PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian pendidikan kesehatan.
2. Dapat menjelaskan pengertian penyuluhanan kesehatan.
3. Dapat menyebutkan perbedaan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
4. Dapat menyebutkan prinsip pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
5. Mengetahui ruang lingkup pendidikan kesehatan.
6. Mengetahui metode pendidikan kesehatan.
7. Mengetahui alat bantu atau media dalam pendidikan kesehatan.
8. Menjelaskan prilaku kesehatan.
9. Mengetahui domain prilaku kesehatan
10. Menyebutkan perubahan prilaku.
11. Menyebutkan bentuk prilaku.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan adalah sebuah proses perencanaan yang sistematis dan digunakan secara
sengaja untuk memberikan pengaruh terhadap perilaku melalui suatu proses
perubahan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Pendidikan adalah suatu proses
pencapaian tujuan, artinya pengertian tersebut mencakup bahwa pendidikan beruapa
serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang
belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
(Sumber: Triwibowo & Pusphandani. 2015. Pengantar Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.)
Pendidikan kesehatan adalah alat yang digunakan untuk memberi penerangan yang
baik kepada masyarakat, sehingga masyarakat mampu mengenal kebutuhan
kesehatan dirinya. keluarga, dan kelompok dalam meningkatkan kesehatannya.
Pendidikan kesehatan dapat pula diartikan sebagai penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi.
(Sumber: Triwibowo & Pusphandani. 2015. Pengantar Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.)
3
Pendidikan kesehatan merupakan sekumpulan pengalaman yang bermanfaat dalam
mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya, pendidikan kesehatan merupakan
suatu proses yang lebih dari sekedar penyampaian fakta, kebutuhan yang
melibatkan peserta dalam proses jauh yang lebih besar.
Secara konsep pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi, dan atau
mengajak orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan
perilaku hidup sehat. Sedangkan, secara operasional, pendidikan kesehatan adalah
semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
praktik masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
4
b. Definisi Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan diartikan sebagai prosek pendidikan atau proses perubahan perilaku
melalui kegiatan belajar. Dengan kata lain, proses belajar merupakan kata kunci
dari kegiatan penyuluhan. Penyuluhan tanpa melalui proses belajar, bukanlah
penyuluhan. Sejak manusia dilahirkan ke dunia hingga meninggalnya selalu
melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar tersebut, dilakukan baik dengan
sengaja (mengikuti program pendidikan sekolah, kursus, dll) maupun tidak
sengaja, yang diperolehnya dari pengamatan, percakapan, diskusi, tukar pikiran,
dll.
Dari proses belajar tersebut, mereka memperoleh pengalaman berupa hasil belajar,
yang seringkali bermanfaat atau dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya.
Amien (2005) secara sederhana menyatakan bahwa, hakekat pendidikan adalah
untuk meningkatkan kemampuan manusia agar dapat mempertahankan atau
bahkan memperbaiki mutu keberadaannya agar menjadi semakin baik. Pada tataran
filosofis, proses belajar merupakan upaya pembangunan manusia seutuhnya atau
untuk memanusiakan manusia. Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk untuk
menggali dan mengembangkan keunggulan-keunggulan manusia (yang belajar),
baik sebagai individu maupun sebagai (anggota) komunitas.
5
Oleh sebab itu, tujuan sesorang untuk mengikuti pendidikan, memang selalu
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan (terutama kebutuhan jangka pendek) yang
hanya dapat dipenuhi oleh hasil belajarnya. Sehingga, proses belajar yang
dilakukan oleh individu yang bersangkutan, akan memberikan hasil yang lebih baik
dibanding dengan mereka yang hanya sekadar ingin tahu atau memiliki tujuan yang
tidak berkaitan langsung dengan hasil belajarnya. Berbeda dengan pendapat
tersebut, Darkenwaldt (1984) juga menyatakan adanya lima macam motivasi yang
mendorong seseorang untuk mengikuti program pendidikan, yaitu:
Sedang Singh dan Pal (Dahama dan Bhatnagar, 1980) berhasil mengungkapkan
beragam motif keikutsertaan seseorang dalam kegiatan pendidikan yang
mencakup:
6
8. Keinginan berprestasi atau meningkatkan prestasi atas hasil-hasil yang telah
dicapainya.
9. Kebutuhan aktualisasi diri, untuk menjadi lebih baik atau terbaik dari orang
lain di lingkungannya.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan seseorang untuk belajar
ternyata sangat beragam, yaitu:
7
perubahan perilaku sasaran. Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana
proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output)
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta.)
Kesimpulannya adalah penyuluhan kesehatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan sedangkan pendidikan kesehatan dapat dilakukan oelh siapapun yang
mengerti tentang kesehatan.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta.)
8
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan
tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting
untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pengakuan
mi tidak didukung oleh kenyataannya. Artinya, dalam program-program pelayanan
kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu telah
melibatkan, pendidikan kesehatan, tetapi kurang memberikan bobot. Argumentasi
mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas
memperlihatkan hasil.
Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi
masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena
pendidikan merupakan 'behavioral investmen' jangka panjang. hasil investasi
pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu
yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan
perubahan ataupeningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan
pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan.
9
Kesimpulannya adalah pendidikan dan penyuluhan kesehatan bukan hanya
pelajaran di kelas atau di tempat pelayanan kesehatan, tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi
pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan, pendidikan dan penyuluhan
kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain,
karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
b. Prinsip Penyuluhan
Kegiatan belajar memalui penyuluhan yang dilakukan oleh seseorang tidak
mungkin diwakilkan, tetapi harus dilakukan sendiri. Jika tidak, maka hasil belajar
yang berupa pengalaman belajar yang diperoleh, pasti tidak sebaik dibanding
dengan mereka yang benar-benar aktif mengikuti proses belajar Berdasarkan dari
pemahaman tersebut maka setiap kegiatan belajar harus memperhatikan pronsip-
prinsip belajar, yaitu:
1. Prinsip Latihan (practice)
Prinsip Latihan (practice) yaitu proses belajar yang dibarengi dengan latihan),
atau aktivitas fisik untuk lebih merangsang kegiatan anggota badan (kaki,
tangan, dll). Atau belajar sambil melakukan kegiatan yang dialami sendiri oleh
warga belajar. Prinsip latihan, dilandasi oleh pemahaman bahwa hasil belajar
akan semakin baik manakala warga belajar memiliki pengalaman praktek,
lebih-lebih jika kegiatan itu dilakukan secara berulang-ulang repetition) yang
mengendap di dalam pikerannya (retensi) yang semakin banyak. Meskipun
demikian, harus pula diingat bahwa kegiatan latihan dan pengulangan kegiatan
itu jangan sampai berlebihan sehingga menimbulkan kejenuhan (over learning)
yang justru akan dapat menurunkan mutu hasil belajar yang dicapai.
(Sumber: Waryana. 2016. Promosi kesehatan, penyuluhan, dan pemberdayaan
masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.)
10
dan dipahami. Sebaliknya, stimulus yang tidak memiliki kaitan atau bahkan
bertentangan dengan pengalaman yang telah dimiliki akan semakin sulit
dipahami dan diterima. Karena itu, selama proses belajar, pengajar atau pelatih
harus mampu membantu proses belajar dari warga belajarnya dengan
memberikan contoh-contoh (stimulus) yang memiliki kemiripan dengan
pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki sasaran didiknya, atau
menyampaikan materi ajarannya dengan memperhatikan urut. an atau
sistematika yang baik.
11
Proses belajar dalam kegiatan penyuluhan di masyarakat adalah proses pendidikan
yang diterapkan dalam pendidikan orang dewasa (adult education / andragogy,
yaitu proses belajar mengajar yang berlangsung secara horizontal, sebgai proses
belajar bersama yang partisipatif di mana semua yang terlibat saling bertukar
informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Proses sharing tersebut, tidak hanya
berlangsung antar peserta penyuluhan, tetapi juga antara penyuluh atau fasilitator
dengan masyarakat yang menjadi kliennya.
Kedudukan penyuluh tidak berada di atas atau lebih tinggi dibanding petaninya
melainkan dalam posisi yang sejajar. Kedudukan sebagai mitra sejajar tersebut,
tidak hanya terletak pada proses sharing selama berlangsunya kegiatan penyuluhan,
tetapi harus dimulai dari sikap pribadi dalam berkomunikasi, tempat duduk, bahasa
yang digunakan, sikap saling menghargai, saling menghormati, dan saling
mempedulikan karena merasa saling membutuhkan dan memiliki kepentingan
bersama. (Sumber: Waryana. 2016. Promosi kesehatan, penyuluhan, dan
pemberdayaan masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.)
12
Materi penyuluhan, harus berangkat dari “kebutuhan yang dirasakan” (felt need),
terutama menyangkut:
1. Kegiatan yang sedang dan akan segera dilakukan
2. Masalah yang sedang dan akan dihadapi
3. Perubahan-perubahan yang diperlukan/diinginkan
Hari dan waktu pertemuan, tidak harus tetap, tetapi yang penting ada kepastian
tentang waktu kunjungan tidak harus 2 minggu sekali, tetapi yang penting
dilakukan pertemuan (kunjungan) 2 kali dalam sebulan, atau untuk masyarakat
Jawa dapat diundur sedikit menjadi 2 kali dalam selapan (35 hari). Keberhasilan
proses belajar, tidak diukur dari seberapa banyak terjadi “transfer of knowledge”,
tetapi lebih memperhatikan seberapa jauh terjadi dialog (diskusi, sharing) antar
peserta kegiatan penyuluhan. Berlangsungnya dialog seperti ini memiliki arti yang
sangat penting, kaitannya dengan:
a. Penggalian inovasi yang ditawarkan, baik yang ditawarkan dari “luar” maupun
“indegenuous technology" yang digali dari pengalaman atau warisan generasi
tua
b. Peluang diterima dan keberhasilan inovasi yang ditawarkan
13
c. Berkembangnya partisipasi masyarakat dalam bentuk untuk “merasa
memiliki”, keharusan “turut mengamankan” segala keputusan yang telah
disepakati (melaksanakan, monitoring, dll)
14
5. Pendidikan kesehatan, berkaitan dengan membantu orang untuk bekerja
menciptakan kondisi yang lebih sehat bagi setiap orang.
6. Pendidikan kesehatan, meliputi proses belajar-mengajar secara forrma| dan
informal menggunakan metode yang terarah.
7. Pendidikan kesehatan, berkaitan dengan tujuan yang terarah, termasuk memberi
informasi, perubahan sikap, perubahan tingkah laku, dan perubahan sosial.
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain
dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi
tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta.)
15
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kehatan dapat dilakukan berdasarkan
Lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai
berikut:
16
5. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat.
Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihanalatihan
tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak
atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu, orang yang
cacat setelah sembuh dari penyakit kadang-kadang malu untuk kembali ke
masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai
anggota masyarakat yang notmal. Oleh sebeb itu, jelas pendidikan kesehatan
diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi perlu pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni.
Jakarta: Rineka Cipta.)
Kesimpulannya adalah ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai
dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau
aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Kesehatan dan pendidikan
kesehatan, berkaitan dengan semua orang, meliputi aspek fisik, mental, sosial,
emosional, spiritual, dan masyarakat.
17
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan,
untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum
maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok
18
dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap
anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
19
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh:
a. Ceramah umum (public speaking), dilakukan pada acara tertentu, misalnya
Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan
kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah
juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter
Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk
pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu
siang (tahun 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya
adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke
Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni.
Jakarta: Rineka Cipta.)
20
2.6 Alat bantu atau media
a. Alat bantu (peraga)
1. Pengertian
Yang dimaksud alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan dalam
menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Alat bantu ini leboh sering
disebut ‘alat peraga’ karean berfungsi utnukt membantu dan meragakan
sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajara.
Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada
setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin
banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak
dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan
kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indra sebanyak
mungkin kepada suatu objek, sehingga mempermudah penerimaan pesan.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni.
Jakarta: Rineka Cipta.)
21
Dari gambar kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang paling dasar
adalah benda asli dan yang paling atas adalah ‘kata-kata’. Hal ini berarti
bahwa dalam proses pendidikan, benda asli mempunyai intensitas yang paling
tinggi untuk mempersepsi bahan pendidikan atau pengajaran. Sedangkan
penyampaian bahan yang hanya dengan kata-kata saja sangat kurang efektif
atau intensitasnya paling rendah. Jelas bahwa menggunakan alat peraga
adalah salah satu prinsip prosesp pendidikan.
22
h. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti
diuraikan di atas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima
melalui indra. Menurut penelitian para ahli indra, yang paling banyak
menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah “mata”.
Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh atau
disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur
melalui indra yang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual
lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau
bahan pendidikan.
i. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudi lebih mendalami,
dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat
sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiannya dan
apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian
baru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan atau memakai
sesuatu yang baru tersebut.
j. Membantu menegakkan pengertian yang diperolah. Di dalam menerima
sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan
atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, ‘AVA’ (Audio Visual Aids) akan
membantu menegakkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima
oleh manusia, sehingga apa yang diterima, akan lebih lama
tinggal/disimpan di dalam ingatan.
23
b) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
1. Dua dimens, gambar peta, bagan, dan sebagainya
2. Tiga dimensi misal, bola dunia, boneka, dan sebagainya.
Di samping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menjadi dua
macam menurut pembuatannya dan penggunaannya.
1. Alat peraga yang ‘complicated’ (rumit), seperti film, film stripe, slide, dan
sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor.
2. Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri, dengan bahan-
bahan setempat yang mudah diperoleh seperti: bambu, karton, kaleng
bekas, kertas kor an, dan sebagainya. Beberapa contoh alat peraga yang
sederhana yang dapat dipergunakan di berbagai tempat, misalnya:
1) Di rumah tangga, seperti: leaflet, model buku bergambar, benda-
benda yang nyata seperti buah-buahan, sayursayuran, dan sebagainya.
2) Di kantor-kantor dan sekolah-sekolah, seperti papan tulis, flipchart,
poster, leaflet, buku cerita dan bergambar, kotak gambar gulung,
boneka, dan sebagainya.
3) Di masyarakat umum: misalnya poster, spanduk, léaflet, flanel graph,
boneka wayang, dan sebagainya.
1. Mudah dibuat
2. Bahan-bahannya dapat diperoleh dari bahan-bahan local
3. Mencerminkan kebiasaan, kehidupan, dan kepercayaan setempat.
4. Ditulis (digambar) dengan sederhana.
24
5. Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat
6. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.
25
5. Merencanakan dan Menggunakan Alat Peraga
Oleh karena itu, sebelum mempergunakan alat peraga lain sebagai pengganti
benda-benda asli, perlu ditelaah terlebih dahulu apakah penggunaan
bendabenda asli memungkinkan atau tidak. Sebaliknya, kalau tidak ada benda-
benda yang asli, maka buatlah alat peraga dari benda-benda pengganti.
Sebelum membuat alat-alat peraga kita harus merencanakan dan memilih alat
peraga yang paling tepat untuk digunakan, oleh karena itu perlu diperhatikan
tujuan yang hendak dicapai.
26
Perencanaan dan pemilihan alat peraga ditentukan sebagian besar oleh tujuan
ini. Kalau tujuannya itu rumit maka mungkin diperlukan lebih dari satu macam
alat peraga. Kemampuan penyampaian pesan masing-masing alat peraga
berbeda-beda, misalnya leaflet dan famplet lebih banyak berisi pesan,
sedangkan poster lebih sedikit pesan-pesan, tetapi bersifat pemberitahuan dan
propaganda. Dengan sendirinya alat peraga yang dipergunakan untuk
meningkatkan pengetahuan, akan berbeda dengan alat peraga yang
dipergunakan untuk meningkatkan keterampilan.
Persiapan penggunaan alat peraga, semua alat peraga yang dibuat berguna
sebagai alat bantu belajar dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat
berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan
keterampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga secara tepat sehingga
mempunyai hasil yang maksimal.
Misalnya, satu Set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi atau anak-anak
harus diperlihatkan satu per satu secar berurutan sambil menerangkan tiap-tiap
gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan
kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah. Apabila kita tidak
mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-lembaran flip
chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan
flip chart tersebut mungkin gagal.
27
Contoh: Seperti poster yang akan dipergunakan menunjang program keluarga
berencana dibuat desain/rancangan beberapa buah. Lalu ini dicobakan pada
sekelompok kecil sasaran yang dianggap mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan sasaran pada umumnya, kepada siapa poster ini nantinya ditujukan.
Salah satu desain yang paling mudah dipahami, terutama yang dapat dikenal
pesan-pesannya dengan baik itulah yang akan diproduksi dan diperbanyak.
28
1. Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati
2. Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu
adalah penting.
3. Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak
kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4. Nada suara hendaknya ditukartukar agar pendengar tidak bosan dan tidak
mengantuk.
5. Ikut sertakan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk
memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6. Jika perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana, dan
sebagainya.
Kesimpulannya adalah Alat bantu lihat (visual aids). Alat bantu ini digunakan
untuk membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya
proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentukyaitu alat yang diproyeksikan
(misalnya, slide, OHP, dan film strip), alat-alat yang tidak diproyeksikan
(misalnya, 2 dimensi, gambar peta, dan bagan) termasuk alat bantu cetak atau
tulis, misalnya leafet, poster, lembar balik, dan buklet. Termasuk tiga dimensi
seperti bola dunia dan boneka).
29
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pean kesehatan sangat
bervariasi, antara lain:
a. Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar
b. Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi bisa berupa kalimat maupun
gambar atau kombinasi.
c. Flyer (selebaran) ialah seperti leaflet. tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi-
informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik Biasanya dalam bentuk
buku, di mana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di
baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan
gambar tersebut.
e. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-halyang berkaitan dengan
kesehatan.
f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan
yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di
kendaraan umum.
2. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi-informasi kesehatan dan jenisnya berbeda-beda, antara lain:
a. Televisi ialah penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan
melalui media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum
diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah), TV,
sport, quiz atas cerdas cermat, dan sebagainya.
b. Radio ialah penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui
radio juga dapat berbentuk macam-macam antara lain: obrolan (Tanya
jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot dan sebagianya.
30
c. Video ialah penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan yang
dikemas dalam bentuk video
d. Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi
kesehatan
e. Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
31
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan
rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit
dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni:
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behavior). Misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga, dan
sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons
untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga
perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior),
yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya berusaha
mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan modern (Puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya), maupun
ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet,
mematuhi anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.
32
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya,
sehubungan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah
respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini
antara lain mencakup:
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen,
manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-
segi higiene pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah, serta
dampak pembuatan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan
sebagainya.
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Hal iniberarti bahwa perilaku baru terjadi apabila
ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
rangsangan. Dengan demikian, maka tentu rangsangan tertentu akan menghasilkan
reaksi atau perilaku tertentu.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan
sikap. Slkap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap
suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi
atau tidak 1mmyenangi objek tersebut, sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
33
Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku di pengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut
antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan,
dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku
manusia, karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk
menjadi perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat
dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi-energi
dalam impuls-impuls saraf. Impuls-impuls saraf indra pendengaran, penglihatan,
pembauan, pencicipan, dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan
melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
Belajar, diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-
praktik dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku y ang
didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi
manusia dengan lingkungaxmya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor-faktor intern dan ekstem.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
34
ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik Seperti: iklim, manusia,
sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni Suatu pengorganisasian proses-proses
psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respons
menurut cara tertentu terhadap suatu objek.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan
perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2. Perilaku sakit (sick behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha
mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain. terutama kepada anakanak yang belum
mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan sosial yang saling
berpengaruh dalam suatu diagram. Setiap individu sejak lahir terkait dengan suatu
kelompok, terutama kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini
membuka kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota
kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan
35
norma-norma sosial tertentu, maka perilaku tiap individu anggota kelompok
berlangsung dalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut
terhadap masalah-masalah kesehatan.
Keterangan:
1. Perilaku kesehatan individu: sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya
dengan lingkungan.
2. Lingkungan keluarga: kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai
kesehatan.
3. Lingkungan terbatas: tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan
dengan kesehatan.
4. Lingkungan umum: kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan. Undang-
undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
36
ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu menstimulasikan
dimulainya suatu proses sosial psikologis. Proses semacam ini menggambarkan
berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami, dan
merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
Proses ini mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat diklasifikasikan dalam empat
bagian, yakni:
1. Ada suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau
ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi seseorang yang bersangkutan atau
orang lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut berperan. Selanjutnya,
gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota keluarga), dan mereka
yang diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria subjektif.
2. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut.
Disadari bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan baik
bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainnya. Bahkan gangguan
tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian.,Dari ancaman-ancaman ini
akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.
3. Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang
dialami. Oleh karena gangguan kesehatan terjadi secara teratur dalam suatu
kelompok tertentu, maka setiap orang dalam kelompok tersebut dapat menghimpun
pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin terjadi.
Dari sini sekaligus orang menghimpun berbagai cara mengenai gangguan
kesehatan itu, baik secara tradisional maupun secara modern. Berbagai cara
penerapan pengetahuan baik dalam menghimpun berbagai macam gangguan
maupun cara-cara mengatasinya tersebut merupakan pencerminan dari berbagai
bentuk perilaku.
4. Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan
kecemasan atau gangguan tersebut. Dalam hal ini baik orang awam maupun tenaga
kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti melakukan suatu yang
37
mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah pranata-pranata kesehatan baik
tradisional maupun modern.
(Sumber: Notoadmodjo Soekidjo. 2015. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta:
Rineka Cipta).
38
c. Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya.
d. Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (syhthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan
untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam
kehidupan seharihari, sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap mempunyai tiga komponen
pokok, yakni:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau eva|uasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
39
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
40
d. Adaptasi (adaptation), adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakannya.
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi 4 proses
yang berurutan, yakni: awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation
(menimbangnimbang), trial, dan adaption. Awareness yaitu keadaan dimana orang
tersebut menyadari daiam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
Tahap interest, orang tersebut mulai merasa tertarik terhadap stimulus atau obyek
tersebut, sisi sikap subyek sudah mulai timbul. Tahap evaluation, subyek menimbang-
nimbang terhadap baik tidaknya stimulus terhadap dirinya, hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi. Tahap trial, subyek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai apa yang dikehendaki oleh stimulus. Kemudian pada tahap terakhir yaitu
adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus. (Sumber: Triwibowo & Pusphandani. 2015. Pengantar
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika)
Namun demikian, dalam penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Terdapat empat teori
tentang perubahan perilaku, yaitu :
41
1. Teori StimuIus-Organisme-Respons (SOR)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas stimulus yang berkomunikasi dengan organisme.
Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas,
kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan
perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila
stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif
mempengaruhi perhatian individu dan stimulus tersebut efektif. Apabila stimulus
telah mendapat perahtian dari organisme (diterima), maka ia mengerti stimulus ini
dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu, organisme mengolah
stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang
diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari
lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan prilaku).
Teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah apabila stimulus yang
diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat
melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat
meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement
memegang peranan penting.
42
berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan
dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri dan keadaan
ini disebut consonance (keseimbangan).
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung
kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan
perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam
konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) dalam Geocities (2006),
perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkUtanKatz
berasumsi bahwa:
a. Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat
berfungsidanmemberikanpeiayananterhadapkebutuhan. Seseorang dapat
43
bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperitaku negatif. Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban
tersebut benar-benar menjadi kebutuhannya.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspreshc dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan
merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku itu dapat
merupakan "layar” dimana segala ungkapan diri orang dapat ditihat. Misalnya,
orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari
perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya
44
menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu, dalam kehidupan manusia, perilaku itu
tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.
45
Kesimpulannya adalah Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru dalam diri
orang tersebut terjadi 4 proses yang berurutan, yakni: awareness (kesadaran),
interest (merasa tertarik), evaluation (menimbangnimbang), trial, dan adaption.
Awareness yaitu keadaan dimana orang tersebut menyadari daiam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). Tahap interest, orang tersebut mulai
merasa tertarik terhadap stimulus atau obyek tersebut, sisi sikap subyek sudah
mulai timbul, dan banyak teori yang membahas tentang perubahan perilaku.
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke
Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan pada kasus kedua
sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena
perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut
‘overt behavior’, atau perilaku terbuka.
46
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan respons
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung, dan
disebut ‘covert be avior’. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons
seseorang terhadap stimulus (practice) adalah ‘overt behavior’.
47
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dan
memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan untuk individu,
kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan perubahan-
peubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu.
1. Penyuluhan kesehatan yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa
dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan
dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya
pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran.
Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai
masukan (input) dan keluaran (output)
2. Penyuluhan kesehatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan sedangkan
pendidikan kesehatan dapat dilakukan oelh siapapun yang mengerti tentang
kesehatan.
3. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas atau di
tempat pelayanan kesehatan, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dimana saja
dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan
sasaran pendidikan, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tidak dapat secara
mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran
pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya
sendiri.
4. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan
(individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan penyuluhan harus
memberikan manfaat atau memiliki relevansi tinggi dengan kebutuhannya tersebut.
5. Tuang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara
lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Kesehatan dan pendidikan kesehatan,
berkaitan dengan semua orang, meliputi aspek fisik, mental, sosial, emosional,
spiritual, dan masyarakat.
48
6. Ada beberapa metode dalam pemdidikan kesehatan diantaranya Metode
pendidikan Individual (perorangan) digunakan untuk membina perilaku baru atau
seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi,
metode pendidikan kelompok dan metode pendidikan massa.
7. Media pendidikan kesehatan adalah alat-alat untuk menyampaikan informasi-
informasi kesehatan. Alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ‘klien’. Terminologi
media sebenarnya ditunjang dari istilah komunikasi yang dapat disalurkan melalui
media cetak, elektronik dan media papab (Billboard).
8. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok,
yakni respons dan stimulus atau perangsangan, respons atau reaksi manusia, baik
bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan
yang nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri empat
unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan.
9. Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Perilaku terbagi dalam tiga domain, yaitu: pengetahuan, siap dan tindakan atau
praktek.
10. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi 4
proses yang berurutan, yakni: awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik),
evaluation (menimbangnimbang), trial, dan adaption. Awareness yaitu keadaan
dimana orang tersebut menyadari daiam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (obyek). Tahap interest, orang tersebut mulai merasa tertarik terhadap
stimulus atau obyek tersebut, sisi sikap subyek sudah mulai timbul, dan banyak
teori yang membahas tentang perubahan perilaku.
11. Pengetahuan dan sikap merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan yang masih bersifat terselubung, dan disebut ‘covert be avior’.
Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus
(practice) adalah ‘overt behavior’.
49
3.2 Saran
Para pekerja layanan kesehatan, seharusnya lebih memperhatikan kesehatan
masyarakat, baik itu di lingkungan kerja atau dilingkungan tempat tinggalnya.
50