Anggota Kelompok :
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Surveilans epidemiologi dilaksanakan dengan dua cara yaitu aktif dan pasif.
Surveilans pasif berupa pengumpulan keterangan tentang kejadian penyakit secara
pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable
diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara surveilans aktif
menggunakan petugas khusus surveilans yang telah ditugaskan yang berasal dari
Institusi kesehatan (Puskesmas atau Dinas Kesehatan) untuk pengumpulan data
kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga
medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi
kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan
konfirmasi laporan kasus indek. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada
surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk
menjalankan tanggung jawab itu (Noor, 2006).
3
Dalam beberapa dekade, angka penderitaan kanker leher rahim di negara-
negara maju mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika serika,d alam 50 tahun
terakhir, insiden kanker leher rahim turun sekitar 70%. Hal tersebut dimugkinkan
karena adanya program deteksi dini dan tatalaksana yang baik, sebaliknya, di
negara-negara berkembang, angka penderita penyakit ini tidak mengakami
penurunan, bahkan justru meningkatkan populasi yang meningkat (Eaker., 2001)
Screening atau uji tapis adalah usaha mendeteksi atau menemukan pederita
penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau
kelompok enduduk tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan
sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka
yang kemungkinan besar menderita(Noor, 2008)
Screening test merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang
di terapkan pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan
untuk mnedeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita
penyakit yang sedang diamati (disease under study) . sehingga kepada mereka dapat
di lakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi mereka yang menderita penyakit
tersebut dapat di berikan pengobatan secara dini (NOOR,2008)
4
2 Apa saja jenis-jenis surveilans
3 Bagaimana analisis surveilans
4 Apa itu skrining kesehatan
5 Apa saja prinsip dalam skrining
6 Bagaimana jenis pelaksanaan skrining
7 Apa saja jenis-jenis skrining
8 Apa saja program skrining kesehatan
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1 . Introduction Surveilans
6
dilakukan intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan
sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang
mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi,sehingga dapat dilakukan
langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.
1) Surveilans Individu
2) Surveilans Penyakit
7
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-
menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui
pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit
dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit
adalah penyakit, bukan individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit
biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).
Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak
sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah
kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung
paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi
penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing,
dan memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.
3) Surveilans Sindromik
8
jumlah kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan
jumlah total kasus yang teramati.
5) Surveilans Terpadu
9
2. Menggunakan pendekatan solusi majemuk;
10
Surveilans pasif merupakan penyelenggaraan surveilans epidemiologi
dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut
dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
Kelebihan dari surveilans pasif yaitu relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah
penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat
dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional.
Kelebihan dari surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab
dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak
lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada surveilans pasif.Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas,
disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi
dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan
pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat
11
membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable
cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama.Petugas kesehatan di tingkat lebih
tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan
konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif
palsu (JHU, 2006).
Analisis data diperlukan untuk menjamin bahwa sumber data dan proses
pengumpulan data adalah adekuat. Untuk menganalisis data surveilans harus
memperhatikan beberapa hal berikut:
Apa keistimewaan atau kekhasan data yang didapat?
Memulai dari data yang paling sederhana ke data yang paling kompleks
Menyadari bila ketidaktepatan dalam data menghalangi analisis-analisis
yang lebih canggih. Jika ada data yang bias maka data tersebut tidak perlu
digunakan.
Sifat data surveilans
Perubahan dari waktu ke waktu
Beberapa sumber-sumber informasi
Masalah kualitas dan kelengkapan
Butuh pengetahuan yang mendalam tentang sistem evaluasi
12
a. Kualitas Data
Langkah pertama dalam menganalisis data surveilans berfokus pada kualitas
data. Ini berbeda dengan proses evaluasi yang memberikan pengetahuan yang
mendalam tentang proses pengumpulan data dan keterbatasan potensi data.
Frekuensi distribusi dari setiap variabel yang melihat, untuk mengidentifikasi nilai-
nilai yang hilang, tarik digit, kesalahan logis seperti tetanus neonatal mempengaruhi
orang dewasa, dan bias yang terkait dengan kurangnya representasi dari data:
Kasus dalam sistem pengawasan mungkin lebih parah daripada kasus di
masyarakat karena bias pelaporan
Kasus dari perkotaan mungkin lebih mewakili kasus dari daerah pedesaan
dengan cakupan miskin fasilitas kesehatan
Sumber tertentu pemberitahuan tidak dapat diwakili, seperti dokter umum,
penyedia layanan kesehatan dari sektor swasta.
b. Analisis Deskriptif
Merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil
penelitian berdasarkan satu sample.
·
c. Analisis Data Menurut Waktu
Analisis ini membandingkan jumlah kasus yang diterima selama interval waktu
tertentu dan membandingkan jumlah kasus selama periode waktu sekarang dengan
jumlah yang dilaporkan selama interval waktu yang sama dalam periode waktu
tertentu.
Data yang diterima dalam sistem surveilans sering disebut sebagai sinyal. Tujuan
dari analisis deskriptif karakteristik waktu adalah untuk menggambarkan trend,
variasi musiman, dan kecelakaan atau wabah potensial dalam residu.
Tanggal onset adalah yang terbaik satu menggambarkan peristiwa kesehatan.
Namun, karena keterlambatan dalam pelaporan, jumlah kasus dengan onset pada
minggu-minggu paling baru selalu akan berada di bawah perkiraan, memberikan
grafis rasa-salah dari tren menurun. Melihat tanggal pemberitahuan tidak
menyampaikan masalah ini. Namun, wabah terdeteksi mungkin terjadi beberapa
minggu lalu, dan dengan demikian data tidak mewakili gambaran yang benar dari
13
penyakit di masyarakat. Namun, sebagian besar waktu lebih baik untuk
menggunakan tanggal pemberitahuan karena akan memungkinkan perbandingan
dengan tahun sebelumnya tanpa mengoreksi penundaan. Epidemiologi sering
hanya mampu mendeteksi wabah pemberitahuan bukan wabah penyakit. Ini
menekankan kebutuhan untuk melaporkan tepat waktu ketika mencari sinyal
peringatan dini, tanpa menunggu konfirmasi jika akan memakan waktu, atau untuk
penyelidikan penuh.
14
membatasi analisis untuk periode sebanding tahun-tahun sebelumnya, dengan
asumsi bahwa tidak ada kecenderungan dalam data. Ini adalah apa yang dilakukan
secara rutin dalam sistem surveilans membandingkan jumlah kasus untuk minggu-
minggu terakhir dengan minggu yang sama dari tahun sebelumnya. Namun, banyak
informasi yang hilang dalam proses. Pemodelan data memungkinkan untuk
menghapus ketergantungan waktu dengan mengurangi kecenderungan linier,
biasanya garis regresi linier, dan menghapus musim dengan mengurangi kurva
sinus.
Hipotesis yang diuji adalah sebagian besar waktu apakah ada kasus yang lebih
dari yang diharapkan, sebagai sinyal untuk wabah sumber titik potensial, atau
apakah tren dari waktu ke waktu berubah, seperti apa yang membuat seseorang
menjadi transmisi orang lain dari penyakit.
a. Analisis Data Menurut Tempat
Yaitu dengan mengetahui tempat pemajan terjadi, bukan tempat laporan
berasal, mengetahui kemungkinan sumber-sumber pencegahan akan menjadi
sasaran yang efektif, menggunakan computer dan perangkat lunak untuk pemetaan
spasial, memungkinkan analisis yang lebih canggih.
Analisis deskriptif karakteristik tempat mengacu pada kasus pemetaan. Jika
jumlah kasus aktual digunakan, peta dot density paling cocok. Namun, tingkat
sering digunakan untuk menjelaskan populasi yang mungkin berbeda di seluruh
wilayah geografis. Peta ini disebut daerah-peta atau peta choropeth. Setiap kali
struktur penduduk mungkin berbeda di seluruh wilayah geografis, harga standar
perlu digunakan untuk membandingkan pola penyakit.
b. Analisis Data Menurut Orang
Analisis ini menggunakan data umur, jenis kelamin, rasa tau entitas,
status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendapatan, dan pendidikan. Semua
data dari orang tersebut harus terlengkapi untuk dapat mengetahui sebab
kasus terjadi.
15
untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel nominal
dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
nominal lainnya (C = Coefisien of contingency).
b. Perbandingan berarti
c. koefisien korelasi
adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier
antara dua peubah acak (random variable).
2.5 Skrining Kesehatan
1. Pengertian Skrining Kesehatan
Skrining Kesehatan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a. Skrining untuk Preventif Primer - Skrining Riwayat Kesehatan
Skrining Riwayat Kesehatan merupakan bentuk deteksi dini untuk
penyakit yang berdampak biaya besar dan menjadi fokus pengendalian
BPJS Kesehatan yaitu Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi.
b. Skrining untuk Preventif Sekunder Selektif (Peserta RISTI penyakit kronis
berdasarkan hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan Deteksi Kanker)
Deteksi Kanker merupakan bentuk deteksi dini untuk penyakit
Kanker Leher Rahim pada wanita yang sudah menikah dan Kanker
Payudara.
16
b. Sasaran Deteksi Kanker adalah pada wanita peserta BPJS Kesehatan,
meliputi semua wanita yang pernah menikah dan wanita yang berisiko
yang berusia 30 tahun ke atas
2. 6 Prinsip Dalam Skrining (Penapisan)
17
kesehatan/penyakit yang diukur. Sedangkan reliabilitas biasanya berhubungan
salah satu dengan standardisasi atau kalibrasi peralatan pengujian atau
keterampilan dan keahlian dari orang-orang menginterpretasikan hasil tes.
4. Harus mengerti riwayat alamiah penyakit dengan baik dan percaya bahwa
dengan melakukan skrining/penapisan maka akan menghasilkan kondisi
kesehatan yang jauh lebih baik. Misalnya pada Kanker Prostat, secara biologis
penderita kanker tidak bisa dibedakan, namun kemungkinan banyak pria yang
kanker bisa terdeteksi oleh pemeriksaan ini (PSA Test). Meskipun demiikian,
skrining/penapisan kanker prostat juga berbahaya sehingga umumnya
skrining/penapisan ini tidak dianjurkan, meskipun dapat digunakan.
5. Skrining/penapisan akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat yang tepat.
Periode antara kemungkinan diagnosis awal dapat dilakukan dan periode
kemunculan gejala merupakan waktu yang sangat tepat (lead time). Namun jika
penyakit berkembang dengan cepat dari tahap pra-klinis ke tahap klinis maka
intervensi awal kurang begitu manfaat, dan akan jauh lebih sulit untuk
mengobati penyakit tersebut.
6. Kebijakan, prosedur dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa
yang harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
Sistem pelayanan kesehatan dapat mengatasi banyaknya diagnosis dan pengobatan
tambahan karena menemukan penyakit yang umum yang positif palsu. Sebelum
memulai program skrining/penapisan sangat penting untuk menilai infrastruktur
yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaannya. Fasilitas-fasilitas tersebut
tentu dibutuhkan untuk proses skrining/penapisan tapi, sama pentingnya juga untuk
konfirmasi lanjutan mengenai pengujian dan diagnosis, pengobatan dan tindak
lanjut bagi yang positif. Perkiraan (Nilai Prediktif) sangat dibutuhkan dalam
sebagai kemungkinan pengambilan skrining/penapisan, jumlah total yang hasilnya
positif (termasuk positif palsu), tersangka (berdasarkan prevalens penyakit dan
sensitivitas serta spesifisitas hasil pemeriksaan) dan kemungkinan dampak yang
dihasilkan berupa peningkatan permintaan pelayanan medis.
19
diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggu pada kelompok populasi tertentu, maka
tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus pada wanita dewasa)
maupun secara random yang sarannya ditunjukan terutama kepada mereka dengan
risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis penyakit tertentu,
tetapi dapat pula dilakukan khusus untuk satu jenis penyakit tertentu, tetapi dapat
pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satu penyakit (Noor, 2008).
Uji skrinning terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai risiko tinggi menderita
penyakit dan bila hasil tes negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita
penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua yaitu
pemeriksaan diagnostif yang bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan
mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya negative maka dianggap tidak sakit
dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil pemeriksaaan yangnegatif dilakukan
pemeriksaan ulangsecara periodic. Ini berarti bahwa proses skrinning adalah
pemeriksaan pada tahap pertama.
20
(dengan skrining) sampai dengan saat diagnostic seharusnya dibuat jika tidak ada
skrining.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
22