Anda di halaman 1dari 22

IDENTIFIKASI RISIKO PADA PROYEK INFRASTRUKTUR

JALAN DI NEGARA BERKEMBANG

Oleh :
1. Ibnu Fauzi / 165102569
2. Alan Putranto / 165102570
3. Yohanes Dedi K. / 165102602

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016

i
Daftar isi
BAB I Latar Belakang……………………………………………………..…………1

I.1 Pendahuluan …………………….….…………………………..………..….1

I.2 Rumusan masalah …………………………………………………….....….1

I.3 Tujuan …………………………………………………………………...….2

I.4 Manfaat ………………….……………………………………….……...….2


I.5 Lingkup Studi..……………………………………………………………...2

BAB II Landasan Teori …………………………………………………...……..…..3


II.1 Infrastruktur Jalan……………………...…………………...………......….3

II.2 Klasifikasi Risiko ………………………………………….………..……..4

BAB III Pembahasan …………………………………………………………....…...7


III.1 Identifikasi Risiko Proyek Transportasi di India……….…………...…….8

III.2 Identifikasi Risiko Proyek Jalan Raya Pantai Timur-Barat

Nigeria ….……………………………………………………….......…….10

III.3 Identifikasi Risiko Pada Proyek Jalan Tol

Cisumdawu ……………………………………………….………...….….12

III.4 Faktor Risiko Pada Proyek Jalan India, Nigeria,

dan Indonesia………………………………….………….………...….….15

III.5 Metode Pendekatan Psikologi Sosial……….………………….…...……16

BAB IV Kesimpulan …………………………………………………………......…17

IV.1 Kesimpulan …………………………………………………..……..…...17

IV.2 Saran …….. …………………………………………………..……..…...17

Daftar Pustaka ………………………………………………………………..…..….18


BAB I

LATAR BELAKANG

I.1 Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan masyarakat modern kebutuhan akan berbagai
fasilitas pendukung kegiatan hidup juga semakin.meningkat. Hal ini tercermin dari
semakin meningkatnya intensitas pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur di
berbagai sektor, mulai dari sistem energi, transportasi jalan raya, bangunan perkantoran
dan sekolah, hingga telekomunikasi, rumah peribadatan dan jaringan layanan air
bersih, yang kesemuanya itu memerlukan adanya dukungan infrastruktur yang handal.
Dengan luasnya cakupan layanan publik tersebut, maka peran infrastruktur dalam
mendukung dinamika suatu negara menjadi sangatlah penting, artinya adalah suatu hal
yang umum bila kita mengkaitkan pertumbuhan eknomi dan pembangunan suatu
negara dengan pertumbuhan infrastruktur di negara tersebut. Berbagai laporan badan
dunia seperti World Bank, menekankan pentingnya peran.infrastruktur dalam
pembangunan negara, dan bagaimana negara-negara di dunia melakukan investasi di
sektor tersebut.

Kebutuhan akan infrastruktur jalan di negara berkembang merupakan hal yang


mendasar untuk memenuhi kebutuhan sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi negara
berkembang sangat erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan infrastruktur
jalan. Salah satu poin penting yang menjadi perhatian dalam penyediaan infrastruktur
adalah masalah alokasi pembagian risiko

Proyek infrastruktur jalan merupakan proyek yang sangat riskan terjadi masalah
jika tidak diidentifikasi faktor penyebab dan langkah-langkah yang dapat ditempuh
guna meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan. Untuk itu, maka diperlukan
identifikasi faktor risiko apa saja yang akan terjadi diambil studi literatur pada
pembangunan infrastruktur jalan di negara India, Nigeria, dan Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor resiko pada proyek pembangunan infrastruktur jalan di negara
berkembang ?

1
2. Metode apa yang digunakan dalam pembebasan lahan untuk infrastruktur jalan di
Indonesia ?

I.3 Tujuan
Tujuan dari studi literatur ini adalah :
1. Mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh pada proyek pembangunan
infrastruktur jalan di negara berkembang
2. Mengetahui metode yang digunakan dalam pembebasan lahan

1.4 Manfaat
Manfaat dari studi literatur ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
faktor resiko apa saja yang di hadapi negara berkembang serta mengetahui metode apa
yang digunakan untuk pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur jalan di
negara Indonesia.

1.5 Ligkup Studi


Lingkup studi pada makalah ini hanya membahas secara umum resiko proyek
pembangunan infrastruktur jalan di negara berkambang berdasarkan studi literatur dan
metode pendekatan yang dilakukan untuk melakukan pembebasan lahan pada proyek
infrastruktur jalan di negara Indonesia.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Infrastruktur Jalan

Pengertian Infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau


dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan
air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar
untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi (Kodoatie,2005).

Infrastruktur pada dasarnya merupakan asset pemerintah yang dibangun dalam


rangka pelayanan terhadap masyarakat. Prinsipnya ada dua jenis infrastruktur, yakni
infrastruktur pusat dan daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang dibangun
pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti
jalan raya antar propinsi, pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas,
telekomunikasi dan sebagainya. Infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang
dibangun pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk
kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya.

Ditinjau dari fungsinya, infrastruktur dibedakan pula menjadi dua, yakni


infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan pendapatan.

3
Jenis infrastruktur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok masyarakat tertentu,
dimana dengan fasilitas yang disediakan, masyarakat penggunanya dikenakan biaya.
Seperti air bersih, listrik, telepon, tanam wisata dan sebagainya. Jenis infrastruktur
kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat umum, seperti jalan raya, jembatan,
saluran air irigasi dan sebagainya sehingga penggunanya tidak dikenai biaya (Marsuki
dkk, 2007).

Pengertian Infrastruktur disini menurut kamus ekonomi diartikan sebagai


akumulasi dari investasi yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
sebelumnya yang meliputi barang yang dapat dilihat dan diraba misal jalan raya,
jembatan, persediaan air dan lain-lain, serta barang-barang yang tidak dapat diraba
seperti tenaga kerja yang terlatih/terdidik yang diciptakan oleh infestasi modal sumber
daya manusia.

II.2 Klasifikasi Risiko


Ada sejumlah ketidakpastian atau "risiko" yang bisa terjadi, yang dapat
menghambat tujuan menyelesaikan proyek transportasi. penyelesaian tepat waktu
dianggap sebagai faktor keberhasilan, maka ada banyak ketidakpastian yang
mengakibatkan faktor risiko seperti cuaca, produktivitas, izin dari badan hukum,
faktor-faktor sosial politik, perubahan ruang lingkup, kondisi situs, kondisi tanah,
waktu pengiriman material, dan efisiensi peralatan. Demikian pula, jika kualitas yang
sesuai dengan standar dianggap sebagai suatu faktor keberhasilan, maka ada
ketidakpastian seperti pengerjaan, keterampilan pengawasan, standar pelatihan, dan
pelaksanaan di lokasi yang mempengaruhi risiko penyelesaian proyek. Berbagai risiko
diidentifikasi terutama melalui kajian literatur penelitian. Beberapa metode klasifikasi
resiko
1. Risk Breakdown Structure (RBS)
Risk Breakdown Structure (RBS) dibangun untuk mengatur berbagai kategori
risiko proyek seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. RBS menunjukkan

4
kelompok risiko, kategori risiko dan kejadian risiko pada tingkat terendah. Untuk
meningkatkan proses identifikasi risiko, risiko dapat dikategorikan berdasarkan
sumber mereka. risiko proyek dapat dikategorikan sebagai internal maupun
eksternal. risiko internal yang terkait dengan proyek dan biasanya berada dibawah
kendali tim manajemen proyek. Di sisi lain, risiko eksternal adalah risiko yang
berada di luar kendali dari tim manajemen proyek. risiko internal yang dimulai di
dalam proyek sedangkan risiko eksternal berasal karena lingkungan proyek . risiko
internal kemudian dibagi menurut pihak yang mungkin menjadi pencetus kejadian
risiko seperti pemilik, desainer, kontraktor, dan pihak terkait risiko eksternal adalah
mereka dimulai di tingkat makro.

Gambar 1. Risk Breakdown Structure as Drawn from Literature Review Frameworks


(Source: Sameh Monir El-Saegh, 2007)

5
2. Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk memecahkan suatu


situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan
yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel
secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi
guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Proses pengambilan keputusan
pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang terbaik. Seperti melakukan
penstrukturan persoalan, penentuan alternatif-alternatif, penenetapan nilai
kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap
waktu, dan spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat
ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang
tetap melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk suatu kriteria yang
tunggal. Peralatan utama Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah memiliki
sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan
hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam
kelomok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

6
Gambar 2.Struktur Hirarki

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Risiko Proyek Transportasi di India

Dalam International Journal of Application or Innovation in Engineering &


Management (IJAIEM) Volume 3, Issue 9, September 2014 penelitian yang dilakukan
oleh T.H. Nguyen, G. Bhagavatulya and F. Jacobs dengan judul Risk Assessment: A
Case Study for Transportation Projects in India diperoleh Relative Importance Index
(RII) and Ranking of Risk Factors yang disampaikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Relative Importance Index (RII) and Ranking of Risk Factors

Risk category Risk code Risk Factor Meaning of the risk

Contractor Delay in mobilizing the work force, material and equipment to begin the
work, delays the start date of the project, which finally delays the end date
Associated risks R1 Delay in mobilization and other related activities get affected. This imposes a major risk to the
project.

Abnormal Increase in material Contractors’ bid amounts usually have a certain allowance for price increase
R2 prices compared to the original bid of material. The project budget is based off of this amount. When the market
amount prices increase beyond this amount, it becomes a risk.

Lack of formalized operating system for construction quality in executing


Improper construction
R3 the work is also a risk factor. This increases the chance of redoing already
methods/quality control
executed work, which further delays projects.

Disputes between contractors and their vendors could result in change in the
Frequent change of
R4 agency. This is a risk because time is lost between the existing vendor
subcontractors/vendors
quitting the job and a new vendor starting his

R5 Poor site management and supervision Contractor not fully equipped with site management system
by the contractor

R6 Safety accidents at work site Occurrence of accidents because of poor safety procedures

Risk due to chances of delay because of change in nature of work. And


Failure to disclose changes and
R7 further risk of increase in project cost due to failure of reporting the changes
resulting extra work
at the time it occurs

Chances of contractor’s risk of facing financial crisis during the course of the
R8 Bankruptcy project

7
RII impact Risk Risk
Risk Group Risk Factor of rangking RII frequency rangking
of a of
ID occurrence of impact recurrence frequency
R1 Contractor Delay in mobilization 4.75 20 3.54 26
R2 Contractor Abnormal Increase in
material princes compared 5.54 12 4.28 19
to the original bid amount
R3 Contractor Improper constraction 5.48 13 4.05 22
methods/quality control
R4 Contractor Frequant change of 5.48 13 3.76 25
subcontractor/vendor
R5 Contractor Supervision by the 4.67 22 5.81 9
contractor
R6 Contractor Safety accidents at work 5.25 17 4.92 15
site
R7 Contractor Failure to disclose changes 7.93 5 5.87 7
and resulting extra work
R8 Contractor Bankruptcy 7.32 6 2.84 29
R9 Owner Inadequate/uncleare 4.4 26 4.04 23
definition of project scope
R10 Owner Delay in handing over the 5.1 18 7.5 1
site to contractor

Risk RII impact Risk Risk


Group Risk Factor of rangking RII frequency rangking
of a of
ID occurrence of impact recurrence frequency
R11 Owner Failure to disclose site 8 3 5.84 8
conditions and
circumstances which the
contractor may encounter
R12 Owner Failure to make timely 7.02 7 5.73 10
payment to the contractor
Change orders or
R13 Owner variantions 8.45 1 7.07 2
(additions, deletons and
modifications)
R14 Owner Holding key decisions in 8.21 2 5.19 12

8
abeyance
R15 Owner Owner's improper 5.81 10 4.34 18
intervention during
contruction
R16 Owner Owner bangkruptcy 3.13 28 2.77 30
R17 Designer Defective design 4.66 23 3.47 28
R18 Designer Document not issued on 6.2 9 5.19 13
time
R19 Designer Design changes 5.57 11 4.14 20
R20 Designer Compelx/no executuble 4.41 25 4.84 16
design
R21 Designer Inadequate and/or unclear 7.95 4 3.86 24
details in drawings
R22 Designer Use of primitive/obsolete 5.25 17 4.13 21
design technology
R23 Designer Designer leaving the project 4.74 21 4.37 17
midway
R24 Designer In sufficient data collection 6.23 8 5.11 14
and survey before the
design
R25 Project Project manager's technical 5.38 15 6.2 4
Management capability
R26 Project Holding key decisions in 3.86 27 6.44 3
Management abeyance
Lack of coordinatating
R27 Project abality 5.31 16 5.51 11
Management and rapport of project
manager with other
contractors at site
R28 Project Lack of leadership quality 4.87 19 6.01 5
Management of project manager
R29 Project Lack of effective monitoring 4.57 24 5.93 6
Management and feedback by project
manager
R30 Project Chances of project manager 5.43 14 6.3 27
Management leaving the project

Owner Associated Major changes being made in the functional use of the structure
Inadequate/unclear definition of
R9 may alter the complete plans and project purpose which could risk

9
project scope
Risks the project not being completed on time and as planned

Delay in handing over the site to Risk of delay in getting the site cleared of encroachments
R10
contractor

Failure to disclose site conditions Risk of encountering obstruction due to site conditions which were
R11 and circumstances which the
not taken into consideration before bidding phase.
contractor may encounter

Unable to attract/retain better talents because of poor practices


Failure to make timely payments
R12 like untimely payments and not offering incentives for early
to the contractor
completion of activities

Change orders or variations


R13 (additions, deletions and Owner making changes in original plan during construction
modifications)
Conflict among owners representatives; Delay in project due to
Holding key decisions in abeyance
R14 Owner’s inefficiency in making timely decisions

Owner's improper intervention Delay of construction activities due to owner consuming the float
R15
during construction time by intervening where not necessary

R16 Bankruptcy Chances of facing financial crisis leading to project termination


(source : Innovation in Engineering of Management :Int.J vol 3 No.9)

RII = relative importance index

Berdasarkan urutan peringkat, 5 peringkat tertinggi resiko yang sangat berdampak


pada manajemen proyek transportasi di india adalah :

1. Perubahan ruang lingkup proyek (RII = 8,45)


2. Pemegang keputusan penundaan/owner (RII = 8,21)
3. Kegagalan owner dalam menyampaikan kondisi lapangan secara akurat
kepada kontraktor(RII = 8,00)
4. Kegagalan perencana dalam menyediakan gambar yang detail dan memadai
(RII = 7,95)
5. Kegagalan kontraktor dalam menyampaikan perubahan ke subkontraktor (RII
= 7,93)

Risiko yang paling signifikan adalah 'perubahan lingkup proyek' (RII = 8.45) dalam
bentuk memodifikasi program yang ada atau menambahkan elemen baru rencana.
Risiko ini dapat memperkenalkan elemen tak terduga untuk proyek yang dapat
mempengaruhi waktu dan kiriman keseluruhan. Sejak proyek transportasi di India

10
sangat bergantung pada variabel luar seperti peraturan pemerintah, keuangan, dan
kondisi sosial-ekonomi (Bank Dunia) nilai RII tinggi untuk faktor risiko ini muncul
logis. Risiko yang paling penting kedua yang diidentifikasi dalam survei itu 'memegang
keputusan kunci dalam penundaan' (RII = 8.21). Ini menandakan pentingnya di sisi
pemilik untuk membuat keputusan yang efektif dan tepat waktu mengenai masalah
apapun yang mungkin timbul selama proyek. Risiko paling penting yang ketiga
diidentifikasi sebagai 'bagian pemilik kegagalan untuk mengungkapkan kondisi lokasi
untuk kontraktor' (RII = 8.00). Ini menandakan pentingnya pengungkapan jelas pemilik
kondisi situs, dekat dengan persediaan, dan setiap geografi situs bersama dengan
pekerjaan bawah tanah sebelumnya seperti pipa gas, kabel utilitas dll Risiko ini
terutama penting ketika bekerja di lingkungan perkotaan. Ketika risiko tersebut muncul
pada tahap berikutnya dalam proyek itu akan memiliki dampak yang signifikan
terhadap kiriman proyek. Risiko keempat yang paling penting diidentifikasi dari survei
sebagai 'bagian desainer gagal untuk memberikan rincian yang memadai dan jelas
dalam gambar' yang (RII = 7.95). Hal ini jelas bahwa akurasi dan kecukupan rincian
konstruksi di gambar memainkan peran yang sangat penting dalam memastikan
keberhasilan untuk proyek konstruksi di proyek umum dan transportasi pada
khususnya. Risiko kelima yang paling penting diturunkan menjadi 'bagian Kontraktor
kegagalan untuk mengungkapkan perubahan subkontraktor' (RII = 7.93). Ini termasuk
komunikasi di antara para profesional yang terlibat dalam proyek konstruksi termasuk
kontraktor, subkontraktor, dan insinyur. Kegagalan untuk mengungkapkan perubahan
profesional yang bertanggung jawab dapat mengakibatkan kerja ekstra dan biaya
tambahan.

3.2 Identifikasi Risiko Proyek Jalan Raya Pantai Timur-Barat Nigeria


Dalam Civil Engineering and Urban Planning:An International
Journal (CiVEJ) Vol.2, No.1, March 2015 penelitian yang dilakukan oleh
Samuel Ekung, Lashinde Adeniran dan Emmanuel Adu dari Department of

11
Quantity Surveying, Imo State University, Owerri, Nigeria dan Department of
Quantity Surveying, University of Uyo, Uyo, Nigeria dengan judul Theoretical
Risk Identification Within The Nigeria East-West Coastal Highway Project
diperoleh Principal Risk Factors in Nigeria’s East-West Coastal Highway yang
disampaikan pada Tabel 2.

Table 2. Principal Risk Factors in Nigeria’s East-West Coastal Highway


Ref Category Heading Mitigation Strategies P IM PF
R
P1 Political Government lack of Government to show adequate commitment to H H CL
Political will project
P2 Change in government Backed project with legislation H H CL
P5 Political indecision Adhere to implementation milestone H H CL
F1 Financial Low budgeting Prioritized funding & seek joint funding other tiers H H CL
of government
F8 Corruption & fraud Engage reputable private fund manager H H CL
Tp1 Technical- Funding shortfall to Prioritize key acquisition to enable expedient H H CL
Project acquire right-of-way demolition
TD1 Technical- Insufficient design details Design consultants to submit full and detailed as H H CL
design applicable
TD3 Incompetent design team Engage best in class consultant H H CL
TD1 Ground condition Site investigation should be thorough H H CL
0
TD2 Design error Peer review design H H CL
2
E1 Economic Market condition Improve estimate to allow for varying market H H CL
condition
Ev1 Environmental Flood/coastal surge Design for sea revetment and sea wall as appropriate H H CL
Ev2 Surface run-off Provide mitigation measures H H CL
Ev7 Exceptionally adverse Program to fit float where possible H H CL
weather
Ev8 Coastal erosion EIA should address this problem H H CL
Ev14 Beaches fluctuations Adopt wait-and-see method with contingency for H H CL
mitigation
S3 Social Stakeholder management Prioritizeandengageextensivelybefore H H CL
construction
S4 Militant insurgence Monitor and provide for security H H CL
CM1 Cost Inaccurate cost plan Benchmark base estimates H H CL
Management
CM4 Uncertainty of project Investigate and current tools for cost estimates H H CL
budget
C3 Construction Poor labourers training Provide adequate training for employees H H CR
Risk
C5 Lack of professionals Contractor to explore local content H H CR
C6 Force majeure Appropriate remedies in contract H H CL
C10 Political instability Study closely to understand political climate H H CR
C12 Construction tolerance Design consultant to recognize what is achievable H H CL
rather than what is desirous
C21 Accessibility Extensive pre-construction surveys H H CLR
C27 Dredging & disposal EIA should identify mitigation measure H H CLR
TP6 Technical Difficulty in serving Undertake advance consultation M M CL
Project vesting notices
TE4 Technical Miscellaneous delay issues Improve identification of miscellaneous causes M M CR
Early works
TD7 Technical Inaccurate design data Engagecompetentconsultantandmodern M M CL
Design equipment

12
TD1 Existing structures Preliminary survey should be thorough M M CL
3
TD1 Dilapidation to existing Detour traffic as much as possible M M CR
8 infrastructures
C1 Construction Delay in supply of offshore Fund should be release in advance of construction M M CL
Risk components
P3 political Inadequate government Ensure all tiers of government are well consulted L L CL
consultation
P6 Political opposition Seek opposition support based on economic benefit L L CL
TP6 Technical Failure to vacate right of Pre-construction planning should be done in L L CL
Project way advance
TDe Technical Additional security for Property owners should be mandated to vacate after L L CL
8 demolition demolition payment
TDe Difficulty in demolition Review schedule of property to be demolish L L CL
9
TDe Insufficient working space Contractor to consider careful phased approach L L CR
10 for demolition
TD5 Technical Changes in design Prioritization of the project is work as planned L L CL
Design standards
TD9 Multiple approval problem Approval body should be harmonized L L CL
Td11 Unexpected utility crossing Site investigation should be thorough L L CL
T1 Technological Technology obsolesce Prioritized the project as planned L L CL
S6 Social Public objection Ensure sufficient engagement L L CL
(source : Civil Engineering and Urban Planing :Int.J vol 2 No.1)

H = tinggi, M = sedang, L = rendah, CL = klien, CR = kontraktor, CLR =


klien/kontraktor, PR = kemungkinan, IM = dampak, dan PF = pilihan

kondisi pasar serta pembebasan lahan sebagai faktor risiko pada pembangunan jalan di
India. 66% dari risiko yang teridentifikasi terdistribusi ke kontraktor (Tabel 2).
Proporsi risiko oleh klien adalah 34%. Dalam penelitian ini, risiko yang lebih baik
dipertahankan dan dikelola oleh klien atau bersama-sama dikelola dengan kontraktor
akan menunjukan hasil yang optimal. Sementara itu pembagian risiko sejalan dengan
tren yang sedang berkembang secara global, untuk melaksanakan proyek ini
berdasarkan bentuk kontrak yang digunakan, kebijakan, ekonomi, keuangan, teknis,
sosial, lingkungan, risiko teknologi harus diperhatikan oleh klien.

3.3 Identifikasi Tingkat Resiko Pada Proyek Jalan Tol Cisumdawu

13
Cisumdawu adalah sebuah jalan tol sepanjang 60 kilometer bagian dari Jalan
Tol Trans Jawa yang berada di Jawa Barat menghubungkan daerah Cileunyi -
Sumedang - Dawuan atau Jalan Tol Padaleunyi dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci
keseluruhan mempergunakan lahan seluas 825 ha.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Andi Setiawan, Eko Walujodjati dan Ida
Farida yang dipublikasikan dalam Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut
dengan judul Analisis Manajemen Risiko Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol
Cisumdawu (Studi Kasus : Development Of Cileumyi-Sumedang Dawuan Toll Road
Phase I) diketahui bahwa pada Proyek Jalan Tol Cisumdawu, dari hasil wawancara
mengenai dampak dan frekuensi risiko dengan menggunakan skala likert, dapat
dihitung tingkat kepentingan risiko. Pada faktor risiko tanggapan publik, redesain serta
tipe tofografi dan mekanika tanah dalam tahap perencanaan memiliki risiko yang
paling besar dengan tingkat kepentingan sebesar 16 dari nilai dampak = 4 (besar) dan
frekuensi = 4 (sering). Hal ini dikarenakan Proyek Jalan Tol Cisumdawu meliputi area
permukiman warga sehingga pembebasan tanah lambat. Kemudian tipe tofografi dan
mekanika tanah yang cukup ektrim sehingga pada tahap pelaksanaan konstruksi terjadi
adanya redesain yang dilakukan, kurang lebih 5 kali perubahan besar pada desain dan
beberapa kali perubahan kecil oleh pihak konsultan perencana. Penanganan risiko yang
dilakukan oleh project manager adalah dengan melakukan koordinasi yang jauh lebih
intensif baik dengan staffnya sendiri maupun dengan konsultan. Setiap memulai
pekerjaan pihak kontraktor mengajukan request/ijin kerja kepada pihak konsultan
untuk menghindari kesalahan informasi tentang desain yang akan diterapkan di
lapangan. Selain itu juga melakukan perhitungan tambah kurang berdasarkan desain
terbaru supaya tidak menimbulkan kerugian bagi kontraktor, melengkapi dokumentasi
surat menyurat agar terhindar dari denda akibat keterlambatan. Dengan adanya
beberapa kali perubahan desain, ini mempengaruhi tingkat risiko pada faktor risiko
lainnya seperti keterlambatan jadwal pelaksanaan sehingga deviasi progress pekerjaan
jauh dibawah rencana (-). Namun karena adanya dokumentasi surat menyurat yang

14
baik, disertai alasan adanya faktor-faktor lain yang menjadi hambatan, kontraktor
terhindar dari denda bahkan mendapat addendum waktu. Namun dari sisi internal
kontraktor memang terjadi pembengkakan biaya dikarenakan waktu operasional yang
lebih lama. Sedangkan pada tahap lelang dan kontrak kerja, pada faktor risiko nilai
proyek memiliki risiko paling besar dengan tingkat kepentingan risiko = 20 dari nilai
dampak = 5 (sangat besar) dan frekuensi = 4 (sering). Bagi kontraktor, nilai proyek ini
nantinya bisa dijadikan untuk meningkatkan Kemampuan Dasar (KD) perusahaan
untuk mendapatkan nilai proyek yang lebih besar terutama pada proyek pemerintah
yang mensyaratkan besarnya KD untuk mengikuti lelang. Sehingga untuk
mendapatkan proyek ini, kontraktor menekan persentase keuntungan. Dengan
menekan keuntungan, kontraktor bisa memenangkan tender proyek ini. Pada
pelaksanaan konstruksi, pekerjaan tanah dan jembatan pada faktor risiko tanggapan
publik dan faktor lokasi proyek memiliki risiko yang paling besar dengan tingkat
kepentingan risiko = 20 dari nilai dampak = 4 (besar) dan frekuensi = 5 (selalu). Hal
ini disebabkan karena lokasi proyek berada di daerah permukiman warga yang
karakternya beragam dan ada beberapa pihak cenderung dapat memprovokasi warga
sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik antara kotraktor dengan
masyarakat ataupun antar masyarakat itu sendiri. Selain itu pada saat pemancangan
pondasi walaupun menggunakan hydraulic hammer tetap harus berhati-hati karena
banyak bangunan penduduk disekitar proyek. Untuk menghindari bentrok dengan
organisasi masa di kawasan tersebut, kontraktor menyediakan dana ekstra untuk uang
keamanan supaya organisasi massa tersebut tidak mengganggu jalannya proyek.
Sedangkan untuk menghindari kerugian akibat bangunan rusak ketika pemancangan,
kontraktor mengalihkan risiko dengan menggunakan asuransi. Konsekuensi dari
tindakan penanganan yang dilakukan project manager untuk menghindari bentrok
dengan organisasi massa tersebut terntu menambah pembengkakan biaya, namun hal
itu tidak seberapa dibandingkan dengan akibat apabila organisasi massa tersebut
mengganggu berjalannya proyek. Pada faktor eksternal, faktor risiko kebijakan hukum
dan regulasi serta kondisi pasar lokal memiliki tingkat kepentingan risiko sebesar 20

15
dari nilai dampak = 5 (sangat besar) dan frekuensi = 4 (sering). Hal ini menurut
responden dikarenakan pada saat proyek ini berlangsung muncul kebijakan
pengurangan subsidi BBM baik untuk industri maupun non industri dikarenakan
melonjaknya harga minyak mentah dunia. Adanya kebijakan ini sangat mempengaruhi
pelaksanaan proyek dikarenakan kebutuhan pokok proyek jalan adalah minyak baik
dalam bentuk aspal maupun solar industri. Adapun yang dilakukan pihak kontraktor
untuk menangani masalah ini adalah dari sejak pembuatan RAB memperhatikan tren
harga yang terjadi terutama pada material utama yaitu aspal, bahan beton dan minyak
untuk memprediksi harga ketika dilaksanakan di lapangan. Hal ini tentunya dapat
mempekecil kerugian apabila kenaikan harga menjadi tinggi. Selain itu ketika
kenaikan harga aspal menjadi sangat tinggi hal yang dilakukan adalah mengganti aspal
yang tadinya adalah produk Luar Negeri dengan mutu yang terjamin, iganti dengan
produk Dalam Negeri milik pertamina yang memiliki kualifikasi sama namun lebih
murah. Kemudian pada penyimpangan pelaksanaan terhadap perencanaan yang
memiliki risiko terbesar adalah faktor risiko biaya dan waktu dengan tingkat
kepentingan risiko = 16 dari nilai dampak = 4 (besar) dan frekuensi = 4 (sering). Pada
saat pelaksanaan, waktunya menjadi lebih lama daripada jadwal pelaksanaan
dikarenakan faktor non teknis, birokrasi dan beberapa kali redesain. Hal yang
dilakukan adalah mendokumentasikan surat-surat/berita acara tentang perubahan yang
terjadi agar terhindar dari denda.

Tabel 3. Identifikasi tingkat resiko pada proyek pembangunan jalan tol cisumdawu

Kategori Nilai pada Nilai pada Tingkat resiko


dampak frekuensi
Perencanaan 4 (besar) 4 (sering) 16
Tahapan lelang 5 (besar) 4 (sering) 20
Pelaksanaan 4 (besar) 5 (besar) 20
Eksternal/non 5 (besar) 4 (sering) 20
teknis (Politik dan
regulasi)

16
Penyimpangan 4 (besar) 4 (sering) 16
(management
proyek)

3.4 Faktor Risiko Proyek Infrastruktur Jalan India, Nigeria, dan Indonesia

Dalam hasil pembahasan pada sub bab sebelumnya mengenai indentifaksi


faktor risiko pada proyek jalan di Nigeria, India dan Indonesia dapat diindetifikasikan
bahwa terdapat beberapa faktor yang sama dengan level risiko high walaupun dari
ketiga negara tersebut menggunakan metode klasifikasi risiko yang berbeda hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. di bawah ini.

Tabel 4. Peringkat faktor risiko proyek infrastruktur jalan di india, Nigeria, dan
Indonesia

Kategori Negara (Metode Klasifikasi Risiko) Risiko


India (RBS) Nigeria(AHP) Indonesia (level)
(RBS)
Teknikal V V V high
proyek dan
desain
Politik dan V V V high
Regulasi
Keuangan V
Ekonomi V
Lingkungan V V V high
dan sosial
Manajemen V V V high
proyek

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat identifikasi resiko yang sama dari
ketiga negara berkembang tersebut yaitu pada teknikal proyek dan desain, politik dan
regulasi, lingkungan dan sosial, serta manajemen proyek yang memiliki tingkat resiko
tinggi. Dari keempat kategori faktor di atas memang sangat berkaitan masalah teknikal
proyek dan desain sangat berkaitan dengan keadaan lingkungan seperti topografi dan
keadaan social masyarakat yang sangat berpotensi terjadi masalah ketika berhubungan
dengan kepentingan masyarakat umum, dalam hal ini kita angkat tentang pembebasan

17
lahan. Proyek pembangunan infrastruktur jalan sering berhadapan dan terbentur
dengan kepentingan umum yang akhirnya berdampak pada keterlambatan proyek dan
pembengkan biaya.

3.5 Metode Pendekatan Psikologi Sosial

Pembebasan lahan proyek insfrastruktur jalan pada umumnya di negara Indonesia


sering bermasalah, baik dari segi regulasi maupun dengan masyarakat yang
berkepentingan. Dalam hal ini dilakukan pendekatan psikologi sosial dimana Homans
dalam bukunya berjudul “Elementary Forms of Social Behavior, 1974” mengeluarkan
beberapa proposisi pertukaran sosial. Prinsip dasar pertukaran sosial adalah
“distributive justice” dimana aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus
sebanding dengan investasi. Proporsi yang terkenal sehubungan dengan prinsip
tersebut berbunyi “seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan
mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan
yang telah dikeluarkannya - makin tinggi pengorbanan, makin tinggi imbalannya dan
keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya
semakin tinggi investasi, semakin tinggi keuntungan. Contoh pendekatan psikologi
sosial adalah : Melakukan interaksi dan sosialisasi langsung dengan masyarakat guna
membangun komunikasi yang baik, serta berkontribusi aktif dalam pembangunan
daerah setempat yang terkena dampak perencanaan infrastruktur jalan.
Oleh karena itu ketika berhadapan dengan kepetingan umum seperti
pembebasan lahan diperlukan enginner yang tahu akan regulasi dan memiliki
kemampuan persuasife. Kemampuan manajemen biaya yang handal dan memikirkan
solusi yang multifungsi agar masyarakat setuju dengan pembebasan lahan seperti.

BAB IV

18
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari studi literatur di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Faktor resiko pada proyek pembangunan jalan di negara berkembang seperti
India, Nigeria, dan Indonesia memiliki kesamaan yaitu :
1) Teknikal proyek dan desain,
2) Politik dan regulasi,
3) Lingkungan dan sosial, serta
4) Manajemen proyek.
2. Metode yang digunakan pada pembebasan lahan adalah pendekatan psikologi
sosial. Sebagai contoh pendekatan psikologi sosial dilakukan dengan interaksi
dan sosialisasi langsung dengan masyarakat guna membangun komunikasi
yang baik, serta berkontribusi aktif dalam pembangunan daerah setempat yang
terkena dampak perencanaan infrastruktur jalan.

4.2 Saran
Metode pendekatan psikologi sosial sangat baik digunakan dalam pembebasan lahan
karena berasaskan “distributive justice” yang mana didalamnya diperlukan
kemampuan komunikasi, negosiasi dan persuasi yang tinggi tanpa menggunakan jalur
hukum ataupun kekerasan.

19
Daftar Pustaka
Kodoatie,R.J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Setiawan . A , Walujodjati . E, Farida . I (2014) “Analisis Manajemen Risiko Pada
Proyek Pembangunan Jalan Tol Cileumyi-Sumedang-Dawan
(CISUMDAWU)”

Syamsudin, Ahmad & Marzuki. 2007. Iklim Investasi Daerah. GTZ-RED. Jakarta.

Mustafa. H (2011). “Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial” Jurnal


Administrasi Bisnis., vol.7, No.2: 143-156

Ekung. S, Adeniran . L, Adu. E (2015) “ Theoretical risk identification within the


Nigeria east-west costal highway project” int. J. (CivEJ) vol. 2 No. 1

Nguyen. T.H, Bhagavatulya. G, Jacobs. F.(2014) “risk assessment : a case study for
transportation project in India” int. j . Inn. Manage (IJAIEM) vol 3 No 9

20

Anda mungkin juga menyukai