Oleh:
Fitra Dhea Muharmi N
Preseptor :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan judul “Anestesi pada Obsgyn”. Shalawat beriring salam senantiasa
tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya kepada dr. Boy Suzuki, Sp.An sebagai dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Umumnya terdapat 3 tipe anestesi yaitu anestesi umum, regional dan lokal. Lokal
anestesia digunakan untuk memblok sementara beberapa atau semua fungsi saraf
sensorik, motoric dan autonom ketika obat disuntikkan pada saraf terdekat. Anestesi
umum adalah menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran
dan bersifat reversible. Anestesi regional adalah anestesi yang paling umum digunakan
dalam bedah sesar pada Greek hospital3
3
hasil ibu dan bayi baru lahir dan berusaha mencegah komplikasi yang mungkin setelah
persalinan. Pasien yang membutuh kan anestesi care untuk persalinan dan operasi sesar
harus evaluasi preanestesi secepat mungkin. Evaluasi preanestesi harus mencakup
riwayat kesehatan ibu, riwayat anestesi-anestesi yang berhubungan dengan kehamilan,
vital sign, pemeriksaan jalan napas dan pemeriksaan pada punggung untuk regional
anestesi.4
Metode yang dipakai pada penulisan makalah ini adalah tinjauan kepustkaan yang
mengacu ke berbagai literatur termasuk buku teks dan jurnal.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan
fungsi ginjal meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai
“normal”.5
Sistem gastrointestinal
Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan
sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara itu terjadi juga peningkatan
sekresi asam lambung, penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan
pengosongan lambung. Enzim-enzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat.5
Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat
hemodilusi dan penurunan sintesis. Pada pemberian suksinilkolin dapat terjadi blokade
neuromuskular untuk waktu yang lebih lama.5
Lambung harus selalu dicurigai penuh berisi bahan yang berbahaya (asam
lambung, makanan) tanpa memandang kapan waktu makan terakhir. 5
Sistem saraf pusat
Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi
obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan
menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau
intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi
juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan
menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit. 5
Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat
meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor
(enhanced diffusion).5
Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta
Juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya
merupakan depresan, dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap
bahwa semua obat dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin. 5
Anestesi berasal dari Bahasa Yunani “an” yang berarti tidak,tanpa dan asthetos
“sensasi nyeri”. Kata anestesi pertama kali digunakan yang merujuk pada amnesia,
analgesia dan narcosis untuk membuat sensasi nyeri hilang saat dilakukan
pembedahan.1
Penduduk pada zaman dahulu menggunakan opium poppy, daun coca, akar
mandrak, alcohol untuk digunakan ketika operasi sebagai tujuan anestesi. Penduduk
6
mesir menggunakan kombinasi opium poppy (mengandung morfin) dan hyosiamus
(mengandung skopolamin) untuk anestesi. Sampai saat ini masih banyak menggunakan
skopolamin dan morfin sebagai obat premedikasi.1
Umumnya terdapat 3 tipe anestesi yaitu anestesi umum, regional dan lokal. Lokal
anestesia digunakan untuk memblok sementara beberapa atau semua fungsi saraf
sensorik, motorik dan autonomy ketika obat disuntikkan pada saraf terdekat.1
a. Penilaian preoperatif
7
Penilaian preoperative dapat dilakukan dengan beberapa hal :
- Anamnesis
Pada anamnesis beberapa hal yang dapat diperiksa seperti riwayat medis
pasien, riwayat pembedahan sebelumnya, riwayat anestesi sebelumnya,
riwayat penggunaan obat, riwayat kebiasaan pribadi, dan riwayat keluarga.
Riwayat medis seperti adanya penyakit pada jantung, pulmonal, endokrin,
ginjal, hepar, metabolisme dan elektrolit, dan penyakit anatomis yang
berhubungan dengan tatalaksana jalan napas dan anestesia regional.1,6
Riwayat pembedahan ditanyakan untuk mengetahui tipe anestesia yang
digunakan saat pembedahan tersebut dan keadaan saat dilakukannya bedah.
Riwayat anestesia sebelumnya ditanyakan untuk mengetahui adakah
penyulit saat dilakukan anestesia dan adakah penyulit saat dilakukannya
intubasi.6
Riwayat penggunaan obat ditanyakan untuk mengetahui jenis obat yang
saat ini dikonsumsu maupun yang telah lama dikonsumsi dan ditanyakan
mengenai adakah alergi terhadap penggunaan beberapa obat tertentu. 2
Riwayat kebiaasan pribadi yang ditanyakan adalah apakah pasien merokok
atau tidak. Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit kardiopulmonal.
Merokok juga menyebabkan inflamasi kronik dan meningkatkan kebutuhan
terhadap analgesia6
- Pemeriksaan Fisik
8
Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi kelainan yang tidak jelas dari
riwayat penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan:
a. Vital sign (tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan suhu)
b. Pemeriksaan saluran napas
c. Pemeriksaan jantung dan paru (palpasi, perkusi, dan auskultasi)
d. Kelainan anatomis dan infeksi yang merupakan kontraindikasi dari
prosedur yang direncanakan
e. Penggunaan gigi palsu, gigi yang longgar dan sumbing harus dicatat,
adanya mikronagnatia(jarak pendek antara dagu dan tulang hyoid), gigi
seri bagian atas yang menonjol, lidah besar, jangkauan gerak sendi
temporomandibular terbatas atau tulang belakang leher, dan leher
pendek
f. Pemeriksaan mallampati
Tabel 2.2 Klasifikasi Mallampati
Klasifikasi Mallampati Gambar
9
d. Mallampati klas 4: hanya
palatum durum yang terlihat
b. Premedikasi
d. Rumatan
Rumatan dapat dikerjakan dengan intravena, atau dengan inhalasai
atau campuran intravena dan inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu
pada trias anestesia yaitu analgesia, sedasi dan relaksasi.6
10
2.3.2 Anestesia Regional
a. Indikasi
Blok neuraksial dapat digunakan tunggal atau bersama dengan anestesi
umum untuk prosedur di bawah leher. Sebagai anestesi primer, blok neuraksial
telah terbukti paling berguna di abdomen bagian bawah, inguinal, urogenital,
dubur, dan operasi ekstremitas bawah. Operasi spinal dan lumbar juga dapat
dilakukan di bawah anestesi spinal. Operasi pada perut bagian atas seperti
gastrektomi dapat dilakukan dengan anestesia spinal atau epidural tetapi susah
dilakukan karena harus mencapai level sensori yang adekuat agar pasien
nyaman sehingga teknik ini jarang digunakan.1
Jika anestesi neuraksial akan dilakukan, risiko dan manfaatnya harus
didiskusikan dengan pasien, dan informed consent harus dilakukan. Pasien
harus siap secara mental untuk anestesi neuraksial, dan anestesi neuraksial dan
harus sesuai untuk jenis operasi. Pasien harus mengerti bahwa fungsi motorik
ekstremitas bawah tidak ada sampai blok selesai.6
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi utama untuk anestesi neuraksial adalah pasien tidak
setuju untuk dilakukan tindakan blok regional, alergi pada obat yang akan
diberikan, kelainan pembekuan darah, hipovolemia berat, peningkatan tekanan
intrakranial (terutama dengan massa intrakranial), dan infeksi di tempat
suntikan.6
Kontraindikasi relatif lainnya termasuk stenosis aorta atau mitral berat
dan obstruksi aliran keluar dari ventrikel kiri yang berat (hipertrofik obstruktif
kardiomiopati). Namun, dengan pemantauan ketat dan kontrol anestesi, anestesi
neuraksial dapat dilakukan dengan aman pada pasien dengan stenosis katup
jantung.1
11
Gambar 2.1 Kontraindikasi blok regional
c. Posisi Pasien
- Posisi duduk: anatomi midline lebih mudah ditemukan pada pasein yang
duduk dibandingkan posisi lateral decubitus.1
12
2.3.2.1 Anestesia Spinal
13
b. Faktor yang mempengaruhi ketinggian blok spinal
Faktor utama yang mempengaruhi ketinggian blok spinal
- Berat jenis cairan
Tabel 2.3 Berat Jenis Cairan
d. Agen anestesia spinal yang biasa digunakan dapat dilihat pada tabel 2.4
14
Tabel 2.4 Agen Anestesia Spinal
15
digunakan mulai dari analgesia dengan blok motorik minimal sampai anesthesia
dengan blok motorik penuh. Variasi ini dapat dikontrol dengan pemilihan obat,
konsentrasi dan dosis. Pengunaan analgesia post operasi secara kontinu dengan
narkotik atau local anestesi melalui kateter epidural semakin popular saat ini. 1
Ruang epidural berada diluar selaput dura. Radiks saraf berjalan di dalam ruang
epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju
kearah luar. Onset dari epidural anestesia (10-20 menit) lebih lambat dibandingkan
dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang
relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis
dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok
motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia
post operasi.1
16
Anestesia epidural dapat dilakukan pada blok torakal namun secara teknik lebih
sulit dibandingkan teknik lumbal epidural karena besarnya angulasi dan overlapping
dengan prosesus spinosus, demikian juga risiko cedera pada medula spinalis lebih
besar. Pendekatan median dan paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural
lebih banyak digunakan post operatif analgesia.1
Teknik “loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum
epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih
terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan
meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introduser dilepaskan
dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi.
Bila ujung jarum masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan
mengalami hambatan dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian
ditusukan secara perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara
kontinyu melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang
epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan
mudah dilakukan.1
17
Teknik penusukan anestesi epidural
2. Aktifasi epidural
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang
dibutuhkan untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan
dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu
masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut,
dilakukan tes dose epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum
ataupun melalui kateter epidural yang telah terpasang. 1
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke
ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan
kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin, 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005
mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang
subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 mcg epineprin bila
disuntikan intravaskuler akan menimbulkan kenaikan nadi 20% atau lebih. 7
Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang
lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan
penanganan pada tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga,
epineprin sebagai marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat
terjadi (kontraksi uterus sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat
meningkatnya nadi) demikian juga false negatif (pada pasien yang mendapat
beta bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose
intravena, yang mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang
lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat
dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara intravena. 1
18
lokal anestesi per segmen untuk diblok, sedangkan pasien lebih tinggi butuh
umumnya setidaknya 2 mL per segmen.1
19
tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari
kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu
permasalahan. Preparat bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan
intratekal dengan volume yang besar. Sedangkan formulasi EDTA
menimbulkan nyeri pinggang yang berat (diperkirakan karena terjadinya
hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan
tidak menimbulkan komplikasi tersebut.1
Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide
dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi
menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk
menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %.1
Total kematian ibu diseluruh dunia sekitar 400 kematian per 100.000 bayi
hidup . dari keseluruhan total kematian ibu, 99% terjadi di afrika, asia, amerika latin
dan karibia. Penyebab kematian bayi paling banyak disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular, kardiomiopati, perdarahan, dan penyebab lainnya. 1
Semua pasien yang masuk dalam masa obstetric, butuh pelayanan anestesia.
Data yang dikumpulkan dari tahun 1985-1990 didapatkan angka kematian ibu sekitar
32 kematian per 1000.000 bayi lahir hidup karena general anestesia dan 1,9 kematian
per 1000.000 bayi lahir hidup karena regional anestesia. 1
Pasien yang membutuh kan anestesi care untuk persalinan dan operasi sesar
harus evaluasi preanestesi secepat mungkin. Evaluasi preanestesi harus mencakup
20
riwayat kesehatan ibu, riwayat anestesi-anestesi yang berhubungan dengan kehamilan,
vital sign, pemeriksaan jalan napas dan pemeriksaan pada punggung untuk regional
anestesi. 1
Nyeri dimulai pada abdomen bagian bawah kemudian meningkat dan menjalar
ke area lumbosacral, glutea, dan paha selama masa persalinan. Nyeri terus meningkat
seiring dengan meningkatnya dilatasi serviks dan meningkatnya intensitas dan
frekuensi kontraksi uterus. Ibu nullipara umunya punya sakit yang lebih berat selama
masa tahap awal persalinan. 1
Awal dari nyeri perineal dimulai saat akhir fase pertama, ketika turunnya kepala
bayi dan tahap kedua persalinan. Peregangan dan tekanan pada pelvis meningkatkan
nyeri. Perineum dipersafari saraf pudendal S2-S4. Jadi nyeri selama tahap kedua
persalinan disarafi dermatome T10-S4. 1
21
Gambar 2.2 Anatomi Nyeri Saat Persalinan
Teknik epidural atau intratekal atau kombinasi masih banyak digunakan saat ini
merupakan metode popular untuk menghilangkan nyeri selama persalinan dan
kelahiran. Teknik ini bisa menjadi analgesia yang bagus disertai dengan ibu tetap
bangun dan kooperatif selama persalinan. walaupun opioid spinal atau local anestesi
sendiri bisa menjadi analgesia yang adekuat, Teknik kombinasi lebih memuakan pada
bbanyak partus. Kombinasi opioid dan anestesi local dapat menurunkan dosis yang
dibu6tuhkan dan membuat analgesia lebih baik dengan sedikit efek pada neonatus. 1
Opioid dapat diberikan secara intratekal sebagai single injeksi atau kombinasi
via epidural atau kateter intratekal. Dosis yang relatif lebih besar dibutuhkan untuk
analgesia selama persalinan ketika epidural atau intratekal opioid digunakan secara
tunggal.1
22
a. Intratekal opioid
Morfin intratekal dengan dosis 0,1-0,3 mg dapat mneghasilkan analgesia yang
memuaskan dengan waktu 4-6 jam selama tahap awal persalinan. Namun
sayangnya onset kerja nya lambat yaitu selama 45-60 menit, dan dosis ini dapat
tidak cukup pada banyak pasien. Jika diberikan dalam dosis yang besar,
meningkatkan risiko efek samping nya. Oleh karena itu morfin jarang
digunakan sebagai dosis tunggal. Morfin 0,1-0,25 mg dan fentanyl 12,5 mcg
sering dikombinasikan untuk mempercepat onset analgesia. Bolus
berkesinambungan dari 10-15 mg meperidine, 12,5-25 dari fentanyl, atau 3-10
mcg dari sufentanil melalui kateter intratekal juga mempunyai hasil yang
memuaskna untuk analgesia persalinan.1
b. Epidural opioid
Dosis yang relatif lebih besar >7,5 mg dari morfin epidural dibutuhkan untuk
analgesia persalinan yang memuaskan tetapi tidak di rekomendasikan karena
meningkatkan risiko depresi pernapasan. Onset mulainya sekitar 30-60 menit
tetapi analgesia dapat bertahan selama 12-24 jam. Fentanyl epidural dengan
dosis 50-150 mcg atau sufentanil 10-20 mcg mempunyai onset yang cepat yaitu
sekitar 5-10 menit dengan beberapa efek samping tetapi mempunyai durasi
yang singkat (1-2 jam). 1
Epidural atau spinal analgesia umumnya digunakan sebagai local anestesi baik
tunggal atau kombinasi dengan opioid untuk persalinan dan kelahiran. Analgesia tahap
awal persalinan membutuhkan blok neural pada T10-L1, pada tahap kedua persalinan,
dibutuhkan blok saraf pada T10- S4. Lumbar epidural analgesia secara continue dapat
berguna dan umunya digunakan untuk mengurangi nyeri pada persalinan tahap awal. 1
23
2.5.3 Lumbal Epidural Anestesi
Epidural analgesia untuk persalinan bisa dilakukan awal persalinan setelah
pasien dievaluai oleh dokter obstetric. Analgesia epidural tidak meningkatkan
kecepatan dari operasi kelahiran. 1
Untuk bloknya, ibu hamil dapat diposisikan duduk atau posisi miring. Posisi
duduk lebih bermanfaat untuk mengidentifikasi garis tengah pada pasien obese. Ketika
epidural anestesi dilakukan untuk persalinan pervaginam (kala dua), posisi duduk
membantu memastikan penyebaran sacral yang lebih baik. 1
Karena tekanan ruang epidural dapat positif pada beberapa ibu hamil,
Identifikasi yang tepat pada ruang epidural bisa sulit dan secara tidak sengaja dapat
menembus dural bahkan pada orang yang telah berpengalaman . Beberapa klinisi
memilih pendekatan midline dimana sebagiannya memilih pendekatan paramedian. 1
Jika terjadi kebocoran yang tidak sengaja terjadi pada dura, ahli anestesi
mempunyai dua pilihan yaitu:
Kedalaman rata rata ruang epidural pada pasien obstetric sekitar 6 cm dari kulit.
Insersi kateter epidural dilakukan pada L3-L4 atau L4-L5 untuk menghasilkan blok
optimal yang mencapai T10-S5. 1
24
a. Epidural pada kala satu persalinan
Injeksi epidural dapat dilakukan baik saat sebelum atau sesudah kateter epidural
dipasang. Pemberian melalui jarum dapat memfasilitasi pemasangan kateter,
25
dimana pemberian injeksi melalui kateter memastikan fungsi yang tepat dari
kateternya. Tahapan tahapan berikut yang disarankan:
- Berikan 500-1000ml RL bolus intravena sementara kateter epidural
dipasang
- Tes untuk menilai masuknya jarum atau kateter secara tidak sengaja ke
ruang subaraknoid atau intravaskular dengan dosis uji 3 ml anestesi lokal
dengan epineprin 1:200.000. dapat juga diuji dengan lidokain 1,5% karena
toksisitasnya lebih sedikit. Tes sebaiknya dilakukan di antara kontraksi
untuk menurunkan positif palsu dari injeksi intravaskuler
- Setelah 5 menit tidak dijumpai tanda injeksi intravascular dan intratekal
tidak dijumpai, dengan pasien posisi supinasi dan posisi miring kiri, berikan
10 mL dari campuran opioid-anestesi local 5mL dosis incremental, tunggu
1-2 menit antara kedua dosis, untuk mencapai blok T10-L1. Bolus dosis
awal biasanya 0,1-0,2% dari ropivakain atau 0.0625-0,125% bupivakain
dikombinasikan antara 50-100mcg fentanyl atau 10-20 mcg sufentanil
- Monitoring dengan pengukuran tekanan darah berkala selama 20-30 menit
atau sampai pasien stabil
- Ulangi tahap ketiga dan keempat ketika nyeri terjadi kembali hingga kala
satu selesai. Pilihan lainnya Teknik infus epidural berkelanjutan dapat
menggunakan bupivakain atau ropivakain dengan konsentrasi 0.0625-
0,125% baik dengan fentanyl 1-5 mcg/ml atau dengan 0,2-0,5mcg/mL
dengan kecepatan 10ml/ jam. 1
b. Epidural pada kala dua persalinan
Pemberian analgesia epidural pada kala dua persalinan harus luas hingga
memblok sampai dermatome S2-S4. Baik pada kateter yang telah dipasang atau
belum, tahapannya sebagai berikut:
- Berikan 500-1000mL RL bolus intravena
- Apabila pasien belum dipasang kateter epidural, pasang kateter epidural
saat pasien duduk. Pasien yang telah terpasang kateter epidural, harus
diposisikan posisi duduk sebelum injeksi
- Berikan 3mL test dose sehari dari anestesi local (lidokain 1,5%) dengan
1:200.000 epinefrin
- Bila dalam 5 menit tanda intravascular atau injeksi intratekal tidak
dijumpai, berikan 10-15mL atau tambahan campuran local anestesi opioid
dengan kecepatan tidak melebihi 5mL, lalu 5 menit setelahnya
26
- Baringkan pasien pada posisi supinasi dengan left uterine displacement dan
monitor vital sign setiap 1-2 menit pada 15 menit pertama kemudian setiap
5 menit setelahnya. 1
27
anestesi epidural menyebabkan temperatur ibu meningkat atau terjadinya sepsis
pada neonates. Peningkatan suhu ibu dihubungkan dengan besarnya BMI dan
pada wanita nullipara dengan persalinan lama.1
Jarum epidural dan spinal dapat ditempatkan pada level yang berbeda, namun
beberapa ahli ada yang menggunakan pada level yang sama. Penggunaan Teknik
needle-through-needle ialah dimana jarum epidural ditempatkan pada ruang epidural
dan jarum spinal yang lebih panjang lalu dimasukkan melalui jalur yang sama dan
ditusuk lebih dalam hingga mencapai ruang subaraknoid. Penggunaan teknik needle-
beside-needle ialah dimana jarum epidural menggunakan saluran dari jarum spinal. 1
28
2.5.5. Spinal Anestesia
Spinal anestesia diberikan saat sudah mulai tahap awal persalinan. Diberikan
tetrakain, bupivakain 2,5-5mg atau lidokain 20-40 mg digunakan untuk blok perineal
yang maksimal. Tambahkan fentanyl 12,5-25 mcg atau sufentanil 5-7,5 mcg untuk blok
yang lebih optimal. 1
Nervus pudendalis berasal dari root saraf sakral bawah (S2-S4) dan
menginervasi vagina, perineum, rectum dan bagian blader. Saraf ini mudah di blok
secara transvaginal. Blok nervus pudendalis dapat dikombinasikan dengan infiltrasi
perineal anestesi lokal untuk menyediakan anestesi perineal selama persalinan kala II
ketika jenis anestesi lain tidak adekuat. Selama blok nervus pudendalis, jarum khusus
29
(Koback) atau pemandu (Iowa trumpet) digunakan untuk mengarahkan jarum secara
transvaginal dibawah spina iskiadika pada tiap sisi. Jarum lalu dimasukkan 1 sampai
1,5 cm melalui ligament sakrospinosus. Selanjutnya, lidokain 1% 10 ml atau
klorprokain 2% diinjeksikan. Jarum pemandu digunakan untuk membatasi kedalaman
injeksi dan melindungi janin dan vagina dari jarum. Komplikasi yang dapat muncul
dari penggunaan blok nervus pudendalis ialah injeksi intravaskular, hematom
retroperitoneal, dan abses retropsoas atau subgluteal. 1
Blok pudendus merupakan metode yang relatif sederhana, aman dan efektif
dalam memberikan efek analgesia pada proses kelahiran normal, serta biasa dilakukan
oleh ahli obstetri. 1
7. General anestesia
30
ditentukan oleh banyak faktor seperti indikasi operasi, urgensi, pasien serta pilihan
dokter, dan skill anestesia. 1
Pada beberapa negara, operasi seksio sesaria lebih dipilih untuk persalinan dan
banyak digunakan di amerika serikat yaitu sekitar 15-35%. Banyak operasi seksio
sesaria diamerika serikat dengan spinal anestesia. Regional anestesia lebih
dipersiapkan dibanding dengan general anestesi karena dihubungkan dengan besarnya
risiko maternal morbiditas dan mortalitas, besarnya kemungkinan terjadinya
hemodinamik tidak stabil saat induksi anestesia, dan kebutuhan analgesia tambahan
selama masa recovery. 1,8
31
2. Keadaan umum ibu: apakah ada anemia kronik, TB, HIV, malnutrisi, malaria,
penyakit jantung kongenital dan penyakit katup.9
3. Masalah antenatal yang tidak diketahui: plasenta previa dan preeklampsia.9
4. Komplikasi yang menyebabkan kehamilan lama: sepsis, rupture uterus, dan
DIC.9
5. Penggunaan obat termasuk alergi obat.2
Setelah injeksi anestesi spinal, pasien ditempatkan pada posisi supinasi dengan
left uterine displacement, berikan oksigen 40-50% dan ukur tekanan darah tiap 1-2
menit sampai pasien stabil.1
Teknik regional yang dapat digunakan pada operasi seksio sesaria yaitu:
a. Spinal anestesi
Pada anestesi spinal, pasien ditempatkan pada posisi leteral posisi atau posisi
duduk dan diinjeksikan cairan hiperbarik seperti lidocaine intratekal (50-60mg)
32
atau bupivakain (10-15 mg). Bupivakain menjadi pilihan jika operasi tidak
selesai dalam 45 menit. Fentanyl ditambahkan 10-20 mcg atau sufentanil 5-10
mcg ke cairan anestesi local intratekal untuk meningkatkan intensitas blok
spinal dan memperlama durasi tanpa efek samping pada neonates. Morfin dapat
ditambahkan 0,1-0,3 mg agar operasi lebih lama sampai 24 jam tetapi butuh
monitoring adanya depresi napas setelah operasi.1
Manfaat teknik spinal ini yaitu:
- onset yang cepat
- kualitas blok lebih baik dari epidural
- mengurangi insiden post dural punction headache
- kecil kemungkinan gagal.2
b. Epidural anestesi
Epidural anestesi untuk operasi seksio sesaria dilakukan dengan menggunakan
kateter. Lidokain 2% (perbandingan 1:200,000 epinephrin) atau 3%
chloroprocaine 3% sering digunakan di amerika serikat. Tambahan fentanyl 50-
100 mcg atau sufentanil 10-20mcg akan memberikan intensitas dan waktu
analgesia yang lebih lama tanpa menimbulkan efek samping pada neonates.
Beberapa klinisi menambahkan sodium bikarbonat (7,5% atau 8,4%) pada
anestesi local (1 mEq sodium bicarbonate/10 mL of lidocaine) untuk
mempercepat onset dan penyebaran epidural anestesia morfin epidural, 5 mg
diberikan saat akhir operasi untuk mengurangi nyeri saat post operatif dan
bertahan selama 6-24 jam.1
Manfaat teknik epidural:
- Blok dilakukan perlahan untuk mendapatkan blok yang tinggi
- Blok bisa ditambahkan untuk prosedur yang cukup lama
- Tambahan opioid bisa diatur.2
c. Kombinasi spinal dan epidural anestesi
Untuk operasi seksio sesaria, kombinasi CSE mempunyai onset yang cepat,
blok yang intensif pada spinal dengan penggunaan kateter yang fleksibel.
Pemberian obatnya harus dititrasi hati-hati karena obat dapat masuk CSF dan
menyebabkan efek yang potensial.1
Selain yang disebutkan diatas, terdapat beberapa manfaat dari blok CSE
- Sangat berguna untuk mempertahankan stabilitas jantung karena blok yang
lebih pelan sehingga dapat dihindari perubahakn mendadak tekanan darah
- Tambahan opioid bisa diatur
33
2.6.2 General anestesia
Insiden paling banyak menyebabkan gagal intubasi baik pada wanita hamil atau tidk
adalah udema pada jalan napas, pertumbuhan gigi yang banyak pada pasien yang terlalu
muda, dan leher pendek.1
Untuk pasien dengan obesitas, siapkan posisi kepala dan leher agar bisa
intubasi, elevasikan bahu, fleksi cervical spine dan ekstensikan sendi
attlanticooccipital.1
34
Terdapat alur pada pasien dengan sulit intubasi seperti pada gambar dibawah ini
35
diberikan adekuat denitrogenasi dengan 100% oksigen. Ketamin 1 mg/kg bisa
mengganti propofol pada pasien hipotensi atau hypovolemia. 6
Pemeriksaan preoperative pada kasus operasi seksio sesaria darurat harus
dilakukan. Periksa AMPLE (alergi, medikasi, past medical history, last eaten, events
leading to).2
36
Banyak ahli obstetrimemilih operasi seksio sesaria untuk persalinan dengan
presentasi bokong jika kepala atau bahu terjebak setelah kelahiran pervaginam.
Jika persalinan pervaginam dipilih, lakukan manual forceps. Epidural anestesia
dapat dipilih karena bisa membuat perineum relaks.1
37
jika perdarahan ringan hingga sedang dan observasi kehamilan jika kurang dari
37 minggu. Jika telah 37 minggu masa gestasi, persalinan biasanya dilakukan
via seksio sesaria.7
Perdarahan aktif atau hemodinamik yang tidak stabil butuh operasi seksio
sesaria secepatnya dengan general anestesia. Defisit cairan intravaskukar harus
diganti secepatnya dan bisa dilakukan transfusi darah. Perdasarahn bisa
berlanjut setelah kelahiran bayi karena implantasi plasenta pada bagian bawah
uterus dan sering tidak berkontraksi seperti seharusnya.
b. Abruptio plasenta
Adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya. Terjadi sekitar 1-2% dari
total kehamilan. Paling sering abruptio plasenta ringan, tetapi 25% dapat berat.
Faktor risikonya yaitu hipertensi, trauma, tali pusar pendek, PPROM, konsumsi
alcohol, penggunaan kokai dan anatomi uterus yang abnormal. Pasien biasanya
merasakan nyeri saat terjadi perdarahan pervaginam. Faktor pemilihan antara
regional atau general anestesia tergantung kepada kelahiran urgensi, stabilitas
hemodinamik, adanya koagulopati.1,10
c. Rupture uterus
Ruptur uterus jarang terjadi (1:1000-3000 kelahiran) tetapi bisa terjadi selama
persalinan dikarenakan scar dari operasi seksio sesaria sebelumnya, manipulasi
intrauterus atau penggunaan forsep, rupture spontan karena persalinan lama
pada pasien dengan kontraksi hipertonik, disproporsi fetopelvik, dan uterus
yang tipis dan lemah. Rupture uterus bisa ditandai dengan adanya perdarahan
dengan warna darah merah terang, kurangnya tonus uterus, hipotensi atau
kombinasi. Tatalaksana ruptur uterus adalah resusitasi cairan sesegera mungkin
dan laporatomi segera dengan general anestesia. Ligase arteri iliaka internal
dengan atau tanpa histerektomi dibutuhkan untuk mengontrol perdarahan.1
38
d. Polihidramnion
e. merokok
Persalinan spontan terjadi dalam 24 jam setelah rupture membrane pada 90%
pasien. Tatalaksana yang dilakukan adalah untuk mencegah infeksi dan prematuritas
fetus. Persalinan dilakukan jika sudah masuk usia 34 minggu. Jika kurang dari 34
minggu dapat diberikan antibiotic profilaksis, tokolitik, dan glukokortikoid untuk
mempercepat maturitas organ. Waktu yang lama antara terjadinya rupture dan awal
persalinan dapat menjadi faktor risiko besar terjadinya korioamnionitis. PROM juga
menjadi faktor predisposisi terjadinya abruptio plasenta dan postpartum endometritis. 1
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion dan membrane amnion. Komplikasi
terjadi sekitar 1-2% kehamilan tetapi tidak selalu berhubungan dengan PROM.
Korioamnionitis ditandai dengan:
a. demam pada ibu >38 °C
b. takikardia pada fetus
c. nyeri uterus
d. cairan amnion berbau dan purulent
e. leukositosis
f. protein c reaktif meningkat >2mg/dl1,11
Penggunaan anestesia regional pada pasien korioamnionitis maish
kontroversial karena secara teori dapat menyebabkan terjadinya abses epidural dan
meningitis.1
39
bayi. Diberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru pada fetus. Tatalaksana
yang telah disebutkan dapat menunda kelahiran selama 48 jam pada 74% pasien
Anestesia sering dibutuhkam ketika terapi tokolitik gagal untuk menghentikan
persalinan. Spinal atau epidural anestesia membuat pelvis relaksasi. Seksio sesaria
dilakukan apabila terjadi fetal distress, bayi dengan presentasi bokong, IUGR.1
40
Pasien dengan preeklampsi berat dan eklamsi punya profil hemodinamik yang
berbeda. Banyak pasien memiliki tekanan pengisian jantung yang rendah
dengan tingginya resistensi vaskuler tetapi COP bisa kurang, normal atau
bahkan meningkat.
b. Tatalaksana preeklampsi
Tatalaksana pasien preeklampsia seperti bed rest, sedasi, penggunaan obat
antihipertensi (labetalol, 5-10 mg atau hydralazine 5 mg IV) dan magnesium
sulfat (4g loading dose diikuti dengan 1-3g/jam IV) untuk mentatalaksana
hiperefleksia dan mencegah terjadinya kejang.
Monitoring infasif arteri dan vena sentral diindikasikan kepada pasien dengan
beratnya hipertensi, edema pulmonal, oliguria berulang atau kombinasi.
Tatalaksana definitive adalah melahirkan bayi dan plasenta
c. Tatalaksana anestesi
Pemberian anestesi secara spinal dan epidural dapat menurunkan tekanan darah
arteri. Pasien dengan beratnya penyakit dan pasien kritis harus distabilisasi
dahulu sebelum mendapatkan anestesi, seperti control tekanan darah dan
koreksi hypovolemia. Anestesia epidural continue merupakan pilihan utama
pada banyak pasien dengan preeklampsia selama persalinan dan kelahiran
pervaginam. Jika regional anestesia tidak dapat dilakukan, karena adanya
beberapa hal yang menjadi kontraindikasi, maka dapat dilakukan general
anestesia
41
Hitung trombosit dan profil koagulasi harus diperiksa ketika akan dilakukan
anetsesi regional pada pasien dengan preeklamsia berat. Anestesi regional
dihindari apabila hitung trombosit kurang dari 100.000/mcL
Monitoring tekanan darah intaarteri diindikasikan pada pasien dengan
hipertensi berat selama general dan regional anestesi. Pemberian labetalol
intravena dapat efektif untuk mengontrol hipertensi saat dilakukan intubasi
42
2.8.10 Perdarahan post partum
Perdarahan post partum merupakan penyebab mortalitas maternal pada negara
berkembang. Diagnosis perdarahan post partus ditegakkan apabila kehilangan darah
lebih dari 500cc dalam 24 jam setelah persalinan.1,7,12 Perdarahan post partum masif
didefinisikan sebagai perdarahan lebih 1000cc. Perdarahan post partum terjadi sekitar
4% persalinan yang sering dihubungkan dengan kala tiga yang memanjang,
preeklampsi, multiple gestasi dan persalinan menggunakan forceps.
Penyebab penyebab perdarahan post partum umumnya disebabkan oleh 4T
yaitu:
a. Tonus: lemahnya tonus uterus
b. Trauma pada traktus genitalia
c. Tissue: adanya plasenta akreta, perkreta atau inkreta
d. Thrombin: gangguan pembekuan darah9
Tatalaksana awal yang harus diberikan pada pasien dengan perdarahan post
partum mencakup pada ABC (Airway, Breathing, Circulation)
a. Pemberian oksigen
b. Akses intravena
c. Beri kristaloid sampai darah tersedia
Ahli anestesi dapat dikonsultasikan untuk membantu dalam akses vena atau
cairan dan resusitasi darah, serta untuk memberikan anestesi untuk pemeriksaan yang
teliti pada vagina, leher rahim, dan rahim. Laserasi perineum biasanya dapat diperbaiki
dengan infiltrasi anestesi lokal atau blok saraf pudenda. 1,12
Anestesi sisa dari anestesi epidural atau spinal sebelumnya memfasilitasi
pemeriksaan pasien namun, suplementasi dengan opioid, nitrous oxide, atau keduanya
mungkin dibutuhkan. Induksi anestesi spinal atau epidural harus dihindari apabila ada
tanda hipovolemia. Anestesi umum biasanya diperlukan untuk ekstraksi manual dari
retensi plasenta, pengembalian uterus terbalik, atau perbaikan laserasi mayor. Atonia
uterus harus diobati dengan oksitosin (3-5 IU bolus pelan dalam 1-2menit, diikuti
dengan infus 5–10 IU / jam), methylergonovine (0,2 mg dalam 100 mL saline normal
diberikan lebih dari 10 menit intravena), dan prostaglandin F2α (0,25 mg secara
intramuskular). Laparotomi darurat dan histerektomi mungkin diperlukan.1
2.8.11 Sepsis
Sepsis traktus genital merupakan empat penyebab utama kematian pada
maternal pada tahun 2015. Jika terjadi sepsis, maka tatalaksana segera yang harus
dilakukan dalam 1 jam yaitu:
43
- Take: darah untuk pemeriksaan laktat, kultur darah untuk pemberian
antibiotic, urin dan hitung fluid balance
- Give : antibiotic spektrum luas, oksigen, cairan kristaloid 30 ml/kgbb
Dalam waktu 6 jam setelah adanya tanda klinis atau diagnosis, dapat diberikan
vasopressor jika saat diberikan cairan, pasien tidak reponsif untuk memepertahan
MAP.2
44
Obat analgesia yang dapat diberikan adalah paracetamol, NSAID dan opioid
sederhana
c. Laparoskopi histerektomi
Pasien dapat diposisikan secara litotomi. Prosedur umumnya dilakukan dalam
GA, tetapi jika terdapat kontraindikasi GA, maka dapat dilakukan blok
neuroaksial.1,13
Post operatif dapat diberikan paracetamol, NSAID, opiod
2.9.2 Laparoskopi
Laparoskopi biasanya dilakukan untuk diagnostik, atau terapeutik seperti ligase
tuba. Umumnya dilakukan dalam GA. Jika dilakukan blok neuoaksial, dibutuhkan blok
yang mencapai T4
Post operatif pasien biasanya diberikan analgesia sederhana namun kadang
butuh juga opioid
45
Jika bedah dilakukan via vaginal atau abdominal, dapat dilakukan teknik
regional atau general anestesia tergantung pada komorbid pasien. Posisi pasien dapat
litotomi atau tredelenberg
untuk analgesia, biasnaya direkomendasikan paracetamol, NSAID, atau obat lokal
anestesia
46
The American Society of Anesthesiologists (ASA) telah melakukan penelitian untuk
mengetahui penyebab yang paling umum komplikasi dari adanya regional anestesi.
47
BAB 3
KESIMPULAN
1. Tindakan anestesi pada ibu hamil diperlukan manajemen yang baik, dalam
menjamin keselamatan ibu dan janin dengan mempertimbangkan adanya
perubahan fisiologis dan anatomi pada ibu hamil. Diperlukan pemilihan obat
anestesi yang aman untuk kesehatan ibu dan janin.
2. Pada masa kehamilan terjadi perubahan fisiologis sehingga membutukan
penanganan anestesi yang berbeda dibandingkan pasien pas umunya.
3. Seorang dokter harus mampu membuat keputusan medis bagi wanita hamil
yang hendak menjalani proses melahirkan, dimulai dari pre operatif,
manajemen anestesi yang dipilih dan dilakukan, hingga manajemen
pemulihan.
4. Pemilihan teknik anestesi yang digunakan berbeda pada setiap individu dan
dipertimbangkan setiap kasusnya dengan mempertimbangkan keadaan ibu
maupun janin.
5. Terdapat tiga jenis anestesia yaitu anestesia umum, anestesia regional dan
anestesia lokal.
6. Pilihan anestesi pada operasi seksio sesaria ditentukan oleh banyak faktor
seperti indikasi operasi, urgensi, pasien serta pilihan dokter, dan skill anestesia
7. Teknik regional yang dapat digunakan pada operasi seksio sesaria yaitu Spinal
anestes dan epidural anestesi.
8. Indikasi untuk dilakukannya operasi sesar darurat seperti adanya perdarahan
yang masif (plasenta previa atau plasenta akreta, abruptio plasenta, rupture
uterus), prolapse umbilical cord, dan bradikardia bayi.
9. Pilihan teknik anestesia operasi seksio darurat ditentukan dengan
mempertimbangkan keselamatan ibu (evaluasi jalan napas dan risiko aspirasi),.
10. Tatalaksana segera prolapse umbilical cord adalah tredelenburg atau knee chest
position dan dorong manual bayi dari belakang masuk kepelvis sampai operasi
sesar dibawah general anestesi dapat dilaksanakan.
11. Pada multiple gestasi Regional anestesi dapat diberikan untuk mengurangi
nyeri selama persalinan, meminimalkan penggunaan sedasi dan analgetik serta
memperpendek waktu kelahiran bayi pertama serta bayi kedua
12. Tatalaksana pasien preeklampsia seperti bed rest, sedasi, penggunaan obat
antihipertensi (labetalol, 5-10 mg atau hydralazine 5 mg IV) dan magnesium
sulfat (4g loading dose diikuti dengan 1-3g/jam IV) untuk mentatalaksana
hiperefleksia dan mencegah terjadinya kejang.
48
13. Pemberian anestesi secara spinal dan epidural dapat menurunkan tekanan darah
arteri. Pasien dengan beratnya penyakit dan pasien kritis harus distabilisasi
dahulu sebelum mendapatkan anestesi, seperti control tekanan darah dan
koreksi hypovolemia
14. Tatalaksana anestesi pada ibu yang mengalami gangguan jantung yaitu dengan
meminimalkan stress pada saat persalinan dan kelahiran.
15. Tatalaksana perdarahan post partumn pada ahli anestesi dapat dikonsultasikan
untuk membantu dalam akses vena atau cairan dan resusitasi darah, serta untuk
memberikan anestesi untuk pemeriksaan yang teliti pada vagina, leher rahim,
dan rahim. Laserasi perineum biasanya dapat diperbaiki dengan infiltrasi
anestesi lokal atau blok saraf pudenda.
16. Pada histerektomi vaginal jika dilakukan prosedur neuroaksial, opioid
intratekal diberikan setelah post operatif. Ketinggian blok paling tidak sampai
pada T8. Jika terjadi hipotensi, maka diberikan vasopressor
17. Histerektomi abdomen: pembedahan dapat dilakukan pada posisi pasien
tradelenberg. Dapat dilakukan dalam GA atau regional anestesia .Jika
dilakukan dalam GA, dibutuhkan control pernapasan dan obat muscle
relaxation. Jika blok dilakukan regional, ketinggian blok harus mencapai
setidaknya level T4.
18. Laparoskopi histerektomi: Pasien dapat diposisikan secara litotomi. Prosedur
umumnya dilakukan dalam GA, tetapi jika terdapat kontraindikasi GA, maka
dapat dilakukan blok neuroaksial
19. Laparoskopi biasanya dilakukan untuk diagnostik, atau terapeutik seperti ligase
tuba. Umumnya dilakukan dalam GA. Jika dilakukan blok neuoaksial,
dibutuhkan blok yang mencapai T4.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesyology. 6th edition.
Lange medical books/McGrawhill; 2018
2. Obi VO, Umeora OU. Anesthesia for emergency caesarean section: a
comparison of spinal versus general anesthesia on maternal and neonatal
outcomes. 2018;17:31-34
3. Chrysoula Staikou. Current Practice in Obstetric Anesthesia an Analgesia in
Public Hospitals of Greece: A national survey. Balkan Med J. 2018; 35(5):
394-397.
4. Lim G. A Review of the impact of obstetric anesthesia on maternal and
neonatal outcomes. Anesthesiology. 2018. 129(1):1920-215.
5. Pillay PS, Chaterine NP, Tolppanen H, Mebazaa A. Physiological change in
pregnancy. Cardiovasc J Afr. 2017;27(2):89-94
6. Pollad B, Kitchen G. Handbook of clinical anesthesia. 4 th edition. US: CRC
Pres;2018
7. Hardman JG, Hopkins PM, Struys MMRF. Oxford textbook of anesthesia.
United Kingdom:Oxford University Press; 2017
8. Institue for Quality and Efficiency in Health Care. Pregnancy and birth:
cesarian sections: What are the pros and cons of regional and general
aesthetics. Germany:2018
9. International Comitte of the Red Cross. Aneshesia Handbook. Switzerland;
2017
10. Chatrath V, Khterpal R, Kaur H, Bala A, Magila M. Anesthetic considerations
and management obstetric haemorrhage. 2016;4(5):240-248
11. Romero R, Lopez NG, Kusanovic JP, Pacora P, Erez O. clinical amnionitis at
term: new insight into etiology, microbiology, and the fetal , maternal and
amnionitic cavity inflammatory responses. Europepmc. 2018; 20(3),102-
112,2018
12. Masip JMM, Toledano AL, Martines SF, Roif MDG. Massive postpartum
haemorrhage: protocol and red code. Intech. 2017
13. Moawad NS, Flores ES, L LW, MT Sumner. Total laparscopic hysterectomy
under regional anesthesia. Obstet gynecol. 2018;131:1008-1010
50
51