Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Tn. D.S Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas

Di Ruang Yudistira RSUD Sanjiwani

Tanggal 16 Januari 2019 S/D 18 Januari 2019

Oleh :

Kelompok XIV :

Ni Komang Wina Wartini ( 17C10038 )

Ni Nyoman Sri Ary Widharti ( 17C10039 )

Ni Kadek Shinta Anggreni ( 17C10040 )

Ni Putu Asri Ernadi ( 17C10042 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2018 / 2019


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Atas Asungkertha Waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan
kekuatan-Nya kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Asuhan keperawatan ini memuat mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi.

Askep ini penulis susun untuk melengkapi tugas Praktek Laboraturium Klinik
Keperawatan. Selain itu penulisan asuhan keperawatan ini untuk mengetahui dan
memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi. Penyelesaian asuhan keperawatan ini tidak akan selesai tanpa dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing
akademik kami Ns. I Putu Gede Yudara PS., S.Kep., M.Kep dan pembimbing
ruangan yudistira RSUD Sanjiwani atas segala masukan yang diberikan untuk
kesempurnaan asuhan keperawatan ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Gianyar, 16 Januari 2019

(Penulis)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang. ...................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................2
C. MetodePenulisan ................................................................................2
D. SistematikaPenulisan ......................................................................... .3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Gangguan Mobilitas dan Imobilitas


B. Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas dan Imobilitas

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian .......................................................................................... 29
B. DiagnosaKeperawatan........................................................................ 42
C. RencanaKeperawatan ......................................................................... 42
D. Pelaksanaan ........................................................................................ 46
E. Evaluasi .............................................................................................. 48

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................ 50
B. Saran ................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dikatakan sebagai keseluruhan yang komplit, independen, dan
holistik secara biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang keseluruhannya tidak
dapat dipisahkan. Teori Henderson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia yaitu:
bernafas secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak dan
mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur, memilih
cara berpakaian, berpakaian dan melepas pakaian, mempertahankan temperatur suhu
tubuh dalam rentang normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari
bahaya dari lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut
keyakinan, bekerja yang menjanjikan, prestasi, bermain dan bepatisipasi dalam
berbagai bentuk rekreasi, belajar, menggali atau memuaskan rasa keinginantahuan
yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan teori Henderson terdapat kebutuhan mobilisasi yang harus
dipenuhi untuk mencapai kesehatan. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju
kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2006). Mobilisasi secara tahap demi tahap
sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis
mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa
sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau
keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat
mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi.
Kondisi dimana seseorang tidak dapat melakukan mobilisasi dinamakan
imobilisasi. Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak didefinisikan
oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik baik aktif
dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995). Imobilitas dapat
mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan
sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan
endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolisme dan
nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan intelektual (Kozier &
Erb, 1987).
Gangguan pergerakan atau yang disebut dengan imobilisasi sering dijumpai
pada pasien dengan penyakit stroke. Penyakit stroke adalah suatu penyakit yang
terjadi akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga bagian
otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya, akibatnya timbulah
berbagai macam gejala sesuai bagian otak yang terlibat salah satunya ialah lumpuh
sebagian atau seluruh anggota gerak. Tidak mampunya pasien dengan penyakit stroke
melakukan gerak aktivitas maka akan mengakibatkan komplikasi pada sistem yang
lainnya misalnya gangguan pada sistem integumen akibat tirah baring yang lama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar mobilisasi?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Penulis dapat mengetahui tentang gambaran umum asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan mobilisasi.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan askep ini terhadap mahasiswa ialah mahasiswa mengetahui,
memahami dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
mobilisasi secara tepat dan benar.
Manfaat penulisan askep ini terhadap tenaga kesehata khususnya perawat
ialah, perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan mobilisasi secara tepat dan benar dan asuhan keperawatan ini dapat dijadika
alat komunikasi dengan rekan dan tenaga kesehatan yang lain.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini terdiri dari lima bab, yaitu BAB I
Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Konsep teoritis
asuhan keperawatan. Pada konsep teoritis terdiri dari konsep dasar mobilisasi dan
asuhan keperawatan teoritis gangguan pemenuhan mobilisasi. Pada konsep dasar
mobilisasi terdiri dari definisi mobilisasi dan imobilisasi, jenis-jenis mobilisasi dan
imobilisasi, fisiologis gerak aktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi,
gangguan mobilisasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan gangguan
pemenuhan mobilisasi, sedangkan pada asuhan keperawatan teoritis gangguan
pemenuhan mobilisasi terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. BAB III Tinjauan kasus, pada tinjauan kasus terdiri dari pengkajian ,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berdasarkan data yang diperoleh
dari pasien atau keluarga pasien. BAB IV Pembahasan, yaitu membahas segala
kesenjangan antara konsep teoritis dengan kasus yang ditemukan pada pasien. BAB V
penutup menyajikan kesimpulan dan saran atas keseluruan asuhan keperawatan
gangguan pemenuhan mobilisasi.
BAB II
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILISASI

A. DEFINISI MOBILISASI dan IMOBILISASI


Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja.Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal.
Menurut Doengoes,M.E (2000), mobilitas fisik yaitu keadaan ketika seseorang
mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan
immobile.Menurut Barbara Kozier, (1995), mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian.
Selain pengertian mobilisasi juga terdapat pengertian mengenai imobilisasi.
Menurut Susan J. Garrison (2004), keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan
gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengangravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring.
Maka berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
untuk mempertahankan kesehatannya. Setiap orang perlu untuk bergerak, kehilangan
kemampuan bergerak menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilitas diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedangkan
imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
B. JENIS-JENIS MOBILISASI dan IMOBILISASI
Berdasarkan jenisnya, menurut Aziz(2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Selain mobilisasi juga terdapat beberapa jenis imobilisasi yaitu sebagai berikut:
1. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
C. FISIOLOGIS MOBILISASI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI
Menurut Mubarak (2008) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Gaya hidup :
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses penyakit atau cidera :
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan :
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat ; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Tingkat energi :
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan status perkembangan :
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
E. GANGGUAN MOBILISASI
Ganguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala
gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan
kelemahan (paresis) atau spatisitas. Untuk kelainan ini sering digunakan kata
diskinesia.
Banyak kelainan neurologi yang ditandai dengan gangguan gerak (diskinesia).
Gangguan gerak dapat berupa:
1. Gerakan yang lamban (bradikinesia), berkurang atau tidak ada gerakan
(akinesia),walaupun penderitanya tidak lumpuh.
2. Gerakan involunter yang berlebihan (hiperkinesia).
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara
psikologis, imobillitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu,
kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan
tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku
menarik diri, dan apatis.
Sedangkan masalah fisik yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
osteoporosi, atrofi otot,kontraktur, dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
a. Osteoporosis
Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan
mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang mennjadi
keropos dan mudah patah.
b. Atrofi Otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c. Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau
memanjang. Lama kelamaan kondisi ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon
dan ligamen.
d. Kekakuan Dan Nyeri Sendi
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami
ankilosa. Selain itu, tulang juga mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan pada sendi.

2. Gangguan eliminasi urine


Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi
antara lain:
a. Stasis Urine
Pada individu yang mobil, grivitasi memerankan peran yang penting
dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaiknya saat
individu dalam posisi berbaring untuk waktu yang lama gravitasi justru
akan menghambat proses tersebut akibatnya, pengosongan urine menjadi
terhambat, dan terjadilah stasis urine ( terhentinya atau terhambatnya
aliran urine)
b. Batu Ginjal
Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidak seimbangan antara kalsium dan
asam sitrat yang mengakibatkan kelebihan kalsium. Akibatnya urine
menjadi lebih basa, dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya batu
ginjal.
c. Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot
perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung
kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.
d. Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung
proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah Escherichia coli.
3. Gangguan gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi sistem pencernaan yaitu
fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam hal ini, masalah yang umum
ditemui salah satunya adalah konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan
peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan
menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
4. Gangguan respirasi
a. Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya kondisi
otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan; obat –obat
tertentu (misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi
ini.
b. Penumpukan secret
Normalnya, sekret pada saluran penafasan dikeluarkan dengan perubahan
posisi atau postur tubuh, setra dengan batu. Pada kondisi imobilisasi,
sekret terkumpul pada jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu
proses difusi oksigen dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya
batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya
tonus otot-otot penafasan.
c. Ataelektasis
Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional
dapat menurunkan produksi surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan
sumbatan sekret pada jalan nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.

5. Gangguan sistem kardiovaskular


a. Hipotensi ortostatik
Terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan
suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi berbaring
dalam waktu yang lama.Darah berkumpul di ekstremitas, dan tekanan
darah menurun dratis.Akibatnya, perfusi di otak mengalami gangguan
yang bermakna, dan individdu dapat mengalami pusing, berknang-
kunang, bahkan pingsan.
b. Pembentukan Trombus
Trombus atau massa pada yang terbentuk di jantung atau pembuluh
daraasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni gangguan aliran balik vena
menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah , dan cidera pada dinding
pembluh darah. Jika trombus lepas dari dinding pembuluh darah dan
masuk ke sirkulasi disebut sebagai embolus.
c. Edema dependen
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah
pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema ini akan
meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan
lebih banyak edema.

6. Gangguan metabolisme dan nutrisi


a. Penurunan laju metabolism
Laju metabolisme basal adalah jumlah energi minimal yang digunaan
untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju
metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi kelenjar digestif menurun
seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
b. Balans nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan atara proses
anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses katabolisme
meleihi anbolisme.Akibatnya, jumlah nitrogen yang diekskresikan
meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan balans nitrogen
negatif.
c. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kondisi
imobilisasi.Jika asupan protein berkurang, kondisi ini bisa menyebabkan
etidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.

7. Gangguan sistem integumen


a. Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami atrofi akibat imobilitas yang lama.Selain itu,
perpindahan cairan antar –konpartemen pada area tubuh yang
menggantung dapat menggangu keutuhan dan kesehatan dermis dan
jaringan subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan
penurunan elastisitas kulit.
b. Kerusakan Kulit
Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area
tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang
dapat menimbulkan ulkus dekubitus.

8. Gangguan sistem neurosensorik


Ketidakmampuan mengubah posisis menyebakan tehambatnya input
sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis, dan
mudah bingung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen : Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan tergangunya
kemampuan gerak.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang)
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat
pada kerusakan otot.
5. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
6. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
7. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
8. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi
mutipes, atau cedera hati.
G. PENATALAKSANAAN GANGGUAN PEMENUHAN MOBILISASI
Adapun penatalaksanaan umum dan khusus dalam pemenuhanmobilisasi
(Nuzulul,2011) , diantaranya ialah:
Penatalaksanaan umum:
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:

1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi


2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas
yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
Selain penatalaksanaan tersebut juga terdapat pencegahan primer dan
sekunder dalam pemenuhan gerak aktivitas diantaranya:

1. Pencegahan Primer:
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik,
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk), depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik
secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut
ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah
latihan khusus).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh
klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi.Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan
sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.
H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GANGGUAN MOBILISASI
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (Nursalam, 2001).
Adapun data-data pengkajian pada pasien masalah pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas adalah sebagai berikut:
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya, dan lama
terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
imobilitas misal adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler,riwayat penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit
muskuloskeletal.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
tanpa bantuan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan sistem pernapasan,
antara lain suara napas,analisis gas darah,gerakan didinding thorak,adanya
mukus,batuk yang produktif diikuti panas,dan nyeri saat respirasi.Sedangkan
pengkajian berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda
vital,gangguan sirkulasi perifer,adanya trombus,serta perubahan tanda vital
setelah melakukan aktifitas.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Menurut Carpenito (2000), diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memeberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
mengubah.
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan gangguan mobilisasi, yaitu
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur
Batasan karakteristik :
a) Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
b) Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
c) Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
d) Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
e) Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
f) Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
g) Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri
Faktor yang berhubungan:
a) Gangguan kognitif
b) Fisik tidak bugar
c) Kurang pengetahuan
d) Keterbatasan lingkungan (mis., ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur,
peralatan terapi, restrain)
e) Kekuatan otot tidak memadai
f) Gangguan muskuloskeletal
g) Gangguan neuromuskular
h) Obesitas
i) Nyeri
j) Obat sedasi
b. Hambatan Mobilitas Fisik
Batasan karakteristik :
a) Penurunan waktu reaksi
b) Kesulitan membolak-balik posisi
c) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
d) Dispnea setelah beraktivitas
e) Perubahan cara berjalan
f) Gerakan bergetar
g) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i) Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j) Tremor akibat pergerakan
k) Ketidakstabilan postur
l) Pergerakan lambat
m) Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
a) Intoleran aktivitas
b) Perubahan metabolisme seluler
c) Ansietas
d) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
e) Gangguan kognitif
f) Kontraktur
g) Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
h) Fisik tidak bugar
i) Penurunan ketahanan tubuh
j) Penurunan kendali otot
k) Penurunan massa otot
l) Penurunan kekuatan otot
m) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
n) Keadaan mood depresif
o) Keterlambatan perkembangan
p) Ketidaknyamanan
q) Disuse
r) Kaku sendi
s) Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
t) Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
u) Kerusakan integritas struktur tulang
v) Malnutrisi
w) Gangguan muskuloskeletal
x) Gangguan neuromuskular
y) Nyeri
z) Agens obat
aa) Program pembatasan gerak
bb) Keengganan memulai pergerakan
cc) Gaya hidup monoton
dd) Gangguan sensoriperseptual
c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
Batasan karakteristik :
a) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menurun
b) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menanjak
c) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di tepi jalan
d) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
rata
e) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
tidak rata
f) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menurun
g) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menanjak
h) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di tepi jalan.
i) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan rata
j) Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan tidak rata.
Faktor yang berhubungan:
a) Gangguan kognititf
b) Fisik tidak bugar
c) Defisiensi pengetahuan
d) Alam perasaan depresi
e) Keterbatasan lingkungan (mis., tangga, tanjakan, permukaan tidak rata,
rintangan yang membahayakan, jarak, tidak ada alat bantu atau
individu lain yang membantu, tipe kursi roda)
f) Gangguan penglihatan
g) Kekuatan otot tidak memadai
h) Keterbatasan ketahanan tubuh
i) Gangguan muskuloskeletal (mis., kontraktur)
j) Gangguan neuromuskular
k) Obesitas
l) Nyeri
d. Intoleransi Aktivitas
Batasan Karakteristik:

a) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas


b) Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c) Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
d) Perubahan EKG yang menverminkan iskemia
e) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
f) Dispnea setelah beraktivitas
g) Menyatakan merasa letih
h) Menyatakan merasa lemah
Faktor yang Berhubungan:

a) Tirah baring
b) Kelemahan umum
c) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
e. Resiko Intoleransi Aktivitas
Faktor yang Berhubungan :
a) Masalah sirkulasi
b) Status fisik kurang bugar
c) Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
d) Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
e) Masalah pernafasan.
3. Perencanaan
Menurut Judith dan Nancy (2014), perencanaan yang mungkin pada pasien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi ialah sebagai berikut:
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur.
Tujuan : mencapai mobilitas di tempat tidur.
Kriteria hasil :
1. Gerakan terkoordinasi.
2. Pergerakan sendi aktif
3. Pengaturan posisi tubuh dengan kemauan sendiri
4. Mobilitas yang memuaskan
Rencana Keperawatan.
No Intervensi Rasional
1 Perawatan tirah baring Meningatkan kenyamanan dan keamanan
serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
2 Berikan promosi Memfasilitasi penggunaan postur dan
mekanika tubuh pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk
mencegah keletihan dan keteganganatau
cedera muskuluskeletal.

3 Berikan promisi Memfasilitasi pelatihan otot resistif secara


latihanfisiklatihan rutin untuk mempertahankan atau
kekuatan: meningkatkan kekuatan ootot.

4 Berikan terapilatihan Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif


fisik: mobilitas sendi untuk mempertahnkan atau mengembalikan
fleksibilitas sendi.

5 Berikan terapi latian Menggunakan aktivitas spesifik atau


fisik: pengendalian otot protokol latihan yang sesuai untuk
meningkatkan atau mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.

6 Berikan pengaturan Mengatur penempatan pasien atau bagian


posisi tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahtraan fisiologi dan
psikologi.

7 Bantuan perawatan diri Membantu orang lain dalam melakukan


aktivitas kehidupan sehari-hari.

b. Hambatan mobilitas fisik


Tujuan : Memperlihatkan mobilitas
Kriteria Hasil :
1. Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2. Meningkatkan waktu reaksi
3. Tidak dispnea saat beraktifitas
4. Cara berjalan normal
5. Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6. Pergerakan sendi bebas
7. Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8. Postur tubuh stabil
9. Gerakan teratur dan terkoordinasi.
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi Memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan
mekanika tubuh dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.

2. Berikan promosi Memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin


latihan fisik: latihan Untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.

3. Berikan terapi latihan Meningkatkan dan membantu dalam berjalan


fisik: ambulasi untuk mempertahankan atau mengembalikan
fungsi tubuh autonom dan voluntir selama
pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau
cedera.

4. Berikan terapi latihan Mobilitas sendi menggunakan gerakan tubuh


fisik aktif dan pasif untuk mempertahnkan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi.

5. Berikan terapi latihan Menggunkan aktivitas tertentu atau ptotokol


fisik: pengendalian latiham yang sesuai untuk meningkatkan ata
otot mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.

6. Berikan pengaturan Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien


posisi secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
Tujuan : memperlihatkan ambulasi : kursi roda.
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di trotoar
2. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di trotoar
3. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan rata
4. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan rata
5. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan tidak rata
6. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan tidak rata
7. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di tanjakan
8. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di tanjakan
9. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di turunan
10. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di turunan
Rencana Keperawatan
No intervensi Rasional
1. Berika Promosi Memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahkan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.

2. Berikan Terapi latian Aktivitas spesifik atau protokol latihan yang


fisik: keseimbangan sesuai untuk meningkatkan menggunakan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.

3. Lakukan Pengaturan Mengatur posisi pasien pada kursi roda yang


posisi: kursi roda sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan intergritas kulit, dan mendukung
kemandirian.

4. Bantuan perawatan Membantu individu untuk mengubah lokasi


diri: berpindah tubuh.

d. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menunjukan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1. Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2. Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai respon terhadap
beraktivitas
3. Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan Terapi Aktivitas Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam
aktifitas fisik, kognitif, social, dan spiritual
yang spesifik untuk menungkatkan rentang,
frekwensi, atau durasi aktivitas individu (atau
kelompok)

2. Lakukan Menajemen Mengatur penggunaan energi untuk mengatasi


energy atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi.

3. Lakukan Menajemen Memenipulasi lingkuangan sekitar pasien


lingkungan untuk memperoleh manfaat terapiutik,
stimulai sensoris, dan kesejahteraan
psikologis.

4. Berikan Terapi dan Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif


latihan fisik : mobilitas untuk mempertahan kan aktifitas dan
sendi fleksibelitas sendi.

5 Terapidan latihan Menggunakan aktifitas atau protokol latihan


fisik:pengendalian otot yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.

6 Promosi latihan fisik : Menggunakan aktifitas atau protokol latihan


latihan kekuatan yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.
7 Bantuan pemeliharaan Membantu pasien dan keluarga untuk
rumah menjaga, rumah sebagai tempat tinggal yang
bersih, aman, dan menyenangkan.
Lakukan Menejemen Memberi rasa keamanan, stabilisasi,
8 alam perasaan pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi aam perasaan baik
depresi maupun peningkatan alam perasaan.

9 Bantuan perawatan-diri Membantu individu untuk melakukan AKS.

e. Risiko intoleransi aktivitas


Tujuan : mampu menoleransi aktivitas yang biasa di lakukan
Kriteria Hasil :
1. Beraktivitas tanpa risiko itoleransi aktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1 Manajemen Energi Mengatur penggunaan energi untuk mencegah
keletihan dan mengoptimalkan fungsi
2 Promosi latihan fisik Memfasilitasi aktivitas fisik yang rutin untuk
mempertahankan atau meningkatkan tingkat
kebugaran dan kesehatan
3 Promosi latihan fisik : Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin
latihan kekuatan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan otot
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah prilaku yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah
untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan . evaluasi
proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atasan alisis rencana asuhan keparawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Dalam proses evaluasi, kriteria hasil yang diharapkan ialah:
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi

PATHWAY / WOC

Gangguan Kerusakan Trauma Langsung


Kelainan
Perkembangan Sistem Pada Sistem
Postur
Otak Saraf Pusat Muskuloskeletal

Gangguan Mobilisasi

Defisiensi Kalori Atrofi Otot


dan Protein

Ketidakaktifan
Gangguan Muskuloskeletal
Metabolisme

Hambatan
Kelemahan umum Mobilitas fisik

Kekurangan energi

Intoleransi
Aktivitas
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN D.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS OBS MELENA,


ANEMIA, HIPOGLIKEMIA
DI RUANG YUDISTIRA RSUD SANJIWANI GIANYAR
TANGGAL 16 JANUARI 2019 S/D 18 JANUARI 2019

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 16 Januari 2019 pukul 14.00 WITA di Ruang
Yudistira RSUD Sanjiwan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi (rekam medis)

1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Pasien
Pasien Penanggung
(Istri Klien )
Nama : Tn. D.S Ny. D.M
Umur : 61 Tahun 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki Perempuan
Status Perkawinan : Menikah Menikah
Suku /Bangsa : Indonesia Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan :- -
Alamat : Br. Menak Tulikup Br. Menak Tulikup
Alamat Terdekat : - -
Nomor Telepon : 087 864 358 XXX -
Nomor Register : 641530 -
Tanggal MRS : 15 Januari 2019 -

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
Pasien mengatakan BAB berwarna hitam sejak 10 hari yang lalu dan
mengalami sesak nafas
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas dan BAB tetap berwarna hitam

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke UGD RSUD Sanjiwani pada tanggal 15 Januari 2019
Pk. 15.00 WITA bersama keluarga. Pasien datang dalam keadaan sadar
mengeluh sesak nafas dan BAB berwarna hitam sejak 10 hari yang lalu. Pasien
mengatakan seminggu sebelum ke UGD RSUD Sanjiwani pasien sempat
muntah, tetapi tidak terdapat darah di dalam muntahan. Kemudian pasien juga
mengeluhkan pada saat melakukan aktivitas berjalan kaki pasien mengatakan
mudah lelah. Dari UGD pasien mendapat rujukan untuk di rawat inap pada
tanggal 16 Januari pasien di rawat inap di Ruang Yudistira di Kamar No 303.
4) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit maag
5) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien.
6) Genogram
Keterangan :
= riwayat penyakit

= laki-laki

= perempuan

= menikah
c. Pola Kebiasaan
1) Bernafas
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan tidak ada gangguan saat bernafas
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan tidak ada keluhan dalam bernafas
dengan RR = 20 x/menit
2) Makan dan minum
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan makan 2 kali sehari dengan porsi ½
pada saat di rumah dan mengkonsumsi jenis makanan
yang lunak atau makanan yang mudah di cerna seperti
bubur. Pasien biasa makan melalui mulut (oral ). Pasien
tidak memiliki alergi terhadap makanan.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan makan 2 kali sehari dengan porsi ½
pada saat di rumah sakit. seperti sebelum pengkajian.
Pasien mengatakan porsi minumnya 4 gelas sehari atau
setara 800 cc perhari. Pasien sehari – hari mengkonsumsi
air mineral.
3) Eliminasi
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan BAB sebanyak 1 kali sehari, BAB
pasien tidak teratur dengan konsistensi lembek. Pasien
mengatakan BAB berwarna hitam dan berisi darah tetapi
tidak terdapat lender dan berbau khas veses . Pasien
mengatakan BAK tidak menentu setiap harinya. Volume
urine yang di keluarkan sebanyak 800 cc.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan untuk BAB sebanyak 1 kali sehari,
BAB pasien tidak teratur dengan konsentrasi lembek.
Pasien mengatakan BAB berwarna hitam dan berisi darah
tetapi tidak terdapat lender dan berbau khas veses dan
untuk BAK pasien mengatakan BAK tidak menentu setiap
harinya. Volume urine yang di keluarkan sebanyak 800 cc.
Pasien tidak terpasang kateter.
4) Gerak dan aktivitas
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan mampu beraktivitas secara mandiri
tanpa adanya bantuan dari orang lain.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan tubuhnya lemas sehingga aktivitas
sehari-hari pasien di bantu oleh istrinya.

5) Istirahat dan tidur


Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan biasa tidur dari jam 22.00 – 06.00.
Pasien mengatakan biasa tidur siang dan dalam sehari
pasien biasa tidur 6-8 jam perhari. Pasien mengatakan
sebelum pengkajian tidak pernah mengalami keluhan
tidur.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan biasanya tidur dari jam 22.00-06.00
pasien mengatakan biasanya tidur siang dari jam 12.00-
15.00 WITA dan pada malam hari pasien biasanya tidur
6-8 pasien mengatakan dalam setiap 4 jam pasien selalu
terjaga.
Kebersihan diri
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan biasa mandi 2 kali sehari dan rutin
mencuci rambut serta menjaga kebersihan mulut dan gigi.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien hanya
di lap dengan air hangat dan menggunakan washlap oleh
istrinya sebanyak 2 kali sehari dan tidak rutin mencuci
rambut serta tidak rutin untuk melakukan kebersihan mlut
dan gigi.
6) Pengaturan suhu tubuh
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan tidak pernah merasakan suhu
tubuhnya panas maupun hangat
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan suhu tubuhnya tetap normal tidak
terasa hangat maupun terlalu dingin
7) Rasa nyaman
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan selalu merasa nyaman tidak pernah
mengeluhkan tubuh terasa lemas
Saat Pengkajian :Pada saat di rawat pasien mengatakan tubuhnya lemas
dan agak sedikit kurang nyaman karena terpasang infus.
8) Rasa aman
Sebelum Pengkajian :Pasien mengatakan selalu merasa aman.
Saat Pengkajian :Pasien mengatakan terkadang merasakan dirinya tidak
aman apabila ada alat medis yang dipasang ditubuhnya
tiba – tiba lepas
9) Data sosial
Sebelum Pengkajian :Keluarga pasien mengatakan pasien berhubungan baik
dengan keluarga dan tetangganya
Saat Pengkajian :Pasien berkomunikasi baik dengan keluarga dokter
maupun perawat
10) Prestasi dan produktivitas
Sebelum Pengkajian : Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit klien biasa
beraktivitas dengan kegiatan sehari – hari secara biasa
Saat Pengkajian : Pasien tidak bisa melakukan aktivitas secara produktiv
setelah sakit, pasien hanya berbaring di tempat tidur.
11) Rekreasi
Sebelum Pengkajian : Pasien jarang melakukan kegiatan rekreasi
Saat Pengkajian : Pasien tidak mampu untuk berekreasi
12) Belajar
Sebelum Pengkajian : Pasien dan keluarga tidak memahami apa yang terjadi
terhadap pasien
Saat Pengkajian : Pasien lebih memahami tentang penyakit yang terjadi
pada dirinya setelah mendapat penjeasan dari dokter.
13) Ibadah
Sebelum Pengkajian : Pasien biasa sembahyang di pura
Saat Pengkajian : Pasien hanya mampu berdoa dari atas bed
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran : Compos Mentis E4V0M6
b) Bangun Tubuh : Kurus
c) Postur Tubuh : Tegak
d) Cara Berjalan : Berjalan secara normal namun mudah lelah
e) Gerak Motorik : Normal
f) Keadaan Kulit
Warna : Pucat
Turgor : Elastis
Kebersihan: Bersih
Luka : Tidak Ada
g) Gejala Kardinal :
- TD :120/80mmhg
- N :80x/mnt
- S :36,7oC
- RR :20x/mnt
h) Ukuran lain :
- BB : 60 kg
- TB : 160 cm
2) Kepala
Kulit kepala pasien bersih tidak terdapat ketombe. Rambut klien berwarna
hitam dan jenis rambutnya lurus. Pasien tidak merasakan nyeri tekan pada
bagian kepala
3) Mata
Kunjungtiva pasien pucat, sklera berwarna putih dan terdapat lingkar mata pada
bagian kelopak mata. Tidak terdapat benjolan maupun nyeri tekan.
4) Hidung
Keadaan hidung pasien terlihat bersih, penciuman pasien baik serta tidak
dirasakan nyeri tekan oleh pasien.
5) Telinga
Telinga pasien bersih, pendengaran pasien sedikit lambat, tidak ada nyeri tekan
6) Mulut
Mukosa bibir pasien terlihat pucat terdapat caries / karang gigi, tonsil normal.
7) Leher
Bentuk leher pasien simetris, tidak teraba adanya benjolan, tidak ada
pembengkakan pada kelenjar lympha.
8) Thorax
Bentuk dada dan pengembangan dada pasien simetris. Pasien tidak merasakan
nyeri tekan pada bagian thorax
9) Abdomen
Permukaan abdomen pasien tidak tampak luka, peristaltic usus 18x/menit.
Tidak ada pembengkakan maupun distensi abdomen.

10) Genetalia
Tidak Terkaji
11) Anus
Tidak Terkaji
12) Ekstremitas
a) Ektremitas Atas :
- Pergerakan ektremitas atas dengan bantuan. CRT > 1 detik
- Terpasang infus pada ektremitas atas bagian kiri dengan tetesan 20
tpm
- Tidak terdapat sianosis
b) Ektremitas Bawah
- Pergerakan ektremitas bawah dengan bantuan
- Tidak terdapat sianosis
c) Kekuatan Otot

3333 3333

2222 2222
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
No Hari/Tanggal/ Jenis Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Jam Pemeriksaan
Lab
1. 15 Januari dL WBC 5,2 10^3/uL 4,0 - 10,0
2019 Lymph# 1,6 10^3/uL 0,8 - 4,0
Mid# 0,7 10^3/uL 0,1 – 0,9
Gran# 2,9 10^3/uL 2,0 – 7,0
Lymph% 30,9 % 20,0 – 40,0
Mid% 12,6% 3,0 – 9,0
Grand% 50,0 – 70,0
RBC 3,50 – 5,50
HGB 11,0 – 16,0
HCT 37,0 – 50,0
MCV 82,0 – 95,0
MCH 27,0 – 31,0
MCHC 32,0 – 36,0
RDW-CV 11,5 – 14,5
RDW-SD 35,0 – 56,0
PLT 150 – 450
MPV 7,0 – 11,0
PDW 9,0 – 17,0
PCT 0,108 – 0,282
2 15 Januari Gula Darah
2019 Gula sewaktu 59 80 – 100
mg/dL
Ureum 57 mg/dL 18 – 55
Creatinin 0,7 mg/dL 0,7 – 1,2
SGOT 60 U/L <35
SGPT 19 U/L <41

2. DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif
1 Pasien mengeluhkan tubuh terasa 1 Pasien tampak lemah dan dalam
lemas kondisi berbaring lemas
2 Pasien mengatakan tidak kuat 2 Pemeriksaan TTV :
beraktivitas seperti bangun dari a) TD :120/80mmhg
tempat tidur maupun ke kamar b) N :80x/mnt
mandi secara mandiri sehingga c) S :36,7oC
memerlukan bantuan d) RR :20x/mnt
3 Pasien mengeluhan nafas terasa
cepat seperti ngos-ngosan setiap kali
selesai beraktivitas
4 Pasien mengatakan nafsu makan dan
minum berkurang
5 Pasien mengatakan pada saat BAB
fesesnya berwarna hitan dengan
konsentrasi lembek
3. ANALISA DATA

Analisa Data Pasien Tn D.S dengan Diagnosa Medis Obs Melena, Anemia dan
Hipoglikemia
di Ruang Yudistira RSUD Sanjiwani Gianyar
Tanggal 16 Januari 2019 s/d 18 Januari 2019

Data Subyektif Data Obyektif Masalah


1 Pasien mengeluhkan 1 Pasien tampak lemah dan Intoleransi Aktivitas
tubuh terasa lemas dalam kondisi berbaring
2 Pasien mengatakan lemas
tidak kuat beraktivitas 2 Pemeriksaan TTV :
seperti bangun dari  TD :120/80mmhg
tempat tidur maupun  N :80x/mnt
pergi ke kamar mandi  S :36,7oC
secara mandiri sehingga  RR :20x/mnt
memerlukan bantuan
3 Pasien mengeluhan
nafas terasa cepat setiap
kali selesai beraktivitas
4 Pasien mengatakan
nafsu makan dan
minum berkurang
5 Pasien mengatakan
pada saat BAB fesesnya
berwarna hitam dengan
konsentrasi lembek

4. Rumusan Masalah Keperawatan


a. Intoleransi Aktivitas
b. Anemia, Hipoglikemia, dan kelelahan
5. Analisa Masalah
P : Intoleransi Aktivitas
E : Anemia, Hipoglikemia dan Kelelahan
S : Pasien mengatakan 10 hari yang lalu sempat BAB berwarna hitam dan sesak
nafas hingga akhirnya di rawat inap. Hasil pemeriksaan pasien mengalami anemia
dan hipoglikemia yang menyebabkan tubuhnya terasa lemas dan mudah kelelahan.
Sejak sakit pasien mengeluh nafsu makan berkurang. Pasien mengeluhkan sejak
sakit sulit beraktivitas sehingga ADL perlu dibantu keluarga.
Proses Terjadinya

Akibat Jika Tidak Ditanggulangi


Apabila kelelahan ini tidak di tanggulangi maka pasien akan terus merasakan
kelelahan sehingga enggan untuk melakukan gerakan sehingga ini dapat
mengakibatkan pengecilan otot menegecil atau antropi otot dan dapat
menyebabkan pasien tidak dapat berjalan kembali.

6. Diagnosa Keperawatan
Nama Pasien : Tn. D.S
Umur : 61 Th
Jenis Kelamin : Laki - Laki
No. RM : 641530
Ruang Rawat : Yudistira
Diagnosa Medis : Obs. Melena, Anemia dan Hipoglikemia
Tanggal
No Diagnosa Keperawatan Paraf/Nama
Ditemukan Teratasi
1 Intoleransi Aktivitas b.d Anemia 16 Januari
Hipoglikemia d.d Px mengeluh 2019
lemas, KU: lemah, gelisah, tidak
dapat beraktivitas seperti
biasanya, adl masih di bantu
sepenuhnya oleh istri.
B. PERENCANAAN
1. Prioritas Masalah Keperawatan
a. Intoleransi Aktivitas
2. Rencana Keperawatan / Nursing Care Plan

Rencana Keperawatan Pada Pasien Tn D.S Dengan Diagnosa Medis Obs. Melena, Anemia, Hipoglikemia
Di Ruang Yudistira RSUD Sanjiwani Gianyar
Tanggal 16 Januari 2019 s/d 18 Januari 2019

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional Paraf


Keperawatan
1 Rabu, 16/1-19 Intoleransi Aktivitas berhubungan Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri
14.00 dengan Anemia Hipoglikemia keperawatan selama 3x24 1 Observasi TTV 1 Tanda – tanda vital
ditandai dengan Px mengeluh jam diharapkan kebutuhan 2 Edukasi pasien dan membantu gambaran
lemaas, KU: lemah, gelisah, tidak pasien dapat terpenuhi keluarga tentang pasien secara umum
dapat beraktivitas seperti biasanya dengan : pentingnya untuk 2 Menggunakan gerakan
DS : NOC : latihan rentang gerak tubuh aktif atau pasif
1 Pasien mengeluhkan tubuh 1 Energy conservation otot secara aktif dapat mempertahan kan
terasa lemas 2 Activity tolerance maupun pasif ( ROM ) aktifitas dan
2 Pasien mengatakan sulit untuk 3 Self Care : ADLs untuk pasien fleksibelitas sendi.
beraktivitas Kriteria hasil : 3 Bantu pasien untuk 3 Melatih ROM dapat
3 Pasien mengatakan tidak kuat 1. Berpartisipasi dalam latihan rentang gerak mencegah terjadinya
beraktivitas mandiri sehingga aktivitas fisik tanpa otot ( ROM ) kekakuan otot yang
memerlukan bantuan disertai peningkatan Kolaborasi disebabkan oleh pasien
4 Pasien mengeluhan nafas terasa tekanan darah, nadi 1 Kolaborasi dengan Tim yang jarang beraktivitas
cepat setiap kali selesai dan RR Medis Lainnya terkait 4 Bekerjasama dengan
beraktivitas 2. Mampu melakukan pemberian terapi yang Tim Dokter, Farmasi
5 Pasien mengatakan nafsu aktivitas sehari – hari tepat Maupun Gizi membantu
makan dan minum berkurang (ADLs) secara lebih cepat
DO : mandiri penyembuhan pasien.
1 Pasien tampak lemah dan dalam 3. TTV normal
kondisi berbaring lemas 4. Energy psikomotor
2 Pemeriksaan TTV : 5. Level kelemahan
 TD :120/80mmhg 6. Mampu berpindah:
 N :80x/mnt dengan atau tanpa
 S :36,7oC bantuan alat.

 RR :20x/mnt 7. Status
kardiopulmunari
adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
C. PELAKSANAAN

Pelaksanaan Keperawatan Pada Pasien Tn. DS DenganOBS MELENA, ANEMIA, HIPOGLIKEMIA


Di Ruang Yudistira RSUD Tanggal 16 JANUARI 2019 S/D 18 JANUARI 2019
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Tindakan Keperawatan Evaluasi Respon Nama Perawat
Keperawatan / Paraf
1 Rabu, Intoleransi Aktivitas Melakukan tindakan pengukuran tanda- DS:
16/01/19 berhubungan dengan tanda vital - Pasien mengeluh lemas
14.00 Anemia Hipoglikemia - Pasien mengeluh nafsu makan
ditandai dengan Px berkurang
mengeluh lemaas, KU: - Pasien mengeluh sulit
lemah, gelisah, tidak dapat beraktivitas karena tubuh tidak
beraktivitas seperti bertenaga
biasanya
DO:
- KU Pasien Lemah
- Pasien dalam kondisi berbaring
- TTV :
- TD = 120/80
- S = 36,7 o C
- N = 80x/mnt
- RR = 20x/mnt

2 15.00 Mengedukasi pasien dan keluarga terkait DS :


tindakan ROM - Pasien mengatakan mengerti dan
ingin berlatihan gerakan ROM
DO :
- Pasien tampak mengerti dengan
informasi yang diberikan oleh
perawat dan sudah mulai
menggerak – gerakkan jari – jari
tanggannya.

3 16.00 Melatih ROM DS :


- Pasien mengatakan tidak
bertenaga dalam melakukan
gerakan – gerakan tersebut
DO :
- Pasien dapat melakukan gerakan
gerakan kecil seperti
mengepalkan tangan
menggerakkan jari tangan dll

DS :
4 20.00 Memberikan cairan infus berupa dextrose - Pasien mengatakan tubuhnya
5% dan glukosa 5% tetap tidak bertenaga meskipun
sudah di berikan obat
DO :
- Pasien tampak lemah dan
wajahnya pucat

5 Kamis, 17
Januari 2018 DS:
10.00 Melakukan pengukuran tanda-tanda vital - Pasien mengeluh lemas
DO:
- Pasien tampak lemas

DO :
- KU Pasien Lemah
- Pasien dalam kondisi berbaring
- TTV :
- TD = 120/80
- S = 36,7 o C
- N = 80x/mnt
- RR = 20x/mnt

DS :
- Pasien mengatakan mengerti dan
6. 14.00 Mengedukasi pasien dan keluarga terkait ingin berlatihan gerakan ROM
tindakan ROM DO :
- Pasien tampak mengerti dengan
informasi yang diberikan oleh
perawat dan sudah mulai
menggerak – gerakkan jari – jari
tanggannya.

DS :
7 15.00 Melatih ROM - Pasien mengatakan lemas dan
tidak kuat untuk melakukan
tindakan ini
DO :
- Pasien masih tetap mencoba
untuk melakukan gerakan ROM
secara perlahan

DS :
8 18.00 Memberikan cairan infus berupa dextrose - Pasien mengatakan tubuhnya
5% dan glukosa 5% tetap tidak bertenaga meskipun
sudah di berikan obat
DO :
- Pasien tampak lemah

DS :
9 Jumat, 18 Mengobservasi TTV pasien - Pasien mengatakan tubuhnya
Januari 2019 masih lemas
10.00 DO:
- KU Pasien Lemah
- Pasien dalam kondisi berbaring
- TTV :
- TD = 120/80
- S = 36,7 o C
- N = 80x/mnt
- RR = 20x/mnt
DS:
10 14.00 Mengedukasi pasien dan keluarga terkait - Pasien mengatakan mengerti dan
tindakan ROM sudah setiap waktu luang
mencoba melakukan gerakan
tersebut tetapi masih belum bisa
maksimal
DO:
- Pasien tampak berantusias untuk
mencoba melakukan gerakan
tersebut meskipun dalam
keadaan lemah

DS:
11 15.00 Melatih ROM - Pasien mengatakan senang
melakukan gerakan ini tetapi
tubuhnya masih saja tetap
merasa lemas
DO :
- Pasien tampak menggerakkan
tangan dan menekuk kedua
lututnya secara bergiliran
-
DS :
- Pasien mengatakan tubuhnya
12 20.00 Memberikan cairan infus berupa dextrose lemas
5% dan glukosa 5% DO:
- KU Pasien Lemah
- Pasien dalam kondisi berbaring
D. EVALUASI
Evaluasi Keperwatan Pada Pasien Tn DS Dengan OBS MELENA, ANEMIA, HIPOGLIKEMIA
Di Ruang Yudistira RSUD Tanggal 16 JANUARI 2019 S/D 18 JANUARI 2019

No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi Respon Nama


Perawat/Paraf
1 18 Januari Intoleransi aktivitas b.d obs. Melena, anmia, S:
2018 hipoglikemia d.d pasien mengeluh lemas, ku. Lemah, - Pasien mengeluhkan tubuhnya tetap lemas
gelisah , tidak dapat melakukan aktivitas seperti sehingga sulit beraktivitas meskipun sudah
biasanya seperti bangun dari tempat tidur maupun diberikan obat
untuk pergi ke kamar mandi. O:
- Pasien tampak lemah dan berbaring lemas di atas
bed
- TTV:
- TD : 120/80
- N : 80x/meni
- S :36,7
- RR: 20x/menit
A: Masalah belum teratasi
P:Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Selama asuhan keperawatan penulis menemukan beberapa kesenjangan antara konsep
teoritis dan kasus yang ditemukan. Dalam BAB ini penulis akan membahasnya sesuai dengan
asuhan keperawatan yang sudah diterapkan meliputi : pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu asuhan keperawatan
yang berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan
klien, sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang dilakukan dalam
pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan pasien maupun
keluarga serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan menggunakan
study dokumentasi pada status pasien
Pada pemeriksaan fisik Tim Penulis menemukan gejalan khas yang sesuai
dengan teoritis : Intoleransi Aktivitas dan Nyeri akut( sesuai dengan SDKI )
2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka (SDKI) Tim menemukan diagnosa yang muncul
adalan Intoleransi Aktivitas dan Nyeri akut.
3 Intervensi
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kriterianya, maka tim penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada
tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan dibuat dalam 2 hari
perawatan. Diagnosa tersebut di dapatkan intervensi yang dapat diterapkan pada kasus
karena berkat kerja sama yang baik antara perwata, keluarga dan klien. Dalam
penyusunan tindakan yang akan dilakukan ini sesuai dengan diagnosa yang
ditemukan, sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan.
4 Implementasi
Tahap ini adalah tahap untuk melakukan tindakan – tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya. Semua tindakan bisa dilakukan, tetapi tim penulis tidak
dapat memberikan perawatan dalam 24 jam.
5 Evaluasi
Selama perawatan yang dilakukan 2 hari dua diagnosa yang ditegakkan
masalah belum teratasi karena pasien masih mengeluh lemas dan nyeri pada luka OP
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang terdapat dari BAB I – BAB IV pada kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. K.U dengan diagnosa medis Batu Ginjal belum dapat teratasi.
Hal ini dibuktikan dengan data subjektif yang disampaikan pasien yaitu mengeluhkan
tubuhnya tetep lemas meskipun sudah diberikan terapi semaksimal mungkin oleh
perawat. Dengan ini dinyatakan asuhan keperwatan pada Tn. D.S tidak cukup apabila
diberikan hanya 2 x 24 saja, intervensi atau rencana keperawatan yang sudah di
rancang harus terus dilanjutkan hingga Tn. K.U dapat kembali ke kondisi awal atau
menjadi lebih baik.
5.2 Saran
1. Untuk mahasiswa:
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa calon perawat untuk mempelajari dan
memahami cara pembuatan askep dengan sungguh-sungguh agar dapat
diaplikasikan pada pasien dengan tepat dan benar.
2. Untuk tenaga kesehatan (Perawat) :
Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk lebih
memperhatikan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.
Pada kasus gangguan mobilisasi diharapkan untuk lebih memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi perawatan pada klien, selalu mengkaji gerak
aktivitas klien dan memberikan latihan-latihan yang sesuai secara tepat.
3. Untuk instansi rumah sakit :
Diharapkan untuk instansi rumah sakit untuk memperhatikan standar asuhan
keperawatan , karena dari asuhan keperawatan yang tersusun dengan baik
terlihat pula pelayanan yang baik yang telah diberikan kepada klien.
Daftar Pustaka
Doenges, marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, ed. 3.Jakarta :EGC

Hidayat, A.Aziz Alimul.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan Proses

Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Judith,2014 Diagnosa Keparawatan, ed. 9.Jakarta:EGC.

Kusuma, Hardi dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC, ed.1. Yogyakarta: Mediacation

Kusuma, Hardi dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC, ed.2. Yogyakarta: Mediacation

Kusuma, Hardi dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC, ed.3. Yogyakarta: Mediacation

Mansjoer,arif .2000.Kapita Selekta Kedokteran , ed.3,cet.1 Jakarta:Media Aesculapius.

Mubarak,W.I.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC.

Syaifuddin,H.2011.Anatomi Fisiologi:Kurikulum berbasis kompetensi untuk keperawatan &


kebidanan.Jakarta:EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai