuk rumah sakit untuk
penilaian tensi, jantung, ginjal dan pemeriksaan retina. Kalau keadaan kurang baik
dipertimbangkan abortus therapeutic dan sterilisasi. Terapi hypertensi essentialis yang
berarti preeklampsi pada umumnya sama dengan yang dibicarakan pada preeklamsi.
(obstetri patologi hal. 107-108).
B. Hypertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan,
tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal kurang dari 12
minggu pasca persalinan. Kriteria Hypertensi Gestasional:
1) Systolik 140 mmHg
2) Diastolik 90 mm Hg
3) Tanpa Protuinuria
4) Terjadi setlah 20 minggu kehamilan pada wanita yang diketahui normotensif sebelum
kehamilan
C. Hipertensi superimposed preeklampsia
Diagnosis hipertensi superimposed preeklampsia sulit, apalagi hipertensi kronik
disertai kelainan ginjal dengan proteinuria. Tanda-tanda hipertensi superimposed
preeklampsia pada hipertensi kronik adalah:
1) Adanya proteinuria, gejala-gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus,
edema patokologik yang menyeluruh (anasarka) oliguria, edema paru
2) Kelainan laboratorium: berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan
transminase serum hepar.
D. Hipertensi kronik
Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik
didefinisikan apabila didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi kronik dapat
disebabkan primer: idioptik: 90% dan sekunder: 10% berhubungan dengan penyakit ginjal,
vaskular kolagen, endokrin, dan pembuluh darah
Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul
sebelum kehamil, atau timbul hipertensi setelah 20 minggu kehamilan. Ciri-ciri hipertensi
kronik :
Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau fetal
growth restriction, intra uterine growth restriction: IUGR. Insiden fetal growth restiction
berbanding langsung dengan derajat hipertensi yang disebabkan menurunnya perfusi
uteroplasenta, sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lain pada janin adalah
peningkatan preterm.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan khusus berupa ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata dan
pemeriksaan USG ginajl. Pemeriksaan laboratorium lain ialah fungsi ginjal, fungsi hepar,
Hb, hematokrit, dan trombosit.
4) Pemeriksaan janin
Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR, dilakukan
NST dan profil biofisik.
5) Pengelolaan dalam kehamilan
Tujuan pengelolaan hipertensi dalam kehamilan adalah meminimalkan atau mencegah
dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-
obatan antihipertensi. Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hipertensi yang
ringan menjadi berat (pregnancy aggravated hypertension), yang dapat dicapai dengan
farmakologik ataupun perubahan pola hidup: diet, merokok, alkohol, dan substance
abuse. Terapi hipertensi kronik berat hanya dapat mempertimbangkan keselamatan ibu,
tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghidari terjadinya CVA, infrak
miokard, serta disfungsi jantung dan ginjal.
Antihipertensi diberikan: sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap
hipertensi, yaitu pada stage I hipertensi tekanan darah sistolik >140 mmHg, tekanan
diastolik >90 mmHg, bila terjadi disfungsi end organ.
Diagnosis:
- Apabila tekanan darah diastoliknya >110 mmHg pada dua kali atau lebih
pemeriksaanatau 90 mmHg pada dua kali atau lebih pemeriksaan, atau selang 4 jam.
Penatalaksanaan:
- Diperlukan pengawasan yang cermat terhadap kondisi ibu dan janin.
Pemeriksaan :
Ibu : pemeriksaan fisik lengkap; usg; laboratorium darah dan urine
Janin : pemeriksaan abdomen ; USG; kardiotokografi
F. Preeklampsia
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra
dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia menjadi berat dan
ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab sering kali
ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang
dan jatuh dalam koma.
Gamabar klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individua. Kadang-kadang
sukar untuk menentukan gejala penyakit preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah edema,
hipertensi, dan terkahir proteinuria sehingga gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan
diatas dianggap bukan preeklampsia. Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi
dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita
seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya
gangguan nyeri kepala, gangguan pengelihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ni
sudah cukup lanjut.
Tujuan pengobatan preeklampsia ialah:
1. Mencegah terjadinya eklampsia
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup yang besar
3. Persalinan dengan trauma yang sedikit-dikitnya dan jangan sampai menyebabkan
penyakit pada kehamilan dan persalinan berikutnya (sectio caesarea menambah
bahaya pada kehamilan dan persalinan berikutnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap
1) Preeklampsia ringan
Preeklampsi ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasiendotel.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Kriteria diagnostik:
- Hipertensi sistolik/diastolik >140/90 mmHg. Kenaikan sistolik >30mmHg dan
kenaikan diastolik >15 mmHg tidak dipakai lgi sebagai kriteria preeklampsia
- Proteinuria: >300 mg/24 jam atau >1+dipstik
- Edema: edema lokal tidak dimasukkan kedalam kreteria preeklamsia kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Pengelolaan rawat jalan:
- Tidak mutlak harus tirah baring
- Diet regular, tidak perlu die khusus
- Tidak perlu restriksi konsumsim garam
- Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan seditivum
- Kunjungan kerumah sakit tiap minggu
Pengelolaan rawat inap:
2) Preeklaampsia berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik >160 mmHg
dan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia
bila preeklampsia berat disertai dengan gejala-gejala subyektif berupa nyeri kepala yang
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progesif tekanan
darah.
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Penelitian duley, berdasarkan cochrane review, terhadap dua uji klinik terdiri dari 133
ibu dengan preeklampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup
data untuk memberikan rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannyya pada
kehamilan preterm. Berdasarkan Williams Obstetric ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka sikap trhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
Ibu:
- Umur kehamilan > 37 minggu. Lockwood dan Paidas mengambil batasan umur
kehamilan >37 minggu untuk preeklampsia ringan dan batasan umur kehamilan 37
minggu untuk preeklampsia berat
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :keadaan klinik dan laboratori
memburuk.
Janin:
Laboratorik:
Penyulit janin
Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction,
solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian janin intra uterin,
kematian neonatal perdaraan intraventikular, necrotizing entercolitis, sepsis, cerebral
palsy.
G. Eklampsia
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang menyeluruh dan koma pada wanita
hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, oedema, dan proteinuria. Sama
halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum.
Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejal-
gejala yang khas, yang dapat dianggap sebgai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut impending eclampsia
atau imminent eclampsia.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang kloni. Kejang klonik dengan
terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai dengan
terbuka dan terttupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada
otot-otot muka dan otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Sering pula lidah tergigit akibat kontraksi
otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa
kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti
dan konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang dari 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah,
dan akhirnya penderita diam takbergerak. Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit,
kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh
koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan darah cepat meningkat demikian juga suhu
badan meningkat yang memungkinkan yang mungkin oleh karena gangguan serebral.
Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oligurea atau anuria dan kadang-
kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat anti kejang maka akan segera disusul dengan kejang berikutnya, setelah
berakhirnya kejang frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit
akibat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar dari koma, umumnya mengalami
diasorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat kehilanganya kesadaran dapat
dipakai beberapa cara. Dirumah sakit Dr.Soetomo telah diperkenallkan suatu cara untuk
menilai derajat kedalaman koma tersebut, yaitu Glasgow Coma Scale. Di Inggris untuk
mengevaluasi koma pada eklampsia ditambah penilaian kejang yang disebut Glasgow-
Pittsburg Coma Scoring System.
Perawat Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilitasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC) mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasie pada
waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu kritis hipertensi,
melahirkan janin pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat.
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat dikamar isolasi cukup
terang, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan ditempat
tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur yang harus dipasang dan dikunci dengan kuat.
Selanjutnya masukkan sudup lidah kedalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas
sudap lidah yang sedang digigit karena dpat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan
daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang
kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada
tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selsesai
kejang-kejang, segera beri oksigen.
Perawatan koma
Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah buntunya jalan napas atas.
Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atas
terbuntu. Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita jatuh koma ialah menjaga
dan mengusahakan agar jalan atas napas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya
jalan napas atas oleh pangkal atas lidah dan epiglotis dilakukan tindakan sebagai berikut :
dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi
ekstensi kebelakang, atau head titl-chain lift, dengan kepala direndahkan dan dagu ditarik
ke atas, atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan keatas sambil
mengangkat kepala kebelakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan oropharyngeal airway.
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koa akan kehilangan
refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinyas asparasi bahan lambung sangat besar.
Lambung ibu hami harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu semua
semua benda yang ada dirongga mulut dan tenggorokan baik berupa lendir maupun sisa
makanan, harus segera diisap dengan cara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi
stabil untuk draines lendir.
Monitoring keadaan koma memakai Glasgow Coma Scale. Pada penderita koma perlu
diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma lama, bila nutrisi
tidak mungkin dapat diberikan melalui NGT.
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.
Pengobatan Medikamentosa
- Obat anti kejang : magnesium sulfat. Bila dengan obat ini kejang masih susah untuk
diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya triopental. Diazepam dapat dipakai
sebagai alternatif pilihan, namun menggingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi,
pemberian diazpam hanya dilakukan oleh mereka yang sudah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitori plasma elektrolit.
Obat kardiotonika ataupun obat-obatan anti hipertensi dengan memonitori plasma
elektrolit. Obat kardiotonika atauoun obat-obtan anti hipertensi hendaknya selalu
disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.
- Magnesium sulfat (MgSo4) : pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti
pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama
ditujukan untuk gangguan fungsi organ paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care
sangat penting, misalnya meliputi cara perawatan-perawatan penderita dalam satu
kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita, dan monitoring produksi
urine.
Terapi madikamentosa
Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan jann. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pascapersalinan, bila persalinan terjadi pervagina, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
Pragnosis :
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan
akan tamapak jelas setehlah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir
perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam
kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda pragnosis baik, karena hal ini
merupakan gejalan pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam
beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Pragnosis janin pada penderita eklampsia juga
tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena
memang kondisi bayi sudah sangat inferior.
1. Sedansi untuk mencegah kejang selanjutnya. Kejang sangat merugikan karena waktu
kejang terjadi hypoxia, acidose respiratioris maupun metabolis dan tensi biasanya
naik
2. Menurunkan tensi dengan menghasilan vasospasmus. Karena itu penurunan tensi
harus berangsung-angsur dan tidak boleh terlalu banyak. Karena itu penurunan tensi
harus berangsur-angsur tidak boleh terlalu banyak : a. Tekanan darah tidak boleh
turun dari 20% dalam 1 jam (maksimal dari 200/120 menjadi 160/95 dalam 1 jam). b.
Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90.
3. Menawarkan haemokonsentrasi dan memperbaiki diurese dengan pemberian glucose
5%-10% karena air keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan oedema maka
terjadi hypovolaemi. Hypovolaemi ini menyebabkan oliguri sampai anuri malah dapat
menimbulkan schok. Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat menimbulkan
hiperhidrasi dan oedema paru-paru.
4. Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
.
HYPEREMESIS GRAVIDARUM
Hyperemesis gravidarum adalah mual muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20
minggu, muntah begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan
sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun,
dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urine bukan karena penyakit seperti appendisitis,
pielititis, dan sebagainya.
Etiologi :
Pada wanita Yaang hamil terjadi perubahan-perubahan yang cukup besar yang
mungkin merusak keseimbangan didalam tubuh. Misalnya saja yang menyebabkan mual
muntah ialah masuknya bagian-bagian villus kedalam peredaran darah ibu, perubahan
endokrin misalnya hypofungsi cortex g1 suprarenalis, perubahan metabolik dan kurangnya
pergerakan lambung. Tetapi bagaimana reaksi seseorang wanita terhadap kejadian-
kejadian tersebut diatas, tergantung kepada kekuatan jiwanya dan bagaimana menerimaan
ibu itu terhadap kehamilannya. Pada hyperemesis yang berat dapat ditemukan necrose
dibagian central lobulus hati atau degeneratif lemak pada hati. Kelainan ini rupa-rupanya
disebabkan oleh kelaparan bukan oleh adanya toxn-toxin. Mungkin juga terdapat kelainan
degeneratif pada ginjal. Kadang-kadang ada polyneuritis akibat kekurangan vitamin B
karena muntah. Secara pendek etiologi belum jelas, tetapi faktor pasychis sangat
mempengaruhi penyakit ini.
Klarifikasi
a) Tingkat 1
Muntah yang terjadi terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, beempedu kemudianr berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah
pertama keluar makanan, lendir dan sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan
empedu dan terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali permenit dan
tekanan darah sistole menurun. Mata cekung dan lidah kering, tugor kulit berkurang
dan urin masih normal.
b) Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subferil, nadi cepat dan lebih 100-140 kali per menit, tekanan darah sistole kurang
dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus ada, bilirubin ada dan
berar badan cepat
Menurun.
c) Tingkat III
Gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, ikterus,
sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin ada, dan proteinuria.
Diagnosis:
1. Aminore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum akan
dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu dan haus hebat.
2. Fungsi vital : nadi meningkst 100 kali per menit, tekanan darah menurunn pada
keadaan berat, subfenril dan gangguan kesadaran (apatis-koma)
3. Fisik : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun,
posio lunak pada vaginal touche, uterus besar sesuai besarnya kehamilan.
4. Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the left, benda
keton dan proteinuria.
Penatalaksanaan :
Pragnosa :
Dengan terapi yang baik, pragnosa hyperemesis gravidarum baik, jarang sekali
menyebabkan kematian atau memaksa kita melakukan abortus therapeuticus. Yang
menjadi pegangan bagi kita untuk melihat maju mundurnya pasien ialah adanya aceton
dan acidum dalam urine dan berat adan.
Terapi :
Penderita dengan mual dan muntah yang ringan, dianjurkan makan dengan porsi yang
kecil. Tidak usah dianjurkan memakan makanan tertentu yang kita anggap sehat :
makanan yang diterima dan masuk adalah makanan terbaik. Makanan yang berlemak
dilarang karena pada umumnya menyebabkan mual. Makanan diselingi oleh makanan
kecil berupa biskuit, roti kering dengan teh, setelah bangun tidur, pada siang hari dan
sebelum tidur. Pemberian luminal 30 mg sebelum makan juga sangat menolong. Juga
librium, dramamine dapat diberikan asal ingat bahwa ada obat-obat yang teratogen.
Biasanya diberikan vitamin dan yang paling sering digunakan ialah :
Diet hyperemesis
1) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti
kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersamaan dengan makanan tetapi 1-
2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat gizi kecuali vitamin C karena
itu hanya diberikan selama beberapa kali
2) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsung mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak
diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali
vitamin A dan vitamin D
3) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita denngan hiperemesis ringan. Menurut
kesanggupan penderita minum boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup
dalam semua zat gizi kecuali kalsium.