PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab perdarahan post partum
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis perdarahan post partum
1
3. Mengetahui klasifikasi post partum
4. Mengetahui apa saja penyebab perdarahan post partum
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
8. Placenta yang baru lepas sebagian, maka akan terjadi robekan pada sinus-sinus
maternalis dan plasenta yang masih melekat menghambat kontraksi dan
relaksasi dan otot-otot uterus.
9. Persalinan yang terlalu cepat, bila uterus sudah berkontraksi terlalu kuat dan
terus menerus maka uterus akan kekurangan kemampuannya untuk
berkontraksi (Saifudin, 2005).
d. Penatalaksanaanya
1. Pencegahan:
a. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan
akibat atonia uteri.
b. Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (800 – 1.000 g) segera setelah
bayi lahir (Prawirohardjo, 2011).
2. Penanganan:
Banyak darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovelemik. Pada
umunya dilakukan secara stimulatan (bila pasien syok) hal – hal sebagai berikut:
a. Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b. Masase fundus uteri dan merangsang putting susu.
c. Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM, IV, atau SC.
d. Memberikan derivat prostaglandin F2 alfa (carboprost tromethamine) yang
kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual– muntah,
fibris, dan takikardia.
e. Pemberian misoprostol 800 – 1.000 ug per-rektal.
f. Kompresi bimanual eksternal
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
g. Kompresi bimanual internal
Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh
darah didalam miometrium.
5
h. Kompresi aorta abdominalis
Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan
pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai
kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi,
denyut arteri femoralis.
i. Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambungkan
dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan di isi cairan infuse 200 ml
yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero- vaginal tidak dianjurkan dan
hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
7
2. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat kontraksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan (Salemba, 2010).
c. Etiologi
1. Plasenta belum terlepas dan dinding rahim karena melekat dan tumbuh dalam. Menurut
tingkat perlekatannya.
2. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
3. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium
sampai ke miometrium.
4. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
5. Plasenta sudah terlepas dan dinding rahim namun belum keluar karena atonia uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk
segera mengeluarkannya.
d. Penatalaksanaan
1. Pencegahan:
Upaya pencegahan retensio plasenta yaitu dengan cara mempercepat proses
separasi dan kelahiran plasenta dengan cara memberikan uterotonika segera setelah bayi
lahir dan melakukan peregangan tali pusat terkendali. Upaya ini juga disebut
penatalaksanaan aktif kala III.
2. Penanganan
a. Jika placenta terlihat didalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. jika anda dapat
merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placenta tersebut.
b. Pastikan kandung kemih kosong bila diperlukan lakukan kateterisasi.
c. Jika placenta belum keluar. Berikan oksitosin 10 U LM, jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala tiga, jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi
uterus yang tonik yang bisa memperlambat pengeluaran placenta.
d. Jika placenta belum lahir setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa
berkontraksi, lakukan peregangan tali pusat terkendali, hindari penarikan tali pusat dan
penekanan nindus yang yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus.
e. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobaiah untuk melakukan pengeluaran
placenta secara manual dengan cara mengeluarkan plasenta secara manual yang merupakan
tindakan darurat untuk mengatasi perdarahan pasca persaiinan cian mencegah kematian ibu.
8
Waktu sangat menentukan, dan kebersihan mutlak perlu. Cuci tangan sebelum memulai
tindakan.
f. Peralatan yang diperlukan adalah:
1. Alat dan bahan untuk pemberian cairan intravena.
2. Kateter.
3. Analgesia atau anastesia
4. Kocher
5. Sarung tangan steril
6. Desinfektan
7. Partus set
g. Prosedur yang diiakukan adaiah:
(1) Berikan analgesia secara intramuskuler (misalnya pethidin 25 mg) dan sedatif
(misalnya diazepam 10 mg i.m, fenobarbital 30 mg atau fènergan 50 mg melaiui karet
infus) untuk menenangkan ibu. Jika obat tersebut tidak tersedia, langsung lakukan
pengeluaran plasenta secara manual. Ibu mungkin tidak tenang dan tidak nyaman, tetapi
tindakan ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya.
Catatan : ibu sudah datang dalam keadaan perdarahan dan janin telah lahir.
(2) Pasang infus 5% Dextrose dalam cairan NaC1 0,9 % atau cairan infus apapun yang
tersedia. Cairan infus kan menggantikan sebagian cairan yang hilang akibat perdarahan.
Hal ini dapat mencegah syok.
Catatan : ibu sudah datang dalam keadaan perdarahan dan janin telah lahir.
(3) Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan. Baringkan ibu terlentang dengan
kedua lututnya ditekuk. Jika ia tidak dapat buang air kecil sendiri, pasang kateter dengan
benar dan kosongkan kandung kencingnya. Kandung kencing yang penuh dapat menahan
lahirnya plasenta. Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan. Jika plasenta
terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan sedikit. Jika plasenta belum keluar
dalam 15 menit, berikan oksitosin 10 unit I.M sekali lagi. Dan minta suami untuk
memilin-milin putting susu ibu dan meminta keluarga menyiapkan surat rujukan.
(4) Lakukan masase uterus agar berkontraksi. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian
tegangkan tali pusat sejajar lantai. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
(5) Cuci tangan dengan 6 langkah. Kenakan sarung tangan steril, waktu sangat
menentukan, lanjutkan prosedur.
9
(6) Bersihkan vulva dan perineum dengan cairan antiseptic kemudian jari tangan kiri
membuka labia minora.
(7) Kemudian masukkan tangan dengan posisi obstetrik (ibu ditekuk ke dalam telapak
tangan dengan punggung tangan ke bawah) ke dalam vagina. Telusuri tali pusat bagian
bawah sampai ke plasenta. Jika tangan sudah, dimasukkan ke dalam uterus, jangan
mengeluarkannya sampai plasenta berhasil dilepaskan dan dikeluarkan. Tangan tidak
boleh keluar masuk dan uterus, karena hal ini dapat memperbesar resiko infeksi.
(8) Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang kocher,
kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri. Hal ini akan mencegah uterus
bergerak dan membantu kontraksi uterus.
(9) Sambil menahan rundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
Melepas Plasenta Dari Dinding Uterus :
a) Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkai
jari telunjuk. Jaringan terasa seperti spons (bahan busa) yang terlepas ketika plasenta
terpisah dan uterus. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling
bawah.
b) Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila di bagian depan,
pindahkan tangan ke bagian depan tali pusat dengan punggung tangan menghadap ke
atas.
c) Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan
jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung
tangan menghadap ke dinding dalam uterus.
d) Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (punggung tangan pada dinding
kavurn uteri) tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
e) Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial
sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan: Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan
penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit.
Mengeluarkan Plasenta :
a) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b) Pindahkan tangan luar ke supra sinifisis untuk menahan uterus pada saat plasenta
dikeluarkan.
10
c) Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan
dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
d) Keluarkan plasenta dengan hati-hati pada saat uterus berkontraksi. Jangan hanya
menarik sebagian plasenta karena plasenta dapat robek. Selaput ditarik keluar secara
perlahan dan hati-hati, dengan cara yang sama seperti mengeluarkan plasenta. Ingat,
selaput sekecil apapun yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan perdarahan
pasca persalinan dan/atau inteksi.
e) Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
f) Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah
plasenta lahir.
g) Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar tidak lebih dari 500
cc
h) Dekontaminasi pasca tindakan, cuci tangan pasca tindakan.
Perawatan Pasca tindakan :
a) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila
masih diperlukan.
b) Catat kondisi pasiendan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
c) Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
d) Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien
masih memerlukan perawatan.
e) Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih diperlukan, lama perawatan
dan apa yang perlu dilaporkan (Anggraini, 2010).
12
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat
hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu
diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.
2.1.6 Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.
13
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus Retensio plasenta
menit. Inversio uteri
Perdarahan segera, uterus Perdarahan lanjutan
berkontraksi dan keras.
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya
tidak lengkap tinggi fundus uteri tidak sebagian plasenta
Perdarahan segera berkurang
14
i. Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam.
2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam.
3. Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian.
4. Resiko infeksi s/d perdarahan.
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
C. Rencana Tindakan
A. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
Goal : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1.Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah
keotak dan organ lain.
2.Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat.
3.Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal.
4.Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus.
5.Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu
tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri.
6.Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya
perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat
hematom. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat,
pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
7.Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock.
8.Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
9.Berikan antibiotik
15
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio.
10. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
D. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
A. Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
e. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
f. Gas darah dalam batas normal
g. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi
dan pengobatan yang dilakukan.
h. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan
17
perasaan psikologis dan emosinya.
i. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.
j. Klien tidak merasa nyeri.
k. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
Perdarahan pasca persalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat
berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya
karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan
juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang
bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah,
nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam
2.3 Penatalaksanaan
2.3.1 Penatalaksanaan Umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal.
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman.
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat.
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi.
e. Atasi syok jika terjadi syok.
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40
tetes/menit ).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk.
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
c. Robekkan Serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada
posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio.
3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,
jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit.
20
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
paska tindakan.
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan
transfusi darah.
d.Sisa Plasenta
1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.
2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis.
3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuret.
4. Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu
sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin,
sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus
segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Diagnosa perdarahan pasca persalinan biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul
perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka
waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak
pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang
wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%.
Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan
pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara
rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi
perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan
plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia
uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan yang
diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan penulis. Oleh itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang
agar dapat sempurna dan makalah ini harus digunakan sebagaimana mestinya.
22