Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan
segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur
panjang. Di Indonesia istilah untuk kelompok lanjut usia belum baku,
orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya usia
lanjut, lanjut usia (lansia), ada yang menyebutnya golongan lanjut umur
(glamur), jompo, bahkan di Inggris orang biasa menyebutnya warga
negara senior (Tamher, dkk, 2009).
Peningkatan usia harapan hidup, diiringi jumlah dan persentase
penduduk lanjut usia. Hal ini sebagai prestasi sekaligus tantangan/beban.
Berbagai kebijakan dan pelayanan dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat. Sebagian pelayanan cukup memadai, tetapi banyak yang
memberikan pelayanan secara terbatas, disamping kendala dana maupun
petugas. Upaya tersebut belum memadai dibanding populasi dan
permasalahannya yang kompleks. Dewasa ini lanjut usia yang tertangani
melaui sistem panti maupun nonpanti kurang dari 2% dari 2,3 juta lanjut
usia. Mereka mengalami berbagai keterlantaran, diantaranya terkena
tindak kekerasan oleh orang lain maupun kerabatnya.
Pada sisi lain, kita memiliki kearifan budaya. Tuntunan agama dan
nilai luhur menempatkan lanjut usia dihormati, dihargai dan dibahagiakan
dalam kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang kita miliki,
penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur dalam tradisi
masyarakat. Penanganan masalah sosial merupakan bagian dari dan
berakar pada nilai tolong menolong yang dikenal hampir semua suku
bangsa di Indonesia. Peran kerabat dalam masyarakat di seluruh Indonesia
mempunyai keterikatan yang sangat kuat, sekaligus merupakan potensi
yang luar biasa, sebagai sumber kesetiakawanan sosial yang mampu
memecahkan permasalahan sosial didaerahnya. Hal ini perlu diangkat dan
dikembangkan.

1
Ketidakseimbangan antara pelayanan sosial yang tersedia dan
permasalahan yang ada, berpengaruh kepada pelayanan lanjut usia. Lanjut
usia yang terlantar semakin mudah kita saksikan disekitar kita.
Keterlantaran baik disebabkan oleh kondisi yang berubah, sehingga
merubah pola dan kegiatan anggota keluarga yang berdampak kepada
pelayanan bagi lanjut usia. Keterlantaran lanjut usia juga disebabkan oleh
semakin memudarnya nilai dan penghargaan kepada lanjut usia. Pada sisi
lain belum ada pelatihan bagi pendamping kerabat yang melayani lanjut
usia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah
sebagai berikut: "Pusat layanan social lanjut usia”.

1.3 Tujuan penelitian


Merumuskan pokok-pokok pikiran tentang kerangka dasar
pelayanan lanjut usia yang berbasis kekerabatan (kerangka model
pelayanan lanjut usia berbasis kekerabatan, untuk uji coba pada penelitian
tahap II tahun 2007).

1.4 Manfaat penelitian


Manfaat yang dapat dipetik bagi pemerintah, sebagai dasar ilmiah
perumusan kebijakan publik untuk menyelesaikan masalah pelayanan
lanjut usia. Bagi akademisi, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
model pelayanan lanjut usia. Bagi instruktur kediklatan, menjadi materi
trainers. Bagi pemberi pelayanan menjadi alternatif pelayanan.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada tahun 2000 Kementerian Kesehatan mulai mengembangkan konsep


pelayanan kesehatan santun lanjut usia yang diawali dengan rencana
pengembangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan santun lanjut usia di seluruh Indonesia
melalui wadah Kelompok Usia Lanjut (Poksila) (Harjanto, JT,2015) dan disusul
dengan terbitnya Permenkes no 67/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Geriatri di Puskesmas.Pada tahun 2014 terbit Permenkes no 79 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit untuk membuat aturan
standar untuk pelayanan lansia di Rumah Sakit, disusul oleh Permenkes no
25/2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019
yang mengatur peran Pemerintah Pusat dan Daerah serta lintas sektor dan
masyarakat dalam salah satu misinya untuk meningkatkan pemberdayaan lanjut
usia, keluarga, dan masyarakat untuk mewujudkan lanjut usia yang sehat, mandiri,
aktif dan produktif selama mungkin.
Kesadaran diri (self-awareness) adalah kunci untuk kualitas hidup
seseorang secara keseluruhan dan kepuasan diri. Banyak kegiatan sosial dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan kesadaran diri individu. Oleh karena
itu, dukungan sosial bagi orang lanjut usia sangatlah penting. Hal itu dapat
diwujudkan salah satunya melalui wadah pelayanan dan aktivitas secara
berkelompok.
Kebanyakan orang tidak akan memilih kesepian, kesendirian serta rasa
terisolasi, dibandingkan menghabiskan waktu dengan sahabat. Namun, ternyata
kurangnya dukungan sosial benarbenar menghambat kualitas keseluruhan hidup
seorang lanjut usia. (Hannon K, 2015).
Kurangnya dukungan sosial terkait dengan dampak negatif pada kesehatan
dan kesejahteraan, terutama untuk orang tua. Dukungan dari orang lain bisa
menjadi penting dalam mengurangi stres, meningkatkan kesehatan fisik dan
mengalahkan masalah psikologis seperti depresi dan kecemasan (Kristina, 2009).

3
Beberapa hal yang menyebabkan dukungan keluarga atau sosial kepada
lansia dalam keluarga tidak optimal adalah karena :
 stres karena tanggung jawab,
 penyakit,
 kematian,
 masalah keuangan,
 pekerjaan relokasi,
 Pekerjaan anak,
 Kesibukan anak mengasuh cucu dari seorang lanjut usia.

Layanan berbasis komunitas dapat sangat berguna bagi individu lanjut


usia. Layanan untuk orang yang lebih tua dapat mencakup banyak bidang, tapi
salah satu hal yang paling penting seperti yang dibahas sebelumnya adalah
dukungan social. (Kristina, 2009,Sarosy L, 2009, Patton C, 2012, Elizabeth B,
2013)
Namun, dukungan sosial harus mencakup lebih dari kehadiran fisik atau
percakapan. Penelitian telah menunjukkan bahwa layanan dukungan social harus
berisi kegiatan berkualitas (Kristina, 2009,Sarosy L, 2009).

1. Definisi
Definisi lanjut usia menitik beratkan kepada usia seseorang yang lebih dari
60 tahun, mengacu kepada UU no 13 Th 1998. Adapun pelayanan lanjut usia,
berpedoman kepada pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat,
yakni pelayanan dalam panti dan pelayanan luar panti. Sementara pelayanan lanjut
usia berbasis kekerabatan adalah pelayanan yang dilakukan oleh kerabat pada
suku bangsa yang diteliti. Kekerabatan mengangkat pendapat Suryono Sukanto
(1990), Goode (1985) dan Koentjaraningrat (1990). Kekerabatan dalam penelitian
ini adalah orang sedarah (consanguinal kin), yang dipanggil ”kekerabatan”,
kerabat angkat (adoptif kin), kerabat karena kawin mawin (afinal kin).

2. Kebutuhan Lanjut Usia


1) Kebutuhan fisik lanjut usia meliputi sandang pangan, papan,
kesehatan dan spiritual. Kebutuhan makan umumnya tiga kali

4
sehari ada juga dua kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan
tidak berlemak. Kebutuhan sandang, dibutuhkan pakaian yang
nyaman dipakai. Pilihan warna sesuai dengan budaya setempat.
Model yang sesuai dengan usia dan kebiasaan mereka. Frekuensi
pembeliannya umumnya setahun sekali sudah mencukupi.
Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal yang
nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, angin, terlindungi dari
mara bahaya dan dapat untuk melaksanakan kehidupan sehari
hari, dekat kamar kecil dan peralatan lansia secukupnya.
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sangat vital. Obat obatan
ringan sebaiknya selalu siap didekatnya. Bila sakit segera
diobati.Dibutuhkan fasilitas pelayanan pengobatan rutin, murah,
gratis dan mudah dijangkau.
2) Kebutuhan psikis, kondisi lanjut usia yang rentan membutuhkan
lingkungan yang mengerti dan memahaminya. Lanjut usia
membutuhkan teman yang sabar, yang mengerti dan
memahaminya. Mereka membutuhkan teman ngobrol,
membutuhkan dikunjungi kerabat, sering disapa dan didengar
nasehatnya. Lanjut usia juga butuh rekreasi, silaturahmi kepada
kerabat dan masyarakat .
3) Kebutuhan sosial lanjut usia membutuhkan orang-orang dalam
berelasi sosial. Terutama kerabat, juga teman sebaya, sekelompok
kegiatan dan masyarakat di lingkungannya, melalui kegiatan
keagamaan, olahraga, arisan dan lain-lain.
4) Kebutuhan ekonomi, bagi yang tidak memiliki pendapatan tetap,
membutuhkan bantuan sumber keuangan. Terutama yang berasal
dari kerabatnya. Secara ekonomi lanjut usia yang tidak potensial
membutuhkan uang untuk biaya hidup. Bagi lanjut usia yang
masih produktif membutuhkan keterampilan, UEP dan bantuan
modal usaha sebagai penguatan usahanya.
5) Kebutuhan spiritual, umumnya mereka mengisi waktu untuk
beribadah. Melalui Ibadah lanjut usia mendapat ketenangan jiwa,

5
pencerahan dan kedamaian menghadapi hari tua. Mereka sangat
mendambakan generasi penerus yang sungguh sungguh dalam
menjalani ibadah.

3. Pelayanan oleh Pemerintah dan Masyarakat


Pelayanan sosial oleh Pemerintah melalui dua sistem, yakni sistem
pelayanan sosial di dalam panti dan pelayanan diluar panti. Masing masing
provinsi memiliki panti sosial Tresna Wreda. Setiap panti sosial memberi
penampungan, jaminan hidup, pakaian, kesehatan, pemanfaatan waktu luang,
bimbingan sosial dan spiritual. Selain itu juga KUBE dan UEP, penambahan Gizi,
Kesehatan dan Informasi. Program pelayanan diluar panti berupa: pemberdayaan
lanjut usia melalui dana Dekon, dalam bentuk Usaha Ekonomi Produktif (UEP).
Bantuan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dibidang ternak itik, ternak ayam,
ternak kambing, ada juga sapi (Sulsel) dan Bantuan Peningkatan Gizi pada semua
provinsi. Pemberdayaan lanjut usia melaui DAU dalam bentuk pembinaan dan
pemberdayaan Orsos. Pelayanan lanjut usia yang dilakukan oleh masyarakat,
umumnya berbentuk Orsos. Mereka bergabung dalam Karang Wredha, Karang
Lansia dan lain lain. Kegiatanya secara umum berupa penambahan Gizi, olah
raga, rekreasi, safari ibadah, kerja bakti dan penggalakkan tanaman obat. Kegiatan
edukasi berupa keterampilan dan bantuan modal. Dalam kegiatan usaha
kesejahteraan sosial berupa kunjungan orang sakit dan bantuan bagi warga yang
meninggal.

4. Tinjauan Tentang Panti Sosial


Panti sosial adalah unit pelaksana teknis di lingkungan DEPSOS yang
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial (Pasal 1 Kep. Mensos no.22/1995).
Tugasnya adalah memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturaN
perundang-undangan yang berlaku. Proses pelayanan lanjut usia dalam panti
adalah proses bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan, santunan dan
perawatan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana dalam panti
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Selain itu panti
sosial merupakan lembaga utama yang merupakan tempat pelaksanaan tugas

6
pekerja sosial yang menggunakan metode pekerja social sebagai metode pokok
dalam melakasanakan fungsinya. Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang
tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Panti
sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang berfungsi
melaksanakan kegiatan bimbingan sosial, pemulihan sosial, penyantunan sosial,
dan pemberian bantuan sosial. Menurut Friedleander (dikutip dalam hanafi,
1995:4) bahwa:

“Panti harus merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat


mempeoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan bersama rekanrekannya
memperoleh pengalaman diri hidup berkelompok, memperoleh pemeliharaan
kesehatan yang baik, memperoleh tambahan makan yang bergizi, memperoleh
suasana pershabatan, memperoleh pendidikan pelatihan, yang kesemuanya itu
diberikan. Selain itu panti sosial merupakan lembaga yang memang bergerak
dibidang usaha kesejahteraan sosial yang menggunakan profesi pekerja sosial
dalam memberikan pelayanan baik bersifat preventif, akuratif maupun promotif
kepada klieannya secara khusus serta masyarakat pada umumnya.

5. Jenis Jenis Pusat Sosial Lansia


1) Posbindu Lansia
a. Definisi
Posbindu lansia adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dan
pelayanan bimbingan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumberdaya manusia sejak dini
(Effendy, 2001).

Posbindu menurut Depkes RI (2002) adalah pusat bimbingan pelayanan


kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan
dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapai masyarakat yang
sehat dan sejahtera

7
b. Tujuan Pokok Posbindu

Tujuan pokok dari pelayanan Posbindu adalah :

1) Memperlambat angka kematian kelompok masyarakat lansia

2) Meningkatkan pelayanan kesehatan kelompok masyarakat lansia

3) Meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat lansia untuk


mengembangkan kegiatan kesehatan dari kegiatan-kegiatan lain yang menunjang
kemampuan hidup sehat.

4) Pendekatan dan pemerataan pelayan kesehatan pada kelompok masyarakat


lansia dalam usa meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan pada penduduk
berdasarkan letak geografis.

5) Meningkatkan pembinaan dan bimbingan peran serta kelompok masyarakat


lansia dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan
masyarakat (Effendy, 1998).

Ketaatan lansia untuk menggunakan sarana kesehatan atau mengikuti


program kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pengetahuan, sikap,
persepsi, perilaku dalam bentuk praktik yang sudah nyata berupa perbuatan
terhadap situasi atau rangsangan dari luar (kepercayaan) dan keterjangkauan
sarana pelayanan kesehatan. Secara umum perilaku kesehatan seseorang
mencakup perilaku terhadap sakit dan penyakit, perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan, maupun perilaku terhadap program kesehatan. Faktor lain
yang mempengruhi perilaku ketaatan seseorang pada kesehatan adalah sebagai
berikut : kebutuhan, jumlah dan struktur keluarga, faktor sosial budaya, etnik,
jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, harga/biaya pelayanan, jarak, persepsi
terhadap sarana kesehatan, dan kekuatan pengambilan keputusan (Notoatmodjo,
2003).

2) Panti Jompo
Pengertian panti jompo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
panti jompo diartikan sebagai tempat merawat dan menampung jompo. Perda No,
15 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda No. 15 Tahun 2000 Tentang
Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai

8
Perlindungan Sosial Tresna Werdha. Tetapi dalam skripsi ini tetap menggunakan
panti jompo sebagai objek penelitian.

Fasilitas untuk panti jompo diatur dalam peraturan perundang – undangan


dan Penyelenggaraan Penyandang Cacat Pasal 12, pasal 13, pasal 14 dan pasal 15
yang mencangkup akses ked an dari dalam bangunan, pintu, tangga, lift, tempat
parker, toilet dan beberapa lainnya dalam aksessbilitas pada bangunan umum.
Dalam Departemen Sosial manula dimasukkan kedalam kategori penyandang
cacat, mental, maupun fisik.

Kesadaran diri (self-awareness) adalah kunci untuk kualitas hidup


seseorang secara keseluruhan dan kepuasan diri. Banyak kegiatan sosial dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan kesadaran diri individu. Oleh karena
itu, dukungan sosial bagi orang lanjut usia sangatlah penting. Hal itu dapat
diwujudkan salah satunya melalui wadah pelayanan dan aktivitas secara
berkelompok.

Dengan penyediaan salah satunya adalah Balai Perlindungan Sosial Tresna


Werdha (BPSTW) yang merupakan unit pelaksana tekhnik dinas, dilingkungan
Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat yang memberikan perlindungan bagi lanjut
usia. Selain itu penyelenggaraan Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha
(BPSTW) merupakan salah satu respon terhadap berkembangnya jumlah dan
masalah pada lansia, dan dipastikan makin diperlukan seiring dengan
meningkatnya jumlah lansia bersama masalahnya. Oleh karena itu keberadaan
BPSTW tidak semata – mata sebagai sebuah unit yang memberikan pelayanan
bagi lansia juga sebagai lembaga perlindungan perawatan serta pengembangan
dan pemberdayaan lansia, hal ini sesuai dengan Undang- undang nomor 13 tahun
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Selain itu balai ini juga merupakan sasaran
penelitian dan pendidikan bagi perguruan tinggi dan masyarakat luas yang ingin
mengetahui lebih jauh tentang lansia. Dan juga panti jompo memiliki sisi positf
dan negatif.

9
Sisi positif panti jompo, antara lain:
1. Bila terbatas waktu untuk memberikan perawatan terhadap lansia, maka
perawatan senantiasa diberikan di panti jompo,
2. Bila lansia membutuhkan aktivitas bersosialisasi, maka terdapat banyak
teman yang sebaya di panti jompo,
3. Di samping ketersediaan fasilitas perawatan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan lansia yang meliputi kebutuhan fisik/kesehatan, emosional, dan
sosial, terutama bagi yang memiliki kecacatan fisik atau menderita
penyakit kronis, maka beragam kegiatan di panti jompo dapat membantu
lansia agar tetap bugar dan aktif.

Sisi Negatif panti jompo, antara lain :


Namun selain melihat pada sisi positif panti jompo, sisi negatif keberadaan
lansia di panti jompo juga harus dipahami. Penelitian menunjukkan bahwa tinggal
di panti jompo membuat para lansia mudah menyerah terhadap kehidupan. Hal
tersebut dapat terjadi akibat kurangnya stimulasi mental pada lansia yang
menyebabkan munculnya sikap apatis atau tidak peduli terhadap kehidupan
sehari-harinya. Pada kasus tertentu, beberapa panti jompo tidak mengadakan
kegiatan yang menarik yang dapat meningkatkan motivasi lansia untuk
melanjutkan hidup. Umumnya terkendala dari segi dana untuk perawatan
sehingga kegiatan yang dilakukan para lansia hanya duduk di dalam ruangan yang
dilengkapi televisi tanpa melakukan kegiatan apapun lainnya. Sikap apatis
diketahui dapat mempengaruhi fungsi otak. Berdasarkan hasil penelitian terhadap
713 panti jompo diketahui adanya peningkatan risiko kematian hingga 62% dalam
kurun waktu empat bulan akibat adanya sikap apatis. Meskipun belum diketahui
apa penyebabnya, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan ilmuwan
dari Universitas Radbound Belanda tersebut dapat diketahui bahwa sikap apatis
dapat menyebabkan kematian. Perhatian dan perawatan yang lebih harus
diberikan kepada lansia yang menunjukkan ciri minor tersebut. Ilmuwan lain
dari Inggris menambahkan, lansia yang hidup dengan depresi di panti jompo
jumlahnya mencapai 40%. Langkah penyaringan terhadap para lansia sebaiknya
dilakukan sebelum masuk panti jompo. Langkah penyaringan dilakukan untuk

10
mengidentifikasi ada/tidaknya sikap apatis, depresi, atau gangguan kejiwaan lain,
sehingga bantuan yang proporsional sesuai kebutuhan dapat terpenuhi untuk
setiap lansia. Namun yang sering terjadi, pihak panti tidak mengetahui atau
menyadari gejala yang berbeda-beda yang merupakan manifestasi sikap apatis
atau depresi dari tiap-tiap individu.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Lansia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia


dan ditandai oleh kegaglan seseorang untuk mempertahankan kesetimbangan
kesehtan dan kondisi stress fisiologinya, lansia berkaitan dengan penurunan
daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara umum.

Panti harus merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat


mempeoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan bersama rekan-rekannya
memperoleh pengalaman diri hidup berkelompok, memperoleh pemeliharaan
kesehatan yang baik, memperoleh tambahan makan yang bergizi,
memperoleh suasana pershabatan, memperoleh pendidikan pelatihan, yang
kesemuanya itu diberikan. Jenis-jenis pusat sosial lansiauaitu: posbindu dan
panti jompo.

Ada beberapa sisi positif dan negatif dari panti jompo diantaranya:
keterbatasan waktu untuk memberikan perawatan terhadap lansia, maka
perawatan senantiasa diberikan di panti jompo, bila lansia membutuhkan
aktivitas bersosialisasi, maka terdapat banyak teman yang sebaya di panti
jompo, di samping ketersediaan fasilitas perawatan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan lansia yang meliputi kebutuhan fisik atau kesehatan, emosional,
dan sosial, terutama bagi yang memiliki kecacatan fisik atau menderita
penyakit kronis, maka beragam kegiatan di panti jompo dapat membantu
lansia agar tetap bugar dan aktif. Sisi negatifnya adalah lansia mudah
menyerah terhadap kehidupan.

12

Anda mungkin juga menyukai