Anda di halaman 1dari 32

Pengertian

Atresia bilier yaitu suatu defek konginetal yang merupakan hasil dari tidak

adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau

intrahepatik. (Suriadi, 2001:17)

Atresia bilier (AB) adalah penyakit pada saluran bilier ekstrahepatik yang

menimbulkan sumbatan bilier pada periode neonatal disebabkan proses bro-

obliterasi. (Pratama,2013)

Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi

 progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun

ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut.

Isidensi atresia bilier berkisar antara 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam

25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik

kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996:

Washington, 1996). Malformasi yang menyertai meliputi polisplenia, atresia

intestinal, dan malrotasi usus. Jika tidak ditangani, biasanya atresia bilier berlanjut

menjadi sirosis hepatis, kegagalan hati, dan kematian anak dalam usia 2 tahun

 pertama.(Wong, 2000)

B. Etiologi

1. Belum diketahui secara pasti

2. Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine (Suriadi, 2001:18)

3. Proses inflamasi yang destruktif (Sodikin,2011:436)


(Sodikin,2011:436)
C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinismenurut (Suriadi, 2001:19) dari penyakit Atresia Bilier adalah:

1. Warna tinja pucat

2. Distensi abdomen

3. Varises esophagus

4. Hepatomegaly

5. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan

6. Lemah

7. Pruritus

8. Anoreksia

9. Letargi

D. Anatomi Fisiologi
Hati terletak dibelakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdome

daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr dan dibagi menjadi empat

lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang

membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit

yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah e dalam luar hati sangat

 penting dalam penyelenggaraan fungsi hati

Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus

hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke

saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya membentuk duktius hepatikus.

Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung

untuk membentuk duktus koledokus (commom bile duct)yang akan mengosongkan

isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh

sfingter oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction)di mana duktus

koledokus memasuki duodenum.

Kandung empedu (vesika felen), yang merupakan organ berbentuk sebuah pear,

 berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5-10 cm, terletak dalam suatu

cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat

 pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50 ml

empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu

dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.

a. Kandung empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,

memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saaat t erdistensi dapat

mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah lekukan pada permukaan
 bawah hepar yang secara anatomi menjadi hepar menjadi lobus kanan dan lobus

kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi yaitu fundus, leher,

corpus, dan infundibulum.

Fundus berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar,

strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan

terdiri dari jaringan elastis. Leher biasannya membentuk sebuah lengkungan yang

mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.

Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol

dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar

tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung

empedu, tetapi tidak pada fundus dan korpus. Epitel yang berada sepanjang

kandung empedu ditunjang oleh larnina propria. Lapisan ototnya adalah serat

kongitudinal serkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna.

Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf,

 pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa

kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar.kandung empedu

dibedakan secara histologs dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan

muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.

Arteri sistika yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang

arteri hepatika kanan. Lobus Arteri sistika dapat bervariasi namun hampir selalu di

temukan di segitiga hepatosistica, yaitu area yang dibatasi oleh Ductus sistukus,

Ductus hepatikus komunis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri

sistika mencapai baian leher dari kandung empedu akan terbagi menjadi anterior

dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki
hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar sistika menuju vena porta. Aliran

limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.

Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang

simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8

dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu dan duktus biliaris akan menuju

serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier.

Cabang hepatik dari nervus vagus memebrikan serat kolimergik pada kandug

empedu, duktus biliaris dan hepar.

 b. Pembentukan empedu

Empedu dibentuk secara terus-menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan

dalam kanalikus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun dari air dan

elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, damna juga

mengandung dalam jumlah yang berarti beberapa substansi seperti lesitin ,

kolesterol, bilirubin serta aram-garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan

dalam kandung empedu untuk kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila

diperlukan bagi pencernaan. Fungsi empedu adalah eksretorik seperti ekskresi

 bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh

garam-garam empedu.

Garam-garam empedu disintesis oleh hepatosit dari kolesterol. Setelah terjadi

konjugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino (taurin dan glisin), garam

empedu diekskresikan ke dalam empedu. Bersama dengan kolesterol dan lesitin

garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalam intestinum. Proses ini

sangat penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efisien.


Kemudian garam emepdu akan diserap kembali, terutama dalam ileum

distal, ke dalam darah portal untuk kembali ke ati dan sekali lagi dieksresikan ke

dalam empedu. Lintasan hepatosit empedu intestinum da kembali lagi kepada

hepatosit dinamakan sirkulasi enterohepatik. Akibat adanya sirkulasi enterohepatik,

maka dari seluruh garam empedu yang masuk ke dalam intestinum, hanya sebagian

kecil yang akan diekskresikan ke dalam feses. Keadaan ini menurunkan kebutuhan

terhadap sintesis aktif garam empedu oleh sel-sel hati.

c. Eksresi bilirubun

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel -

sel pada sistem retikuloendoelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati.

Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia

mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukoronat yang membuat bilirubin

lebih dapat larut di dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa

dalam empedu ke duodenum.

Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang

sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat

mukosa intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang

diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan dieksresikan sekali lagi ke dalam

empedu (sirkulasi enterehepatik). Sebagian urobinogen memasuki sirkulasi

sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam

empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila

aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila
terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran

empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit

hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam salur an empedu)

atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi

saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya

urobilinogen tidak terdapat dalam urin.

Kandung empedu berfungsi sebagai dapat penyimpanan bagi empedu. Di

antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh

hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar

air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu

dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat

diekskresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk ke dalam

duodenum akan terjadi konsentrasi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi

yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini

diantarai oleh sekresi oleh hormon kolesitokinin-pankreonzimin (CCK-PZ) dari

dinding usus.

E. Pathofisiologi

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal

empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usu. Akhirnya terbentuk

sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan

 peradangan, edema dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis

dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati. Degerasi secara

gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak
ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,

kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh. (Suriadi,2001:17)

F. Pemeriksaan Penunjang

Dua jenis pemeriksaan yang lazim dilakukan untuk mendeteksi atresia bilier

adalah serum darah dan biopsi hepar. Pemeriksaan jenis lain dengan menggunakan

kartu warna feses anak (infant stool card color), kartu ini memeli ki kelebihan yaitu

mudah digunakan, harga murah, dapat digunakan untuk metode skrining awal

diagnosis dan manajemen dari atresia bilier (Chen, at.all,2006). Pemeriksaan ini

dirancang oleh matsui et.all (1994) dengan menggunakan 7 warna feses berbeda

 pada bayi taiwan.

1. Fungsi hati; bilirubin, aminotranferase(ALT,AST)dan faktor pembekuan;

 proyhrobin time, patrial thromboplastin time

2. Pemeriksaan urine dan tinja

3. Biopsi hati

4. Cholangiography untuk menentukan keberadaan atresia

5. USG perut (untuk memungkinkan mengevaluasi terhadap hati dan sistem bilier)

(Suriadi,2001:19)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksaan dari penyakit atresia bilier menurut (Suriadi,2001:19), adalah:


1. Pemeriksaan fisik

2. Sistem gastrointestinal; warna tinja, distensi, asites, hepatomegaly

3. Sistem pernafasan

4. Genitourinary; warna urine

5. Integumen; jaundice, kulit kering, pruritus. Kerusakan kulit, edema perifer

6. Muskuloskletal; letargi

Penatalaksanaan dari penyakit atresia bilier menurut Wong adalah:

1. Tes darah, yang meliputi hitung lengkap darah, kadar elektrolit, bilirubin,

dan enzim hati harus dilaksanakan.

2. Pemeriksaan analisi laboratorium : kadar alfa, -antitripsin, serologi hepatitis,

alfa-fetoproytein, sitomegalovirus dalam urine, tes keringat (sweat test) mungkin

diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lain yang menyebabkan kolestasis serta

ikterus yang persisten.

3. Pemeriksaan USG abdomen memungkinkan evaluasi terhadap hati dan

sistem bilier.

4. Skintigrafi hepatobilier, untuk menentukan patensi saluran empedu.

5. Biopsi hati, untuk mengevaluasi patologi hepatik.

6. Prosedure Kasai ( partoenterostomi hepatik) dengan melakukan anastomosis

segmen usus pada porta hepatika yang direseksi untuk mengupayakan drainase

getah empedu.

H. Komplikasi

Menurut (Suriadi,2001:17), Komplikasi dari penyakit atresia bilier adalah:

1. Cirrhosis
2. Gagal hati

3. Gagal tumbuh

4. Hipertensi portal

5. Varises esophagus

6. Asites

7. Enchephalopathy

I. Fokus pengkajian

1. Gastrointestinal

a. Warna feses pucat sepert tanah liat atau tanah lempung

 b. Perut buncit dengan hepatomegali

c. Varises esofagus

d. Asites

e. Anoreksia

f. Masalah makan (seperti kelambatan dalam makan, kadang-kadang tidak

tertarik pada makan ).

g. Status gizi buruk

2. Respirasi

Distres pernafasan

3. Neurologi

Ensefalopati

4. Perkemihan

a. Letargi

 b. Otot melemah


c. Gagal tumbuh

5. Mata, telinga, hidung, dan tenggorokan. Sklera ikterik pada usia 2 sampai 3

minggu.

6. Hematologi

7. Integumen

a. Kuning

 b. Kering

c. Pruritus

d. Kerusakan kulit

e. Edema perifer

J. Diagnosa keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mual muntah

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

absorbsi dan tidak mau makan

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus

(Doengoes, Marilynn E. 2000)

K. Fokus Intervensi

1. Kelebihan volume cairan behubungan dengan mual muntah

Tujuan : pemasukan lebih besar dari pengeluaran, oliguria, perubahan pada berat

 jenis urine
Kriteria hasil : menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan

 pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vtal dalam rentang normal,

dan tak ada edema.

Intervensi :

1. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi

 pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5

kg/hari.

2. Awasi TD dan CVP, catat JVD/distensi vena

3. Kaji derajat perifer/edema dependen

4. Ukur lingkar abdomen

5. Awasi albumni serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)

Rasional :

1. Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/ perbaikan perpindahan cairan,

dan respons terhadap terapi.

2. Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi

mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi

 jugular eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.

3. Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air,

 penurunan albumin, dan penurunan ADH.

4. Menunjukkan akumulasi cairaan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein

 plasma/cairan keadaan area peritoneal.


5. Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,

mengakibatkan pembentukan edema.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

absorbsi dan tidak mau makan

Tujuan : Pemasukan nutrisi adekuat untuk kebutuhan individu

Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan

dengan nilai laboratorium normal

Intervensi :

1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori

2. Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat

 badan, ukuran kulit trisep.

3. Dorong pasien untuk makan semua makanan  – makanan tambahan

4. Berikan makanan sedikit tapi sering

5. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khusunya sebelum makan

Rasional

1. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi

2. Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status

nutrisi karena ada gambaran edema/asites.

3. Pasien mungkin hanya mkan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada

makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.


4. Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan

 peningkatan tekanan intra abdomen.asites

5. Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan

meningkatkan regenerasi seluler.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus

Tujuan : mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/ tekhnik untuk

mencegah kerusakan kulit

Kriteria hasil : untuk mempertahankan iintegritas kulit

Intervensi :

1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin,

2. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat dikursi atau tempat tidur : bantu dengan

latihan rentang gerak aktif/pasif

3. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan

4. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi

5. Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit domba

sesuai indikasi.

Rasional :

1. Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbenuk

dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis

 berat.
2. Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki

sirkulasi.

3. Kelelmbaban meingkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit

4. Mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu.

5. Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan sirkulasi dan menurunkan resiko

iskemia/kerusakan jaringan
DAFTAR PUSTAKA

Doengos, Marilynn E. 2000.  Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Gibson, John. 2002. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2. Jakarta : EGC

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan .

Jakarta : Salemba Medika

Sodikin. 2011.  Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan

 Hepatobilier . Jakarta : Salemba Medika

Suriadi dkk. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak . Jakarta : PT Fajar Interpratama

Wong dkk. 2000. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai