Anda di halaman 1dari 4

Artikel Hukum Perdata

PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN (PPRS)

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah


kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah
penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih
lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah
yang kumuh. Dalam satuan rumah susun tersebut terdapat milik perseorangan
yang dikelola sendiri oleh pemiliknya maupun hak bersama yang harus digunakan
dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan
orang banyak. Penggunaan dan pengelolaan rumah susun beserta lingkungannya
harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi
wewenang dan tanggung jawab.

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia.


Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah
kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah
penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih
lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah
yang kumuh.

Definisi rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang


Rumah Susun, Pasal 1 angka 1 adalah “bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama”.

Jika dilihat dari definisinya, bangunan rumah susun distrukturkan secara


fungsional dalam arah horizontal dan arah vertikal yang terbagi dalam satu-satuan
yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dapat dimiliki dan
dihuni secara terpisah. Dalam satuan rumah susun tersebut terdapat milik
perseorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya maupun hak bersama yang
harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan
kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaan rumah susun beserta
lingkungannya harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang
diberi wewenang dan tanggung jawab

Aspek Pengaturan Perhimpunan Penghuni

Terkait dengan aspek kepenghunian, terdapat beberapa pengaturan yang mengatur


mengenai perhimpunan penghuni, yakni :

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; dan
3. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:
06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian,
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni
Rumah Susun.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 1


menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perhimpunan penghuni adalah
perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni. Dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 19 ayat (1) menyebutkan
bahwa “penghuni rumah susun wajib membentuk suatu perhimpunan penghuni”,
dimana perhimpunan penghuni ini dibentuk dengan tujuan untuk mengatur dan
mengurus serta menjamin ketertiban, kegotongroyongan, dan keselarasan sesuai
dengan kepribadian Indonesia dalam mengelola bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.

Selanjutnya apabila perhimpunan penghuni sudah terbentuk maka perhimpunan


penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk
menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan
bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dan pemeliharaan serta
perbaikannya[1].
Perhimpunan penghuni, oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun diberi kedudukan sebagai badan hukum[2] dengan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas
nama pemilik, dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan
ketertiban dan ketenteraman dalam lingkungan rumah susun. Pembentukan
perhimpunan penghuni wajib dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan
oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan khusus untuk
DKI Jakarta disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I[3].

Rapat Pendirian

Merujuk kepada Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:


06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun,
dinyatakan bahwa dalam pembentukan perhimpunan penghuni, para pemilik
dan/atau para penghuni rumah susun terlebih dahulu mengadakan rapat
pembentukan perhimpunan penghuni, dan dari rapat tersebut hasilnya dituangkan
dalam risalah (notulen) Rapat.

Oleh Rapat, perlu ditunjuk beberapa anggota/peserta Rapat dan diberi kuasa guna
menghadap Notaris untuk membuat pernyataan dari segala apa yang telah
diputuskan dalam Rapat. Selanjutnya, di dalam Rapat, dengan tidak megurangi
izin dari yang berwajib, telah diputuskan serta ditetapkan mengenai Anggaran
Dasar Perhimpunan Penghuni, dengan ketentuan yang sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang
Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun.

Terkait dengan pengurus perhimpunan penghuni, keanggotaannya dipilih


berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan penghuni
melalui rapat, umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan untuk
keperluan tersebut, dimana pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya
terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara, dan seorang
pengawas pengelolaan.
Yang dapat menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah subyek hukum yang
memiliki, atau memakai, atau menyewa, atau menyewa beli atau yang
memanfaatkan satuan rumah susun bersangkutan yang berkedudukan sebagai
penghu[4]. Pembentukan perhimpunan penghuni tersebut sangat penting, karena
mempunyai tugas dan wewenang untuk mengelola dan memelihara lingkungan
rumah susun, dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib
penghunian.

Keanggotaan perhimpunan penghuni didasarkan kepada realita penghunian,


artinya yang dapat menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah mereka yang
benar-benar menghuni atau menempati satuan rumah susun baik atas dasar
pemilikan maupun hubungan hukum lainnya. Apabila pemilik belum menghuni,
memakai atau memanfaatkan satuan rumah susun yang bersangkutan, maka
pemilik menjadi anggota perhimpunan penghuni. Apabila penyelenggara
pembangunan rumah susun terkait belum dapat menjual seluruh satuan rumah
susun, maka penyelenggara pembangunan rumah susun tersebut bertindak sebagai
anggota perhimpunan penghuni.

Anda mungkin juga menyukai