Anda di halaman 1dari 10

Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20191

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Science Session

Laryngopharyngeal Reflux

Oleh:

Fitra Dhea Muharmi N 1810312686


Ikhvan Juzef 1510311066

Preseptor:

dr. Effy Huriyati, SpTHT-KL (K), FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)
Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20192
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2019

Clinical Science Session

Laryngopharyngeal Reflux
Fitra Dhea Muharmi N1 Ikhvan Juzef2

Affiliasi penulis : 1. Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas Manfaat penulisan Clinical Science Session ini
Kedokteran Universitas Andalas); 2. Bagian Ilmu Kesehatan adalah menambah wawasan dan pengetahuan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) mengenai Laryngopharyngeal Reflux. .
RSUP Dr. M. Djamil Padang;
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Anatomi dan Fisiologi Faring dan Laring
1.1 Latar Belakang
Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal Reflux Anatomi Faring
(LPR) adalah Refluks Ekstra Esofagus (REE) yang
menimbulkan manifestasi penyakit-penyakit oral, Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang pada
faring, laring, dan paru. Pasien dengan keluhan REE penampang melintang berbentuk setengah lingkaran
akibat Penyakit Refluks Gastro Esofagus (PRGE) dan terletak pada bagian anterior kolom vertebral.
sering datang ke ahli THT dengan keluhan tenggorok Faring memanjang dari dasar tengkorak ke batas
terasa nyeri dan kering, rasa panas di pipi, sensasi bawah kartilago krikoid.10 Faring berukuran 12-14 cm
dengan panjang vertikal dan memanjang dari dasar
ada yang menyumbat (globus sensation), kelainan
tengkorak ke batas atas sfingter esofagus bagian
laring dengan suara serak, batuk kronik, asma. Pasien
atas / Upper esophageal sphincter (UES). 1. Selaput
sering diobati sebagai rinitis non alergi dengan sekret
lendir; 2. Fasia faringobasiler; 3. Pembungkus otot; 4.
belakang hidung (post nasal drip), rinofaringitis non
Sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas: 1.
spesifik, sinusitis rekuren.1 Nasofaring; 2. Orofaring; 3. Laringofaring. Unsur-unsur
Keadaan ini dilaporkan sebanyak 10% dari pasien faring meliputi: 1. Mukosa; 2. Palut lendir (mucous
yang datang ke tempat praktek ahli THT, dan lebih dari blanket); 3. Otot.3
50% pasien dengan suara serak didapatkan penyakit
yang berhubungan dengan refluks. Merupakan hal
yang berbahaya apabila tidak mengetahui adanya
LPR, keterlambatan dalam menegakkan diagnosis
LPR dapat menyebabkan biaya pengobatan yang
tidak perlu, dan kesalahan diagnosis, yang pada
akhirnya berakibat keterlambatan pada penyembuhan
pasien.2
Pada tahun 2017 di RSUP Dr. M. Djamil
dilaporkan 89 orang kasus atau 20% kasus yang
berobat pada sub bagian Laringofaring dengan
keluhan sensasi mengganjal di tenggorok/globus
pharingeus sebanyak 78,31%.3
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Clinical Science Session ini
adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi faring,
laring, serta, definisi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan
prognosis Laryngopharyngeal Reflux.
Gambar 1. Anatomi Faring
1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan Clinical Science Session ini Vaskularisasi Faring
adalah dengan studi kepustakaan dengan merujuk Faring mendapat darah dari beberapa sumber
pada berbagai literatur. dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal dari cabang a. karotis eksterna (cabang faring
1.4 Manfaat Penulisan asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.
maksila interna yakni cabang palatina superior.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20193
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Persarafan Faring kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid


Persarafan motorik dan sensorik daerah faring dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan
dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus, cabang ligamen serta akan mengalami osifikasi sempurna
dari nervus glosofaring dan serabut motorik. Dari pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan laring dibentuk
pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang oleh sejumlah: 1.kartilago; 2.ligamentum; 3.otot-otot.
untuk otot-otot faring kecuali muskulus stilofaring yang
dipersarafi langsung oleh cabang nervus glosofaring Kartilago Laring
(n.IX). Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok,
yaitu : Kelompok kartilago mayor, terdiri dari: 1.
Fisiologi Faring Kartilago Tiroidea (1 buah); 2. Kartilago Krikoidea (1
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, buah); 3. Kartilago Aritenoidea (2 buah). Kelompok
pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk kartilago minor, terdiri dari : 1.Kartilago Kornikulata
artikulasi. Dalam fungsi menelan terdapat 3 fase yaitu Santorini (2 buah); 2. Kartilago Kuneiforme Wrisberg
1. Fase oral; 2. Fase faringal; 3. Fase esofagal. Fase (2 buah); 3. Kartilago Epiglotis (1 buah).
oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring.
Gerakan disini disengaja (voluntary). Fase faringal
yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui
faring. Gerakan disini tidak disengaja (involuntary).
Fase esofagal yaitu waktu bolus makanan bergerak
secara peristaltik di esofagus menuju lambung. Pada
saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu
dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara
lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding
belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat
cepat dan mula-mula melibatkan M.salpingofaring dan
M.palatofaring. kemudian M.elevator veli palatini
bersama-sama M.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring M.elevator veli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir Gambar 2. Tulang dan kartilago laring tampak lateral
mengenai dinding posterior faring.
Ligamen dan Membran Laring
Ligamen dan membran laring terbagi atas 2
Anatomi Laring
grup, yaitu: A. Ligamen ekstrinsik , terdiri dari : 1.
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan
Membran tirohioid; 2. Ligamen tirohioid; 3.
bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang
Ligamentum tiroepiglotis; 4. Ligamen hioepiglotis; 5.
rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
Ligamen krikotrakeal.
vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada
umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan.

Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi


dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid
yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan
disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s
apple atau jakun.

Batas-batas laring berupa sebelah kranial


terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan dengan
Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di
sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikal
oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum
laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh Gambar 3. Ligamen ekstrinsik.
fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di B. Ligamen intrinsik, terdiri dari : 1. Membran
sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot quadrangular; 2. Ligamen vestibular; 3. Konus
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar elastikus; 4. Ligamen krikotiroid media; 5. Ligamen
tiroid. vokalis.

Laring berbentuk piramida triangular terbalik


dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20194
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

V. Tiroidea Superior dan Inferior yang kemudian akan


bermuara ke V. Jugularis Interna.

Persarafan Laring
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu
Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior (Nn.
Laringeus Rekuren) kiri dan kanan. Nn. Laringeus
Superior meninggalkan N. vagus tepat di bawah
ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial
di bawah A. karotis interna dan eksterna yang
kemudian akan bercabang dua, yaitu : 1.Cabang
Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam
laring di atas pita suara sejati; 2. Cabang Eksterna ;
bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m.
Gambar 4. Ligamen intrinsik. Konstriktor inferior.
N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus,
Otot - otot Laring
mencapai laring tepat di belakang artikulasio
Otot–otot laring terbagi dalam 2 (dua)
krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai
kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta
intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang
sehingga mudah terganggu.
berbeda. Otot-otot ekstrinsik ini menghubungkan laring
Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian
dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini
proksimal A. subklavia dan berjalan membelok ke atas
menggerakkan laring secara keseluruhan. Kelompok
sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus,
otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2
selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang
dan C3 dan penting untuk proses menelan (deglutisi)
artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :
dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor
1. Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan
faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan
bagian atas trakea; 2. Motoris, mempersarafi semua
melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea.
otot laring kecuali M. Krikotiroidea.
Otot-otot ekstrinsik terdiri atas: 1. Otot-otot

suprahioid (M. Stilohioideus – M. Milohioideus, M. Fisiologi Laringofaring


Geniohioideus – M. Digastrikus, M Genioglosus – M.
Proses menelan merupakan proses yang
Hioglosus); 2. Otot-otot infrahioid (M. Omohioideus, kompleks di mana setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
M.Sternokleidomastoideus, M. Tirohiodeus). berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme
menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik Ukuran bolus makana, Diameter lumen esofagus,
adalah : 1. Otot-otot adduktor (Mm. Interaritenoideus Kontraksi peristaltik esofagus, Fungsi sfingter
transversal dan oblik , M. Krikotiroideus, M. esofagus bagian atas dan bagian bawah, Kerja otot-
Krikotiroideus lateral); 2. Otot-otot abduktor (M. otot rongga mulut dan lidah
Krikoaritenoideus posterior); 3. Otot-otot tensor (M.
Tiroaritenoideus, M. Vokalis, M. Krikotiroideus).4 Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi
Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita bila sistem neuromuskular mulai dari susunan saraf
suara. Pada orang tua, M. tensor internus kehilangan pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta
persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan
ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan
baik, sehingga aktivitas motorik berjalan dengan
serak.4 lancar. Kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot
Vaskularisasi Laring lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas
Laring mendapat perdarahan dari cabang A. maupun bagian bawah dapat terjadi apabila terdapat
Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A. Laringeus kerusakan pusat menelan atau kerusakan pada organ-
organ menelan.5Refluks gastroesofageal dan gastro-
Superior dan Inferior. Arteri Laringeus Superior
esophago-hypopharyngeal terjadi karena adanya
berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior gradien antara tekanan intra abdomen positif dan
menembus membrana tirohioid menuju ke bawah tekanan negatif pada toraks atau hipofaring.
diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis. Mekanisme perlindungan terdiri atas 4 hambatan
Arteri Laringeus Inferior berjalan bersama N. fisiologis utama terhadap refluks:
Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area
Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. 1. Sfingter esofagus bagian bawah / Lower
Konstriktor Faringeus Inferior. Darah vena yang esophageal sphincter (LES)
dialirkan melalui V. Laringeus Superior dan inferior ke

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20195
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2. Pembersihan asam, melalui fungsi motorik esofagus Dalam menentukan diagnosis LPR perlu
dan gravitasi dilakukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan
penunjang seperti laringoskopi fleksibel, pH dan lain-
3. Resistensi jaringan mukosa esofagus lain. Pengobatan LPR meliputi kombinasi diet,
modifikasi perilaku, antasida, antagonis reseptor H2,
4. Sfingter esofagus bagian atas / Upper esophageal proton pump inhibitor (PPI) dan tindakan bedah.
sphincter (UES)

Refluks fisiologis gastroesofagus terutama dapat Epidemiologi


terjadi secara bersamaan dengan relaksasi sementara
dari sfingter esofagus bagian bawah / Transient Lower Kejadian refluks sering ditemukan di Negara-
Esophageal Sphincter Relaxation (TLESR). TLESR negara barat dengan angka kejadian 10-15% dan
yang juga merupakan mekanisme primer penyebab
umumnya mengenai usia diatas 40 tahun (35%). Hal
terjadinya refluks, dipicu oleh distensi lambung,
terutama pada masa postprandial dan diaktifkan oleh ini berhubungan dengan pola konsumsi masyarakat
reseptor peregangan di dinding lambung. Lengkungan barat, olahraga genetik dan kebiasaan berobat.
refleks termasuk impuls N. Vagus yang dimediasi ke
N. Traktus Solitarius di batang otak, vagal efferen LES Qadeer dkk pada tahun 2005 menyebutkan
dan nonkolinergik, inhibitor interneuron non-nitergik, bahwa prevalensi gejala yang berhubungan dengan
yang melemahkan sfingter. Peran relaksasi ini adalah LPR adalah 15-20%. Diperkirakan lebih dari 15%
melepaskan udara yang tertelan dengan bersendawa.5 pasien yang datang ke spesialis THT disebabkan oleh
manifestasi dari LPR. Vaezi dkk pada tahun 2006
B. Laryngopharingeal Reflux
menyebutkan bahwa insiden GERD yang
berhubungan dengan gejala THT sekitar 10% di
Refluks menurut literatur adalah aliran balik.
praktek.8,9
Kata ini diambil dari bahasa latin yaitu “re” yang
bermakna balik atau kembali dan “fluere” yang artinya Pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
mengalir. Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal prevalensi GERD pada populasi China lebih rendah
Reflux (LPR) dapat didefinisikan sebagai pergerakan dibandingkan dengan populasi negara-negara barat.
asam lambung secara retrograd menuju faring dan Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan
laring serta saluran pencernaan atas. LPR dapat kebiasaan diet, perbedaan bentuk tubuh, genetik, dan
menyebabkan iritasi dan perubahan pada laring. Pada perilaku kesehatan. Di Amerika Serikat GERD adalah
tahun 1996, Koufman dkk memperkenalkan istilah kelainan yang umum dijumpai. Sebesar 50% orang
penyakit refluks laring faring (LPR) untuk penyakit ini. dewasa menderita GERD dan diperkirakan 4-10%
Amerika Serikat beranggapan LPR merupakan bentuk kelainan laring kronis non spesifik di klinik THT
lain dari Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) berhubungan dengan penyakit refluks. Tidak
karena pada pasien LPR tidak perlu ditemukan gejala ditemukan predileksi ras pada penyakit refluks.
spesifik GERD seperti rasa panas di dada (heartburn) Namun prevalensi pria dibandingkan wanita yaitu
dan regurgitasi. Lebih jauh lagi pada kebanyakan 55%: 45% dan meningkat pada usia lebih dari 44
pasien dengan LPR refluks asam di esofagus bagian tahun.10
bawah normal dan pasien LPR tidak didiagnosis
sebagai GERD. Etiologi

Walaupun penyebab kedua penyakit tersebut Penyebab LPR adalah adanya refluks secara
sama, LPR harus dibedakan dari GERD. Pasien retrograd dari asam lambung atau isinya seperti pepsin
dengan LPR biasanya mempunyai keluhan di daerah kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera
kepala dan leher sedangkan pada GERD biasanya mukosa karena trauma langsung. Sehingga terjadi
didapatkan keluhan klasik seperti esofagitis dan rasa kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya
panas di dada (heartburn). Perbedaan ini mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis
menyebabkan kedua penyakit tersebut memerlukan akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi.7
pengobatan yang agak berbeda. Dikenal berbagai
istilah LPR seperti GERD supraesofagus, GERD Patofisiologi
atipikal, komplikasi ekstra esofagus dari GERD, refluks Patofisiologi LPR sampai saat ini masih sulit
laryngeal, gastrofaringeal refluks, refluks dipastikan. Seperti yang diketahui mukosa faring dan
supraesofageal dan refluks ekstraesofageal. Sekarang laring tidak dirancang untuk mencegah cedera
LPR dianggap sebagai penyakit yang berbeda dan langsung akibat asam lambung dan pepsin yang
memerlukan penatalaksanaan yang berbeda pula. terkandung pada refluxate. Laring lebih rentan
Inflamasi jaringan laring yang disebabkan LPR mudah terhadap cairan refluks dibanding esofagus karena
rusak karena intubasi sehingga mempermudah tidak mempunyai mekanisme pertahanan ekstrinsik
progesifitas menjadi granuloma dan dapat berubah dan instrinsik seperti esofagus. Terdapat beberapa
menjadi stenosis subglotik.6 teori yang mencetuskan respon patologis karena
cairan refluks ini, yaitu:

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20196
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1. Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma serak merupakan gejala utama pada LPR yang paling
langsung oleh cairan refluks yang mengandung nyata dan utama. Gejala-gejala yang tidak spesifik lain
asam dan pepsin. Byrne menyimpulkan bahwa dapat disebabkan kondisi lain seperti keeadaan alergi
cairan asam dan pepsin merupakan zat dan kebiasaan merokok. Gerakan paradoks dari pita
berbahaya bagi laring dan jaringan sekitarnya. suara dan spasme laring juga dapat dikarenakan LPR
Pepsin merupakan enzim proteolitik utama sehingga perlu ditanyakan apakah pasien mempunyai
lambung. Aktivitas optimal pepsin terjadi pada pH masalah pernafasan dan perubahan suara. Asma dan
2,0 dan tidak aktif dan bersifat stabil pada pH 6 sinusitis dapat merupakan gejala lain LPR. Refluks
tetapi akan aktif kembali jika pH dapat kembali sering dianggap sebagai faktor yang dapat
ke pH 2,0 dengan tingkat aktivitas 70% dari mencetuskan asma.
sebelumnya.
Pada pasien yang asam lambungnya dapat
2. Asam lambung pada bagian distal esofagus ditekan terlihat ada perbaikan fungsi paru dan
akan merangsang reflex vagal sehingga akan perbaikan keluhan pada kasus asma 78%. Gejala-
mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan gejala esofagus yang dapat ditemui pada pasien LPR
mendehem (throat clearing) dan batuk kronis. seperti rasa seperti terbakar di dada 37 % dan
Lama kelamaan akan menyebabkan lesi pada regurgitasi 3%. riwayat mengkonsumsi obat gastritis
mukosa. Mekanisme keduanya akan seperti antasida perlu ditanyakan serta riwayat suka
menyebabkan perubahan patologis pada kondisi mengkonsumsi makanan pedas. Pertanyaan seperti
laring. Bukti lain juga menyebutkan bahwa ini membantu penegakan diagnosis penyakit refluk
rangsangan mukosa esofagus oleh cairan asam karena pasien sering datang dengan keluhan yang
lambung juga akan menyebabkan peradangan tidak pasti. Pola hidup seperti kebiasaan merokok dan
pada mukosa hidung, disfungsi tuba dan mengkonsumsi alkohol, 92% ditemukan pada pasien
gangguan pernafasan. Cairan lambung tadi dengan penyakit refluks. Rokok dan alkohol sebagai
menyebabkan refleks vagal eferen sehingga salah satu penyebab penurunan tekanan esofagus
terjadi respons neuroinflamasi mukosa dan bawah, kelemahan tahanan mukosa, memanjangnya
dapat saja tidak ditemukan inflamasi di daerah waktu pengosongan lambung dan merangsang
laring. sekresi lambung.

Belfasky (2002) seperti dikutip menyatakan ada


Pada akhir-akhir ini terdapat penelitian yang 9 gejala refluks (Reflux Symptom Index/RSI) yang
menyebutkan teori dari patofisiologi LPR. Yang dapat digunakan untuk menentukan adanya gejala
menyebutkan adanya fungsi proteksi dari enzim LPR dan derajat sebelum dan sesudah terapi. Gejala
carbonic anhydrase. Enzim ini akan menetralisir asam yang sering muncul seperti suara serak, mendehem,
pada cairan refluks. Pada keadaan epitel laring normal penumpukan dahak di tenggorok atau post nasal drip,
kadar enzim ini tinggi. Terdapat hubungan yang jelas sukar menelan, batuk setelah makan, sulit bernafas
antara kadar pepsin di epitel laring dengan penurunan atau tersedak, batuk yang sangat mengganggu, rasa
kadar protein yang memproteksi laring yaitu enzim mengganjal dan rasa panas di tenggorok, nyeri dada
carbonic anhydrase dan squamous epithelial stress atau rasa asam naik ke tenggorok.
protein Sep70. Pasien LPR menunjukkan kadar
penurunan enzim ini 64% ketika dilakukan biopsi Gejala tersering pada LPR adalah suara serak
jaringan laring.11 71%, batuk 51% dan rasa mengganjal di tenggorok
(globus faringeus) 47%. Pasien karsinoma laring
Diagnosis ditemukan riwayat LPR 58% dan stenosis subglotik
Ditegakkan berdasarkaan gejala klinis (Reflux 56%.1 Skor RSI adalah 0-45 dengan skor ≥ 13 curiga
Symptoms Index/RSI) dan pemeriksaan Laring LPR.
(Reflux Finding Score/ RFS). Akan tetapi pemeriksaan
penunjang sering digunakan untuk menegakkan
diagnosis.

Riwayat Penyakit

Hal yang penting ditanyakan apakah ada


perubahan suara terutama perubahan suara yang
intermitten di siang hari. Jika ada keluhan ini perlu ada
kecurigaan akan LPR. Gejala lain yang sering
dikeluhkan pasien adalah rasa seperti tersangkut di
tenggorok (Globus sensation), mendehem (throat
clearing), batuk dan suara serak. Gejala lain seperti
nyeri tenggorok, penumpukan dahak di tenggorok,
obstruksi jalan nafas intermiten, post nasal drip,
wheezing, halitosis dan disfagia dapat timbul. Suara

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20197
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Tabel 1. Reflux Symptom Index (RSI) Finding Score/ RFS). Skor dimulai dari nol (tidak ada
kelainan) dengan nilai maksimal 26 dan jika nilai RFS
≥7 dengan tingkat keyakinan 95% dapat di diagnosis
sebagai LPR. Nilai ini juga dapat dengan baik
memprakirakan efektifitas pengobatan pasien.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan laring yang dicurigai teriritasi asam


seperti hipertrofi komissura posterior, globus
faringeus, nodul pita suara, laringospasme, stenosis
subglotik dan karsinoma laring. Untuk melihat gejala
LPR pada laring dan pita suara perlu pemeriksaan
Laringoskopi. Gejala paling bermakna seperti adanya Udem subglotik (Pseudosulkus vokalis- gambar
eritema, edema dan hipertrofi komissura posterior 7) ditemui pada 90% kasus, adalah udem subglotik
(gambar 5). dimulai dari komissura anterior meluas sampai laring
posterior.

Gambar 5. Hipertrofi komissura Posterior

Laringitis posterior ditemukan pada 74% kasus Gambar 7. Pseudosulkus vokalis


begitu juga udem serta eritema laring dijumpai pada 60%
kasus LPR. Dapat juga terjadi hipertrofi mukosa Obliterasi ventrikel (gambar 8) ditemukan pada
interaritenoid dan pada kasus lanjutan dapat berkembang 80% kasus. Dinilai menjadi parsial atau komplit. Pada
menjadi hyperkeratosis epitel pada komissura posterior. obliterasi parsial ditemukan gambaran pemendekan
Granuloma (gambar 6) dan nodul pita suara dapat terjadi jarak ruang ventrikel dan batas pita suara palsu
pada kasus-kasus yang tidak diobati. memendek. Sedangkan paada keadaan komplit
ditemukan pita suara asli dan palsu seperti bertemu
dan tidak terlihat adanya ruang ventrikel.

Gambar 6. Granuloma
Gambar 8. Obliterasi ventrikel
Belfasky (2002) membuat tabel penilaian gejala
LPR melalui pemeriksaan laringoskop fleksibel (Reflux

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20198
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Eritema atau laring yang hiperemis merupakan esofagitis hanya ditemukan sekitar 30% pada kasus
gambaran LPR yang tidak spesifik. Sangat tergantung LPR. Gambaran yang patut dicurigai LPR adalah jika
kualitas alat endoskopi seperti kualitas sumber kita temukan gambaran garis melingkar “barret”
cahaya, monitor video dan kualitas endoskop fleksibel dengan atau tanpa adanya inflamasi esofagus.
sendiri jadi kadang-kadang sulit terlihat. Edema pita
suara dinilai tingkatannya. Gradasi ringan (nilai 1) jika 4. Pemeriksaan videostroboskopi
hanya ada pembengkakan ringan, nilai 2 jika
pembengkakan nyata dan gradasi berat (nilai 3) jika Pemeriksaan video laring dengan menggunakan
ditemukan pembengkakan yang lebih berat dan endoskop sumber cahaya xenon yang diaktifasi oleh
menetap sedangkan nilai 4 (gradasi sangat berat) jika pergerakan pita suara. Gambaran ini dapat dilihat
ditemukan degenerasi polipoid pita suara. Udem laring dengan gerakan lambat.
yang difus dinilai dari perbandingan antara ukuran
5. Pemeriksaan Histopatologi
laring dengan ukuran jalan nafas, penilaian mulai nari
nol sampai nilai 4 (obstruksi). Pada biopsi laring ditemukan gambaran
hyperplasia epitel skuamosa dengan inflamasi kronik
Hipertrofi komissura posterior gradasi ringan
pada submukosa. Gambaran ini dapat berkembang
(nilai 1) jika komissura posterior terlihat seperti
menjadi atopi dan ulserasi epitel serta penumpukan
“kumis”, nilai 2 (gradasi sedang) jika komisura
fibrin, jaringan granulasi dan fibrotik didaerah
posterior bengkak sehingga seperti membentuk garis
submukosa.
lurus pada belakang laring. Gradasi berat (nilai 3) jika
terlihat penonjolan laring posterior kearah jalan nafas 6. Pemeriksaan esofagografi dengan bubur Barium
dan gradasi sangat berat apabila terlihat ada obliterasi Pemeriksaan ini dapat melihat gerakan
ke arah jalan nafas. Gambaran lain yang mungkin peristaltik yang abnormal juga motilitas, lesi di
ditemukan adalah sinusitis berulang dan erosi dari esofagus, hiatus hernia, refluks spontan dan kelainan
gigi. sfingter esofagus bawah. kelemahannya pemeriksaan
ini tidak dapat menilai refluks yang intermiten.
Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan ini dianjurkan pada keadaan jika
pengobatan gagal, terdapat indikasi klinis kearah
1. Laringoskopi fleksibel
GERD, disfungsi esofagus atau diagnosis yang belum
Merupakan pemeriksaan utama untuk pasti.
mendiagnosis LPR. Biasanya yang digunakan adalah
7. Pemeriksaan laringoskopi langsung
laringoskop fleksibel karena lebih sensitif dan mudah
Pemeriksaan ini memerlukan anestesi umum dan
dikerjakan di poliklinik dibandingkan laringoskop rigid.
dilakukan diruangan operasi. Dapat melihat secara
2. Monitor pH 24 jam di faringoesofageal langsung struktur laring dan jaringan sekitarnya serta
dapat dilakukan tindakan biopsi.
Pemeriksaan ini disebut ambulatory 24 hours
double probe pH monitoring yang merupakan baku Perbedaan GERD dengan LPR
emas dalam mendiagnosis LPR. Pertama kali Banyak fakyor yang mempengaruhi keadaan
diperkenalkan oleh Wiener pada 1986. Pemeriksaan GERD dan LPR yaitu sensitifitas jaringan, keadaan
ini dianjurkan pada keadaan pasien dengan keluhan fungsi sfingter esofagus dan lamanya paparan.
LPR tetapi pada pemeriksaan klinis tidak ada Mekanisme pasti LPR masih belum dapat disimpulkan
kelainan. Pemeriksaan ini sangat sensitif dalam dengan pasti. Akan tetapi yang dianggap berperan
mendiagnosis refluks karena pemeriksaan ini secara seperti disfungsi sfingter esofagus atas dan berkaitan
akurat dapat membedakan adanya refluks asam pada erat dengan posisi badan tegak. Berbeda pada GERD
sfingter esofagus atas dengan dibawah sehingga dimana keluhan sering timbul saat berbaring dan
dapat menentukan adanya LPR atau GERD. berhubungan dengan kelainan sfingter esofagus
Kelemahan pemeriksaan ini adalah mahal, invasif dan bawah. Perbedaan lain yang mencolok adalah
tidak nyaman dan dapat ditemukan hasil negative keluhan rasa terbakar di dada dan esofagitis sangat
palsu sekitar 20%.Hal ini dikarenakan pola refluks jarang ditemukan pada kasus LPR dibandingkan
pada pasien LPR yang intermittent atau berhubungan dengan GERD.
dengan gaya hidup sehingga kejadian refluks dapat
Keluhan rasa terbakar di dada ditemukan
tidak terjadi saat pemeriksaan. Pemeriksaan ini hanya
kurang dari 40% kasus LPR sedangkan gejala
dapat menilai refluks asam sedangkan refluks non
esofagitis hanya 25%. Pada LPR refluks bersifat
asam tidak terdeteksi. Pemeriksaan ini disarankan
intermiten dengan motilitas esofagus yang normal
pada pasien yang tidak respons terhadap pengobatan
sedangkan GERD refluks bersifat lebih lama dengan
supresi asam.
gangguan motilitas esofagus sering ditemukan.
3. Pemeriksaan Endoskopi Refluks pada LPR sering terjadi pada siang
Dengan menggunakan esofagoskop dapat sedangkan kasus GERD, refluks biasanya malam
membantu dalam penegakan diagnosis. Gambaran hari. Defek sfingter esofagus bawah dijumpai pada

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 20199
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

GERD sedangkan pada LPR terjadi disfungsi sfingter pengobatan lebih lama dibandingkan GERD.
atas esofagus. Dari segi pengobatan kedua penyakit Rekomendasi dosis adalah 2 kali dosis GERD dengan
ini mirip namun medikamentosa LPR lebih lama dan rentang waktu 3 sampai 6 bulan. Salah satu
agresif dibandingkan penanganan GERD. kepustakaan menyebutkan rentang waktu
pengobatan dapat sampai 6 bulan atau lebih
Penatalaksanan dengan menggunakan PPI 2 kali sehari untuk
memperbaiki laring yang cedera.
Penatalaksanaan meliputi medikamentosa
dengan obat-obatan anti refluks, perubahan gaya Dalam penelitian sebelumnya Omeprazole
hidup dengan modifikasi diet serta secara bedah disebut sebagai derivat PPI yang ampuh ternyata
dengan operasi funduplikasi. akhir-akhir ini Lansoprazole dan Pantoprazole
dianggap lebih maksimal dalam menekan asam
Modifikasi diet dan gaya hidup lambung. Tamin menemukan terdapat perbaikan
bermakna nilai gejala/keluhan (RSI) dengan
Pasien dengan gejala LPR dianjurkan melakukan pola pemberian terapi Lansoprazole 2x30 mg perhari pada
diet yang tepat agar terapi berjalan maksimal. 8 minngu I dan II terapi akan tetapi pada 8 minggu III
Penjelasan kepada pasien mengenai pencegahan tidak terlihat perbaikan pada RSI.22 Kemudian zat
refluks cairan lambung merupakan kunci pengobatan proteksi mukosa, sukralfat misalnya dapat
LPR. Pasien akan mengalami pengurangan keluhan digunakan untuk melindungi mukosa dari cedera
dengan perubahan diet dan gaya hidup sehat. akibat asam dan pepsin. Pemeriksaan sedianya
Misalnya pola diet yang dianjurkan pada pasien dilakukan rutin setiap 3 bulan yang berguna
seperti makan terakhir 2-4 jam sebelum berbaring, memantau gejala atau mencari penyebab lain jika
pengurangan porsi makan, hindari makanan yang tidak terjadi perbaikan.1 McGlashan melakukan uji
menurunkan tonus otot sfingter esofagus seperti terapi pada pasien LPR dengan memberikan
makanan berlemak, gorengan, kopi, soda, alkohol, suspense cairan alginate disamping proton pump
mint, coklat buahan dan jus yang asam, cuka, mustard inhibitor, ternyata terdapat perbaikan yang nyata pada
dan tomat. Koufman (2011) menganjurkan pola diet RSI dan RFS pada objek uji. Cairan alginate ini
bebas asam atau rendah asam (A strict low acid or telah digunakan bertahun tahun untuk mengobati
acid free) dalam penelitiannya ada manfaat yang gejala refluks. Cairan ini efektif membuat tahanan
nyata pada perbaikan RSI dan RFS pada populasi mekanik yang berfungsi sebagai anti refluks pada
yang diteliti. Anjuran lain seperti menurunkan berat daerah fundus gaster. Sehingga akan mengurangi
badan jika berat badan pasien berlebihan, hindari efek cairan refluks jika sampai ke laring.
pakaian yang ketat, stop rokok, tinggikan kepala
sewaktu berbaring 10-20 cm dan mengurangi stress. Terapi Pembedahan
Koufman menegaskan modifikasi gaya hidup dan pola
diet berperan penting dalam proses penyembuhan. Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki
Jika merokok dianjurkan berhenti karena akan penahan/ barier pada daerah pertemuan esofagus dan
merangsang refluks. Hindari pakaian yang terlalu gaster sehingga dapat menccegah refluks seluruh isi
sempit terutama celana, korset dan ikat pinggang. gaster kearah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada
Hindari olahraga seperti angkat berat, berenang, pasien yang harus terus menerus minum obat atau
jogging dan yoga setelah makan. Tinggikan kepala dengan dosis yang makin lama makin tinggi untuk
jika ada gejala refluks nokturnal seperti suara serak, menekan asam lambung. Sekarang ini tindakan yang
tidak nyaman di tenggorok, dan batuk di pagi hari. sering dilakukan adalah funduplikasi laparoskopi yang
Batasi konsumsi daging merah, mentega, keju, telur kurang invasif. Akan tetapi tindakan ini bukannya
dan bahan mengandung kafein. Hindari selalu tanpa komplikasi, perlu dokter yang berpengalaman
makanan gorengan, makanan tinggi lemak, bawang, dan mengerti mengenai anatomi esofagus serta
tomat, buahan dan jus yang asam, soda, bir, alkohol, menguasai teknik funduplikasi konvensional agar
mint dan coklat. angka komplikasi dapat ditekan.4 Sehingga operasi ini
bukan pilihan pertama pada kasus LPR.
Medikamentosa
Komplikasi
Proton Pump Inhibitor (PPI) atau penghambat
pompa proton merupakan terapi LPR yang utama dan
paling efektif dalam menangani kasus refluks. Cara LPR dapat merupakan factor pencetus
kerja PPI dengan menurunkan kadar ion hidrogen munculnya penyakit seperti faringitis, sinusitis, asma,
cairan refluks tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pneumonia, batuk di malam hari, penyakit gigi dan
dan durasi refluks. PPI dapat menurunkan refluks keganasan laring. Salah satu komplikasi yang patut
asam lambung sampai lebih dari 80%. Akan tetapi diwaspadai dan mengancam nyawa adalah stenosis
efektifitas obat terhadap LPR tidak seoptimal laring. Riwayat LPR ditemukan pada 75% pasien
efektifitasnya pada kasus GERD. Akan tetapi stenosis laring dan trakea.
pengobatan PPI ternyata cukup efektif dengan catatan
harus menggunakan dosis yang lebih tinggi dan Prognosis

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)


Dokter Muda THT-KL Periode Juni-Juli 201910
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Pepsin. Ann Otol Rhinol Laryngol. 2005;114(12):913–


21.
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan
sampai 90%, dengan catatan terapi harus diikuti 12 Tripana AH. Laryngopharyngeal Reflux. [Skripsi]
dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. KKS Ilmu Kesehatan
Dari salah satu kepustakaan menyebutkan angka THT-KL Dr. Mdjoeham Binjai RS DR. RM Djoehan.
Pekanbaru: Abdurrab
keberhasilan pada pasien dengan laryngitis posterior
University; 2012.
berat sekitar 83% setelah diberikan terapi 6 minggu
dengan omeprazol. Dan sekitar 79% kasus alami
kekambuhan setelah berhenti berobat.14 sedangkan
prognosis keberhasilan dengan menggunakan
Lansoprazole 30 mg 2 kali sehari selama 8 minggu
memberikan angka keberhasilan 86%.12

Daftar Pustaka
1. Mariana H, Nurbati. Penyakit Refluks
gastroesofagus dengan manifestasi otoringologi.
Telinga Hidung Tennggorok Kepala dan Leher. 2018.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Nadhirah B. Gambaran pasien laringopharingeal


reflux di Bagian Poliklinik THT-KL RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2017. Jurnal kesehatan andalas. 2018.
Padang; Fakultas Kedokteran UNAND

3. Mittal RK. Motor function of the pharinx, esophagus,


and its spinchters. Morgan & Claypool Life Sciences;
Pharinx-Anatomy, neural Innervation and motor
pattern. 2011.

4. Tokashiki R et al. the relationship between


esophagoscopic findings and total acid reflux time
below pH 4 and pH 5 in the upper esofagus in patients
with laryngopharyngeal reflux disease (LPRD). Auris
Nasus Larynx. 2005. 32: 265-68

5. Campagnolo AM, Priston J, Thoen Rh.


Laringopharingral Reflux; Diagnosis, Treatment, and
Latest research. Eur Surg- Acta Chir Austriaca. 2014.
18(2);184-91.

6. Byrne PJ et al, Laryngopharyngeal Reflux in patients


with symptomps of gastroesophageal reflux disease.
Disease of the Esofagus. 2006. 19: 377-381.
7. Pearson P, Parikh. Nature and properties of
gastroesophageal and extraesophageal refluxate.
Aliment Pharmacol Ther. 2011. 33; 2-7.

8.Qadeer MA et al. Correlation between symptoms and


Laryngeal signs in Laryngopharyngeal Reflux.
Laryngoscope. 2005. 115: 1947-52.
9. Vaezi MF et al. Treatment of chronic posterior
laryngitis with esomeprazole. Laryngoscope 2006.
116: 254-260.

10. Irfandy D. laringopharingeal reflux. Universitas


andalas.2011;1-15

11. Gill GA, Johnston N, Buda A, Pignatelli M, Pearson


J, Dettmar PW, et al. Laryngeal Epithelial Defenses
against Laryngopharyngeal Reflux:Investigations of E-
Cadherin, Carbonic Anhydrase Isoenzyme III, and

Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 1(1)

Anda mungkin juga menyukai